Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178134 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagya Mujianto
"Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/IX 1988, Asam Borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan temyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk sehingga menjadi lebih kenyal dan lebih disukai konsumen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks pada bakso oleh pedagang. Tempat penelitian di Kecamatan Pondok Gede-Bekasi tahun 2003. Populasi pada studi Cross Sectional ini adalah seluruh pedagang bakso yang menetap dan seluruh pedagang bakso yang keliling di area komplek perumahan di wilayah penelitian. Kriteria inklusi sampel adalah pedagang yang membuat bakso sendiri dengan jenis bakso adalah bakso daging sapi. Variabel yang diamati adalah perilaku penggunaan boraks, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang bahan tambahan makanan, sikap terhadap penggunaan boraks, lama berdagang, besar modal, pemberian pembinaan dan pemberian pengawasan. Responden yang diamati berjumlah 175 orang terdiri dari 100 orang pedagang menetap dan 75 orang pedagang keliling.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa proporsi penggunaan boraks pada pedagang menetap sebesar 38% (CI 90%: 28,49-45,97) dan pada pedagang keliling sebesar 28% (CI 90%: 17,77-38,23) telah diuji secara statistik kedua proporsi tersebut tidak berbeda. Setelah dilakukan analisis Regresi Logistik Ganda pada α=0,1 dari 8 variabel yang diduga berhubungan dengan penggunaan boraks, ditemukan pada pedagang menetap hanya 3 variabel yang berpengaruh yaitu sikap responden terhadap penggunaan boraks, lama dagang dan pemberian pembinaan. Sedangkan pada pedagang keliling variabel penentu tersebut adalah umur responden dan pemberian pembinaan.
Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks pada penelitian ini adalah faktor penguat, yaitu pemberian pembinaan, baik untuk pedagang menetap maupun pada pedagang keliling. Pada pedagang menetap diperoleh nilai OR=2,433 (CI:90% 1,108-5,342) yang artinya pedagang yang tidak diberi pembinaan cenderung menggunakan boraks sebesar 2,43 kali dibandingkan dengan pedagang yang telah diberi pembinaan. Pada pedagang keliling diperoleh nilai OR=5,420 (CI:90% 1,529-19,216) yang artinya pedagang yang tidak diberi pembinaan cenderung menggunakan boraks sebesar 5,42 kali dibandingkan dengan pedagang yang telah diberi pembinaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada kalangan Akademis dan Peneliti perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan sampel yang lebih komprehensif tidak sebatas pada perilaku penggunaan boraks tetapi lebih luas keperilaku penggunaan bahan tambahan makanan lainnya yang jelas dilarang oleh pemerintah tetapi masih banyak digunakan oleh masyarakat dan dicarikan zat pengganti selain boraks yang tidak merugikan konsumen dari segi kesehatan, mudah didapat dengan harga yang terjangkau oleh pedagang kecil/jajanan. Kepada instansi terkait perlu diintensifkan upaya pembinaan dan pengawasan terhadap pedagang jajanan. Kepada masyarakat diharapkan waspada tentang masih banyak bakso yang beredar menggunakan boraks. Dimohon para pedagang tidak menggunakan boraks.
Daftar bacaan : 55 (1978-2003)

Based on Health Ministry of Republic of Indonesia regulation No722/Menkes/IX/1988, Borat Acid and its compound is one of food additives that prohibited in food product, because borax acid and its compound is carcinogenic. Although it is hazardous to human health, its usage still remain high rate by community as added material in food as preservative, also to enhance texture of bakso (meatball) and kerupuk so more elastic and enjoyable to consumer.
This study objective is to find out factors that related to borax usage behavior on bakso by seller. This study conducted in Sub District of Pondok Gede, Bekasi year of 2003. Population in this cross sectional study is all bakso sellers in housing area of study area. Inclusion criteria are seller who makes bakso on they own and kind of bakso is bakso from beef meat. Observed variables are borax usage behavior, age, education level, knowledge of food additives, attitude to borax usage, selling experience, capital, given education, and monitoring. Respondents observed are 175 sellers; consist of 100 staying sellers and 75 moving sellers.
Results of this study showed that proportion of borax usage in staying sellers is 38% (CI 90%:28,49-45,97) and moving sellers is 28% (CI 90%:17,77-38,23) statistically these proportions not different. After analyzed by multi logistic regression at aA),l from eight variables that suspected related to borax usage, in staying sellers only three variables that influencing, these are; sellers attitude to borax usage, selling experience, and given education. While in moving sellers influencing variables are age and given education.
The most dominant factors which related to behavior of borax usage in this study is strengthened factor, that are good education that given to all sellers. In staying sellers OR value is 2,433 (CI:90% 1,108-5,342) which mean seller who never received education tend to use borax 2,43 times compare to those who has received education. In moving sellers OR value is 5,420 (C1:90% 1,529-19,216) which mean sellers who never received education tend to use borax 5,42 times than those who has received education.
Based on these results, this study recommends to academia and researcher to conduct similar study with more comprehensive sample, not limited to borax use but wider to other food additives that prohibit for consumption and still being used by community then find the alternatives that easy to seek and inexpensive. It needs educational and monitoring to all street food sellers and to community to be careful in consumption bakso, because there is a lot of bakso still added with borax.
Bibliography: 55 (1978-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatus Sa`adah
"Boraks dan asam borat termasuk bahan tambahan makanan yang dilarang karena dapat membahayakan kesehatan manusia. Namun ternyata masih sering disalahgunakan oleh produsen makanan untuk mengenyalkan, memadatkan dan mengawetkan makanan, misalnya pada mie. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya boraks dan asam borat pada beberapa jenis mie yang dijual di Pasar Depok. Dalam hal ini digunakan kertas kurkumin dan larutan kurkumin untuk mendeteksi boraks dan asam borat secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas kurkumin 0,150 % b/v dapat digunakan untuk mendeteksi boraks dan asam borat. Diamati pula adanya korelasi antara intensitas warna kertas kurkumin dengan kadar boraks dan asam borat yang terdapat dalam sampel mie. Batas minimum boraks dan asam borat yang dapat dideteksi secara visual adalah 20,0 μg/ml, sedangkan bila digunakan larutan kurkumin 0,150 % masih dapat terdeteksi hingga 5,0 μg/ml. Dari tiga belas sampel yang diidentifikasi, ditemukan tiga sampel mie basah mengandung boraks dan asam borat dengan perkiraan kadar di atas 3000,0 μg/20 g sampel. Sedangkan pada mie kering, bihun, soun dan kwethiaw yang diidentifikasi tidak ditemukan boraks dan asam borat.
Borax and boric acid are the chemical substance which is banded because its possibility to harm human health. However, nowadays this compound is still misused by food producer for springy, stuff, and as the food preservative, for example at noodles. Therefore, require to be done a research to know borax and boric acid existence at some noodles which is sold in Depok market. In this case, used curcumin paper and curcumin solution to detect borax and boric acid as a qualitative method.
Result of research indicate that curcumin paper 0,150 % b/v applicable to detect borax and boric acid. Also perceived correlation between colour intensity of curcumin paper with borax and boric acid rate in noodles sample. The minimum borax and boric acid could be detected visually is 20,0 μg/ml, while if used curcumin solution 0,150 %, it can be detected till 5,0 μg/ml. From thirteen sample identified, found three wet noodles sample contain borax and boric acid with rate estimate above 3000,0 μg/20 g sample. While at dry noodles, bihun, soun and kwethiaw which identified, is not found borax and boric acid.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32829
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Bisyaroh
"ABSTRAK
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai. Karena kadar tertinggi dicapai pada waktu
diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan
dengan organ lain. Dosis fatal boraks antara 0,1-0,5 g/kg berat badan. Banyak
laporan kasus mengenai bahaya keracunan boraks. Insidens keracunan terjadi
dimana saja diakibatkan menelan pangan yang tidak aman. Boraks harus dicegah
karena kandungan toksitasnya. Penjelasan dan kesadaran tentang bahaya boraks
sangat diperlukan karena sangat mudahnya konsumen terpapar boraks melalui
makanan.
Tujuan utama penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku penggunaan boraks pada pedagang bakso di Kota
Tangerang Selatan Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan desain case control
dengan jumlah sampel sebanyak 150 penjual yang memproduksi bakso sendiri.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2016
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara
faktor predipsosisi dengan perilaku penggunaan boraks, yaitu P value pelatihan
sebesar 0,960, P value pengetahuan = 0.539, dan P value sikap = 0.464. Faktor
penguat yang berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks adalah
pembinaan, P= karena nilai P= 0.045, Odd Ratio (OR) = 2.528 (95% CI : 1.091-
5.858). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan pembinaan,
2.528 kali lebih untuk tidak menggunakan boraks dibandingkan dengan
responden yang tidak mendapatkan pembinaan. Dari hasil analisis multivariat
secara keseluruhan, maka penggunaan boraks pada responden dapat diperkirakan
dengan ketersediaan boraks dan pembinaan. Pembinaan akan menurunkan
penggunaan boraks sebesar 2.198.
Saran yang dapat diberikan yaitu, perlu dilakukan peningkatan pembinaan
dan pemerintah mengawasi lebih ketat peredaran bahan makanan terlarang
terutama boraks.

ABSTRACT
Borax is toxic to all cells. The effect on the body depends on the
concentration achieved. Because the highest levels achieved on time excreted the
kidney is the organ most affected compared to other organs. Borax fatal dose of
between 0.1-0.5 g / kg body weight. Many case reports of poisoning hazard borax.
The incidence of poisoning occur anywhere due to swallowing food insecure.
Borax must be prevented because the content of toxcity. Explanation and
awareness about the dangers of borax is indispensable because it is so easy
consumer exposure through food contain borax
The main purpose of research is to determine the factors that affect the
behavior of the use of borax from meatballs traders in South Tangerang City Year
2016. This study used a case control design with a sample size of 150 sellers who
produce their own meatballs. This study was conducted in April-June, 2016.
The results of this study showed no statistically significant association
between the use of behavioral factors predipose with borax, namely the training
variable has P value = 0,960, P value of knowledge = 0539, and P value of
attitudes = 0.464. Reinforcing factors relating to the behavior of the use of borax
is coaching, P value = 0.045, odds ratio (OR) = 2,528 (95% CI: 1091-5858). This
indicates that respondents who receive coaching, 2,528 times more for not using
borax compared with respondents who did not receive coaching. Multivariate
analysis as a whole, then the use of borax in the respondent can be predicted by
the availability of borax and coaching. Coaching will reduce the use of borax by
2.198. Advice can be given that, there should be an increase in guidance and
tougher of government to monitor illicit circulation of foodstuffs especially borax"
2016
T46111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen Keke
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S32872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Ayu Permatasari
"Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Menurut data profil UPTD Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi (2011) Cakupan K1 sebesar 96,8% masih dibawah target standar pelayanan minimum (SPM) yang mengikuti Millenium Development Goal (MDG’s) sebesar 97% dan cakupan K4 sebesar 85,2% masih di bawah target standar pelayanan minimum (SPM) yang mengikuti Millenium Development Goal (MDG’s) sebesar 95%.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan kunjungan pelayanan antenatal care (ANC) dengan jumlah sampel 100 ibu hamil trimester III yang melakukan kunjungan antenatal mulai tanggal 1 November sampai 13 Desember tahun 2012. Pengambilan sampel secara simple random sampling dan data yang dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan ibu hamil trimester III di UPTD Puskesmas Pondok Gede yang melakukan kunjungan pelayanan antenatal dengan baik sebanyak 72% dan terdapat 3 variabel yang terbukti bermakna secara statistik dengan variabel dependen yaitu variabel pengetahuan (OR:0,250; 95%CI:0,1-0,627), pendidikan (OR:3,5; 95%CI:1,386-8,835) dan dukungan keluarga (OR:0,147; 95%CI:0,040-0,539).

Antenatal care is health service by health staff to mother during her gestation, it carried out in accordance with the antenatal care standard. According to profile data at the Health Center Pondok Gede, Bekasi Town (2011) the coverage of K1 is 96,8%, which is still under the target Development Goal (MDG’s) is 97% and the coverage of K4 is 85,2%, which is still under the target Development Goal (MDG’s) is 95%.
This research was descriptive by design cross sectional. The research aimed to know distribution of factors associate with utilization of antenatal care visit for pregnant women at the Health Center Pondok Gede, Bekasi Town in 2012. A hundred the 3rd trimester pregnant women from 1st November until 13rd December 2012. Randomly selected as sample of this research who attend to Maternal and Child Health Clinic at the Health Center Pondok Gede. Data collected using questionnaries.
The result of this research showed the 3rd trimester pregnant women at the Health Center Pondok Gede, Bekasi Town visited antenatal care well is 72%, and only three variables were statistically significant with the dependent variables which are knowledge (OR:0,250; 95%CI:0,1-0,627), education (OR:3,5; 95%CI:1,386-8,835), and family support (OR:0,147; 95%CI:0,040-0,539).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45637
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garnecia Mangosta DV
"Anak-anak sekolah dasar memiliki kebiasaan jajan, pada umumnya setiap hari menghabiskan seperempat waktunya di sekolah disertai dengan kegiatan jajan (WHO, 1993). Makanan jajanan anak sekolah ini sangat berisiko terhadap pencemaran mikrobiologis dan bahan tambahan makanan berbahaya yang tentunya dapat mengancam kesehatan anak. Diketahui bahwa 60% jajanan anak sekolah di seluruh Indonesia tidak memenuhi standar mutu dan keamanan, 56% sampel mengandung rhodamin dan 33% mengandung boraks (BPOM, 2004).
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memilih jajan pada siswa SDN Pondok Cina 2 tahun 2011, seperti faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor reinforcing. Besar sampel penelitian yaitu 137 responden yang terdiri dari kelas 4 dan 5. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin siswa memiliki hubungan (p value=0.031) dengan perilaku jajan siswa di SDN Pondok Cina 2 tahun 2011. Selain itu penelitian ini juga menemukan bahwa snack dan jajanan dengan saos merah adalah dua jajanan favorit yang biasa siswa beli di luar pagar sekolah. Penelitian ini juga menemukan bahwa 46.5% siswa menyukai jajanan dengan saos merah.

Elementary school children have a snack habits. In general, every day they spent a quarter of time in the school accompanied by snack activities (WHO, 1993). Snacks are particularly at risk of microbiological contamination and harmful food additives that can certainly threaten the health of children. It is known that 60% of street children in schools throughout Indonesia does not meet the standards of quality and safety, 56% of the sample containing rhodamine and 33% contain borax (BPOM, 2004).
This research was conducted with cross sectional method, to determine the factors that influence on student's behavior on choosing snack at SDN Pondok China 2 years 2011, such as predisposing factors, enabling factors and reinforcing factors. Total study sample consisted of 137 respondents from grades 4 and 5. The results of this study indicate that student gender has a relationship (p value = 0.031) with the student's behavior on choosing snack at SDN Pondok snack China 2 year 2011. In addition, this study also found that snack (chiki, candy, biscuit,etc) and food with red sauce are two favorite snacks that students usually buy from the vendors who sell snacks out of the school fence. The study also found that 46.5% of students like snacks with red sauce.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Shita Dharmasari
"Penanganan gejala penyakit tanpa melalui sumber pelayanan medis telah menjadi kegiatan rutin sehari-hari bagi penduduk. Tindakan pertama yang dilakukan untuk mengatasi penyakit adalah dengan pengobatan sendiri (self-medicated). Di Provinsi Lampung sebesar 66,48% masyarakatnya melakukan pengobatan sendiri dan sebesar 87,33% dari masyarakat Kota Bandar Lampung melakukan pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern. Pengobatan sendiri oleh masyarakat tersebut jika dilakukan secara aman, tepat dan rasional akan membantu mengatasi masalah kesehatan ringan atau membantu masyarakat yang tinggal jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan sedangkan penggunasalahan obat (drug misuse) justru dapat mengakibatkan ketidakefektifan pengobatan, obat menjadi tidak berguna atau bahkan membahayakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional pada masyarakat Kota Bandar Lampung tahun 2003. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan unit analisa rumah tangga, data primer didapatkan dari responden dengan wawancara menggunakan pedoman kuisioner. Sampel penelitian adalah 170 rumah tangga yang melakukan pengobatan sendiri dalam 3 bulan terakhir di Kota Bandar Lampung pada tahun 2003 yang diambil secara cluster.
Variabel dependent adalah perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dan sebagai variabel independent adalah faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan tentang pengobatan sendiri, keyakinan sakit dan keyakinan pengobatan), faktor pemungkin (pengeluaran), dan faktor penguat (keterpaparan iklan). Analisa data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi, mean, median, standar deviasi, dan nilai minimum-maksimum, bivariat dengan uji t independent, uji anova dan regresi tinier sederhana dan multivariat menggunakan regresi liner berganda.
Ditemukan bahwa responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga, berusia antara 23 tahun sampai 65 tahun, sebagian besar berpendidikan tamat SLTA, dan sebagian besar kepala rumah tangga yang bekerja sebagai wiraswasta dengan pengeluaran keluarga rata-rata Rp. 828.088; (95% C1765.517 - 890.659).
Dari interval nilai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat-dan rasional yaitu 24 - 72, basil penelitian menunjukan bahwa tidak satupun masyarakat mencapai skor tertinggi clan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dan sebanyak 49,5% dad masyarakat Kota Bandar Lampung mempunyai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dibawah rata-rata. Variabel yang masuk dalam model setelah dikontrol dengan variabel lain, yang berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional adalah tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, pengetahuan tentang pengobatan sendiri dan keyakinan pengobatan dengan variabel yang paling dominan adalah tingkat pendidikan.
Dengan hasil penelitian ini dapaf disarankan tentang perlunya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengobatan sendiri melalui kampanye (pemasaran sosial) pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional secara lebih meluas dengan lebih memperhatikan tingkat pendidikan terutama pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, dan masyarakat dengan pendapatan yang rendah. lnformasi yang disertakan dalam kemasan obat (patient package insert) hendaknya berisi informasi yang bisa dimengerti oleh masyarakat bukan merupakan istilah medis.
Daftar Pustaka: 59 (1971-2002)
Factors Related to the Safe, Accurate, and Rational Self Medication Within Community Bandar Lampung City in The Year 2003 Self-medication for symptoms has become common behavior among the member of community. The first health seeking action undertaken by most people to overcome disease is through self-medication. In the Province of Lampung about 66,8% of household undertake self medication and about 87,33% at Bandar Lampung City has used modern medicine as self medication. This self-medication, if performed safely, accurately, and rationally, would help to overcome mild health problems or help the people who live far from the health facilities. The misuse of drugs could cause ineffective medication; drugs become useless and could even become dangerous.
The objectives of this study are to find out the factors related to safe, accurate, and rational self-medication behaviors. This study employed cross sectional approach design with households as the unit of analysis. Primary data are acquired from the respondents through interviews using questionnaire as the guidelines. The sample of this study are 170 households who perform self medication in the recent three months in Bandar Lampung City in 2003 which are taken through cluster sampling method.
The dependent variable is safe, accurate, and rational self-medication behaviors and as the independent variables are: predisposing factors (age, sex, marital status, family members' number, education level, job, knowledge of self medication, perceived illness and medication assurance), enabling factors (i.e., household expenditure), and reinforcing factors (i.e., advertisement influence). Data analysis consist of statistics distribution of frequency, mean, median, standard deviation, and minimum and maximum values, bivariat analysis is using independent t test, ANOVA test, and simple linier regression, and multivariate analysis is using multiple limier regression.
It is discovered that most of the respondents are mothers, aged between 23 to 65 years old, most with high school educational background, and most are head of the families working in the public sectors with average household expenditure around Rp. 828.088, - (95% CI between 765.517-890.659).
Behavior score interval of the safe, accurate and rational self-medication is 24 -72. The result of the study shows that none of the respondent acquired the maximum score of safe, accurate, and rational self-medication and about 49,5% of the respondent have the score below the average. The variables which enter the model after being controlled by other variables, which relates to safe, accurate, and rational self medications are educational level, knowledge of self medication, and medication belief The level of education has been found to be the most determinant factor.
From the result of this study it could be advised of the needs to improve the public knowledge of self medication through a safe, accurate, and rational self medication campaign (social marketing) by giving more attention to those of lower educational level and the with low income. The information embedded on the patient package insert should better consist of information that could be understood by the public, using common terminology/language.
Bibliography List: 59 (1971-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Amalia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Solha
"Masa remaja adalah periode yang paling rawan sepanjang daur kehidupan , yaitu masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Pada masa ini sering tenjadi masalah seksual yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan mereka, dimana honnon hormon seks yang mulai aktif berfungsi. Keadaan ini merupakan hal yang normal. Seiiring dengan meningkatnya aktititas seksual mereka, dimana akhirnya mereka ekspresikan dalam berbagai bentuk perilaku seksual.
Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul akibat dorongan seksual, dan menjadi perhatian besar dikalangan remaja yang apabila tidak mendapat penyaluran yang tepat akan mengakibatkau masalah dalam kesehatan reproduksi seperti hamil diluar nikah, KTD, aborsi, penyakit menular seksual dan lain lain.
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja SMU kelas 2. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan keluarga, untuk membina kesehatan reproduksi khususnya perilaku seksual pada remaja_ Penelitian ini adalah Studi kuantitatif dengan rancangan cross-sectional serta melihat hubungan antar variabel jenis kelamin, umur, pengetahuan, sikap, tempat tinggal, pcrnanfaatan layanan konsultasi, hubungan dengan orang 1118. dan sumber sumber informasi terhadap perilaku seksual pada remaja SMU kelas 2.Penelitian dilakukan pads bulan April 2007 dan lokasi penelitian adalah SMU 7, SMU Pusri, SMU Sultan Mahmud. B H, SMU Bina Cipta, SMU PGRI yang seluruhnya berada dalam wilayah Kecamatan kalidoni Palembang dengan jumlah sampcl sebanyak 240 responden.
Hasil penelitian mcnunjukkan proporsi murid yang berisiko terhadap perilaku seksual scbesar 20,4% dcngan umur dialas 15 tahun sebesar (20,9%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 38,8% atau 31 mmid. Sebanyalc 14 orang (45%) dari siswa laki-laki tersebut telah melakukan hubungan seksual, 3 orang diantaranya teljadi kehamilan yang tidak diinginkan pada remaga perempuan yang menjadi pasangannya yang akhirnya melakukan penggugumn kandungan.
Delapan variabel yang diuji, terdapat hubungan yang bennakna dengan perilaku seksual adalah variabel jenis kelamin, pemanfaatan layanan konsultasi dan variabel sumber informasi. Namun analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang paling berpengamh terhadap perilaku selmual.

Youngster is a critical time during the life where transition between childish to adult was begun. On this time the sexual problem is often happened in conjuction with the growing process and their development, where sexual hormon is actively ftmgtional. This condition is a normal event. In relation to increasing its sexual activities, the behaviour is expressed in various sexual actions.
Sexual behaviour is action that may arise as a result of sex willingness and will become big attention among the youngster if it doesn?t have correct guideline and will cause to reproductive health problem like unwanted pregnancy, abortion, infected sexual disease etc.
The goal of this research is to verify some factors that related to sexual behaviour of 2 ed grade of High School students. The function of this research is expected to give some informations to the community and families to guide reproduction health especially about sexual behaviour for youngster.
The research is a quantitative study with cross - sectional reference in conjuction among sex variable, age, knowledge, attitude, living house, parents relationship, usage of consultation services and information resources against yoimgster sex behaviour The research is perfonned on April 2007 and the location is SMU 7, SMU Pusri, SMU Sultan Mahmud B H, SMU Bina Cipta, SMU PGRI in Kalidoni district, Palembang with the total sample of 240 respondences.
The research show that proportional student has risky sex behaviour amount 20,4% with the age above 15 years is 20,9% and for male is 38,8% or 31 students. There arc 14 male students (45%) who had already had sexual intercouse, three of the male couple happened to have unwanted pregnancy, which led them to do an abortion. Eight variable tested there are significant relation on sexual behaviour is sexual variable, the application of consultation services and the variable of information source. Eventhough, the multivariation analysis shows that sexual variable is the most dominant factor of sexual behaviour."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>