Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198962 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Dahlan
"Konflik Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan telah berlangsung cukup lama, yakni sejak tahun 1967 dan dibicarakan secara bersama-sama pada tahun 1969, dalam perkembangannya dapat menggangu hubungan baik kedua Negara, dan bahkan dapat menjadi pemicu konflik terbuka yang dapat mengganggu perdamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, Keputusan Kedua belah pihak untuk membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional merupakan jalan yang terbaik dan patut mendapatkan penghargaan dari dunia internasional. Hal ini dikarenakan kedua pihak telah mendahului upayanya secara politik melalui perundingan diplomatic, namun gagal.
Dalam sidangnya, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia. Hal ini menimbulkan keresahan disebagian masyarakat Indonesia yang menyimpulkan bahwa lepasnya pulau tersebut merupakan kegagalan diplomasi pemerintah Indonesia. Padahal dalam Undang undang Nomor 4/Prp/1960 Indonesia tidak pernah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan kedalam wilayah Indonesia sehingga apabila dikatakan Pulau Sipadan dan Ligitan telah lepas dari Indonesia sebagai akibat Keputusan Mahkamah Internasional adalah tidak tepat, karena Indonesia tidak pernah memiliki kedua pulau tersebut. Kemudian, Upaya untuk memenangkan kedua pulau dalam perebutan dengan Malaysia telah diupayakan semaksimal mungkin, namun hasilnya tidak sesuai maka harus diterima dengan jiwa besar dan dilandasi oleh keinginan untuk membangun hubungan internasional dengan Negara lain secara baik dan beradab."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaningrum
"Tesis ini membahas penyelesaian sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan melalui International Court of Justice (ICJ). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pemaparan secara deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Malaysia dapat memiliki Pulau Sipadan dan Ligitan setelah melalui proses perundingan antara Indonesia dan Malaysia melalui International Court of Justice (ICJ) berdasarkan keberadaannya sebagai pemilik (effectivities).

The focus of this study is dispute settlement of Sipadan and ligitan island between Indonesia and Malaysia at International Court of Justice (ICJ). This research is qualitative interpretative. The result of this study shows Malaysia had full authority of Sipadan and Ligitan island after the processed of negotiation between Indonesia and Malaysia at International Court of Justice (ICJ) based on effectivities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27319
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmahanto Juwana
"Tanggal 3 hingga 12 Juni 2002 Mahkamah Internasional (MI) atau International Court of Justice telah mendengarkan argumentasi lisan (oral hearings) dari Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan sengketa wilayah (territorial dispute) Pulau Sipadan dan Ligitan. Dua pulau yang berada di dekat pulau besar Kalimantan (Borneo0 ini sebenarnya merupakan dua pulau kecil yang tidak berpenghuni. Pengtingnya dua pulau untuk menentukan lebar laut wilayah, landas kontinen dan zona ekonomi ekslusif. Kepentingan ekonomi karenanya sangat dominan dalam perebutan pulau ini disamping mempertahankan keutuhan wilayah."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-111
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zainuddin Djafar
"The relationship between Indonesia-Malaysia in 2005 and 2006 is quite problematic concerning three main issues; illegal migrant, illegal logging, and Ambalat 's dispute. Historically, there were disputes which broke up the relationship between the two countries in 1963 until 1966. Forty years later (1996-2006), three main issues occurred, which have no correlation with formerly disputes. Those issues have become significant after Indonesia entered multidimensional crisis in 1997-1999 and the effects remain. At the other side, Malaysia has reached rapid growth in economic, business, manufacture, and financial in the last past seven years. These two realities of circumstances have become Indonesia and Malaysia position background, considering their own self as the right one of the three sensitive issues. The reconstruct of a good, close, and maximal neighbourhood between the two countries is really expected. This article observes the needed of consideration from Indonesia on policy aspect and new perspective in facing pressure from Malaysia. It is obvious that those matters are the consequences for the establishment of an advantage relationship between the two countries."
2006
JHII-3-3-April2006-357
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Waryono Kushantara
"ABSTRAK
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menjadi bahan pemisah antara masa kehidupan sebagai negara jajahan dan masa menjadi masa yang merdeka, berdaulat serta bebas menentukan jalan hidupnya. Kemerdekaan Indonesia direbut melalui perjuangan bersenjata dengan mematahkan kekuatan senjata penjajah yang jauh lebih modern. Sekalipun kekuatan persenjataannya tidak memadai, berkat perjuangan yang dijiwai semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang tidak kenal menyerah, rela berkorban yang diiringi motivasi tinggi maka penjajah akhirnya bisa diusir. Di antara negara-negara yang merdeka sesudah perang dunia II hanya sedikit yang merebut kemerdekaannya melalui perjuangan revolusi, salah satunya adalah Indonesia. Karena itu bagi para pendiri negara sifat anti penjajah, kegandrungan akan melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial dijadikan tujuan dasar negara kita yang adalah tujuan politik luar negeri kita.
Meskipun kemerdekaan Indonesia diraih dengan pengorbanan darah, keringat, air mata, tetapi kekerasan itu terpaksa dilakukan untuk mencirikan bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bebas dari campur tangan asing.
Kemerdekaan merupakan sifat asasi setiap bangsa. Pada dasarnya meskipun Indonesia cinta damai namun lebih cinta pada kemerdekaan. Prinsip ini tetap dianut Indonesia dari sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia sampai saat ini. Dari awal mula para pendiri negara telah menggariskan politik luar negeri yang bebas aktif. Politik luar negeri ini secara konsisten tetap dijalankan Indonesia dan dalam pelaksanaannya selalu ditentukan oleh kepentingan nasional yang paling menonjol pada saat itu. Dengan demikian terjalin ikatan yang erat antara politik luar negeri dan politik dalam negeri. Diantaranya terjadi saling interaksi dan pengaruh mempengaruhi.
Dengan menganut politik luar negeri yang tidak memihak, Indonesia tidak akan terseret pada salah satu kubu, kehadiran salah satu blok bukan mustahil akan mengundang pula kehadiran blok lawan. Bila sampai terjadi akan membahayakan keamanan nasional sehingga akhirnya akan berpengaruh pula secara tidak langsung pada keamanan dan stabilitas regional. Keadaan ini tidak pernah terjadi sehingga kemanan nasional dapat terlaksana dengan baik karena tidak ada kekeuatan asing yang ikut campur dalam masalah dalam negeri kita. Kondisi ini pun secara tidak langsung berpengaruh terhadap kemanan nasional."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Aris Innayah
"Seiring dengan terjadinya disintegrasi Yugoslavia pada tahun 1990, Republik Bosnia-Herzegovina menyatakan kemerdekaanya pada tanggal 20 Desember 1991, namun 31,4 % penduduknya yang termasuk golongan etnis Serbia tidak mendukung kemerdekaan tersebut. Sehingga terjadilah konflik paling berdarah di Eropa semenjak berakhirnya Perang Dunia kedua.
Banyak upaya yang telah dilakukan pihak-pihak internasional untuk menyelesaikan konflik tersebut, namun ternyata perdamaian sulit untuk dicapai. Keterlibatan NATO dan Rusia yang mempunyai orientasi kebijakan yang berbeda di kawasan terjadinya konflik, telah membawa mereka kedalam suatu upaya yang secara sengaja atau tidak telah menggiring pihak yang bertikai untuk maju ke meja perundingan.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian yakni apakah keterlibatan NATO dan Rusia merupakan faktor utama penyelesaian konflik di Bosnia-Herzegovina.
Bersandar pada kerangkan pemikiran melalui pendekatan power dan sejumlah asumsi penelitian yang dibangun, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa upaya yang dilakukan NATO dan Rusia berkorelasi dengan penyelesaian konflik di Bosnia Herzegovina Hipotesis ini diuji dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-komparatif, sementara pengumpulan datanya dilakukan lewat studi kepustakaan.
Hasil penelitian pada akhirnya mendapati bahwa NATO dan Rusia demi meraih tujuan politik luar negerinya, mereka melakukan kerjasama yang bersifat semu (pseudo-coalition). Hal ini terlihat pada saat NATO menerapkan kebijakan untuk memperluas pengaruh ke Eropa Timur, pada saat itu pula Rusia mencoba kembali mengukuhkan pengaruhnya di kawasan yang sama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T3060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: P3DI Setjen DPR RI, 2013
327.1 NAI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"Penelitian ini memfokuskan perhatian terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani permasalahan dengan Pemerintah Timor Leste, yaitu di bidang batas negara di darat, batas negara di laut, pengungsi Timor Leste di wilayah Indonesia dan aset RI di Timor Leste.
Ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan apabila kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan tersebut tepat, antara lain di bidang sosial politik, bidang ekonomi dan bidang pertahanan keamanan/Hankam, ketepatan pengambilan kebijakan tergantung kepada pendekatan yang digunakan,
Dalam tata kehidupan antar bangsa dikenal beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah antara dua negara, yaitu pendekatan diplomatik, pendekatan mediasi/mengundang pihak ke 3 dan melalui Mahkamah Internasional.
Untuk menentukan masalah apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk diselesaikan dengan pemerintah Timor Leste serta prioritas keuntungan di bidang apa yang diharapkan akan diperoleh, juga untuk menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia, diadakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian eksplanasi yang bersifat deskriptif analisis. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya dilengkapi dengan studi kepustakaan, peninjauan lapangan dan wawancara. Kuesioner diberikan kepada 10 orang responden yang dianggap sebagai ekspert di bidang perbatasan darat, perbatasan laut, pengungsi dan aset negara. Data yang diperoleh selanjutnya dinalisa dengan metode Analytical Hierarchy Process (ANP) yaitu suatu teknik pengambilan keputusan berdasarkan skala prioritas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbatasan darat perlu mendapatkan prioritas utama untuk diselesaikan dengan persentase sebesar 42 %, berikutnya adalah perbatasan laut, 27 %, masalah pengungsi 19 % dan aset negara 12 %. Adapun keuntungan yang paling utama untuk didapatkan adalah dibidang sosial politik 43%, bidang ekonomi 30% dan bidang hankam 27%. Untuk menyelesaikan masalah serta mendapatkan keuntungan yang diharapkan pendekatan yang harus diprioritaskan adalah pendekatan diplomatik/perundingan 62 %, pendekatan mediasi 27 % dan membawa persoalan ke Mahkamah Internasional 11 %.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah dengan Timor Leste selama ini yaitu dengan mneyelesaikan masalah perbatasan darat, pengungsi dan asset negara secara paralel tidak sesuai dengan pendapat para ekspert yang menghendaki masalah perbatasan darat diselesaikan terlebih dahu.lu, Sedangkan pendekatan yang diterapkan pemerintah yaitu pendekatan diplomatik sesuai dengan pendapat para ahli, keuntungan yang diharapkan diperoleh, yaitu dibidang sosial politik diharapkan bisa didapatkan wiring dengan proses penyelesaian semua permasalahan.

This Research is focused on The Indonesian Governmental Policy in handling some problems on Democratic Republic of Timor Leste, which covers land border, sea border, and refugee of Timor Leste in Indonesia and Indonesia's asset in Timor Leste.
If Indonesian Government can define the accurate policy to solve the problem, there will be some benefits in different fields such as in the social/political, economical and security and defense field. The accurate policy must come from the accurate approach, such as diplomatic or mediation, or bringing up the problem to the International Court of Justice (ICJ).
This research used quantitative descriptive type. This type determined which problem should be put into first priority to be solved, what benefits should be primarily obtained and also which approaches should be application firstly by the Indonesian Government. Using questionnaire as the core important instrument with bibliography, interview and field observation as well collected the data. The questionnaires were given to 10 (ten) persons known as the expert in the related field. Hereinafter the quantitative data obtained is to be compiled with the descriptive analysis technique by using Analytical Hierarchy Process (AHP), a decision-making technique based on the priority scale.
The result of the research indicates that land border has become a primarily priority to be solved with percentage of 42 %, followed by sea border with percentage of 27 %, refugee 19 % and the last Indonesia's asset with 12 %. The benefit that could be gained is in social/political field as a primarily priority, with percentage of 43 %, economical field 30 %, and the last is the security and defense field with 27 %. To solve the problems and gain some benefits, the Indonesian Government should implement diplomatic approach primarily, with percentage of 62 %, and then mediation approach 27 % and the last, bringing up the problems to the ICJ 11 %.
Thereby it can be concluded that the Indonesian Governmental Policy to solve the problems with the Timor Leste in terms of the land border, refugee and asset parallel nowadays is not suitable as the experts indicated that the land border as a primarily priority to be solved. Meanwhile, diplomatically approach implemented by Indonesian Government is suitable with the experts' opinions and the benefit in social/political field could be obtained in a line with the problems solving process.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Luar Negeri RI, 2009
303.482 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>