Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Waluyo
"Tesis ini berusaha menjelaskan adanya persamaan dan perbedaan alam pikiran budayawan Lekra dan Manifestan dalam mencari sosok budaya bangsa Indonesia yang tidak kunjung selesai sampai sekarang. Proses pencarian sosok budaya bangsa sudah, diawali sejak perdebatan di kalangan budayawan/intelektual tahun 1930-an antara Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Ki Hadjar Dewantara (KID) dan kawan-kawan. Proses pencarian sosok budaya bangsa ini terus berlanjut dalam Kongres Kebudayaan Nasional I tahun 1948 di Magelang yang dilanjutkan dengan Konferansi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950, Kongres Kebudayaan II tahun 1951 di Bandung, Kongres Kebudayaan III tahun 1954 di Surakarta, dan Kongres Kebudayaan IV tahun 1991 di Jakarta.
Proses pencarian sosok budayabangsa tidak dapat dilepaskan dari situasi politik dalam dan luar negeri yang mempengaruhi alam pikiran penguasa politik di tanah air dan di kalangan budayawan. Kongres Kebudayaan I di Magelang dilaksanakan beberapa bulan sebelum terjadi peristiwa Madiun tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda kee 2 tanggal 18 Desember 1948. Suasana hingar bingar politik pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) turut pula menggiatkan suasana Kongres Kebuda.yaan II di Bandung tentang pentingnya organisasi kebudayaan.
Pada tahun 1950 lahirlah organisasi kebudayaan yang berafiliasi kepada PKl, Lembaga Kebudayaan Rakyat yang disingkat Lekra. Organisasi ini berkiprah di bidang kebudayaan sejak Kongres Kebudayaan II (1951) di Bandung. Pada tanggal 19 Nopember 1946 di Jakarta lahir gagasan dari kolompok "Gelanggang" yang didirikan oleh Chairil Anwar, Asrul Sani dan kawan-kawan. Di dalam preamblue anggaran dikatakan bahwa "Generasi Gelanggang'' terlahir dari pergolakan roh hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat yang lapuk, dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan anasir lama ini untuk menjalankan baru kekuatan baru.
Akar budaya "humanisme universal" ternyata sudah masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya sistem pendidikan masa kolonial Belanda yang terkenal dengan nama "Budi Utomo," tetapi sudah memikirkan tentang "pentingnya" persatuan di kalangan "pribumi" yang kemudian diikuti dengan ikrar "Sumpah Pemuda" pada tanggal 2.8 Oktober 1928. Pada tahun 1930-an, seorang seniman muda Indonesia yang menyadari akan arti penting "persatuan dan kesatuan" memperjuangkan kemerdekaan di bidang kebudayaan (sastra) dan melahirkan aliran "Pujangga Baru" yang ingin melepaskan kreativitas sastra daerah (Malaya) menjadi sastra Indonesia yang dimanifestasikan dalam bahasa Indonesia Gerakan di bidang kebudayaan ini terus berlanjut dengan perdebatan STA dengan KHD mengenai sejarah dan perkembangan kebudayaan Indonesia di masa depan. Perdebatan di kalangan budayawan tahun 1930-an ini sudah terlihat adanya dua pola pikir yang "bertabrakan" yaitu pola. pikir "Barat? yang dikehendlaki oleh STA dengan pola pikir :?Tradisi" yang dikehendaki oleh KHD dan kawan-kawan. Pola pikir STA sangat dipengaruhi oleh pola pikir :Barat" yang dalam hal ini diartikan Belanda.
Ide dasar perjuangan budayawan yang mendukung prinsip "humanisme universal" ialah "kebebasan kreatif." Ide dasar "humanisme universal" terus berkembang menjadi gerakan yang manuntut "kemanusiaan yang adlil dan beradab" yang dituntut Chairil Anwar dalam "Aku ini binatang jalang, dan kumpulan yang terbuang" dan melahirkan Angkatan 45 di bidang kesastraan yang dilanjutkan oleh Asrul Sani dan kawan-kawan dangan kelompok Galanggangnya.
Perdebatan di kalangan budayawan kembali menghangat setelah situasi politik dalam negeri yang didukung dengan "Manifesto Politik" Soekarno yang memperkenalkan konsepsi baru dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang disebut NASAKOM (Nasional-Agama-Komunis). Konsepsi ini sangat didukung oleh budayawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) karena sejalan dengan ideologi realisme sosialis yang merupakan bagian dan ajaran komunisme, sedangkan budayawan Manifestan menggunakan ideologi humanisme universal yang merupakaan bagian dari ideologi liberalisme untuk menentang kebijakan pemerintah di bawah rezirn Saekarno.
Kontroversi lahirnyaPancasila dan gagalnya Konstituante (1959) dalam memecahkan masalah "dasar negara" Islam, Pancasila, atau Sosial-Ekonomi, menjadikan' bangsa ini tidak matang dalam kehidupan berbaangsa, bernegara, dan bermasyarakat, Sebagai orang Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan sangat menyadari akan arti penting "seni" dalam kehidupan mereka, tetapi sebagai warga bangsa dan negara Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan memanfaatkan "situasi politik" bagi kelompoknya daripada kepentingan bangsa dan negara Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tesis ini menyimpulkan bahwa budayawan Lekra dan Manifestan baru menyadari kedudukannya dan perannya sebagai anggota kelompok "seniman kerakyatan" atau "seniman inerdeka" tetapi belum sepenuhnya menyadari kedudukan dari perannya sebagai "warga bangsa Indonesia" yang berkepentingan dalam mowujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undarig Dasar 1945 di dalam negara persatuan yang bernama Repubik Indonesia. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krishnamurti, Jiddu, 1895-1986
Jakarta: Komunitas Krishnamurti Indonesia, 2009
153.42 KRI nt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Melissa
"Adanya kritik-kritik yang mengemukakan kurangnya pemahaman rakyat Indonesia mengenai berpikir kritis, menimbulkan pertanyaan apakah budaya yang berkembang di Indonesia tidak memberi dukungan terhadap pertumbuhan kemampuan berpikir kritis rakyatnya. Serpell dan Boykin (1994) mengatakan bahwa latar belakang kebudayaan seseorang berpengaruh terhadap perkembangan kognisinya. Namun, perlu diingat bahwa Indonesia sendiri memiliki ratusan budaya yang berbeda-beda yang pastinya juga menghasilkan orang-orang dengan pola pikir yang berbeda-beda pula.
Dalam penelitian ini topik yang di sorot adalah berpikir kritis dalam kebudayaan Minangkabau, ditinjau dari pandangan pemuka adatnya. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan, apakah kebudayaan Minangkabau memfasilitasi ataukah justru menghalangi warganya untuk berpikir secara kritis.
Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran mengenai bagaimana kebudayaan Minangkabau mendefinisikan konsep berpikir kritis, ciri-ciri apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemikir kritis, strategi-strategi apa yang perlu dikembangkan dalam rangka mendidik rakyat Indonesia agar menjadi lebih kritis dan contoh-contoh apa dalam kebudayaan Minangkabau yang dapat membuktikan bahwa kebudayaan tersebut memberikan dukungan bagi warganya untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam berpikir kritis. Data-data yang di dapat dalam penelitian ini diperoleh melalu kuesioner yang disebarkan secara bertahap sesuai dengan prinsip teknik Delphi dan wawancara langsung dengan beberapa nara sumber guna menggali lebih dalam pendapat-pendapat mereka mengenai topik penelitian.
Secara umum para nara sumber dalam penelitian ini setuju bahwa kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks di zaman globalisasi ini. Mereka mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu pemikiran yang tidak menerima begitu saja setiap pandangan, gagasan, situasi dan kondisi yang sudah ada, termasuk gagasan atau pandangan yang dilontarkan oleh pemimpin, melainkan suatu pemikiran yang menggunakan rasio, logika dan kemampuan analisa yang dilakukan dengan hatihati.
Menurut mereka orang-orang yang berpikir kritis adalah orang-orang yang berani mengemukakan pendapat mereka, berwawasan luas dan senantiasa melakukan analisa dan pemikiran yang berhati-hati sebelum mengambil suatu tindakan. Budaya Minangkabau sendiri ternyata cukup memberikan kesempatan pada warganya untuk berpikir kritis dengan dijalankannya sistem demokratis dan egaliter di mana tiap orang memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya tanpa ragu-ragu kepada siapapun. Dalam pembicaraan mengenai strategi pengajaran berpikir kritis yang mereka usulkan mereka menekankan pentingnya memupuk keberanian seseorang dalam memberikan pendapat dan perlunya dibudayakan kebiasaan berdiskusi baik dalam lingkungan sekolah ataupun luar sekolah.
Corak khusus yang diberikan kebudayaan Minangkabau terhadap topik berpikir kritis ini adalah penambahan kriteria adat dan agama dalam konsep berpikir kritis. Dengan perkataan lain, di kebudayaan Minangkabau, dalam memutuskan benar atau tidaknya suatu pemikiran selalu yang digunakan sebagai ukuran adalah ajaran-ajaran adat dan ajaran agama Islam. Dengan begitu kegiatan berpikir kritis haruslah sesuai dengan ajaran agama Islam dan aturan-aturan adat yang berlaku di Minangkabau.
Sebagai saran penelitian ini mengusulkan agar diadakan penelitian lebih lanjut dalam topik yang sama, dengan menambahkan variasi-variasi lain yang belum terdapat dalam penelitian ini seperti misalnya melibatkan orang-orang dari profesi lain atau melakukan studi perbandingan antara warga Minangkabau yang sudah lama merantau di daerah lain dengan warga Minangkabau yang masih tinggal di daerah aslinya. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai topik' berpikir kritis di kebudayaan Minangkabau dan bagaimana seseorang mempertahankan atau menggantikan unsur-unsur budaya yang ia miliki demi kemajuan dan perkembangan kemampuan berpikir kritisnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Saptadi
"Berpikir merupakan salah satu kualitas manusia yang tidak akan kita temukan pada makhluk lain. Oleh karenanya, berpikir berhubungan dengan eksistensi manusia di dunia ini. Descartes dengan pernyataannya yang terkenal, cogito ergo sum telah menghubungkan keduanya, bahwa dengan berpikirlah eksistensi kita didunia ini diakui. Sehingga dengan meningkatkan kualitas berpikir kita berarti kita juga meningkatkan kualitas kehidupan kita. Salah satu cara meningkatkan kualitas berpikir kita adalah dengan berpikir kritis. Dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis, diharapkan manusia mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi olehnya didunia ini. Begitu juga yang terjadi di negara ini, untuk mengatasi krisis-krisis yang terjadi. Komunitas yang cukup penting dalam melakukan perubahan suatu negara adalah dari kelompok intelektual.
Perguruan tinggi merupakan tempat ada dan berkembangnya kelompok intelektual yang telah menjadi sebuah institusi. Oleh karena itu, perguruan tinggi menjadi tempat yang ideal dalam pengembangan berpikir kritis, dan pengajar perguruan tinggi (dosen) memiliki peran yang cukup penting dalam pengembangan tersebut. Dengan peningkatan berpikir kritis, diharapkan juga manusia meningkatkan kualitas hidupnya dan berimplikasi terhadap perkembangan komunitas dan kebudayaan disekitamya. Minangkabau merupakan salah satu budaya yang tersebar luas dinegara ini, dan telah melahirkan banyak tokoh-tokoh intelektual di negara ini, seperti Bung Hatta, Sutan Syahrir, Muhammad Yamin, Hamka, Tan Malaka, HR Rasuna Said, dan lain-lain. Sehingga dalam kaitannya dengan berpikir kritis dan perguruan tinggi, pada penelitian ini akan di teliti berpikir kritis dalam sorotan budaya Minangkabau ditinjau dari sudut pandang pengajar perguruan tinggi yang memiliki latar belakang budaya Minangkabau.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat rumusan mengenai konsep berpikir kritis menurut sudut pandang pengajar perguruan tinggi dengan latar belakang budaya Minangkabau. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorati£ yang menggali gambaran tentang rumusan berpikir kritis dan apakah budaya Minangkabau memfasilitasi berkembangnya berpikir kritis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui teknik Delphi dan waawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah melalui teknik content ancilysis.
Hasil yang didapat, budaya Minangkabau memfasilitasi berkembangnya berpikir kritis. Tetapi karakateristik berpikir kritis yang dikembangkan berbeda dengan sistem yang berkembang di Barat, karena karakteristik masyarakat Minangkabau yang memiliki sistem masyarakat yang komunal. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang merupakan penelitian awal, sehingga tema-tema yang muncul dalam penelitian kali ini dapat menjadi tema dalam penelitian selanjutnya atau perbandingan antara budaya Minangkabau dengan budaya lainnya di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chauchard, Paul
Yogyakarta: Kanisius, 1983
400 CHA lt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Junyanty
"Tantangan di abad ke-21 yang dicirikan dengan perubahan yang kian kompleks dan cepat membutuhkan orang-orang dengan kemampuan berpikir yang baik, Jika berbicara tentang mengembangkan kemampuan berpikir yang baik, maka pengembangan berpikir kritis dapat menjadi salah satu kuncinya. Hal itu terutama diharapkan menjadi sasaran dari pendidikan, utamanya pendidikan tinggi. Dapat dikatakan bahwa pendidikan hendaknya menghasilkan pemikir kritis, yang tidak hanya memiliki kemampuan atau keterampilan untuk melakukan berpikir kritis namun juga berkemauan untuk memilih berpikir dengan cara yang demikian. Jadi, tidak hanya keterampilan berpikir kritis namun juga kemauan atau yang dalam hal ini disposisi dari berpikir kritis juga penting untuk dikembangkan.
Selama ini pengembangan yang ada lebih menekankan pada keterampilan daripada disposisi. Eksplorasi empiris tentang disposisi berpikir kritis dan hal-hal lain yang berkaitan dengan disposisi berpikir kritis masih terbatas sehingga tidak aneh jika hubungan antara keterampilan dan disposisi berpikir kritis ini pun belum tegak secara konseptual. Memang sudah ada beberapa asumsi mengenai keberadaan hubungan antara kedua hal tersebut, namun demikian asumsi yang ada berlawanan. Ada yang menyatakan bahwa terdapat hubungan korelasional antara keterampilan dan disposisi berpikir kritis dan ada yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kedua hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji empiris akan hubungan kedua hal tersebut. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Universitas Indonesia (Ul), sehingga gambaran kasar mengenai keterampilan dan disposisi berpikir kritis mahasiswa Indonesia dapat diperoleh. Dari gambaran ini diharapkan juga dapat memberi masukan kepada pihak universitas dan fakultas mengenai keterampilan dan disposisi berpikir kritis mahasiswanya.
Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan sampel penelitian sebanyak 77 mahasiswa Ul yang terdiri dari 22 orang berasal dari Fakultas Ekonomi, 16 orang dari Fakultas Teknik, 5 orang dari Fakultas MlPA, 7 orang dari Fakultas llmu Budaya, 22 orang dari Fakultas Psikologi, dan 5 orang dari Fakultas Ilmu Komputer. Alat ukur keterampilan berpikir kritis dibuat dengan mengadaptasi Cornell Critical Thinking Test Level X dan alat ukur disposisi berpikir kritis yang berupa inventori kepribadian yang dikonstruksi sendiri oleh peneliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara keterampilan berpikir kritis dengan disposisi berpikir kritis. Hal itu berimplikasi pada paradigma yang digunakan untuk membina keterampilan berpikir kritis dan disposisi berpikir kritis dalam pendidikan. Karena tidak ada hubungan korelasional antar kedua hal, maka pembinaan pada salah satu hal tidak akan berkontribusi langsung pada kemajuan hal lainnya. Secara umum, keterampilan berpikir kritis dan disposisi berpikir kritis mahasiswa UI adalah di atas rata-rata rentangan skor tes yang mungkin muncul. Dalam perbandingan skor keterampilan berpikir kritis dan disposisi berpikir kritis mahasiswa tiap-tiap fakultas yang menjadi sampel penelitian, ditemukan bahwa Fakultas Ekonomi dan Fakultas Psikologi berada di atas skor rata-rata mahasiswa UI secara umum. Namun pada keterampilan berpikir kritis, skor rata-rata fakultas tertinggi diperoleh oleh Fakultas Ekonomi dan yang terendah adalah Fakultas Ilmu Budaya. Pada disposisi berpikir kritis, skor rata-rata fakultas tertinggi diperoleh oleh Fakultas Psikologi dan yang terendah adalah Fakultas Ilmu Komputer."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S2877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Faisal
"Penelitian ini dibuat untuk mengetahui peran pikiran positif otomatis dalam memediasi hubungan antara afek positif dengan makna hidup. Partisipan pada penelitian ini merupakan individu yang tergolong pada usia dewasa muda dengan rentang usia 20-40 tahun n=68.
Desain penelitian ini adalah between-subjects exsperimental design, yang mana partisipan dibagi menjadi dua kelompok partisipan yang diberikan manipulasi yang berbeda induksi suasana hati positif X induksi suasana hati negatif. Pikiran positif otomatis diukur menggunakan Automatic Thought Questionnaire ATQ , sementara itu makna hidup diukur menggunakan Meaning In Life Questionnaire MILQ.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya pengaruh afek positif terhadap makna hidup antara kelompok induksi suasana hati positif dengan kelompok induksi suasana hati negatif t 65,8 = -2.84, p < 0,01. Dalam analisis mediasi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pikiran positif otomatis memiliki efek mediasi, sehingga ditemukan bahwa besarnya pengaruh afek positif terhadap makna hidup di mediasi oleh pikiran positif otomatis.

This study is aims to examine the mediating role of positive automatic thought on relationship between positive affects and meaning in life. Participants in this study were individuals who belonged to young adults with age range 20 40 years n 68.
The design of this study was between subjects experimental design, in which participants were divided into two groups of participants given different manipulations positive mood induction and negative mood induction . Positive automatic thought is measured using Automatic Thought Questionnaire ATQ , while the meaning in life is measured using Meaning In Life Questionnaire MILQ.
The results showed that the effect of positive affects on the meaning in life between group of positive mood induction and negative mood induction t 65,8 2.84 p <0.01. In the mediation analysis that has been done, it was found that positive positive thoughts have a mediating effect, so it was found that the magnitude of the effect of positive affect on the meaning of life is mediated by automatic positive thinking.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S69783
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sesilia Adiska Niramaya
"Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk meninjau lebih lanjut hubungan antara emosi syukur dengan kepuasan hidup melalui peran mediasi pikiran positif dan makna hidup pada 585 individu dewasa. Pada penelitian ini, pengukuran variabel dilakukan menggunakan Gratitude Questionnaire-Six GQ-6, Automatic Thoughts Questionnaire-Positive ATQ-P, Meaning in Life Questionnaire MLQ, dan Satisfaction With Life Scale SWLS.
Analisis data dilakukan menggunakan model mediasi ganda seri yang dikemukakan Hayes. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pikiran positif dan makna hidup secara signifikan, baik serial maupun independen, memediasi hubungan emosi syukur dan kepuasan hidup dengan besaran efek total sebesar 0.6405 c = 0.640, t 581 = 16.002, p.

This current study was conducted as further review of the relationship between gratitude and life satisfaction through the role of positive thoughts and meaning in life mediation in 585 adults. In this study, measurements of variables were performed using Gratitude Questionnaire Six GQ 6, Automatic Thoughts Questionnaire Positive ATQ P, Meaning in Life Questionnaire MLQ, and Satisfaction With Life Scale SWLS.
Data analysis was done by using serial multiple mediation model which proposed by Hayes. Findings of this study show the existence of mediational effects of positive thoughts and meaning in life significantly, both serially and independently, in gratitude and life satisfaction relationship with total effect of 0.6405 c 0.640, t 581 16.002, p
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Ramli Mahri
"Skripsi ini adalah sebuah tulisan yang mencoba mengungkap proses terbentuknya peradaban dan hal apa yang menjadi penyebab masalah dari peradaban disertai interpretasi pribadi. Kasus yang muncul pada tulisan ini adalah salah satu contoh akibat dari peradaban yang dialami oleh generasi kekinian dan diangkat sebagai problem gender, di mana gender lelaki adalah korban juga.

This study is writing that tries to uncover the progress of civilization and what is the cause of problem from civilization with personal interpretation. The case that used in this study is an example of civilization problem that happened to the current generation and raised to be a gender problem, where rsquo s men as gender also a victim.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68875
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Kholid
"Misi kolonialisasi Barat terhadap negara-negara Arab pada sejak abad ke-18 sampai akhir abad ke-19 menyisakan dampak positif dan negatif bagi negara-negara koloninya. Satu sisi, kolonialisme telah membangkitkan kembali kesadaran nasionalisme bangsa Arab yang telah lama terkubur bersamaan dengan kejatuhan dinasti-dinasti Islam masa lalu. Di sisi lain, kolonialisme telah menorehkan luka yang menyebabkan timbulnya kesan kurang sedap tentang Eropa. Persepsi-persepsi yang berkembang di Timur tentang gambaran bangsa Eropa pasca-kolonialisasi akan menjadi topik pembahasan tesis ini_ Dua karya fiksi yang menjadi sampel penelitian adalah novel 'Usfur min as-Syarq (Burung Pipit dari Timur) karya Taufiq al-Hakim dan novel Mausim al Hijrah ila as Syimal (Musim Migrasi ke Utara) karya At-Thayeb Sholeh.
Dua masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) Konteks sosial apa raja yang melatarbelakangi timbulnya persepsi Timur tentang Barat yang dipaparkan dalam novel 'Usfur min as-Syarq dan Mausim al-Hijrah ila as-Syimal, (2) Bagaimana persepsi Timur tentang Barat yang terkandung dalam novel 'Usfur min as-Syarq dan Mausim al Hijrah ila as-Syimal sehingga dapat menampilkan perbedaan yang mendasar antara keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan ada indikator kesesuaian antara novel "UMS" dan "MHIS" dalam menampilkan berbagai persepsi Timur tentang Barat, yang berkaitan dengan konteks-konteks sosial yang melatarbelakangi. Namur, bukan hanya menyajikan berbagai persepsi tersebut, tetapi sekaligus mengevaluasi dan melakukan investigasi berdasarkan realita dan pengalaman pengarang yang pemah bermukin di negara barat.
Persepsi-persepsi yang timbul di Timur tentang bangsa Eropa lebih didominasi oleh subyektifitas Timur, sebagai akibat dari miss kolonialiasi Barat. Persepsi yang berkembang cenderung ke arah negatif. Barat dikonstruksikan sebagai bangsa modern, namun memiliki ambiguitas dalam menyikapi kehidupan dan norma-norma kemanusiaan. Terlepas dari segala wacana yang ada, Barat memiliki sisi-sisi positif yang mampu membawa kemajuan terhadap bangsa mereka. Bahkan, hingga saat ini Barat menjadi sebuah kekuatan yang mendominasi kehidupan masyarakat dunia, dan nyaris tak tergoyahkan. Superioritas Barat menjadi sangat besar, sehingga bangsa manapun yang ingin maju, paling tidak harus melewati salah satu gerbang yang telah mereka bangun. Ketergantungan Timur kepada Barat seakan telah menjadi suatu hal yang mutlak.

The mission of west colonization to the Arab countries since 18th century to the end of 19th left both positive and negative impacts for its colonized countries. One side, colonialism has rebuilt the awareness of nationalism in Arabians, which has been buried simultaneously with the fall of Islamic dynasties on the past On the other hand, colonialism has left the injury, which caused the appearance of bad image about the Europe. Perceptions, which developed on the east about the description of the Europeans post-colonization, will be the topic of this thesis. Two fictions which are being the samples of the research are the novel `Usfur min as-Syarq (The Sparrow from The East) by Taufiq el-Hakim and Mausim al Hijrah ila as-Syimal (Migration Season to The North) by At-Thayeb Sholeh.
Two main problems-which will be studied in this research are: (1) What are the social contexts that cause the appearance of the east perceptions about the west which is explained in the novel `Usfur min as-Syarq and Mausim al-Hijrah ila as-Syimal. (2) How is the East perception about the West that is included in the novel `Usfur miry as-Syarq and Mausim al Hijrah ila as-Syimal in order to show the base difference between both of them. And the result of this research shows the indicator of suitability between the novels "UMS? and "MHIS" in showing all of the east perceptions about the west, which are related with social contexts that cause it. But, this research not only presents those perceptions, it also evaluates it and does some investigations according to the reality and the experience of the author who has ever lived in the West Country.
The perceptions which appeared in the East about the Europeans are dominated by subjectivity of the East, as the result of the mission of west colonization_The perceptions which develop are disposed more to the negative one. The west is constructed as a modern nation, but it has an ambiguity in looking a life and norms of humanity. But free of all these discourses, the west has positive sides that can bring its nation to the progress. Even, until now, the west has become a power, which dominates the life of people in the world, and it almost cannot be defeated. The west superiority becomes extremely great, it causes all nations that want to be advanced, must pass through one of gates that has been made by them. Seemingly, the east dependence on the west has become an absolute thing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>