Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157289 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dadang Iskandar
"Penanggulangan penyakit akibat faktor lingkungan masih mengalami kendala. Salah satu masalahnya yaitu belum terpadunya upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan dengan upaya penyehatan lingkungan. Klinik Sanitasi merupakan bentuk integrasi upaya pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan secara integrative dalam pelayanan kesehatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas. Penyakit berbasis lingkungan seperti diare, ISPA, TBC, DBD, malaria merupakan penyakit yang menonjol di kabupaten Pandeglang.
Sejak Klinik Sanitasi didirikan tahun 2002, belum pernah di evaluasi pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi di puskesmas di Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan klinik sanitasi puskesmas di kabuapen Pandeglang sebagai suatu sistem. Variabel yang diteliti yaitu masukan (tenaga pelaksana terlatih, sarana, dana, kebijakan) proses meliputi kegiatan di dalam gedung (kunjungan pasien dan klien, Lokakarya Mini Puskesmas), kegiatan di luar gedung puskesmas (kunjungan rumah), pencatatan, pelaporan, pemantauan dan penilaian, dan keluaran atau hasil yaitu meningkatnya kunjungan klien, menurunnya kunjungan pasien, meningkatnya petugas ke lapangan , meningkatnya cakupan sarana sanitasi.
Penelitian ini merupaan penelitian kualitatif. Pengolahan data dalam bentuk matriks hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen laporan hasil kegiatan. Pembahasan dilakukan dengan analisis isi yaitu dianalisis dari aspek kecukupan dan kesesuaian.
Hasil penelitian dan kesimpulan menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan klinik sanitasi puskesmas di kabupaten Pandeglang masih belum berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman. Hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan klinik sanitasi di kabupaten Pandeglang yaitu dilihat dari variabel masukan, proses, dan keluaran atau hasil. Tenaga pelaksana ter1atih masih kurang dana operasional kegiatan kinik sanitasi tidak ada, sarana masih kurang dan belum sesuai dengan kebutuhan, pembinaan dan bimbingan teknis masih kurang. Dilihat dari variabel proses yaitu kunjungan pasien penyakit berbasis lingkungan yang dirujuk klien bagi puskesmas yang sudah terbentuk belum efektif. Lokakarya Mini Puskesmas belum dilaksanakan dengan efektif, sedikit sekali tindak lanjut kegiatan berupa kunjungan ke lapangan karena terbatasnya dana dan sarana untuk transportasi ke lapangan, pencatatan klinik sanitasi belum sesuai dengan pedoman, laporan hulanan klinik sanitasi dari puskesmas tidak dikirim secara rutin, sedangkan dari variabel keluaran diketahui kunkujngan klien menunjukkan peningkatan, kunjungan pasien belum menunjukkan penurunan, kunjungan petugas kelapangan sebagai tindak lanjut kegiatan klinik sanitasi di dalam gedung menunjukkan peningkatan, cakupan saran air bersih puskesmas dengan klinik sanitasi dibawah puskesmas yang ada tidak ada klinik sanitasi, cakupan jamban keluarga puskesmas dengan klinik sanitasi juga masih dibawah puskesmas yang tidak ada klinik sanitasi.
Disarankan agar Dinas Kesehatan menetapkan kebijakan untuk meningkatkan dan mengembangkan klinik sanitasi puskesmas dengan kemampuan petugas melalui strategi advokasi dan sosialisasi serta promosi diantaranya dengan pendekatan dan koordinasi dengan Bappeda kabupaten dalam menyusun dan mengusulkan pendanaan kegiatan klinik sanitasi, pelatihan, seminar, studi banding, menetapkan strategi dan kebijakan opearsional serta mendorong puskesmas untuk melaksanakan dan mengembangkan klinik sanitasi. Puskesmas melaksanakan lokakarya secara lebih aktif dan intensif, kepala Puskesmas agar memberi dukungan terhadap petugas kesehatan lingkungan untuk lebih aktif melaksanakan tugas pokoknya. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi serta umpan balik serta tindak lanjut laporan, mengembangkan indikator keberhasilan, penetapan standar keberhasilan, sesuai dengan masalah dan kondisi di kabupaten.
Daftar bacaan : 31 (1985 - 2004)

Evaluation of Hygiene Clinic Implementation at Some Health Centers in the District of Pandeglang, 2004To overcome the diseases caused by environment factor has been facing many constraints. One of them is lack of integration between eradication for environmental based disease efforts and environmental hygiene efforts. Hygiene clinic is integrated health care efforts consisted of promotion, prevention, and cure that conducted integrative inside and outside health center. Environmental based disease such as diarrhea, respiratory infection, tuberculosis, dengue hemorrhagic fever, and malaria, in which becomes the major diseases in the District of Pandeglang.
Since the clinic was founded in 2002, hygiene clinic implementation has not been evaluated yet. This study aimed to evaluate the implementation of hygiene clinic at health centers in the District of Pandeglang as a system. Variables used in the study were input (skilled health staff, facility, fund, policy); process consisted of activities inside the health center (client and patient visit, workshop), activities outside the health center (home visit), recording, reporting, monitoring, and evaluating; and output (the increase and decrease of patient visit, the increase of health staff visit to the field and hygiene facility coverage).
The study was a qualitative research. Data was obtained from in-depth interview and document review of program report and then it was analyzed from aspect of adequateness and appropriateness.
The study showed that generally the implementation of hygiene clinic in health centers in the District of Pandeglang had not worked well appropriate to the existed guideline. Variables effected the implementation were assessed from input, process, and output. Input variables showed that there was lack of skilled health staff and operational fund for activities in hygiene clinic, and lack of facility and technical assistance. Process variables showed that referred patients with environmental based diseases and client visit in health center was not effective yet. Health center workshop was also not conducted effectively, there was very little follow up activity such as field visit due to lack of fund and transportation facility, the existing reporting was inappropriateness with the guideline, monthly report was not submitted regularly. While output variables showed that client visit increased, patient visit was not showed a decline, field visit conducted the health staff increased.
It was recommended to Health Office to determine the policy to maintain and to develop hygiene clinic in health center supported by skilled health staffs through advocacy and socialization as well as promotion. It could be done through coordination and approach with District Development Agency on making and proposing the fund for hygiene clinic activities such as training, seminar, benchmarking; determining operational strategy and policy and improving health centers to conduct and to develop hygiene clinic. It was also recommended that health centers should conduct workshop more active and intensive. The head of health center should support environment health staffs to do their main job, conduct monitoring, evaluation, feed back, and follow up report, develop key success indicators, and should determine success standard in line with problem and condition in the district.
References: 31 (1985-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Setiawan
"ABSTRAK
Keberhasilan Pemerintah dalam pembangunan, khususnya pembangunan kesehatan tidak diragukan lagi, hal ini terlihat dari semakin meratanya pelayanan kesehatan, dimana pada setiap kecamatan minimal ada 1 Puskesmas.
Namun disamping itu ada hal yang menarik dalam pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan tradisional sampai saat ini masih diakui keberadaannya oleh masyarakat. Hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan data tentang masih adanya masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional, baik itu dilakukan sendiri dengan ramuan-ramuan ataupun dengan pertolongan pengobat tradisional.
Kebijaksanaan Pemerintah tentang pengobatan tradisional telah digariskan dengan jelas dalam GBHN 1993, yaitu pengobatan tradisional yang secara medis dapat dipertanggung jawabkan perlu terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan. Disamping itu dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga dinyatakan bahwa terhadap pengobatan tradisional yang terbukti berhasil guna dan berdaya guna terus dilakukan pembinaan dan bimbingan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana hubungan tingkat Sosial-Ekonomi masyarakat dengan pemanfaatan pengobatan tradisional di Kabupaten Subang, Pandeglang dan Kotmadya Bandung, Jawa Barat. Penelitian dilakukan ditempat-tempat ini oleh karena data-data menunjukkan bahwa masyarakatnya cukup banyak yang memanfaatkan pengobatan tradisional.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dan data diambil secara "Kros seksional" dengan kepala keluarga sebagai responden. Jumlah sampel 301 yang dipilih secara random dari 10 desa di 5 Kecamatan. Hipotesis yang diajukan adalah : Tingkat Sosial-Ekonomi yang meliputi pendidikan, penghasilan dan jenis pekerjaan mempunyai hubungan negatip dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, hubungan ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak dari rumah ke tempat pelayanan kesehatan modern, umur, ketersediaan biaya kesehatan dan derajat sakit.
Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, dari hasil uji Chi-square didapatkan nilai p = 0.0481 untuk variabel pendidikan, p = 0.0036 untuk variabel penghasilan dan p = 0.0029 (nilai a = 0.05); hasil analisa logistik regresi juga menunjukkan bahwa hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional semakin lemah dengan semain dekatnya sarana pelayanan pengobatan modern dan semakin ringannya penyakit.

ABSTRACT
There have been so many development in health, resulted in the availability of health services, where in every sub district there is at least one "Public Health Center". However, according to a household surveys on health (SKRT) in 1988 and 1992, some people still use the traditional treatment to overcome their health problems.
In this research, we want to know the relationship between economic and social status (education, income, job) and the use of traditional treatment. Furthermore, we also want to see how the distance of modern health services, age, degree of illness and cash availability affect the use of traditional treatment.
This research was done in two districts of Subang and Pandeglang, and in one municipality of Bandung in West Java. It was a descriptive and analytical research using "cross sectional " data where the respondent was the head of the household. We take 301 respondents randomly from, .10 villages in 5 sub district.
The hypothesis in this research is that social-economic factor, they are income, education and job have negative relationship with the use of traditional treatment. And the sub hypothesis is that the negative relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less, the degree of illness becomes higher, more money is available an the age becomes younger.
Statistic analysis we use to prove this hypothesis was Chi-Square, we selected influential variables in traditional treatment by looking at "p" value. If "p" value is less than 0.05 the independent variables is significant. From the Chi-Square we get p value of education = 0.0481, p value of income = 0.0036 and p value of job = 0.0029. The regression logistic analysis we get different OR value before and after interaction with distances of modern health services and degree of illness, from that different value are proved that the distances of modern health services and degree of illness are influence the relationship between social-economic degree and the using of traditional treatment.
From the result of analysis, hypothesis and sub hypothesis are proved, that the social-economic degree has a negative relationship with the using of traditional treatment and this relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less and the degree of illness becomes higher.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Leida M.R. Th
"Angka Kematian Bayi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 58 per 1000 kelahiran hidup, dengan pola penyakit penyebab kematian masih berkisar penyakit infeksi yaitu ISPA, tetanus neonatorum dan diare, campak. Pola ini hampir serupa dengan penyebab kematian Balita. Masih tingginya angka kematian bayi dan balita disebabkan oleh karena upaya-upaya yang dilakukan pada tingkat pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) lebih menekankan pada aspek promotif dan preventif, sebaliknya upaya kuratif dan rehabilitataif kurang mendapat perhatian. Selain itu, penanganan kasus masih bersifat terkotak-kotak pada setiap penyakit. Dengan demikian, kondisi tersebut ikut memberikan sumbangan terhadap meningkatnya resiko kematian. Selain penyebab masalah program, diduga masalah kinerja petugas juga perlu diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang ikut mempengaruhi fenomena pelayanan kesehatan saat ini.
Untuk itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana tatalaksana kasus yang telah mempunyai standar baku dari Depkes pada tingkat operasional dilapangan. Pertanyaan tentang konsistensi tatalaksana baku kemudian menjadi penting,apakah telah dilaksanakan oleh petugas dan bagaimana peranan sarana pendukung sehingga ikut meningkatkan tatalaksana yang berkualitas.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yang bertujuan melihat hubungan dengan besarnya kualifikasi petugas, sarana dan logistik serta pengetahuan teoritis mengenai tindakan medis dan non medis dengan kualitas tatalaksana kasus pada bayi dan balita yang menderita ISPA, Diare, Campak dan KKP. Jenis studi berbentuk cross sectional. Populasi yang diteliti sekaligus merupakan sampel penelitian, yaitu semua bayi dan balita yang datang ke 12 Puskesmas dengan gejala batuk pilek atau panas atau mencret.
Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan program STATA versi 3.1 dan SPSS Versi 6.0 for Windows versi 3.1.1.
Dari hasil penelitian didapatkan cut off point untuk kualitas tatalaksana sebesar 60%, dengan proporsi pada tiap kasus yang sangat rendah yaitu dibawah 20%, hasil analisis bivariat pada kasus gabungan menunjukan bahwa ada hubungan antara jumlah staf yang cukup, tersedianya obat, barang cetakan serta pengetahuan dengan kualitas tatalaksana kasus, sedangkan pada kasus ISPA variabel yang berhubungan adalah lama kerja, staf dan pengetahuan. Untuk kasus diare hanya obat dan barang cetakan yang berhubungan dengan kualitas tatalaksana.
Analisis multivariat, dengan cara logistic regresi didapatkan tiga model yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kualitas tatalaksana kasus, sehingga model tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk membuat strategi tatalaksana kasus yang berkualitas di Kabupaten Cianjur.

The Factors Which Influence of the Babies Case Management Quality and Children Under Five Years Old Sick at Public Health Centre of Cianjur, West Java The infant mortality in Indonesia are being high enough at least for about 58/1000 birthness, by the pattern of that case about infectious or Acute Respiratory Infection (ARI), Tetanus neonatorum, Diarrhea and Measles, this pattern almost the same as chlidren under five rears old mortality. The highest infant and child mortality because of health service effort in this case caressingly on preventive and promotive aspects, other wise rehabilitative and curative lack of attention. Beside that to do the case is still, so that the condition like this will give an increasingly of deadness risk. Beside amain case problem it seems that the human resources need to be though over , it's as a factor influence of health services phenomena.
So, this research would to know how a case management has standard from health department on a filed operational. The question about consistency that would be important weather it has already done by the provider and how supporting materials in order to increase of management quality.
The objective of this descriptive analytical study, the main point in order to be known a link or relation with provider qualification, logistic and facility and also theoretic knowledge in handling medically and non-medically, by the quality of case management how got ARI, diarrhea, measles and malnutrition. The design of the study was cross sectional. A population was researched as a research sample, all babies and child under five years old who are coming to 12 public health centers by a symptom of cought, fever and "menceret".
These data?s were collected by interviewing and observation then analyzed by using STATA program of version 3.1, SPSS for version 6.0 windows version 3.1.1.
From the result of research could be got cut of point for management quality 60% with a proportion each case very low 20%. The result of bivariate analysis in combined case, showed that there were a number of relations among staff available of drug, printed materials and also knowledge of case management quality, but in the case of ARI variable association was duration of working, staff and knowledge. For the case diarrhea were drugs and printed materials only wich management quality.
Multivariate analize by logistic regression cold be got three models, which influence of case management quality. So that those models as a consideration to make case management strategy, in order to be had quality in Cianjur regency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T3978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Rusydi
"Pelayanan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala diikuti upaya koreksi terhadap kelainan yang ditemukan. Pemanfaatan pelayanan antenatal di Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin, secara kuantitas sudah cukup baik namun secara kualitas masih dirasakan kurang, yang ditunjukkan dari distribusi cakupan KI sebesar 67,80 % dan K.4 sebesar 51,90 %. Faktor predisposisi, kemudahan, kebutuhan dan penguat diduga merupakan determinan pemanfaatan pelayanan antenatal di Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin. Tujuan pada penelitian adalah mengetahui gambaran pemanfaatan pelayanan antenatal dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di Puskesmas.
Desain penelitian berupa studi kros seksional, total sampel sebanyak 142 responden dengan umur kehamilan 7 bulan atau lebih. Pemilihan sampel secara random sederhana. Analisis statistik yang dilakukan adalah analisis univariat serta analisis bivariat dengan uji Kai-kuadrat (X2).
Hasil yang didapat dalam penelitian ini bahwa sebanyak 44,4 % dari semua responden teratur memanfaatkan pelayanan di Puskesmas sesuai dengan distribusi kunjungan pertama pada usia kehamilan trimester pertama dan total kunjungan 4 kali atau lebih selama kurun kehamilannya (K.4). Faktor predisposisi ibu hamil yang berhubungan dengan tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di Puskesmas adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu tentang antenatal, faktor kemudahan adalah jarak rumah ibu ke tempat .pelayanan serta faktor penguat adalah dukungan pihak ketiga terhadap ibu hamil untuk memanfaatkan pelayanan antenatal di Puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu dilakukan upaya proaktif untuk meningkatkan cakupan tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di Puskesmas dengan penajaman sasaran pelayanan kepada ibu hamil yang beresiko dan mempunyai hambatan untuk akses ke Puskesmas. Upaya yang dapat dilakukan Puskesmas adalah dengan memberikan motivasi dan solusi berupa pemecahan masalah secara bersama-sama terhadap ibu yang mempunyai masalah kesehatan dengan melibatkan pihak keluarga yang mempunyai peran utama mendorong ibu hamil pergi memeriksakan kehamilannya di Puskesmas secara teratur.
Datar Pustaka 63 (I961-1997 )

Determinants of Regular Utilization of Antenatal Care at the Health Centers (Puskesmas) of Musi Banyuasin District, 1998Antenatal care is regular obstetric examination for pregnant woman, and followed by detection of pregnancy disorders. Prevalence of antenatal care utilization at the health centers (PHC) of Musi Banyuasin District have a good percentage, but its quality is still lacking. The data showed that coverage of first visit (K.1) 67,80% and total number of visits during pregnancy of four times or more were 51,90% (K.4). Predisposing, enabling, need, and reinforcing factors are predicted as determinant factors of regular utilization of antenatal care at PHC of Musi Banyuasin District.
The purpose of this study is to describe the characters and determinant of regular utilization of antenatal care at PHC of Musi Banyuasin District.
The design of this study is cross-sectional study, with total samples of 142 respondents. The sample consists of pregnant woman with gestation ages of 7 months or more. Sample is obtained from simple random sampling, and analyzed using both univariate and Chi-Squared (X) analyses.
Results of study showed that 44.4% respondents regularly used antenatal care with total visit four times or more during pregnancy (K.4). Predisposing factors, which have relationships with regular utilization of antenatal care in PHC are : education, occupation, and knowledge of mother. Enabling factors, which have relationship with regular utilization of antenatal care in PHC are distance from house to PHC. Reinforcing factors, which have relationship with regular utilization of antenatal care in PHC is support of key persons, such as her husband.
The study recommendation are to increase regular utilization of antenatal care in PHC, increase of coverage with focus services to the target population (pregnant woman with high risk factors) and give information materials which is easily accepted and understood by the community or pregnant woman in particular.
References: 58 (1975 - 1997)
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Budiwarni
"Gudang farmasi kabupaten yang merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah Tingkat II, melaksanakan sistem pengelolaan obat melalui satu pintu. Dengan pola satu pintu ini maka puskesmas tidak dibebani lagi dengan kewajiban untuk mengadmin istrasikan secara terpisah obat yang berasal dari berbagai sumber, sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada peningkatan kwalitas pelayanan.
Pengelolaan obat, di puskesmas mempergunakan format Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO ). Dari LPLPO ini diharapkan akan diperoleh berbagai data dan informasi yang sangat dibutuhkan sehingga: (1) dapat terlaksana tertib administrasi dan pengelolaan obat; (2) tersedianya data yang akurat dan tepat waktu; dan (3) tersedianya data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian oleh unit yang lebih tinggi.
Untuk mencapai tiga sasaran pokok diatas peranan petugas pengisi formulir LPLPO cukup penting . Untuk itu maka studi ini akan melihat apakah ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas pengisi formulir LPLPO puskesmas dalam mengisi formulir LPLPO.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder untuk melihat hasil pencapaian pengisian formulir LPLPO yaitu variabel kinerja : (1) tepat waktu; (2) kelengkapan (3) akurasi perhitungan dan (4) informasi dini penggunaan obat yang tepat menurut kelas terapi selama tahun anggaran 199511996, responden adalah 37 orang petugas pengisi formulir LPLPO puskesmas yang berasal dari 37 puskesmas di kabupaten karawang. Variabel independen yang diteliti meliputi faktor input, faktor proses, faktor lingkungan sistem pengisian formulir LPLPO terhadap faktor kinerja hasil pengisian formulir LPLPO (variabel dependen ).
Hasil penelitian menunjukan tingkat pendidikan, kepuasan dan waktu yang tersedia rnempunyai hubungan yang bermakna (pada p < 0,10) dengan menggunakan analisa statistik bivariat terhadap akurasi, selain itu diketahui pula bahwa tingkat kesulitan pengolahan data dan data morbiditas secara statistik memiliki hubungan bermakna dengan indikator tepat waktu.
Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :
  • Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan petugas.
  • Memilih petugas yang mempunyai latar belakang obat dan menyenangi pekerjaanmengelola obat.
  • Pembinaan staf secara terus menerus agar dapat melaksanakan tugas dengan balk.
  • Pemberian pengetahuan dan ketrampilan dalam manajemen waktu.

The Factors Relating To The Performance of Filler Officers To Puskesmas (Local Government Clinic) LPLPO Form In Regency of Karawang The District Pharmacy Warehouse (GFK) is the central point of drug management at Second Level Administrative Region (Dati II), which implement the system of drug management through one gate policy. With this system, puskesmas is not burdened again with the task of administrating separately the drugs from various sources, so that they can more concentrate to the improvement of service quality.
Drug management, in puskesmas level currently utilization report and Drug request Sheet (LPLPO). LPLPO is used to tap information and data about drug flow at puskesmas level so that : (1) drug use can be monitored at the puskesmas level; (2) timely and accurate data are available ; (3) data are available for planning of drug at higher level.
To achieve those three objectives, the role of LPLPO staf at puskesmas is important. This study then examine factors related to performance of the staff.
The study collected primary data from the staff using structured questionaire and examine LPLPO report for diagnosing their performances, which are measured by (1) timely reporting; (2) completeness of the report ; (3) report accuracy; (4) early information of the proper drug use. The respondents are 37 LPLPO staff of 37 puskesmas in Karawang District. Independent variabels which are studied are variables within input, process, and environment factors which influence the output performance (LPLPO report ).
The study showed that education level, work satisfaction and available time are significanly related (at p < 0,10 level) to acuracy. Moreover it is known also that the difficulty rate of data processing and statistical data of morbidity are significanly related (at p < 0,10 level ) whit indicator timely.
Based on the result, this study give recommendation as follows:
  • Government through its appropriate channel should plan managerial action in order to increase knowledge, and skills of LPLPO staff.
  • At the puskesmas level, manager should select LPLPO staff who has backgrounds on medicine and drug and who enjoy the jab.
  • At the puskesmas and GFK levels, mamager should continously supervice the LPLPO staff.
  • Management should consider to give training on manage of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sugiarti
"Sejalan dengan akan didirikan bangsal keperawatan kelas VIP, kelas I, dan RS Swadana maka pertama kali yang harus dipersiapkan adalah mutu pelayanan keperawatan karena baik buruknya suatu rumah sakit ditentukan oleh bagaimana pelayanan keperawatannya. Oleh karena itu Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong harus mempersiapkan sumber daya keperawatannya yang memegang peranan panting dalam pelaksanaan proses keperawatannya.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik perawat terhadap proses asuhan keperawatan. Penelitian ini merupakan penelitian survei. Evaluasinya menggunakan perhitungan statistik sederhana. Penelitian dilakukan di 4 ruang perawatan inap Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong. Jenis data variabel bebas dan variabel terikat adalah data primer. Variabel bebas dipergunakan formulir pengamatan dari kegiatan proses asuhan keperawatan. Formulir berpedoman pada suatu standard penilaian yang disusun oleh American Nursing Association dan National League for Nursing. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan bivariat.
Berdasarkan analisa data Bari kuesioner menunjukan bahwa pelaksanaan proses asuhan keperawatan berlangsung dengan balk. Tetapi menurut data-data dokumentasi yang bersumber pada data tertulis rekam medis, menunjukan proses asuhan keperawatan di RSUD Cibinong adalah sangat buruk (rata-rata total 18,2%). Pelaksanaan proses keperawatan di RSUD Cibinong belum berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena beberapa kemungkinan yaitu perawat pada umumnya melaksanakan proses asuhan keperawatan dengan baik (sesuai kuesioner), tetapi setiap tahapan proses tidak direkam dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka perlu dibuat suatu sistem perekaman tahapan keperawatan yang sederhana dan mudah dilaksanakan oleh perawat. Perlu penambahan sumber daya keperawatan minimal 2 orang utama setiap jaga.

In line with constructing the nursing housing of VIP, Class I, and Self-funding Hospital (Rumah Sakit Swadana), then firstly that should be prepared is the quality of nursing services due to the condition of hospital determined by its nursing services. Thus General Hospital of Cibinong Region should prepare its nursing resources which have important role in acting the nursing process.
In general the research has aims to get information on the characteristics of nurses over nursing process. It is a survey research. Its evaluation uses simple statistics calculation. The research was done in four in-patient rooms of General Hospital of Cibinong Region. The questionaire form was guided by the valuation standard of American Nursing Association and National League for Nursing.
Based on data analysis of the questionaire indicated that the actions of nursing process went on properly. However according to documentation data in medical records, it indicated that nursing process in General Hospital of Cibinong Region was worst (total average 18.2 percent). The action of nursing process in General hospital of Cibinong Region did not go on well. It occurred because of some possibilities, that is nurses in general acted nursing process properly (in accordance with the questionnaire), but every process step was not recorded well. Based on the research results, it should be'made a recording system with simple and easy nursing process acted by nurses. It should make the addition of nursing resources minimally 2 main nurses on every duty.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryezi Tahir
"Imbalan atau kompansasi yang diterima dari pasien atau oleh pelaksana pelayanan kesehatan di rumah sakit atas perlakuan yang diberikan kepada pasien atau klien tersebut disebut Jasa Pelayanan.
Belum terdapatnya peraturan/perundangan-undangan yang sesuai dengan job's pola pembagian jasa pelayanan tersebut maka setiap pimpinan rumah sakit harus arif dan bijak mengatur dan mendistribusikannya. Rumah Sakit Jiwa Prof. H.B. Sa'anin Padang, seperti juga rumah sakit umum daerah ataupun rumah sakit jiwa lainnya, tidak jarang kebijakan yang diambil untuk pola pembagian jasa pelayanan menimbulkan rasa ketidakadilan, ketidakwajaran dan kurang proporsional oleh sebagian karyawan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan faktor-faktor internal dan eksternal dari lingkungan Rumah Sakit Jiwa Prof. H.B. Sa'anin Padang, terhadap pola pembagian jasa pelayanan series usulan pola pembagian jasa pelayanan yang sesuai dengan asas atas keadilan, kewajaran dan proporsional serta sesuai dengan harapan karyawan sendiri.
Suatu studi kasus dilakukan dengan metode kualitatif dengan informan dari Rumah Sakit jiwa Prof. KB. Sa'anin Padang. Dokumen/arsip yang ada dan terkait dengan pola pembagian jasa pelayanan tersebut dilakukan obeservasi dan pengkajiannya.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa gambaran Pola Pembagian Jasa Pelayanan itu dirasakan oleh sebagian karyawan belum adil, layak dan proporsional dan sangat tergantung dari Kebijakan Rumah Sakit Jiwa Prof. KB. Sa'anin Padang atas rekomendasi Tim Evaluasi Jasa Pelayanan melalui kesepakatan tim atau komitmen karyawan. Tenaga profesional terutama tenaga profesi perawat sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pola pembagian jasa pelayanan.
Peneliti menyarankan agar usulan pola pembagian jasa pelayanan yang baru dipertirnbangkan oleh pihak manajemen Rumah Sakit Jiwa Prof. H.B. Sa'anin Padang sebagai bahan masukan untuk merevisi pola pembagian yang sekarang dan memasukan beberapa variabel internal dan eksternal dari Rumah Sakit Jiwa Prof H.B. Sa'anin Padang, dalam pola pembagian jasa pelayanam Kemudian disarankan juga untuk mensosialisasikan fakor-faktor internal dan eksternal tersebut serta asasasas keadilan, kewajaran dan proporsional dalam pembagian jasa pelayanan Rumah Sakit Jiwa Prof. H.B. Sa'anin Padang, dan yang sangat penting adalah komitmen karyawan dan pemahaman kerja sama tim dalam mewujudkan Rumah Sakit Jiwa Prof H.B. Sa'anin Padang.

Analysis on Policy on Distribution of Service Rewards Applied in Prof HB Saanin Mental Hospital, Padang West Sumatera Province Year 2004Incentive or compensation sourced from patient/client by health provider in hospital for the service provided is called as service rewards. The unavailability of rules regarding the distribution of service rewards forced hospital managers to wisely distribute it. As in many other hospitals, the distribution of service rewards applied in Prof HB Saanin Mental Hospital invited injustice feeling and felt as unfair and non-proportionate by some employees.
This study aimed at investigating influences internal and external factors within the Prof FIB Saanin Mental Hospital environment on distribution pattern of service rewards. This study also provides distribution pattern that is in line with justice, fairness, and proportionate principles and accepted by the employees.
This study was a case study using qualitative method with informants from the hospital Available related documents and archives were observed and reviewed.
The study results reveal that the distribution of service rewards was felt as injustice and inappropriate and was heavily depended on hospital policy based on recommendation by service rewards evaluation team processed by team agreement or employee's commitment. Nurses played very decisive role in the decision making process on service rewards distribution.
It is suggested to the hospital management to consider the proposal of new service reward distribution pattern as input to revise the existing pattern and to include several internal and external variables in the distribution pattern. It is also suggested to socialize those factors and justice, -fairness, and proportionate principles in distribution pattern. The most important thing is employee's commitment and understanding about teamwork in implementing the hospital vision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gobel, Fatmah Afrianty
"Menurut estimasi para ahli WHO, 12 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya, sekitar 50% meninggal akjbat penyakit jantung dan pembuluh darah. Faktor-faktor prognosis pasien PJK banyak yang dapat diubah dan dikendalikan, sehingga memungkinkan untuk mencegah kematian akibat penyakit jantung koroner.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor prognosis yang berhubungan dengan terjadinya kematian pasien penyakit jantung koroner di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2004, menggunakan data sekunder (data rekam medik pasien). Variabel-variabel yang diteliti yaitu variabel independen (jaminan pembayaran, asal daerah/ kawasan, penyakit penyerta hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia dan riwayat PJK sebelumnya) dan variabel kovariat (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan).
Penelitian epidemiologi observasional analitik kasus kontrol, jumlah kasus 130 dan kontrol 260 (1 : 2). Kasus adalah pasien PJK yang meninggal dibuktikan dengan ringkasan pasien meninggal, kontrol adalah pasien yang keluar hidup. Data di analisis menggunakan komputer secara univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa jaminan pembayaran dan asal daerah/ kawasan berhubungan dengan terjadinya kematian pasien penyakit jantung koroner. Pasien dengan jaminan pembayaran pribadi Iebih berisiko untuk meninggal dibandingkan pasien dengan jaminan pembayaran Askes. Pasien yang berasal dari Jawa lebih berisiko untuk meninggal dibandingkan pasien yang berasal dari Iuar Jawa. Variabel kovariat yang berpengaruh terhadap hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah umur. Pasien yang berumur > 65 tahun lebih berisiko untuk meninggal dibandingkan pasien yang berumur kurang lebih 65 tahun.
Masyarakat disarankan menjadi peserta asuransi kesehatan atau jaminan pemeliharaan kesehatan lain. Penderita PJK yang berasal dari Jawa maupun Iuar Jawa disarankan senantiasa berkonsultasi dengan dokter ahli jantung untuk mengetahui perkembangan penyakitnya sedini mungkin. Pengambil kebijakan perlu melakukan surveilans terpadu penyakit jantung sehingga dapat ditindaklanjuti dengan penangggulangan, penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung di masyarakat. Peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian yang melihat kematian pasien PJK dengan memperhatikan tingkat keparahan penyakit sehingga hubungan antara faktor prognosis dengan outcome lebih jelas untuk setiap tingkat keparahan penyakit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwanto
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan rujukan rawat jalan pertama peserta askes yang berkunjung di Puskesmas, dan dilakukan pelayanan rujukan oleh petugas Dokter yang ada di Puskesmas Harapan Raya selaku Provider PT Askes (Persero) Cabang Utama Pekanbaru di Kota Pekanbaru tahun 2012. Penelitian ini untuk mengetahui gambaran pemahaman dokter puskesmas sebagai gatekeeper, pemahaman kapitasi, sistem rujuk balik dan aspek kebijakan terhadap rujukan rawat jalan tingkat pertama di Puskesmas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain kualitatif. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan Puskesmas Harapan Raya yang memiki rasio rujukan diatas 50% diatas standart PT Askes dimana dokter selaku penanggung jawab rujukan sudah melaksanakan rujukan dengan indikasi medis, tapi masih saja adanya tuntutan pasien dalam merujuk, rata-rata dokter yang merujuk tidak memahami dokter di Puskesmas sebagai gatekeeper atau penjaga pintu akses dari rujukan, sistem rujuk tidak berjalan dengan baik dan mempengaruhi pelaksanaan rujukan. Diharapkan PT. Akses (Persero) Kantor Cabang Utama Pekanbaru lebih meningkatkan pendekatan dan kordinasi dengan pihak Puskesmas dalam mengendalikan rujukan dapat terkendali.

This Skrip discussed the implementation of a referral for outpatient first participants Askes visit in Primary Health Care, service a referral to and done by a physician who is in Puskesmas Harapan Raya as provider Pt Askes ( Persero ) of the Main Branch Pekanbaru in the City of Pekanbaru 2012. This research to know a sense of understanding doctor as gatekeeper, a capitation, understanding a system of rujuk balik and the aspect of policy terhadapat the referent of an ambulatory the first degree in PHC. This research is research descriptive with a design qualitative. A result that is found in the research indicated Puskesmas Harapan Raya have the ratio of the referent of the above 50 % and above standart Pt Askes where a doctor as caretaker a reference have been carried out the referent of the medical, with the indications but still, a patient in a reference to the demands the implementation of a referral . which of the average physician who refer don ' t understand a physicians in PHC as a gatekeeper or a door-keeper access from the reference, a system of reconcilement does not run."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlan Yulfar
"Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan seeara menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau. Namun dari sejak kelahirannya tahun 1969 hingga saat ini implementasi kegiatan puskesmas belum menunjukkan hasil yang optimal dan kurang tanggap terhadap dinamika masyarakat khususnya aspek sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat, yang tercermin dari belum optimalnya pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat. Arus globalisi, kemajuan teknologi kedokteran dan kesehatan, perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya masyarakat tentunya berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan puskesmas Selpanas oleh masyarakat dan mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas Sei.panas, serta mengetahui faktor yang dominan berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas Sei.Panas kota Batam tahun 2003.
Penelitian dilakukan dengan raneangan "Cross Sectional" dengan pendekatan kuantitatif dan melibatkan sampel sebanyak 240 KK yang berada di wilayah kecamatan Lubuk Baja dan sebagian kecamatan Bata Ampar dalam wilayah kerja Puskesmas SeLPanas kota Batam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keikutsertan askes atau asuransi kesehatan lainnya, merupakan variabel yang dominan dalam kaitannya dengan tidak memanfaatkan puskesmas dengan Odds Ratio 0.016 setelah dikontrol secara bersama sama oleh faktor lainnya seperti sistem birokrasi, persepsi terhadap petugas maupun pelayanan kesehatan serta jarak antara rumah responden dengan puskesmas Sei,.anas kota Satam. Sedangkan faktor pendidikan, umur, biaya pelayanan dan ada tidaknya pelayanan kesehatan lain selain puskesmas Sei.Panas tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan puskesmas Sei.Panas kota Batam. Untuk itu perlu di upayakan peningkatkan kerjasama dengan masyarakat industri yakni pihak manajemen dan karyawan melalui perusahaan asuransi/jamsostek ataupun Badan Penyelenggara JPKM dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Health center is a front liner in the government health care that aims to provide the health care as a whole, integrated, equal, and affordable. However, since its existence in 1969 the implementation of health programs have not been showing an optimal result yet and it seemed less responsive toward population dynamic, especially economy-social aspect in the community, which reflects that health care has not been optimally utilized yet.
The globalization stream, advance in medicine and health technology, changing of economy social and culture structure in the community, are related to the health center utilization.
The study aimed to assess the description of health care utilization at Sei Panas Health Center and to asses the factors related to the health care utilization at Sei Pangs Health Center, and to asses the dominant factors related to the health care utilization at Sei Pangs Health Center in the City of Batam year 2003 as well.
The study used cross sectional design with quantitative research approach and used 240 head of families as research sample that lived around the Sub District of Lubuk Baja and Batu Ampar in the working area of the SeL Panas Health Center.
The result of the study showed that taking part in the government health insurance or another health insurance was a dominant variable that related to not utilizing the health center (odds ratio= 0.016) after being controlled altogether with other factors such as bureaucracy system, perception toward both provider and health care, distance between respondent's house and health center. Nevertheless, the factors such as education, knowledge about health center, age, price, and perception of illness did not have significant relationship with the health center utilization. Therefore, it is necessary to maintain the cooperation with the industrial community such as management and employee in providing the health care through the insurance companies/man power social insurance or the implementing agency of public health care insurance in delivering health care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>