Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178982 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"ABSTRAK
Pembangunan politik merupakan bagian daripada pembangunan nasional. Pembangunan Nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan Wawasan Nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, sesuai dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
Pembangunan Nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan Nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, yaitu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Selama Orde Baru berkuasa, pemerintah telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 6 kali mulai dari tahun:1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu yang berlangsung secara berkala tersebut masingmasing organisasi politik peserta pemilu memperoleh dukungan pemilih yang bervariasi. Dukungan yang bervariasi itu tidak hanya karena pemilu itu diikuti
banyak partai, tetapi juga karena masing-masing organisasi politik mempunyai pendukung yang bermacammacam. masyarakat Indonesia yang majemuk dari segi sosial, budaya, ekonomi dan agama, menyebabkan anggotaanggota dapat menyampaikan aspirasi politiknya secara LUBER, JURDIL atau tidak sama sekali.
Kegiatan memilih pada Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat dalam hal penyaluran aspirasinya, yaitu melalui memilih atau tidak memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga legislatif.

"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T17717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarsono Soemardjo
"Peran televisi dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat sangat diharapkan karen media ini mampu menjangkau hingga ke pelosok-pelosok desa. penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah materi/informasi pemilu yang didiseminasikan melalui televisi dapat di mengerti dan dapat menggungah partisipasi politik masyarakat dalam pemilu presiden 2014. penelitian kuantitatif yang dilaksankan dengan survei di desa landungsari, kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan jumlah sampel sebanyak 101 responden ini menghasilkan temuan bahwa pesan-pesan pemilu yang disampaikan melalui televisi cukup dimengerti oleh responden. walaupun demikian, untuk dapat membangkitkan partisipasi politik masyarakat yang nyata dalam pemilu presiden 2014 masih diperlukan upaya peneguhan melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh agen informasi yang ada di masyarakat"
Kementerian Komunikasi dan Informatika ,
384 JPPKI 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jepri Buleh
"Pada masa reformasi dengan adanya pemilihan umum secara langsung, kekuatan eksternal, seperti sepak bola sangat diandalkan untuk mampu melakukan suatu mobilisasi massa untuk mendukung suatu pasangan calon. Salah satu contohnya adalah Bobotoh yang diperebutkan suaranya oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Umum Presiden Indonesia Tahun 2019. Dengan memiliki basis massa yang cukup besar membuat Bobotoh sebagai suporter sepak bola menjadi objek politik yang menarik dan memiliki nilai tinggi sehingga diperebutkan oleh para pasangan calon untuk memperoleh dukungan suara dari massa yang dimilikinya. Karya ini berusaha menganalisis faktor yang mempengaruhi dan kondisi internal dari tiga kelompok Bobotoh, yaitu Viking Persib Club, The Bombers, dan The Bomb dalam mengambil sikap politik untuk mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data. Dalam partisipasi politik tiga kelompok Bobotoh tersebut, ada peran besar dari para ketua dari kelompok Bobotoh, yaitu Hero Joko selaku Ketua Viking Persib Club dan Nevi Efendi selaku Ketua The Bombs.

During the reform era with direct general elections, external forces, such as football, were relied on to be able to carry out a mass mobilization to support a candidate pair. For example is Bobotoh, whose votes were contested by the two pairs of presidential and vice presidential candidates in the 2019 Indonesian Presidential General Election. By having a large enough mass base, Bobotoh as a football supporter becomes an interesting political object and has a high value so that it is contested by the fans. candidate pairs to gain the support of the votes of the masses they have. This work attempts to analyze the influencing factors and internal conditions of the three Bobotoh groups, namely the Viking Persib Club, The Bombers, and The Bomb in taking a political stance to support the Jokowi-Ma'ruf Amin candidate pair in the 2019 General Election. This research is a qualitative method with in-depth interview techniques to collect data. In the political participation of the three Bobotoh groups, there was a big role from the leaders of the Bobotoh group, namely Hero Joko as Chairman of the Viking Persib Club and Nevi Efendi as Chairman of The Bombs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Firdaus
"Penelitian ini berkisar tentang aktifitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) dalam melakukan pendidikan politik kepada kelompok perempuan yang ada di masyarakat. Aktiftas PPSW ini dalam perjalanannya menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi partsipasi politik perempuan di masyarakat yaitu di kelurahan Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Penelitian ini dilatarbelangi dengan kondisi makro Indonesia setelah kejatuhan rejim Orde Baru dimana terjadi partisipasi politik masyarakat. Kondisi seperti itu juga membuat kelompok-kelompok perempuan, yang selama ini termarginalkan dalam politik, ikut berpartisipasi dalam berbagai hal. Tak terkecuali anggota kelompok perempuan yang berada di lapis bawah dan menamakan dirinya kelompok "Melati" yang selama ini didampingi PPSW di daerah Pondok Rangon, juga ikut berpartisipasi politik dalam lingkup komunitasnya.
Dari latar belakang persoalan seperti disebut di atas, pertanyaan penelitin diajukan seputar; pertama, bagaimana gambaran partisipasi politik di kalangan anggota kelompok perempuan lapis bawah (kelompok Melati) yang ada di Pondok Rangon, Jakarta Timur. Kedua, bagaimana gambaran pendidikan politik sebagai bentuk sosialisasi politik yang dilakukan PPSW terhadap anggota kelompok perempuan lapis bawah. Ketiga, bagaimana dampak pendidikan yang dilakukan PPSW dengan partisipasi politk perempuan lapis bawah yang selama ini terjadi di Pondok Rangon.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati Hal ini dilakukan untuk bisa menggambarkan partisipasi politik anggota kelompok perempuan Melati, dan pendidikan politik yang dilakukan PPSW selama ini di Pondok Rangon, dan bagaimana dampak pendidikan politik itu secara mendetail.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendidikan politik yang dilakukan PPSW selama ini mempunyai pengaruh pada tingkatan anggota kelompok yang menjadi kader lokal. Sedangkan pada tingkatan anggota kelompok Melati lainnya, dampak pendidikan tersebut kurang banyak manfaatnya, bahkan bagian kelompok ini hanya memanfaatkan kelompok Melati sebagai sarana untuk simpan pinjam semata. Atau dengan meminjam analisa Caroline Q.N. Moser, seorang analisis gender, bahwa bagian kelompok perempuan ini hanya menggunakan kelompok sebagai wahana untuk pemenuhan kebutuhan "praktis" semata.
Rekomendasi dari hasil peneletian ini, PPSW selaku LSM pendamping harus melakukan refleksi terhadap pendidikan politik yang selama ini dilakukan terhadap kelompok perempuan dampingannya. Dalam konteks itu, pendidikan "community organazing" yang menjadi "awal (inti)" dalam strategi pendidikan politik yang digagas PPSW, harus dicermati ulang dalam implementasinya dilapangan. Sementara itu, pada tingkat kelompok Melati, anggota yang menjadi kader harus terus melakukan tugas-tugas "pengorganisasiannya" secara kontinue, terkhusus di lingkup komunitas Pondok Rangon."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Utami
"Penelitian ini membahas tentang partisipasi masyarakat Kelurahan Pondok Ranggon pada tahapan forum Rembug RW untuk menyusun perencanaan pembangunan tahunan. Rangkai Rembug RW ini dimulai dari tingkat RT untuk membuat alternatif kebijakan yang diajukan pada forum Rembug RW. Pada Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam rangkai Rembug RW yang di mulai dari tingkat RT. Kemudian dilihatnya hubungan karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskrtiptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi yang dimulai dari tingkat RT yang kemudian dilanjutkan pada tingkatan RW dalam forum Rembug RW , yang dikaitkan dengan Teori Arnstein dimana adanya 8 tingkat partisipasi yaitu pada tingkatan sedang dan berada dalam tingkat 5 yaitu Placation. Pada tingkat partisipasi ini dapat dijelaskan bahwa sudah adanya partisipasi masyarakat dimana masyarakat sudah dilibatkan dalam tahapan penyusunan perencanaan pembangunan, hanya saja semua keputusan tetap berada pada keputusan pemerintah. Karakteristik individu dihubungkan terhadap tingkat partisipasi, dilihat tidak adanya hubungan yang signifikan.

This research discusses the participation of Kelurahan Pondok Ranggon on stage Rembug RW forum for annual development planning. RW Rembug starts from level RT to make the proposed policy alternatives on the forum Rembug RW. In the formulation of the problem in this study was to determine the level of community participation in the chain RW Rembug that at the start of the RT. Then he saw the relationship of individual characteristics with the level of community participation.
This research uses quantitative methods to the design deskrtiptif. The study concluded that the level of participation starting from the level RT and then proceed to the level RW ,which was associated with Theory Arnstein where there are eight levels of participation in moderate levels in the Placation level 5. At the level of participation can be explained that it was the participation of society in which people have been involved in the development planning stage, it's just that all decisions remain on the government's decision. Individual characteristics linked to the level of participation, not seen a significant relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Cahyadi
"Keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum merupakan suatu tindakan memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dipercaya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karena keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi politik, juga sekaligus merupakan pengejawantahan kekuasaan yang absah oleh rakyat. Rakyat yang melakukan pemilihan dalam pemilu didorong oleh suatu keyakinan bahwa aspirasi dan kepentingannya dapat tersalurkan atau setidaknya diperhatikan.
Kecenderungan untuk memilih salah satu kontestan pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang berjalan sepanjang kehidupan manusia, sehingga keyakinan tersebut dapat menguat dan dapat pula memudar tergantung sejauhmana sosialisasi tersebut berproses. Menguat atau memudarnya keyakinan pemilih berdampak terhadap dukungan suara yang diberikan terhadap OPP. Gejala seperti itu hampir ditemui dalam setiap kesempatan pemilu, di mana kecenderungan pemilih untuk memilih salah satu OPP tidaklah selalu sama atau tetap. Terbukti dari, setiap pemilu selalu terjadi perubahan dan pergeseran perolehan suara yang diperoleh masing-masing OPP.
Di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, selama lima kali pemilu (1977-1997) perolehan suara PPP selalu menurun kecuali dalam pemilu 1997 naik secara drastis dua kali lipat lebih, yakni dari 13,52 % menjadi 31,88 X. Sebaliknya dengan PDI yang selalu mengalami kenaikan dan turun secara mencolok, yaitu dari 17,45 % pada pemilu 1992 menjadi 2,21 % dalam pemilu 1997. Sedangkan perolehan suara Golkar menunjukkan penurunan, kecuali pada pemilu 1992 naik 2,12 % dan turun kembali dalam pemilu 1997 sebesar 3,12 %. Naik turunnya perolehan suara tersebut menunjukkan adanya pergeseran perilaku memilih, dengan kata lain perubahan perolehan suara yang diperoleh OPP mencerminkan terjadinya perubahan perilaku memilih yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini ingin mengungkap Faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Pertanyaan pokok yang dibahas nenyangkut mengapa terjadi perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan perilaku memilih di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Dalam konteks ini faktor-faktor identifikasi partai, isu, calon, pemimpin formal, pemimpin informal dan kelompok memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku memilih.
Guna menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penyebaran kuesioner kepada 75 orang responden dan wawancara dengan berbagai pihak yang dipandang tahu banyak terhadap persoalan itu. Penetapan responden dilakukan melalui teknik sampling probabilita melalui penarikan sampel secara berkelompok (cluster sampling) dan penarikan sampel sistimatis (sys tima ti c random sampling).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor identifikasi partai yang didasarkan atas ikatan agana/keagamaan dan ikatan tradisi/adat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997. Hal itu disebabkan pengaruh identifikasi Golkar dan PDI dengan pemilih tergolong rendah, berbeda dengan PPP yang pengaruhnya tergolong tinggi.
Faktor lain adalah pengaruh pemimpin informal, terutama tokoh agama (ulama) dan tokoh masyarakat melalui himbauan dan ajakannya untuk mendukung dan memenangkan OPP tertentu. Hal menarik lainnya yang dapat ditemukan adalah mulai memudarnya dukungan ulama terhadap Golkar yang dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pandangan terhadap beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah Daerah dan masalah pencalonan anggota legislatif yang mengandung unsur KKN. Dilain pihak beralihnya dukungan tokoh masyarakat berkaitan dengan kekalahan Kepala Desa yang lama dalam proses pemilihan Kepala Desa. Sedangkan para mantan Kepala Desa tersebut masih memiliki pengaruh dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor lain seperti isu, calon, pemimpin formal dan kelompok pengaruhanya tergolong rendah, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djaka Badranaya
"Sejak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 lalu, wacana dan praktik demokrasi dan demokratisasi dalam konteks kehidupan sosial politik di Indonesia nampaknya menjadi paradigma mainstream. Realitas inl pada akhirnya mendorong munculnya gagasan otonomi daerah dan good governance dalam ranah tata pemerintahan. Baik otonomi daerah--sebagai bentuk faktual dari konsep desentraliasi--maupun wacana good governance, keduanya memiliki penekanan (aksentuasi) yang cukup kuat terhadap konsep partisipasi masyarakat atau publik (public participation) Dalam logika kedua wacana tersebut, partisipasi masyarakat merupakan prasyarat terbangunnya sistem pemerintahan yang demokratis dan keseimbangan relasi tiga pilar (state, market dan society). Partisipasi masyarakat tidak saja dimaknai dalam bentuk keterlibatan semu dalam proses pembangunan yang bersifat mobilisasi, namun keterlibatan daiam proses kebijakan publik secara integral, balk daiam perencanaan, implementasi maupun evaluasi kebijakan.
Hampir dipastikan, semua pemerintah daerah secara normatif telah mengakomodasi semangat yang terkandung dalam konsep otonomi daerah dan good governance. Namun seringkali, praktik partisipasi di lapangan oieh pemerintah daerah lebih bersifat artifisial--seremonial dan cenderung mengarah pada mobilisasi dukungan. Sementara kalangan LSM berupaya untuk mendorong munculnya partisipasi publik melalui dua pendekatan, edukasi publik serta membentuk perda partisipatif dan transparansi. Pertanyaannya kemudian, jika semua kalangan telah sepakat untuk mendorong munculnya partisipasi publik, maka alternatif kebijakan apakah yang dapat dijadikan instrumen daiam mencapai tujuan tersebut.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji sejauhmana peran aktor-aktor kebijakan dalam mendorong munculnya partisipasi publik di Kota Bandung. Kendala apakah yang terdapat daiam domain setiap aktor daiam mewujudkan partisipasi tersebut serta alternatif kebijakan apakah yang paling relevan dan layak untuk direkomendasikan sebagai instrumen dalam implementasi peningkatan partisipasi publik di Kota Bandung?
Penelitian inl menggunakan metode AHP dalam memetakan pandangan responden serta mencari bobot prioritas daiam memilih aiternatif kebijakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam rangka meningkatkan partisipasi publik di Kota Bandung, menurut responden-yang terdiri unsur pemerintah, LSM, akademisi dan Anggota Dewan-prioritas kebijakan yang perlu dilakukan adalah penguatan civil society. Diikuti kemudian oieh penguatan legislatif sebagai alternatif kedua. Pembuatan perda partisipatif justru menjadi alternatif ketiga. Dalam pandangan responden, perda tidak menjamin dengan serta merta peningkatan partisipasi publik. Justru proses edukasi publik yang dilakukan oleh kalangan civil society perlu mendapat dukungan berbagal pihak termasuk pemerintah daerah. Partisipasi publik yang ideal mencerminkan kesadaran warga negara untuk secara aktif berperan dalam proses pengaturan (governance) kehidupan bermasyarakat (civic engagement). Faktor pendidikan dalam arti yang luas merupakan salah satu media untuk menumbuhkan kesadaran publik terhadap hak dan kewajibannya. Dalam konteks tersebut, peran dan posisi civil society sangat strategis dan perlu mendapat dukungan dalam mempercepat munculnya partisipasi publik di Kota Bandung. Civil society memiliki daya gerak dan daya dorong yang cukup untuk menciptakan partisipasi publik yang diharapkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Abdul Sahid
"Tesis ini mendeskripsikan dan menganalisa mengenai seorang tokoh pengusaha Aburizal Bakrie dan politik. Dalam penjabarannya penyusun memfokuskan pada permasalahan bagaimana gambaran aktivitas politik tokoh pengusaha dan bagaimana juga ia dapat berhasil tampil dalam gelanggang politik. Kasus yang dijadikan studi pada penelitian ini adalah aktivitas politik Aburizal Bakrie pada rangkaian Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2004.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi-analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan studi pustaka (library research). Adapun teknik analisis data dilakukan secara iteratif (berkeianlutan) dan dikembangkan sepanjang program penelitian, mulai dari penetapan masalah, pengumpulan data dan setelah data terkumpulkan.
Sedangkan kerangka teori yang digunakan adalah kekuasaan dan sumber politik dari Charles F. Andrain. Secara umum teori ini menandaskan bahwa kekayaan politik itu terkait dengan tiga hal, yakni pertama, seberapa besar sumber daya politik yang dimiliki dan didayagunakan. Sumber politik itu meliputi: sumber fisik, sumber ekonomi (kekayaan), sumber personal, sumber normatif, dan sumber keahlian. Makin besar kepemilikan atas sumber-sumber politik semakin besar pula kesempatan seseorang untuk dapat tampil dalarn gelanggang politik. Kedua, sarana yang didayagunakan, seperti organisasi dan jaringan personal. Dan ketiga, faktor pendorong yakni motivasi. Di sini dijelaskan bahwa makin kuat motivasi untuk memperoleh kekuaaan maka makin kuat juga dorongan untuk mendayagunakan sumber-sumber politiknya.
Temuan dari penelitian ini adalah berhasilnya Aburizal Bakrie tampil dalam gelanggang politik pada Pilpres-Wapres 2004 tidaklah didorong oleh faktor tunggal, namun difasilitasi oleh multi faktor, yakni, sumber kekayaan, jaringan personal, dan motivasi.

This thesis to describe and analyze about entrepreneur figure of Aburizal Bakrie and politic. In the explanation, writer will be focus on problem about how the picture of political entrepreneur activity and how he have success to act in political arena. The case will be studied on this research is AburizaI Bakrie's political activity in election of president and vice president 2004.
The methodology has used qualitative approach with kinds of description-analyze. Technical data accumulation is applied by in-depth interview and library research. Technical data analyze is applied by iterative and development while doing research program, namely deciding problem, accumulating data, and collecting data.
While, the frame of theory in this thesis are power and political resources from Charles F. Andrain. Generally, that theories explain that power of politic are related with three kinds, namely: Firstly, how much resources politic will he get and will be used. The resources of politic are included physic resources, economy resources (property), potential resources, normative resources, and skill resources. "More increasing someone have property of politic resources, easier he gets opportunity to act at political arena". Secondly, the usage of infrastructure of politic, as a organization and personal networking. Dan third, supporting factor, namely motivation. In here is explained that strong motivation to get power so that strong supporting to use politic resources.
The finding of this thesis is that the success of Aburizal Bakrie in political arena in president and vice president election 2004 is not supported by single factor, but it is facilitated by multi factor, namely, property resource, personal networking, and motivation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Jatnika
"Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu negara dengan memberikan suara secara langsung dalam bilik suara. Dari seluruh warga negara yang memiliki hak pilih, terdapat warga negara yang pertama kali ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu pemilih pemula (17-21 tahun). Mereka tidak memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik. Mereka tetap melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula di DKI Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya kepada satu partai politik tertentu dalam suatu sistem multipartai pada Pemilu 2004? Studi ini menggunakan uraian teori partisipasi, budaya politik dan perilaku pemilih. Kemudian menentukan variabel berdasarkan teori tersebut yaitu afiliasi politik orang tua, identifikasi kepartaian, figur, agama, dan isu-isu politik.
Lokasi penelitian tersebar di kelima wilayah kota DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara dengan digunakan cluster dan simple random sampling. Pengumpulan data di lapangan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden ditentukan secara purposive. Responden yang diperoleh sebanyak 198 dari 200 responden. Studi ini mengungkapkan secara umum pendapat responden terhadap afiliasi politik orang tua menyatakan mempunyai pengaruh yang semakin kuat apabila orang tua aktif dalam partai politik, terutama sebagai pengurus partai. Begitu juga terhadap figur tokoh dan identifikasi politik menurut mereka mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat, sedangkan variabel agama dan isu-isu politik/program partai tidak begitu besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan politiknya.
Berdasarkan pilihan politiknya, terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih partai politik. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut (1) Pemilih Partai Golkar menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan pilihan politik responden; (2) Pemilih PDIP memiliki hubungan emosional kuat dengan partai nasionalis yang menjadi identifikasi partai mereka. Pilihan politik mereka juga dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (3) Pemilih PPP dipengaruhi oleh orang tua dan agama yang dianut responden sehingga membentuk identifikasi politik; (4) Pemilih Partai Demokrat, ternyata perilaku politiknya hanya dipengaruhi secara kuat oleh citra figur tokoh idola yang menjadi calon presiden dari partainya; (5) Pemilih PAN dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (6) Pemilih PKS dipengaruhi oleh faktor agama yang membentuk identifikasi partai berasas Islam, dan diperkuat dengan pemahaman berdasarkan program dan komitmen/janji partai; (7) Pemilih PDS mendapat pengaruh kuat dari orang tua dan agama yang dianut.

General election is one form of political participation as a realization of democracy. During the election, people become the most determining party on political process in a country that voted directly inside the polling booths. From overall voters with voting rights there were voters who cast their votes for the first time in general election, those are young voters (17-21 years of age) or often called beginner voters. They do not have voting experience of previous elections. However, without voting experience does not mean lack opportunity to channel their political aspiration. They still fulfill their voting rights at the voting polls (TPS).
The research question is what factor(s) influencing beginner voters in DKI Jakarta in making their political decision on particular political party in a multiparty system on 2004 General Election? This study used the analysis of participation theory, political culture and voter behavior. Next, determining the variables based on those theories namely parents' political affiliation, party's identification, figure, religion, and political issues.
The research location spread over five regions of DKI Jakarta that is West Jakarta, Central Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and North Jakarta with cluster and simple random sampling. Field data collections were using questionnaires. Respondents were chosen purposively. There were 198 counted respondents out of 200 respondents.
The study generally shows that the parents' political affiliation variable has a stronger influence especially when the parents are active in political parties as party's official members. Figure symbol and political identification variables also have a significant influences, while religion and political issues/party's program variables do not have a significant influence toward beginner voter's behavior in deciding their political choice. Although for certain party voters, religion factors have a strong influence.
Based on political choice, there were distinguish factors influencing beginner voters' behavior. This matter can be seen as follows (I) Golkar Party voters expressed that parents have strong influence on changing respondents political choice; (2) PDIP voters had strong emotional relations with nationalist party which became their party's identification. Their political choice was also influenced by parents and model figure who became a candidate for president; (3) PPP voters were influenced by parents and respondents' religions for their political identification; (4) Democrat Party voters, it turns out that their political behavior only influenced by a strong image figure of idol of their candidate for president; (5) PAN voters were influenced by parents and model of president figure of their party; (6) PKS voters were influenced by religion factor which identified this Islamic party, and strengthened by an understanding of program and commitment/promises of he party; (7) PDS voters got strong influence from parents and their religions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>