Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200091 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susanna Taslim
"Perpindahan (mobilitas) penduduk yang telah terjadi sejak tahun sembilan puluhan, membutuhkan data migrasi yang relevan, yaitu dengan pengukuran yang tepat. Selama ini migrasi diukur dengan angka migrasi kasar (crude migration rate =cmr), masih belum dapat menggambarkan kejadian migrasi yang terjadi, karena masih dipengaruhi oleh perubahan struktur usia. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran yang telah terbebas dari pengaruh struktur usia. Untuk itu dibutuhkan data migrasi yang lebih rinci, yaitu migrasi yang dapat menggambarkan migrasi dengan renlang waktu yang relatif pendek, menurut kelompok usia. Data SUPAS 1995 memungkinkan untuk memperoleh data migrasi (risen) menurut kelompok usia dan daerah tujuan dan asal migran, melalui pengolahan data dengan menggunakan lamanya tinggal.
Ananta dan Anwar (1995), telah mempergunakan suatu pengukuran migrasi yang terbebas dari pengaruh struktur usia, yang dikenal dengan gross-migra-production-rate (GMR), yang merupakan suatu angka indeks. Angka ini merupakan penjumlahan daripada angka migrasi menurut kelompok usia (age-specific-migration-rate). Pengukuran ini analog dengan Gross Reproduction Rate (GRR) dalam analisis fertilitas. Sesungguhnya, pengukuran ini digunakan dalam analisis demografi multiregional, yang merupakan perluasan dari pada demografi formal, sehingga hanya ada satu angka migrasi (angka migrasi keluar). Dengan menggunakan pengukuran ini dalam perspektif demografi uniregional, maka ditemukan dua angka migrasi, yaitu Gross-migra-out-prociuction-rate (GOMR) untuk mengukur migrasi keluar dan gross-migra-in-production-rate (GIMR) untuk mengukur migrasi masuk.
Dengan menggunakan data SP 1980 dan SP 1990, Ananta dan Anwar (1995) menghitung GOMR dan GIMR untuk keduapuluh tujuh propinsi. Pengukuran ini memperhatikan kecenderungan angka migrasi masuk dan keluar, dengan membagi propinsipropinsi atas tujuh kelompok kecenderungan poia migrasi. Selanjutnya, Karyatna (1996) telah menggunakan pengukuran ini untuk mengestimasi angka migrasi periode 1990-1995, dengan menggunakan data SP 1980 dan SP 1990. Estimasi angka migrasi dilakukian sebelum keluarnya hash SUPAS 1995, dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, yang juga melihat kecenderungan naik-lurunnya angka migrasi keluar dan masuk, dengan menghasilkan skenario pola migrasi. Berdasarkan skenario 1 dan 2, pola kecenderungan migrasi propinsi dibagi atas sembilan kelompok. Dan akhirnya, penelitian ketiga dilakukan Ananta et al. (1998), dengan menggunakan data SUPAS 1995, telah lebih maju. Pengukuran migrasi yang dilakukan telah memperhitungkan penduduk yang beresiko untuk pndah, serta adanya kriteria GMR yang tertentu. Angka migrasi dikelompokkan atas tiga, yaitu migrasi rendah (GMR-nya kecil dari 0,20), migrasi sedang (GMIR berada antara 0,20 - 0,40) dan migrasi tinggi (GMR-nya besar dari 0,40). Penelitian ini membagi propinsi-propinsi atas lujuh kelompok. Namun, keliga penelitian ini belum melihat GMR menurut propinsi asal dan propinsi tujuan.
Thesis ini bertujuan untuk mengestimasi angka migrasi (risen) pada propinsipropinsi, dengan menggunakan variabel lamanya linggal : lima, empat, tiga, dua dan satu tahun pada propinsi tempat tinggal sekarang. Setelah memperoleh data migrasi, maka akan dapat diketahui bagaimana pola kecenderungan migrasi risen yang terjadi. Untuk itu diperlukan data migran menurut kelompok usia dan jenis kelamin untuk duapuluh tujuh propirisi. Data tersebut diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) menginterpolasi jumlah penduduk menurut kelompok usia lima tahunan dan jenis kelamin untuk 27 propinsi, (2) Mendapatkan variabel migran menurut kelompok usia lima tahunan, propinsi asal dan propinsi tujuan.(3) mengestimasi data jumlah penduduk usia 0-4 tahun dengan asumsi 25 persen penduduk usia 0-4 mengikuti penduduk wanita usia 15-19 tahun, dan (4) mengestimasi angka migrasi risen ketuar dan masuk (GOMR, GIMR). Data dan angka migrasi yang dihasilkan adalah berdasarkan data kumulatif. Selanjutnya diestimasi lagi migran berdasarkan titik waktu yang diinginkan, dengan teknik yang sederhana dari data migran kumulatif, khusus untuk dua propinsi, yaitu : Sumatera Barat dan DKI Jakarta.
Dari hasil estimasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa beberapa hai yang menarik :
1. Angka migrasi propinsi-propinsi terus mengalami penurunan, dengan kecepatan yang bervariasi antar propinsi. Ada yang relatif cepat, tetapi ada juga yang sangat cepat. Propinsi-propinsi yang semula berada pada delapan kelompok berdasarkan kecenderungan migrasinya (1989-1995), pada akhir periode pengamatan (1993-1995), duapuluh empat propinsi telah masuk pada kelompok migrasi rendah. Hanya tiga propinsi yang masih berada pada kelompok migrasi lainnya, yaitu DKI Jakarta pada kelompok empat yang bercirikan migrasi sedang dan Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara pada kelompok tiga yang bercirikan migrasi masuk sedang dan migrasi keluar rendah.
2. Angka migrasi laki-laki pada umumnya lebih besar daripada perempuan. Namun ada pada beberapa propinsi ditemukan angka migrasi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara.
3. Konsentrasi migran masih pada kelompok-kelompok usia muda, yaitu 20-29 tahun untuk perempuan. Sedangkan untuk migran laki-laki, sedikit lebih tinggi, yaitu 25-34 tahun.
4. Propinsi tujuan migran dan propinsi asst migran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. DKI Jakarta masih mempunyal daya tarik yang cukup besar untuk didatangi, meskipun akhirnya telah digeser oleh Jawa Barat.
5. Berdasarkan data tahunan, terlihat bahwa angka migrasi yang diperoleh lebih kecil. Pola migrasinya bervariasi antara migrasi keluar laki-laki dan perempuan dengan migran masuk laki-laki dan perempuan.
Di masa mendatang, ketersediaan data migrasi yang lebih rinci dan semakin komprehensif sangat dibutuhkan, sehingga dapat digunakan untuk berbagai analisis demografi, khususnya migrasi. Untuk itu disarankan agar Badan Pusat Statistik dapat mengumpulkan dala tersebut dalam Sensus Penduduk pada pertanyaan kor (inti), sehingga kesalahan sampling dapat diatasi, dan ketersediaan data untuk analisis dapat direalisasikan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chotib
"ABSTRAK
DKI Jakarta yang dikenal sebagai ibukota negara, sekaligus sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan, pusat kebudayaan, selalu mendapat tempat di mata penduduk Indonesia sebagai tempat untuk meningkatkan taraf hidup. Maka tidak heran jika angka migrasi masuk ke DKI Jakarta selama ini terbilang tinggi. Namun sejak tahun 1990, tingginya angka migrasi masuk ke DKI Jakarta ternyata diikuti juga oleh lebih tingginya angka migrasi keluar dari DKI Jakarta. Hal yang sama terlihat pula dari data SUPAS 1995 yang menunjukkan lebih tingginya angka migrasi keluar daripada yang masuk. Selama kurun waktu 1990-1995, jumlah migran risen masuk ke DKI Jakarta mencapai 595.542 orang, dan jumlah migran risen keluar dari DKI Jakarta mencapai 823.045 orang.
Kajian mengenai perilaku migran yang keluar maupun yang masuk dari dan ke DKI Jakarta akan lebih menarik bila dibahas melalui pendekatan demografi multiregional, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada aspek diriamika penduduk secara spasial. Perhitungan migrasi melalui pendekatan ini dapat diaplikasikan pada Skedul Model Migrasi, yang menggambarkan keteraturan pola migrasi menurut umur.
Temuan menunjukkan bahwa migran masuk ke DKI Jakarta lebih "labor dominant", sedangkan yang keluar lebih "child dependent". Terlihat juga kenaikan angka migrasi pada usia puncak angkatan kerja lebih tajam daripada penurunannya. Sedangkan pada usia pasca angkatan kerja, penurunan angka migrasi dari usia puncak lebih tajam daripada kenaikannya. Temuan lain juga menunjukkan bahwa intensitas migran perempuan sedikit lebih tinggi daripada migran laki-laki; intensitas migran dari dan ke perkotaan lebih tinggi daripada dari dan ke perdesaan; dan intensitas migrasi keluar lebih tinggi pada migran kelahiran luar DKI Jakarta, sedangkan intensitas migrasi masuk lebih tinggi pada migran kelahiran DKI Jakarta.

ABSTRACT
Most human populations have rates of age-specific fertility and mortality that exhibit remarkably persistent regularities. Consequently, demographers have found it possible to summarize and codify such regularities by means of mathematical expressions called model schedules. Although the development of model fertility and mortality schedules has received considerable attention in demographic studies, the construction of model migration schedules has not, even though the techniques that have been succesfully applied to treat the former can be readily extended to deal with the latter.
This research examines spatial population dynamics into and out of DKI Jakarta based on SUPAS 1995 (1995 Intercencal Population Survey). Such an examination is carried out by means of a multiregional approach, that is, an extension of demographic analysis that accounts for population at risk on migration behavior.
Applying model migration schedules, this research characterizes the migration flows between DKI Jakarta and the rest of Indonesia. , It demonstrates that out-migration from DKI Jakarta (to the rest of Indonesia) is more "child dependent", whereas in-migration (out-migration from the rest of Indonesia) to DKI Jakarta is more "labor dominant". The research also finds that the intensity of female migrants is higher than the intensity of male migrants; the intensity of urban to urban migrants is higher than the intensity of urban to rural or rural to urban migrants; and the propensity to move out of DKI Jakarta is three times as high for migrants those born outside DKI Jakarta as for migrants those born in DKI Jakarta; Similarly, the propensity to move out of the rest of Indonesia is almost seven times as high for migrants those born in DKI Jakarta as for migrants those born in the rest of Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Rosdianty
"ABSTRAK
Dengan semakin tingginya tingkat mobilitas baik nasional maupun internasional, telah mendorong banyak peneliti melakukan analisa mengenai migrasi. Sayangnya, analisis mengenai konsekuensi yang timbul dari proses migrasi penduduk masih jarang dilakukan. Analisis migrasi yang dilakukan lebih banyak kepada faktor-faktor yang terjadi sebelum terjadinya proses tersebut, tetapi analisis mengenai apa yang terjadi sesudahnya atau pengaruh yang diakibatkan proses migrasi masih jarang dilakukan.
Di Indonesia, migrasi internal antar propinsi akhir-akhir ini propinsi yang menarik untuk ditempati, karena telah banyak menarik pendatang dengan tujuan ke propinsi tersebut. Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah migran masuk dan menurunnya jumlah migran keluar. Oleh sebab itu, propinsi ini perlu mendapat perhatian pemerintah, karena pada lokasi seperti ini terjadi pertemuan berbagai suku dengan latar belakang yang beragam, sehingga sangat potensial bagi konflik antar budaya. Di Indonesia, dampak dari sentuhan terhadap etnis lain atau kontak dengan budaya lain nampak paling kritis dan sangat potensial untuk menuju pada disintegrasi nasional. Dengan mengetahui perbedaan karakteristik penduduk migran dan non migran baik keadaan sosial maupun ekonomi, diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya konflik dan kesenjangan diantara mereka. Selain itu, dengan mempelajari karakteristik migran juga diharapkan dapat diketahui apakah kedatangan mereka ke daerah tujuan akan mendatangkan perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang positif atau negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik perempuan migran dan non migran serta mengetahui apakah ada asosiasi antara rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup dan status migran serta variabel lain yang diamati. Dari hasil penelititan ini terlihat adanya perbedaan karakteristik antara perempuan migran dan non migran. Selain itu, dengan menggunakan model log-linier juga dapat dibuktikan adanya asosiasi antara jumlah anak dan status migran. Perempuan migran yang umumnya berada pada kelompok usia produktif mempunyai karakteristik sosial dan ekonomi yang umumnya lebih baik dibandingkan perempuan non migran. Dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, perempuan migran ternyata mempunyai paritas yang lebih rendah dibandingkan perempuan non migran. Hal ini kemungkinan disebabkan perempuan non migran yang sebagian besar adalah penduduk nativ Jawa Barat umumnya telah menikah pada usia muda. Penyebab utama keadaan tersebut diduga karena rendahnya pendidikan dikalangan perempuan non migran. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi penduduk khususnya perempuan non migran di Jawa Barat, maka perlu ditingkatkan pendidikan mereka. Karena pendidikan adalah salah satu faktor yang ikut menentukan dalam perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan dan pendidikan juga mempunyai arti penting bagi penundaan usia perkawinan pertama. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pendidikannya, sehingga akan menunda seseorang untuk melakukan perkawinan pertama pada usia muda."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endi Djunaedi
"Konsep Merantau mengacu pada konsep Migrasi Sirkuler, yaitu migrasi tidak tetap. Migrasi Sirkuler didefinisikan sebagai perginya penduduk keluar melewati batas administrasi desa asal pada waktu tertentu untuk mencari pekerjaan tanpa diikuti oleh perpindahan tempat tinggal.
Merantau Masyarakat Dusun Cisayong identik dengan definisi migrasi sirkuler di atas. Merantau masyarakat Dusun Cisayong berkaitan erat dengan tradisi budaya orang Tasik. Tradisi turun temurun dari satu kurun waktu ke kurun waktu lainnya. Seseorang perantau tidak saja akan menambah penghasilan, tetapi juga mendudukkan mereka pada strata yang terpandang.
Kajian ini berusaha menjelaskan faktor-faktor pendorong dan penarik merantaunya masyarakat Dusun Cisayong. Penelitian difokuskan pada satu Dusun (Kampung) dari tiga Dusun yang ada di Desa Cisayong. Penelitian lapangan yang menjadi acuan tesis ini dilakukan di Dusun Cisayong Desa Cisayong Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Lama Penelitian 12 bulan (Februari 1994 - Februari 1995) dengan efektivitas waktu tinggal 12 minggu (satu minggu per bulan). Melalui Pendekatan partisipasi terlibat dan sensus di satu Rukun Tetangga, dapatlah disimpulkan lima faktor pendorong dan satu faktor penarik. Kelima faktor pendorong tersebut adalah faktor ekologis, faktor ekonomi dan demografi, faktor pendidikan, keresahan politik dan faktor sosial. Sementara faktor penariknya adalah daya tarik kota yang menjanjikan harapan memperoleh nafkah.
Letak Dusun Cisayong secara ekologis mudah dicapai kendaraan umum roda empat ke dan dari daerah tujuan mendukung dorongan mereka untuk merantau. Sawah dan ladang yang menjadi tumpuan utama nafkah keluarga di desa makin menciut baik karena perubahan penggunaan untuk non pertanian maupun pertambahan jumlah penduduk, mendorong penduduk Dusun Cisayong untuk merantau.
Terbatasnya sarana pendidikan hanya sampai sekolah menengah pertama mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke luar desa. Keresahan politik akibat pemberontakan DI/TII ditahun lima puluhan sampai tahun tujuh puluhan membawa pengaruh terhadap penduduk untuk merantau (perantau pemula) yang kemudian kebiasaan ini diikuti pula oleh generasi selanjutnya kendati secara politik daerah mereka sudah aman. Kedudukan sosial yang berbeda antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang memiliki sawah dan tidak memiliki sawah, mendorong penduduk untuk merantau, dan kesiapan istri yang akan menggantikaii sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah selama ditinggal merantau, memperbesar semangat suami pergi merantau.
Keberhasilan perantau secara material menarik perhatian calon-calon perantau. Kekayaan dalam bentuk rumah, sawah, kolam ikan dan ternak domba hasil usaha perantau di kota, dan informasi mudahnya mencari nafkah di kota menarik penduduk untuk merantau."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Fadillah
"Gerak perpindahan penduduk atau migrasi dari suatu daerah ke daerah lainnya merupakan suatu bentuk respon atau reaksi dari adanya variasi keadaan dimana mereka berdiam / hidup. Perkembangan sosial ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, jarang sekali terjadi kesamaan. ketidaksamaan ini menimbulkan kesempatan--kesempatan yang berbeda untuk masing-masing daerah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses migrasi, sehingga permasalahannya makin rumit dan kompleks.
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa dorongan utama bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan migrasi adalah keinginan untuk memperbaiki mutu/taraf hidup, disini tersirat bahwa faktor ekonomi merupakan motivasi yang dominan dalam migrasi. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa faktor-faktor lain diluar faktor ekonomi tidak berpengaruh pada keputusan seseorang untuk melakukan migrasi; seperti persepsi seseorang atas reaksinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lain juga tidak sama. Karena itu biasanya orang akan pindah ke suatu daerah, bilamana daerah tersebut akan memberikan suatu nilai positif bagi dirinya atau keluarganya.
Tesis ini mencoha menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi proporsi tujuan migrasi keluar dari Kalimantan Selatan; yaitu ke Kalimantan Tengah, antar kabupaten dan propinsi lain mengunakan data hasil SUPAS 1985. Data yang digunakan adalah migran berdasarkan tempat tinggal 5 (lima) tahun lalu ( RECENT MIGRANT ). Sedangkan model statistik yang di pergunakan untuk memperkirakan proporsi migrasi adalah Regresi Multinominal Logistik berganda. Variabel babas yang diamati adalah : Variabel ekonomi yang digambarkan melalui PDRB perkapita, Tingkat industri, Variabel sosial demografi, yang meliputi umur, Jenis kelamin, Pendidikan, dan Status Kawin. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara umur dan jenis kelamin, PDRB perkapita dengan pendidikan.
Berdasrkan hasil analisa imperensial menggunakan model statistik Regresi Multinominal Logistik berganda, ternyata bahwa aktifitas perekonomian suatu daerah mempunyai pengaruh positif terhadap proporsi migrasi. Hal ini terlihat baik untuk migrasi antar kabupaten, ke Kalimantan Tengah, maupun ke propinsi lain.
Hasil uji statistik juga menunjukkan adanya hubungan positif antara umur dangan proposi migrasi. Pada kelompok umur muda proposi migrasi lebih besar dibanding kelompok umur tua kecuali untuk tujuan antar kabupaten, dimana proporsi migrasi kelompok umur muda sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kelompok umur tua. Namun setelah dikontrol oleh variabel kontekstual proposi umur muda menjadi lebih besar.
Berdasarkan model yang telah dianalisa juga diketahui bahwa tiidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap proporsi migrasi. Hal ini menunjukan antara laki--laki dan perempuan mempunyai proposi yang hampir tidak jauh berbeda baik sebelum maupun setelah di kontrol oleh variabel kontekstual.
Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikan, baik sebelum maupun sesudah dikontrol oleh variabel kontekstual, proporsi migrasi menunjukan selalu di dominasi oleh kelompok berpendidikan lebih kecil SD ( < SD ) dihandingkan dengan kelompok pendidikan lebih tinggi."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Wesli
"Sejumlah peneliti mengajukan argumen bahwa motif utama penduduk melakukan migrasi adalah harapan yang bersifat ekonomi. Akan tetapi dalam studi ini ingin ditunjukkan bahwa keputusan yang dipertimbangkan oleh calon migran tidak hanya bersifat dikotomi - pindah atau tidak - tetapi lebih bervariasi, sebagaimana ditunjukkan oleh tujuan perpindahan yang dilakukan.
Dalam studi ini tujuan-tujuan migrasi dikelompokkan secara garis besar menjadi tujuan pasar kerja dan non pasar kerja, dan determinan yang mempengaruhi pilihan-pilihan tujuan migrasi tersebut adalah faktor-faktor sosio-demografis migran,jarak perpindahan. dan adanya relasi migran di tempat tujuan. Tujuan pasar kerja dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu tujuan bekerja atau sudah mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan. dan tujuan mencari pekerjaan. Sedangkan tujuan non pasar kerja dikelompokkan menjadi kelompok migran tujuan pendidikan/pelatihan. ikut keluarga dan tujuan lainnya.
Dengan menggunakan konsep perpindahan antar desa/kelurahan dan batas waktu tinggal enam bulan di tempat tujuan hasil tabulasi data Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) tahun 1993 menunjukkan bahwa 47.8 persen responden-vang berusia 15 tahun atau lebih pada saat survei pernah melakukan perpindahan melintasi batas desa/kelurahan. Tidak ada perbedaan persentase yang mencolok antara migran perempuan dan laki-laki, karena persentase migran perempuan mencapai 49,5 persen. Sedangkan komposisi umur migran pada waktu melakukan perpindahan pertama kali, 83,5 persen migran pindah pada saat berusia muda atau 15-29 tahun, dan hanya 16,5 persen melakukan perpindahan pertama pada saat berusia 30 tahun lebih.
Tanpa memperhatikan variabel-variabel lain, tujuan migrasi penduduk usia kerja di Indonesia berdasarkan SAKERTI 1993 sebagian besar adalah tujuan non pasar -kerja. Hanya sekitar 25 persen tujuan migrasi penduduk usia kerja di Indonesia untuk 'bekerja' dan 'mencari pekerjaan', sedangkan 75 persen lainnya termasuk dalam kategori tujuan non pasar kerja. Jika diperhatikan jenis kelamin, tujuan non pasar kerja migran perempuan lebih rendah dibanding dengan migran laki-laki. Hanya sekitar 11 persen migran perempuan yang melakukan migrasi pertama karena 'bekerja' atau 'mencari pekerjaan'. sedangkan pada migran laki-laki tujuan pasar kerja cukup besar, yaitu mencapai 38,0 persen. Selain itu hasil tabulasi dalam studi ini menunjukkan hampir 74 persen migran yang melakukan perpindahan pertama memiliki relasi di tempat tujuan.
Tingkat pendidikan yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kemampuan migran untuk menganggur. dan tingkat pendidikan yang makin tinggi dianggap akan meningkatkan kemampuan migran untuk menganggur. Akan tetapi studi ini menghasilkan, disamping probabilitas mencari pekerjaan cukup kecil, ternyata probabilitas migrasi tujuan mencari pekerjaan cenderung makin kecil jika tingkat pendidikan migran makin tinggi. Seperti diduga, status belum kawin waktu melakukan perpindahan, akan meningkatkan probabilitas tujuan migrasi mencari pekerjaan, mengikuti pendidikan/pelatihan, dan memperkecil probabilitas migrasi tujuan non pasar kerja. Berbeda dengan dugaan semula, migrasi tujuan bekerja ternyata makin kecil probabilitasnya pada kelompok migran sudah kawin. Kemudian jarak perpindahan yang makin jauh diduga akan menyebabkan migrasi tujuan bekerja meningkat, tampak sesuai dengan hasil studi ini. Akan tetapi berbeda dengan dugaan, jarak yang makin jauh ternyata tidak memperkecil migrasi tujuan mencari pekerjaan. Sedangkan pengaruh adanya relasi migran di tempat tujuan menunjukkan bahwa adanya relasi di tempat tujuan meningkatkan migrasi tujuan bekerja, mencari pekerjaan, dan mengikuti pendidikan/pelatihan, tetapi mengurangi probabilitas migrasi tujuan ikut keluarga."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayat Karyana
"Pada tahun 1995 telah mulai diperkenalkan oleh Ananta dan Anwar suatu pengukuran migrasi yang relatif Baru untuk kasus di Indonesia yaitu indeks migrasi atau GMR (Gross Migra-Production Rate) yang merupakan penjumlahan dari ASMR (Age Specific Migration rate). Ada 2 jenis indeks migrasi yaitu indeks migrasi keluar atau GOMR (Gross Out Migra-Production rate) dan indeks migrasi masuk atau GIMR (Gross In-Migra-Production Rate). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1980 dan 1990, Ananta dan Anwar (1995) menghitung indeks migrasi keluar (GOMR) dan indeks migrasi masuk (GIMR) per propinsi.
Indeks migrasi keluar (GOMR) per propinsi belum melihat tujuan propinsi migran, dan indeks migrasi masuk per propinsi belum melihat asal propinsi migran. Indeks migrasi yang dapat melihat asal propinsi dan tujuan propinsi migran sekaligus adalah indeks migrasi antar propinsi.
Dalam tesis ini mencoba membuat proyeksi indeks migrasi antar propinsi di Indonesia untuk tahun 1990-1995. Proyeksi indeks migrasi yang dimaksud adalah proyeksi indeks migrasi keluar antar propinsi penduduk laki-laki, proyeksi indeks migrasi keluar antar propinsi penduduk perempuan, proyeksi indeks migrasi masuk antar propinsi penduduk laki-laki dan proyeksi indeks masuk antar propinsi penduduk perempuan.
Untuk dapat membuat proyeksi tersebut data yang diperlukan adalah : 1) Banyak migran keluar (total) per propinsi menurut kelompok umur dan jenis kelamin dari Sensus Penduduk 1980 dan 1990, 2) Banyak migran keluar dari satu propinsi ke propinsi lainnya menurut jenis kelamin dari Sensus Penduduk 1980 dan 1990, dan 3) ASOMR dan ASIMR per propinsi menurut jenis kelamin tahun perode 1975-1980 dan 1985-1990.
Dengan adanya data tersebut di atas metoda proyeksi yang dicoba diajukan oleh penulis dengan langkah-langkahnya adalah:
1. Proyeksi banyak migran keluar per propinsi tahun 1990-1995 yang berumur 5 tahun ke atas
2. Proyeksi banyak migran keluar per propinsi tahun 1990-1995 yang berumur 0-4 tahun
3. Proyeksi banyak migran keluar dari propinsi a menurut kelompok umur tahun 1990-1995
4. Menghitung distribusi proporsi migran keluar dari propinsi a ke propinsi-propinsi lainnya
5. Proyeksi banyak migran keluar antar propinsi untuk kelompok umur u tahun 1990-1995
6. Proyeksi Indeks Migrasi.
Suatu proyeksi hanya akan benar (terjadi) jika dan hanya asumsi yang diajukan benar-benar terjadi. Di sini asumsi yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Banyak migran keluar dari tiap propinsi ke luar negeri sedikit sekali. Asumsi ini diperlukan karena dari hasil pengolahan baik oleh BPS ataupun Lembaga Demografi FE UI tidak ada datanya. Kalaupun kenyataannya ada, diharapkan jumlah migran keluar selama periode 1990-1995 sedikit dibanding dengan jumlah migrasinya.
2. Angka pertumbuhan banyak migran keluar per propinsi menurut jenis kelamin pada tahun periode 1990-1995 mengikuti angka pertubuhan pada periode sebelumnya.
3. Pola distribusi migran keluar dari satu propinsi ke 26 propinsi lainnya, dan Pola distribusi migran keluar menurut kelompok umur pada tahun periode 1990-1995 mengikuti pola pada tahun periode sebelumnya, serta Pole distribusi migran keluar menurut kelompok umur mengikuti totalnya.
Dari hasil proyeksi antara lain dapat disimpulkan bahwa :
1. Asal dan tujuan migran dari dan ke propinsi-propinsi belum merata, yang mencerminkan masih terkonsentrasinya ke beberapa propinsi saja.
2. Meskipun DKI Jakarta tidak lagi selalu jadi tujuan utama migran, namun ternyata propinsi-propinsi di pulau Jawa masih mempuyai indeks migrasi masuk yang besar.
3. Indeks migrasi penduduk perempuan tidak selalu lebih rendah dari pada indeks migrasi penduduk laki-laki, baik untuk indeks migrasi keluar maupun untuk indeks migrasi masuk."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabir Ahmad
"Sulawesi Tenggara yang setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yakni untuk tahun 1980-1985 angka pertumbuhan rata-rata mencapai sebesar 3,52 per sen per tahun. Angka ini bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk Indonesia dalam periode yang sama (1980-1985) sebesar 2,13 per sen, maka laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara masih jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia. Tingginya angka pertumbuhan tersebut diperkirakan salah satu penyebab adalah besarnya perpindahan penduduk dari daerah lain di Indonesia masuk ke Sulawesi Tenggara yakni, migrasi masuk pada tahun 1980 adalah sebesar 11,1 per sen dari jumlah penduduk Sultra pada tahun tersebut. Sedangkan tahun 1985 migrasi masuk adalah sebesar 14,3 per sen dari jumlah penduduk Sultra.
Untuk melihat arus perpindahan tersebut serta dampaknya terhadap produktivitas penduduk Sultra, maka dalam studi ini dilakukan dua pendugaan dengan tujuan yaitu, pertama, ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menarik migrasi masuk dan keluar ke dan dari daerah Sulawesi Tenggara. Ke dua, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, serta kaitannya dengan migrasi. Terakhir ini akan diungkapkan secara deskriptif.
Dalam menunjang pendugaan di atas, maka digunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan data Agregat yang diperoleh dari publikasi Biro Pusat Statistik berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971, 1980, SUPAS 1985 dan SAKERNAS 1976, serta Sulawesi Tenggara Dalam Angka.
Dari dua pendugaan yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, faktor yang mempengaruhi tingkat migrasi masuk dan keluar di Sulawesi Tenggara yakni; Industrialisasi, Urbanisasi, Tingkat kesempatan kerja, Kualitas penduduk (penduduk yang berpendidikan tamat SLTA dan Akademi/peguruan tinggi), Kepadatan penduduk, Jarak dan Dummy dengan indikator; 1 untuk migrasi keluar dan 0 untuk migrasi masuk.
Dari variabel tersebut di atas bila dilihat secara relatifitas antara daerah asal dan daerah tujuan (Sulawesi Tenggara), madan nampak bahwa:
1. Industrialisasi di daerah asal lebih menarik relatif terhadap Sultra, sehingga tingkat migrasi masuk ke Sultra menjadi berkurang dan tingkat migrasi keluar cenderung semakin besar.
2. Urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal pertumbuhannya lebih tinggi relatif terhadap Sultra, sehingga Sultra lebih menarik relatif terhadap daerah asal. Akibatnya tingkat migrasi masuk semakin besar dan migrasi keluar semakin berkurang. Nadi semakin tinggi tingkat urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin besar tingkat migrasi.masuk ke Sultra. Urbanisasi dapat memiliki hubungan positif dan negatif terhadap migrasi.
3. Tingkat kesempatan kerja pertumbuhannya lebih cepat di Sultra bila dibandingkan daerah asal, maka hal ini lebih baik dan lebih menarik di Sultra relatif terhadap daerah asal, sehingga tingkat migrasi cenderung meningkat, dan migrasi keluar semakin berkurang.
4. Proporsi penduduk yang berpendidikan tamat SLTA berhubungan negatif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang keluar. lni relevan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan (kualitas) penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin sedikit migran masuk, sebab semakin tinggi kualitas akan semakin tinggi pula produktivitasnya pada akhirnya pendapatannya akan semakin tinggi pula. Sedangkan untuk proporsi penduduk tamat Akademi/perguruan tinggi mempunyai arah yang berbeda yakni, berhubungan positif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang ke luar. Ini menolak hipotesis yang diajukan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sulawesi Tenggara semakin besar pula tingkat migrasi masuk ke Sultra. Hal terjadi sebab, proporsi penduduk yang berpendidikan tinggi (tamat akademi/perguruan tinggi) di daerah asal lebih tinggi relatif terhadap Sultra. Berarti peluang bagi migran yang berpendidikan tinggi untuk meningkatkan produksi dan penghasilan masih terbuka lebar di daerah Sultra.
5. Jarak antara daerah asal (Sultra) dengan daerah Sultra (tujuan) memiliki hubungan negatif. Jarak merupakan proksi dari baiay transportasi, opportunity cost, phsychic cost. Untuk itu, semakin jauh jarak antara daerah asal (Sultra) dan Sultra (tujuan) semakin sedikit tingkat migrasi masuk dan keluar dari dan ke Sultra.
Ke dua, dengan menggunakan alpha 5 per sen, variabel yang berpengaruh (signifikan) terhadap produktivitas tenaga kerja adalah urbanisasi, dan kualitas penduduk (kecuali kematian bayi). Sedangkan variabel industrialisasi, dan pengeluaran pemerintah signifikan pada tingkat kepercayaan (alpha) 10 per sen. Variabel tersebut memiliki hubungan masing-masing urbanisasi negatif, kualitas tenaga kerja, industrialisasi, dan pengaluaran positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini (kecuali urbanisasi) menunjukkan bahwa semakin tinggi variabel tersebut akan semakin tinggi pula produktivitas tenaga kerja. Sedangkan variabel urbanisasi, semakin tinggi variabel ini akan semakin mengurangi produktivitas tenaga kerja.
Secara deskriptif memperlihatkan bahwa migran lebih banyak yang berpendidikan tamat perguruan tinggi, sedang non migran kebanyakan terkosentrasi pada jenjang pendidikan maksimal tamat SLTA. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja migran, lebih tinggi jika dibandingkan dengan non migran. Dan tenaga kerja migran memberi sumbangan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja Sultra. Sebagai bukti yakni, di satu pihak jumlah migrasi masuk (absolut) meningkat setiap periode, di pihak lain produktivitas tenaga kerja juga meningkat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T34
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akrom
"Fenomena migrasi yang terjadi di daerah Panguragan, Cirebon. Fenomena migrasi tersebut merupakan bagian dan gejala yang muncul di Jawa Barat maupun di daerah lainnya. Masalah pokok yang menjadi perhatian studi ini adalah pertama Bagaimana pola migrasi yang difokuskan pada pola kepulangan/balik ke kampung. Kedua, bagaimana keterkaitan dimensi sosio-kultural masyarakat Panguragan dengan proses migrasi. Dan ketiga dampak migrasi terhadap proses pertumbuhan sosio-ekonomi daerah asal.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus. Informasi diperoleh dari 10 orang informan dengan pendekatan participant observation. Mereka terdiri dari 5 warga perantau, 3 pejabat pemerintah desa dan 2 tokoh masyarakat.
Studi ini didasarkan pada tesis bahwa "seorang migran mempunyai komitmen terhadap kampung halamann. Pelbagai cara dan bentuk seorang migran mengungkapkan kesetiaannya terhadap kampung halaman. Dari cara dan bentuk bentuk ungkapan tersebut akan menimbulkan pelbagai dampak di kampung halaman. Tentunya studi ini tidak mengesampingkan keterkaitkan dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi dewasa ini.
Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa pola balik/pulang yang biasa dilakukan oleh masyarakat Panguragan. Mereka pulang pada waktu; 1) lebaran Idul Fitri, 2) acara maulidan pada bulan Maulud, 3) musim panen padi, 4) 3-4 kali dalam setahun bagi yang di Jabotabek dan 1-2 kali dalam setahun bagi yang di luar Pulau jawa, 5) apabila ada keperluan mendadak, 6) jika ada pemilihan kepala desa dan, 7) pulang dengan membawa barang rongsok dari rantau. Bentuk remiten yang dilakukan sebagian masyarakat Panguragan cukup unik, tidak hanya uang yang dibawa tetapi barang dagangan yang berpeluang mendatangkan keuntungan di daerah asal juga menjadi sesuatu yang bernilai lebih dari sekedar uang untuk di bawa pulang. Bukan hanya kota yang menjadi sasaran transaksi bisnis tetapi juga daerah asal mereka. Ada kecenderungan keterkaitan antara proses migrasi dan kondisi sosio-kultural masyarakat Panguragan, yaitu ; 1) retigiusitas seorang migran, 2) nilai, norma atau aturan (tatakrama) yang berlaku di dalam masyarakat Panguragan, 3) terjaganya keharmonisan interaksi antara perantau dengan masyarakat dan pemerintah daerah lokal maupun di daerah rantau, dan 4) adanya tekanan psikologis dari orang tua.
Mobilisasi dari sebagian masyarakat Panguragan membawa pelbagai perubahan, seperti perubahan dalam 1) keterbukaan dalam perbedaan pendapat, 2) lebih berfikir ke masa depan, 3) ekonomi subsitensi telah ditinggalkan, cara berfikir ekonomi modern telah mendominasi,) 4) semangat kerja semakin meningkat dan, 5) kepekaan sosial terhadap kondisi masyarakat daerah asal semakin meningkat.
Perubahan yang terjadi dari aspek sosial dicirikan dengan naikya status sosial mereka di tengah-tengah masyarakat. Dan aspek ekonomi nampak dengan banyaknya Para perantau yang sukses. Keberhasilan yang disimbolkan dengan kepemilikan materi pribadi yang menonjol. Dan aspek pemikiran adalah cara bertikir modern lebih mendominasi gaya berfikir mereka. Kebiasaan pulang panen pun sudah mulai ditinggalkan. Namun dalam bersikap yang dianggap relatif negatif oleh masyarakat kampung halaman ada kecenderungan tidak mengalami perubahan. Artinya sikap mereka sejauh ini tidak mengalami perubahan yang berarti.
Dampak lain dari proses migrasi terhadap pertumbuhan daerah asal adalah terwujudnya sarana-sarana umum seperti, pembangunan/renovasi masjid, mushola-mushola, pembangunan jalan umum, setapak, gang, saluran irigasi, pembangunan rumah-rumah jompo dan aksi-aksi sosial lainnya. Aksi sosial tersebut, seperti khitanan masal, santunan fakir miskin dan anak yatim. Kegiatan ini dilakukan baik melalui partisipasi individu migran maupun perkumpulan-perkumpulan migran yang cenderung semi organisasi dan sarat dengan nuansa religius."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Darmawan
"Migrasi (perpindahan penduduk) sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai "center back" (alasan utama) keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.
Tujuan dari peneiitian ini adalah untuk mengetahui pola migrasi yang terjadi antar provinsi di Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, yang secara khusus faktor-faktor ekonomi yang digunakan dalam tesis ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pengangguran, perlu dilakukan perhitungan terhadap proporsi migrasi yang dipengaruhi faktor-faktor ekonomi tersebut.
Analisis yang digunakan untuk dapat melakukan perkirakan perubahan proporsi migrasi antar provinsi di Indonesia adalah dengan menggunakan Model Hybrida, yaitu model gravitasi yang sudah dimodifikasi sedemikian sehingga analisis hanya berpedoman pada sate perubahan indikator ekonomi saja. Karena data migrasi di Indonesia bersumber dari Sensus Penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan diantara dua sensus, maka Model Hybrida yang dikemukakan dalam tesis ini mengacu pada data dengan periode 5 tahunan.
Hasil analisis yang dilakukan untuk masing-masing indikator ekonomi menunjukan ketiganya mempunyai pengaruh yang signifikan dan bila ketiganya dianalisis secara bersama-sama ternyata indikator ekonomi Pengangguran menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap migrasi yang terjadi. Namun demikian dari kedua tahap analisis yang dilakukan, indikator ekonomi UMP menunjukan hasil yang sama yaitu tidak sesuai perkiraan semula karena migran justru cenderung menuju provinsi yang mempunyai UMP lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya. Hasil itu diduga karena dalam analisis ini migran tidak dikelompokan menurut umur, terutama umur pekerja, disamping itu alasan migran melakukan migrasi seperti alasan pendidikan, pernikahan, keluarga dan lain-lainnya turut mempengaruhi hasil tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>