Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158029 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Firman Sampurna
"Pengelolaan Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) yang secara administratif terdiri dari PAD dan PBB selama ini cenderung belum dilakukan secara optimal. Padahal dengan pengelolaan yang lebih baik PDS mempunyai potensi untuk lebih berperan dalam membiayai pembangunan daerah. Dalam rangka mengetahui potensi pengembangan yang dimiliki PDS tersebut akan diteliti bagaimana kontribusi PDS terhadap APBD dan Pendapatan Regional, yang sekaligus merupakan tujuan dari penutisan tesis ini. Untuk keperluan itu kemudian dipilih PDS Kotamadya Palembang sebagai subyek penelitian ini. Selain itu, dalam rangka mengetahui potensi pengembangan PDS secara lebih komprehensif selanjutnya diteliti pula, perbandingan perkembangan PDS dengan sumber penerimaan daerah lainnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi porsi PDS dalam total Penerimaan Daerah.
Dalam mengembangkan analisis, penelitian ini akan menggunakan beberapa teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan pada dasarnya adalah gabungan dari teknik analisis deskriptif kuantitatif dan kuantitif Tenik analisis kuantitif yang digunakan adalah formula pertumbuhan, analisis regresi dan korelasi. Sedangkan untuk mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi porsi PDS dalam total penerimaan daerah, akan digunakan analisis upaya fiskal (fiscal effort), kapasitas fiskal (fiscal capacity) dan indeks kinerja fiskal (fiscal performance index).
Dari hasil analisis ditunjukan bahwa kontribusi PDS terhadap APBD cukup berarti, namun kontribisi PDS terhadap Pendapatan Regional masih sangat kecil. Sedangkan, hasil analisis perbandingan PDS dengan sumber penerimaan daerah menunjukkan bahwa kontribusi PDS masih berada dibawah Sumbangan dan Bantuan. Meski demikian trend kontribusi Sumbangan dan Bantuan terus mengalami penurunan. Sebaliknya trend kontribusi PDS menunjukan peningkatan, yang berarti PDS cukup berpotensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Porsi PDS dalam total penerimaan daerah antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pajak daerah yang sebagian besar adalah less tax atau minor tax, belum optimalnya upaya fiskal yang dilakukan oleh administrasi pembangunan daerah Kotamadya Palembang yang diperlihatkan melalui indeks kinerja fiskal yang cenderung menurun dan adanya sifat ketergantungan terhadap alokasi bantuan pusat.
Berdasarkan hasil penelitian disusun rekomendasi saran yang pada dasarnya merupakan gagasan mengenai optimasi PDS. Secara umum saran-saran tersebut, terdiri dari optimalisasi manajemen penerimaan daerah dan perluasan obyek penerimaan PDS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartono
"Kondisi Desa-desa setelah berlakunya Undang-undang Nomal 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa yang mengatur segi pemerintahannya; pada umumnya pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Desa masih dibawah standar karena rendahnya sumber-sumber pendapatan Desa di masing-masing Desa yang sumber-sumbernya telah ditetapkan dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa.
Walaupun disinyalir banyak dana-dana yang mengalir ke Desa-desa namun dana-dana tersebut tidak diperuntukkan bagi penyelenggaraan pemerintahan Desa. Tugas-tugas Pemerintah Desa yang berasal dari pemerintah atasnya kebanyakkan tidak disertai dana yang memadai; disamping itu tugas Pemerintah Desa untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri masih perlu dana, akibatnya beban Pemerintah Desa sangat berat. Dalam upaya meningkatkan pendapatan Desa yang bertujuan agar dapat membiayai kebutuhan lain dan pembangunan serta dapat melaksanakan tugas-tugas yang diberikan dari Pemerintah atasnya.
Pemerintah Desa menghadapi permasalahan yaitu terbatasnya dana yang dimiliki oleh Pemerintah Desa. Keberhasilan peningkatan pendapatan Desa dapat diwujudkan apabila mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan Desa oleh karena itu dalam Tesis ini mencari Faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan pendapatan Desa. Setelah mengetahui kemudian menganalisis faktor-faktor tersebut terhadap pendapatan Desa. Mengingat keterbatasan dana, waktu dan tenaga Penelitian ini membatasi empat faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan Desa, yaitu : 1) Kepemimpinan, 2) Motivasi, 3) Struktur Organisasi dan 4) Komunikasi.
Tesis ini berhasil membuktikan bahwa : Variabel Kepemimpinan (X1) dengan Pendapatan Desa (Y). Variabel Motivasi (X2) dengan Pendapatan Desa (Y). Variabel Struktur Organisasi (X3) dengan Pendapatan Desa (Y). Variabel Komunikasi (Xa) dengan Pendapatan Desa (Y). Masing-masing Variabel (X1) (X2) (Xi) dan (XI) dengan (Y) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Secara parsial masing-masing Variabel (X) dengan Variabel (Y) mempunyai hubungan murni walaupun dikontrol secara bersama-sama oleh Variabel yang lain, Secara bersama-sama pula variabel (X1) (X2) (X3) dan Xd) mempunyai hubungan dengan Variabel Pendapatan Desa (Y). Dari analisis determinasi Variabel bebas (X) berpengaruh 83, 94 q/o terhadap variabel (Y)."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T2406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyidin
"Pendapatan rumah sakit merupakan hasil aktifitas kegiatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, salah satunya adalah pelayanan rawat inap pasien peserta wajib PT. Askes. Yang menjadi nilai terhadap pelayanan tersebut adalah tarif yang berlaku, terhadap pasien Askes berdasarkan SKB tahun 2002 dalam bentuk pelayanan paket.
Belum diketahuinya selisih pendapatan antara Tarif Askes dan tarif Perda, maka tidak diketahui apakah pembayaran dari PT. Askes kepada RSUZA terhadap pelayanan perawatan paserta Askes dengan tarif SKB lebih besar atau lebih kecil dari tarif Perda. serta belum diperolehnya formulasi yang tepat dalam penetapan Tarif Tambahan terhadap pasien Askes yang pindah kelas perawatan ke kelas yang lebih tinggi dari jaminannya, sehingga memberikan peningkatan terhadap pendapatan rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya selisih pendapatan rumah sakit dari pelayanan paket rawat Inap pasien Askes dengan tarif Askes di bandingkan dengan Tarif Perda. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan melakukan analisa dari data primer dan skunder, untuk mendapatkan gambaran jumlah pelayanan yang termasuk dalam komponen paket rawat inap peserta Askes, serta selisih pendapatan antara tarif Askes dan Tarif Perda.
Hasil penelitian diperoleh peserta Askes yang telah selesai dirawat di RSUZA sebanyak 526 orang, yang terdiri dari jaminan Kelas III 174 orang, Kelas II 261 orang, dan Kelas 191 orang, yang dirawat di kelas perawatan Kelas III, Kelas 11, Kelas I dan Kelas Utama. Dari jumlah tersebut diperoleh hari rawat sebanyak 3.674 hari, yang terdiri dari perawatan Kelas III 20%, Kelas II 32%, Kelas I 31% dan Kelas Utama 17%.
Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa : (1) Tarif Askes belum semuanya sesuai dengan tarif Perda, terutama tarif perawatan Kelas I. Dari Jumlah Pendapatan diperoleh selisih sebanyak Rp. 8.493.600,-. Dengan demikian untuk menyesuaikan dengan tarif Perda, khusus Kelas I per1u biaya dari peserta Askes sebanyak Rp. 7.412,- perhari rawat dalam bentuk paket. (2) Secara keseluruhan Tarif Askes menimbulkan dampak terhadap penadapatan RSUZA, dengan selisih Rp. 31.647.900,-lebih banyak dengan tarif Perda. (3) Dengan adanya perpindaham peserta ke kelas perawatan yang lebih tinggi dari jaminannya memberikan tambahan terhadap pendapatan RSUZA, dihitung dengan tarif Askes Rp. 69.470.000, dan dihitung dengan Tarif Perda Rp.131.496.400,- (4) Tarif Tambahan yang rasional terhadap peserta Askes yang pindah ke kelas perawatan yang lebih tinggi, dalam bentuk paket perhari sebagai berikut : Jaminan Perawatan Kelas III ; ke Kelas II Rp. 28.084,-, ke Kelas I Rp. 56.177,-ke Kelas Utama Rp. 107.685,-, dari Kelas II ; ke Kelas I Rp, 26.256,-, ke Kelas Utama Rp. 80. 055,- dan dari Kelas I ke Kelas Utama Rp. 53.272,﷓
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut : (1) Agar RSUZA hendaknya pengajuan penyesuaian Perda tarif (2) Hendaknya RSUZA segera melakukan analisa biaya, perhitungan unit cost dan Neraca rumah sakit. (3) Sebagai dasar daiam menetapkan tarif tambahan terhadap pasien yang pindah kelas perawatan, agar RSUZA menggunakan selisih perbedaan dalam tarif Askes. Kecuali tidak ada dalam tarif Askes, dapat menggunakan selisih berdasarkan tarif Perda. (4) Untuk meminimalkan adanya tindakan pelayanan yang tidak tercatat dan terdata oleh unit pelayanan, RSUZA segera mengoperasionalkan SIM dan Billing syrtim. (5) Untuk meningkatkan dan mempertahankan jumlah pasien, hendaknya pihak manajemen RSUZA melakukan evaluasi terhadap kebutuhan dan keinginan pasien, serta terus menerus melakukan peningkatan kualitas dan pengembangan pelayanan. (6) Kepada PT. Askes agar menyesuaikan tarif pelayanan paket rawat inap Askes, minimal sama dengan biaya komponen pelayanan yang termasuk paket tersebut. Sehingga tidak terlalu jauh dengan biaya nil rumah sakit. (7) Kepada Legislatif dan Pemda agar menetapkan rancangan tarif yang diajukan oleh RSUZA menjadi perlu, dan segera merealisasikan RSUZA menjadi rumah sakit swadana/swakelola. (8) Kepada peneliti lain hendaknya melakukan penelitin mengenai Unit Cost RSUZA dan faktor-faktor yang menyebabkan peserta Askes pindah kelas perawatan ke kelas yang lebih tinggi dari jaminan Askesnya.

Analysis on Gap of Income of Hospice Care Package Among Participant of PT Askes in Dr Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh Year 2003Hospital income is a result of public health care activities, among other is hospice care package of PT Askes participant. The value of the care is reflected in tariff, which for Askes patient is based on SKB year 2002 in term of care packages.
There is no information available on the gap between income from Askes tariff and from Local Government (Perda) tariff, thus it is unknown whether payment from PT Askes to Zainoel Abidin General Hospital (ZAGH) for Askes patient using SKB tariff is bigger or smaller than if suing Perda tariff. There is no proper formulation on additional tariff for Askes patient who move to higher class than its assurance, as to provide additional income for hospital.
This study aims to know the gap between Askes tariff compared to Perda tariff for hospice care package. This study is descriptive using primary and secondary data analysis to obtain information on number of care which included in Askes patient hospice care package, and the gap between Askes tariff and Perth tariff.
The study showed that there were 562 Askes patient who had completed health care in ZAGH, consisted of 174 patients in Class III assurance, 261 patients in Class II, and 91 patients in Class 1. They took hospice health care in Class H, Class II, Class I, and VIP Class. There were 3674 care days, 20% Class III, 32% Class II, 31% Class 1, and 17% VIP Class.
This study concludes that (1) Not all Askes tariff was in accordance to Perda tariff, particularly for Class I care. Based on income, there was gap as many as Rp 8 493 600,-. Therefore, to adjust with Perda tariff, for Class I there is a need to collect cost from Askes participant of Rp 7 412,- per day in package form (2) Overall, Askes tariff had impact on ZAGH income, with difference of Rp. 31 647 900 less than Perda tariff (3) Movement of patient toward higher class of care provided additional income for ZAGH of Rp. 69 470 000 based on Askes tariff and of Rp 131 496 400,- based on Perda tariff (4) Rational extra tariff for Askes participant who move to higher care class in form of package per day is as follow: From Class HI to Class II Rp 28 084,-; to Class I Rp 56 177,-; to Vip Class Rp 107 685,-; From Class H to Class 1 Rp 26 256,-; to Vip Class Rp 80 055,-; From Class I to Vip Class Rp 53 272,-.
Based on the result, it is suggested to: (1) ZAGH should propose adjustment of Perda tariff. (2) ZAGH should conduct cost analysis, unit cost calculation, and balance immediately. (3) Difference in Askes tariff should be used as a basis to determine extra tariff for those who move to higher care class, except for tariff not included in Askes tariff then difference in Perda tariff is to be used. (4) ZAGH should operate Management Information System and Billing System to minimize unrecorded service. (5) ZAGH management should evaluate patient's need and demand to increase and maintain number of patient, and to improve the quality and development of care continuously. (6) PT Askes should adjust their package tariff, at least similar to component cost included in the package. (7) Legislative and government should authorize tariff proposed by ZAGH as Perda (local government rule), and should implement ZAGH as self-funded and self management hospital immediately. (8) Other researchers should conduct studies on ZAGH unit cost and factors causing Askes participants
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiya Nurpranita
"Laporan magang ini bertujuan untuk mengevaluasi pengakuan dan pencatatan pendapatan akrual bunga di PT A yang merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang manufaktur dan jasa serta melakukan refleksi diri atas pengalaman magang. Evaluasi pengakuan dan pencatatan pendapatan akrual bunga berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku serta perhitungan dan pengklasifikasian berdasarkan PSAK 71. Komponen aktivitas pengakuan dan pencatatan yang dievaluasi terdiri dari perhitungan pendapatan bunga yang akan di akrual dan pencatatan jurnal pendapatan bunga deposito dalam SAP. Dari evaluasi yang dilakukan, PT A telah menjalankan pengakuan pendapatan akrual dan pencatatannya dengan baik. Setelah melakukan refleksi diri atas pengalaman magang, hal yang harus ditingkatkan kembali adalah pengalaman bekerja dan kepercayaan diri. Dengan tindak lanjut untuk menjalankan perencanaan jangka panjang dan berkarir

This internship report aims to disclose the recognition and recording of interest accrued income at PT A, which is one of the state-owned companies engaged in manufacturing and services as well as conducting themselves on internship experiences. Recognition and recording of interest income based on applicable accounting and calculation and classification based on PSAK 71. The recognition and recording component consists of calculating interest to be accrued and recording interest income on deposits in SAP. From the evaluation carried out, PT A has carried out the recognition of accrued income and its recording properly. After self-reflection on the internship experience, the things that must be improved again are work experience and self-confidence. With follow-up to carry out long-term planning and career."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Riduansyah
"Penerimaan Asli Daerah (PAD) sangat signifikan kontribusinya terhadap APBD dalam membiayai berbagai pengeluaran pemerintah daerah dengan rata-rata kontribusinya sebesar 55,71% setiap tahunnya. Besaran kontribusi PAD secara nominal terus mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhan secara prosentase berfluktuasi. Sedangkan pengalokasian pengeluarannya dalam APBD terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dengan tingkat pertumbuhan yang berbeda terhadap masing-masing pengeluaran tersebut.
Dalam analisis terhadap komponen pembentuk PAD terlihat perbedaan kontribusi dari masing-masing komponen tersebut. Pajak dan Retribusi Daerah merupakan penyumbang terbesar dalam PAD dengan kontribusi rata-rata sebesar 79,36% dan 13,55%. Sementara 3 (tiga) komponen lainnya, yaitu Laba BUMD; Penerimaan Dinas-Dinas dan Penerimaan Lain-lain hanya memberikan kontribusi rata-rata sebesar 1,96%, 0,27% dan 4,87%. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi PAD terhadap total penerimaan daerah adalah adanya jalinan yang erat antara eksekutif dengan legislatif; adanya potensi pajak dan retribusi daerah yang besar; adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan profesionalisme yang handal ; adanya kesadaran wajib pajak dalam melunasi kewajibannya; dan adanya dukungan sistem administrasi dan institusi yang handal.
Disamping faktor-faktor tersebut di atas, ada faktor lain yang perlu diperhatikan oleh aparatur pemerintah DKI Jakarta agar penerimaan PAD dapat terus ditingkatkan, yaitu : faktor pemberdayaan BUMD ; peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan daerah dan perlunya membangun hubungan baik dengan pemerintah pusat dalam pengelolaan berbagai pajak yang terkait dengan pemerintah pusat tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muzakkir
"Topik keuangan daerah selalu menarik lantaran keuangan daerah menjadi suatu variabel utama untuk mengukur derajat otonomi daerah. Banyak sudah observasi yang sampai pada pendapat bahwa lemahnya pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia hampir semuanya akibat dari rendahnya pendapatan asli daerah sendiri, sehingga daerah-daerah menjadi tertinggal karena tidak mampu mengadakan sendiri komoditas publiknya. Minimnya PADS berawal dari terbatasnya kekuasaan atau kewenangan daerah menguasai aset produktif setempat, dan ini seolah given bagi daerah, terufama Dati II. Ini berkait langsung dengan pelaksanaan UU No.32/1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dan Daerah Otonom yang sedemikian rupa membatasi ekstensifikasi jenis PADS kecuali yang telah ditentukan oleh undang-undang tersebut. Undang-undang itu memang telah dicabut bulan Mei 1999 dan diganti dengan UU PKPD yang baru, namun pada tataran praktis belum ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya progress, sehingga daerah tetap saja seperti masih berada di era lama.
Apa yang dapat dilakukan pemerintah (Pusat Dati I dan Dati II) adalah menggelar kebijakan perpajakan daerah yang bersifat teknis, dalam hal ini memperbaiki metode pemungutan pajak dan retribusi, seperti aplikasi RIAP. Dengan demikian, ada asumsi bahwa rendahnya pendapatan asli Dati II bukan semata soal kurangnya kewenangan namun juga karena ketidakmampuan aparat perpajakan daerah. Kinerja aparat daerah, dengan demikian. dianggap lemah. Alasannya, teori mengatakan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi atau semakin maju suatu negara dan daerah maka semakin besar proporsi sektor formal yang depat dikenakan pajak. Semakin linggi pendapatan per kapita akibat pertumbuhan ekonomi itu maka semakin besar proporsi pendapatan yang dibelanjakan di sektor jasa. Kenyataannya pertumbuhan ekonomi daerah rata-rata tergolong tinggi selama Orde Baru, namun ada gap yang menganga antara tingginya perlumbuhan ekonomi itu dengan rendahnya PADS. Berarti terdapat kapasitas pajak (tax capacity) yang besar namun tidak dapat dijangkau oleh aparat daerah karena rendahnya kapasitas dan kapabilitas mereka. Untuk itu aparat perpajakan daerah harus diberdayakan secara teknis melalui suatu program usistensi.
Lantas sejauhmana dampak dan asistensi itu dalam rangka meningkatkan kemampuan aparat birokrasi perpajakan daerah? Lebih tepat lagi seberapa efektifkah RIAP mampu meningkatkan PADS, pajak daerah dan retribusi daerah? Tesis ini mengukurnya dari berbagai segi atau kriteria yang merupakan ukuran relaiif untuk menjawab pertanyaan itu dengan lokasi penelitian Kotamadya Bogor, suatu Dati II yang diasumsikan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi . Ukuran tersebut adalah (i) revenue adequacy ratio (ratio kecukupan) yakni perbandingan antara penerimaan asli daerah baik secara total maupun individual dengan pengeluaran total APBD maupun pengeluaran rutin APBD; (ii) administrative efficiency ratio (rasio efisiensi administrasi) yakni perbandingan anfara biaya rutin dinas penghasil jenis PADS tertentu dengan jumlah penerimaan PADS yang berhasil dipungutnya; (iii) effectivity ratio (ratio efektivitas) yakni perbandingan antara realisasi pungutan PADS dengan target yang tercantum dalam APBD: (iv) elasticity (elastisitas) dan buoyancy yakni respon atau perbandingan antara persentase perubahan penerimaan PADS terhadap persentase perubahan PDRB dan persentase perubahan PDRB termasuk efek diskresioner RIAP.
Untuk hal terakhir diajukan hipotesis, bahwa ada pengaruh yang signifikan antara perubahan PDRB dan kebijakan diskresioner RIAP terhadap penerimaan PADS. Keempat prinsip itu akhirnya digabung secara matriks dan diberi skor, untuk mendapatkan jumlah total penilaian sehingga diketahui angka indikasi jenis atau kelompok pendapatan asli daerah sendiri mana yang paling banyak mendapatkan dampok positif dengan adanya aplikosi RIAP. Ternyata pajak hotel dan restoran merupakan jenis PADS yang paling bagus kinerjanya setelah mendapat asistensi RIAP, diikuti penerimaan Total pajak daerah, pajak penerangan jalan, pajak hiburan dan pajak perusahaan. Menjadi menarik, bahwa penelitian ini membuktikan bahwa semua retribusi menerima dampak negatif dari aplikasi RIAP, baik penerimaan total maupun individual. Dalam hal ini kila dapat membangun kesan bahwa metode RIAP tidak begitu cocok untuk diterapkan pada retribusi. Oleh karena itu direkomendasikan agar RIAP disempurnakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Godfrid Rolan Tumbur
"Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui adakah pengaruh yang positif dan signifikan antara faktor pendidikan, faktor pengalaman kerja, faktor frekuensi kerja dan faktor jam kerja terhadap faktor pendapatan pekerja sektor bisnis informal di wilayah Kotamadya Jakarta Timur.
Mengacu dari tujuan penelitian tersebut diperoleh, bahwa faktor pendidikan ternyata tidak dapat diangkat ke permukaan sebagai salah satu pertimbangan ukuran kemampuan kerja sektor bisnis informal untuk wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Hal tersebut didasari atas pertimbangan faktor pendidikan formal pada saat ini belum mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan pekerja sektor bisnis informal, namun faktor pengalaman kerja melalui proses pemagangan maupun pengalaman kerja disektor formal yang banyak membantu menggantikan jenjang pendidikan.
Faktor pengalaman kerja ternyata mampu memberikan pengaruh yang positif dan kuat terhadap faktor pendapatan. Hal tersebut didasari pertimbangan, semakin tinggi pengalaman kerja, baik pada sektor formal maupun proses pemagangan pada sektor informal maka semakin banyak informasi bisnis yang mereka ketahui. Dengan demikian sangat menunjang keberadaan pekerja sektor bisnis informal untuk meraih pendapatan yang lebih baik.
Faktor frekuensi kerja juga memperlihatkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap faktor pendapatan. Hal itu didasari pertimbangan, bahwa pada umumnya mereka bekerja didominasi dengan tingkat kehadiran yang relatif tinggi, berkaitan dengan faktor tuntutan ekonomi keluarga dan adanya daya tarik di lokasi tujuan memaksakan mereka harus dapat bekerja setiap hari. Dengan konsep dominasi tersebut mampu menunjukan, bahwa faktor frekuensi kerja mampu mencerminkan pendapatan yang lebih baik.
Hal yang sama dapat dibuktikan dengan faktor jam kerja, ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap faktor pendapatan. Hal itu dilandasi pertimbangan masih adanya peluang yang dapat diraih hingga larut malam, maka memaksakan pekerja bekerja dengan jam kerja yang relatif tinggi dalam sehari. Upaya untuk meraih kemampuan kerja dalam konteks meraih pendapatan pada sektor bisnis informal dewasa ini, ternyata sangat ditentukan oleh faktor pengalaman kerja, frekuensi kerja dan jam kerja sebesar 87%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetio Ariwibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan kontribusi pendapatan retribusi dari Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan terhadap total Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis deskriptif kualitatif yang difokuskan pada strategi pengembangan pemberdayaan usaha UMKM dalam bentuk kinerja pendapatan retribusi yang berdasarkan purposive sampling dan studi kepustakaan dengan alat uji analisis Growth dan analisis Share. Tingkat pertumbuhan (Growth) pendapatan retribusi Lokasi Sementara (LokSem) dan Lokasi Binaan (LokBin) di Pemerintah kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur mengalami fluktuatif tiap bulannya. Total pendapatan retribusi (Loksem dan Lokbin) Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta di Tahun 2016. Guna meningkatkan kinerja retribusi, dapat disimpulkan strategi berupa Terdapat SOP Kinerja dan Laporan Pertanggung Jawaban Kinerja (LPJK) di tiap bulannya, memiliki Sistem Informasi Manajemen terpadu bagi seluruh Sudin UKM & Perdagangan di DKI Jakarta, melakukan analisa 5 C (Capital, Collateral, Character, Capacity, and Condition) dan 7 P (Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profitabillity, and Protection)."
Tangerang: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Terbuka, 2018
330 JOMUT 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suryana, 1960-
"Pembangunan perumahan dan permukiman yang marak di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dipengaruhi pula oleh kondisi Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang yang terikat dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek. Sehingga Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang menyiapkan alokasi lahan untuk kepentingan tersebut seluas 60.404 Ha atau 54,4% dari luas wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang yaitu 111.038 Ha.
Pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1998 telah dikeluarkan Ijin Lokasi untuk perumahan dan permukiman seluas 39.687,10 Ha tetapi lokasi yang dikuasai baru 22.001,98 Ha dan baru dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman seluas 8.405,83 Ha (38 %) dari luas yang dibebaskan. Sehingga terdapat lahan tidur yang tidak produktif seluas 13.596,15 Ha.
Mengacu kepada pembangunan perumahan dan permukiman berimbang 6 : 3 : 1 luas lahan 13.201,18 Ha akan menghasilkan rumah sederhana 880.079 unit, rumah menengah 141.441 unit dan rumah mewah 13.201 unit. Sedangkan kebutuhan rumah di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang sampai tahun 2002 hanya 644.466 unit sehingga terjadi over supply 390.275 unit.
Masalah yang akan timbul dalam jangka panjang dari tumbuhnya perumahan dan permukiman di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dalam luasan di atas adalah biaya pemeliharaan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan utilitas umum yang setiap tahun memerlukan dana sebesar Rp 89.876.000.000,00.
Berdasarkan hasil kajian teoritis dan penelitian lapangan kiranya Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang perlu mengkaji ulang kebijakan penataan ruang, terutama pengalokasian lahan untuk perumahan dan permukiman yang pada akhirnya menjadi beban. Di sisi lain dalam memelihara kondisi eksisting sekarang perlu mengambil langkah pemeliharaan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan utilitas umum melalui pemberdayaan masyarakat/penghuni untuk memobilisasi dana dan mengembangkan kemitraan antara swasta dan pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Dosman
"Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang berlandaskan pada UU Nomor 32 tahun 2004 telah membawa perubahan yang sangat mendasar bagi peiaksanaan pemerintah dari sentralisasi menjadi desentralisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah, sehingga kepala daerah dan Wakil kepala daerah mempunyai kewajiban memajukan dan mengembangkan daya saing daerah. Sebagai konsekuensinya daerah diberikan keleluasaan untuk mengatur kepentingan masyarakat daerah setempat menurut prakarsa dan aspirasi sendiri. Saiah satu Implemetasi pelaksanaannya otonomi tersebut adalah Pencanangan program Tapanuli Growth oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah Tabun 2001 dengan rencana detail pembangunan Kabupaten Tapanuli Tengah dalam lingkup kawasan barat Sumatera Utara, serta menjadikan Tapteng sebagai pusat HUB (Pusat Koleksi dan Distribusi ) dari wilayah hinteriandnya.
Tapanuli Growth melaksanakan pembangunan di beberapa sektor yaitu pembangunan pelabuhan laut, pengembangan wilayah, pembangunan sarana jalan, pembangunan pembangkit listrik, dan pembangunan bandara udara Pinang Sari serta pembangunan sektor lainnya. Pembangunan ini pada dasarnya untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerahlwilayah, namun dapat menimbulkan efek lain terhadap kehidupan masyarakat seperti persaingan hidup yang lebih ketat, hilangnya budaya tolong menolong pada kehidupan sehari-hart serta dapat menimbulkan terciptanya masyarakat yang termarginal bagi masyarakat lokal akibat pertumbuhan pembangunan yang pesat.
Akibat hal-hal diatas, penulis melakukan penelitian terhadap salah satu aspek pembangunan dalam tapanuli Growth yaitu hubungan antara pembangunan pelabuhan laut dan pengembangan wilayah terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan ketahanan wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan koefisian korelasinya, apakah sangat kuat, kuat, cukup kuat ,iemah atau sangat Iemah antar variabel-variabel tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan kuosioner untuk menjaring persepsi aparat pemerintahan daerah, tokoh masyarakat dan masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 60 orang sebagai responden. Di camping itu untuk mengumpulkan data digunakan juga teknik observasi. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik random sampling. Data dianalisis menggunakan metode statistik korelasi dan regresi sederhana serta regresi berganda dengan bantuan SPSS.
Hasil penelitian menemukan pertama, terdapat hubungan yang positif dan sedang dan berpengaruh signifikan antara pembangunan pelabuhan laut (XI) dan pengembangan wilayah (X2) secara bersama-sama terhadap peningkatan pendapatan masyarakat (Y) yang artinya pecan pelabuhan taut dan pengembangan wilayah terhadap peninkatan pendapatan masyarakat sangat berpengaruh, ini terlihat dari koefisien deterrnentasi korelasi maka terdapat 16,8 % variasi nilai dari peningkatan pendapatan masyarakat disebabkan oleh pengaruh pembangunan pelabuhan laut dan pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kedua, terdapat hubungan yang positif dan Iemah serta tidak berpengaruh signifikan antara pembangunan pelabuhan taut (X1) dan pengembangan wilayah (X2) secara bersama-sama terhadap ketahanan daerah (Y), ini terlihat dari koefisien determinasi korelasinya (r2) = 0,145 maka terdapat 14,5 % variasi nilai ketahanan daerah disebabkan oleh pengaruh pembangunan pelabuhan taut dan pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah, sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain. Maka Program Tapanuli growth yang membangun pelabuhan taut dan mengembangkan wilayah Tapanuli Tengah sudah tepat untuk meniingkatkan pendapatan masyarakat, namun untuk peningkatan katahanan daerah belum mempunyai pengaruh yang signifikan dan masih memerlukan peran pemerintahan pusat.

Conducting local autonomy based on Acts Number 32 in 2004 has changed the system from centralization to decentralization with its goal is to enhance society?s prosperity, public service and ability to compete inter territories. As the consequence, each territory has the right to manage its society interest based on its idea and aspiration.
One of the ways to implements the autonomy is launching the Tapanuli Growth Programmed by local authority in Central Tapanuli in 2001 with Central Tapanuli as the center of distribution and collection of its hinterland.
Central Tapanuli has carried out development in several sectors such as harbor, territory, road infrastructure, electricity power, Pinang Sari aerodrome and other sectors. Basically these development are to improve society's prosperity and ability to compete inter territories, even though it can makes impact on society's life such as arising marginalized society because of rapid development.
Because of what mentioned above, writer did research on one of the aspects of development from Tapanuli Growth which is the relationship between the development of harbor and the development of territory to enhancing society's income and local defense. This research is to determine correlation coefficient which is very strong, strong, strong enough, weak or very weak.
Method of the research uses survey method through questioner in getting perception of local authority and society leaders. Besides, in getting data uses observation technique. Sample of research is determined by random sampling technique. Data analysis uses correlation statistic method and simple regression also double regression with SPSS.
The result of method shows firstly there is the strong enough relationship and direct influence between the development of harbor and the development of territory to enhancing society's income, it means the role of harbor and territory development to enhancing society's income is very strong which is reflected from correlation coefficient (r) = 0,168 or 16,8 % enhancing society's income caused by influence of harbor and territory development of harbor and territory to local defense which is reflected from (r) = 0,145 or 14,5 % local defense caused by influence of harbor and territory development in Central Tapanuli. From the result of research, we can conclude that Tapanuli Growth Programmed which develops harbor and territory of Central Tapanuli is the right way to enhance society's income even though to enhance local defense still doesn't have significant influence and still need the role of central government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>