Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198570 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robiana Modjo
"Usaha peningkatan pemakaian gas terutama Elpiji, selain. untuk tujuan konservasi dan diversifikasi energi serta pelestarian lingkungan. Sebagai bahan bakar untuk rumah tangga, Elpiji dimanfaatkan untuk kompor gas, peralatan oven dan grill, peralatan pressure cooker, lampu penerangan, dan water heater.
Disamping efektif dan efisien dalam pemakaiannya namun risiko untuk terjadinya kebakaran dan bahaya serta ledakan cukup tinggi jika pemakaiannya tidak dilakukan dengan cara yang benar dan aman. Kebakaran dapat terjadi oleh karena ketidaktahuan serta perilaku yang salah oleh konsumen dalam mengatasi kebocoran atau keluamya gas dari tabung pada saat sedang digunakan. Untuk itu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen dalam penggunaan Elpiji yang aman menjadi penting dan harus mendapat perhatian serius.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang perilaku konsumen rumah tangga dalam penggunaan Elpiji dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keselamatan penggunaan Elpiji pada konsumen tingkat rumah tangga. Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan disain cross sectional. Data diambil dari data yang telah dikumpulkan oleh Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PKTK3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang bekerjasama dengan PERTAMINA.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh konsumen rumah tangga pengguna Elpiji (sebagai unit penelitian), menggunakan purposive sample yakni di lakukan di empat propinsi, sampel yang didapat adalah 330 dari empat propinsi.
Dari hasil yang didapatkan berdasar jenis kelamin, perempuan lebih banyak terpilih menjadi responden (hampir 85%) dari pada laki-laki (15,2%). Dari pendidikan responden, maka pengguna Elpiji pada tingkat rumah tangga yang bersekolah sampai SLTA ke atas di atas 50%, yakni mencapai 85,5%, jika dibandingkan dengan SLTP ke bawah hanya 14,5%. Sementara itu dari segi status perkawinan responden paling banyak yang menikah (kawin) 75,8%, bila dibandingkan dengan yang tidak/belum menikah ataupun pernah menikah kemudian cerai hanya sekitar 21,8%. Pendapatan keluarga responden setiap bulannya, ada 80,6% responden yang penghasilannya di bawah Rp. 1.000.000, ada 10 responden tidak teridentifikasi berapa pendapatan keluarganya. Usia responden terbanyak pada golongan umur 26 sampai dengan 45 tahun (kurang lebih 53,6%), dimana usia terendah responden adalah 15 tahun, dan usia tertinggi 75 tahun.
Hasil bivariat dan multivariat dari variabel-variabel yang diteliti menunjukkan bahwa variabel umur, persepsi dan petunjuk dari provider merupakan variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku keselamatan dalam menggunakan Elpiji di rumah tangga. Saran yang dapat diberikan kepada PERTAMINA antara lain adalah:
Diberikannya buku petunjuk secara cuma-cuma kepada pemakai Elpiji, dapat disalurkan lewat agen (delaer) maupun pengecer (retailer). Pada tabung Elpiji diberi label, leaflet ataupun stiker yang berisikan informasi/pedoman safety (keselamatan) penggunaan Elpiji.

Factors Related to Safety Behavior of the Elpiji's Consumer on the Household Level in Four Provinces Indonesia on the 1997thThe aim of using Elpiji that has been increasing recently is to energy conservation and diversification, furthermore to protect environment from the pollution. In the house hold, Elpiji has been used as a fuel for gasfire, oven and grill, pressure cooker equipment, lights and water heater.
Beside the effectiveness and efficiency in using Elpiji, fire and explosion still could be happen as the risk if it does not proper way in using the Elpiji. Fire would be probably happen when people do not act in right way while there was leak come from the tube. In addition, knowing the factors related to the consumer's behavior would be very necessary and must be have serious attention.
The aim of this survey is to know the description regarding consumer's behavior while using the Elpiji and factors related to the safety on the household level. This is the analytical descriptive survey with cross sectional design. Secondary data has been analyzed taken from data collection of Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PKTK3) FKMUI in which collaborated with PERTAMINA.
The population of this survey was taken from all of the consumer on the household level (as a unit population). Furthermore, using the purposive sample, there were four provinces have been selected to be the target population, in 'which 330 consumers have been sampled to be analyzed to this survey.
The result of data was found that based on the sex, women have been selected as a respondent almost 85% compare to men (only 15%). Considering the respondent education, more than 50% they have been passed senior high school (almost 85,5%). Considering the marital status, the respondents have been chosen mostly married (75,8%) compare to unmarriage respondent. Monthly income of the respondent selected were among 300.000-1.000.000 rupiahs. Based on the age, mostly they were on 26-45 year old (53,6%), in which 15 year old minimum and 75 year old maximum.
The result of bivariate and multivariate analysis have been known that there were some variables related to the safety behavior. Variables' age, perception and guidance/information from provider have been identified statistically related to safety behavior of the consumer while using Elpiji in household, within 95% confidence interval.
Suggestions from those results have been summarized such as giving safety handbook to the consumer on the household level through dealer or retailer for free, also putting interesting sticker, leaflet or label that contain safety information on the tube.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edmon
"Kemajuan dalam bidang ekonomi telah memberikan dampak pada terjadinya proses transisi epidemiologi termasuk dalam bidang gizi. Indonesia saat ini dan pada dekade yang akan datang diperkirakan akan menghadapi 2 jenis masalah gizi. Disatu sisi Indonesia masih menghadapi masalah gizi kurang, sementara disisi lain terjadi peningkatan prevalensi penderita gizi lebih terutama di perkotaan. Keadaan gizi kurang atau lebih terjadi karena kegagalan mencapai gizi seimbang. Ditinjau dari konsumsi makanan ternyata keadaan gizi tidak hanya ditentukan oleh total konsumsi energi saja tetapi juga ditentukan oleh komposisi zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari.
Beberapa pengukuran dapat digunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Khusus untuk pemantauan keadaan gizi orang dewasa, salah satu cara yang dikenal dan sering digunakan adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Dengan mengetahui IMT dapat dinilai apakah keadaan gizi seseorang kekurangan berat badan (kurus), normal atau kelebihan berat badan (gemuk). Dalam rangka mengetahui masalah gizi pada orang dewasa, dan menemukan alternatif penanggulangannya terutama di daerah perkotaan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI bekerjasama dengan FKM-UI telah melakukan penelitian di 12 kota di Indonesia. Sedangkan data yang dianalisa dalam rangka pembuatan tesis ini adalah merupakan bagian dad penelitian diatas yang mencakup 10 kota di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang lebih berperanan dari berbagai variabel yang diteliti terhadap Status Gizi orang dewasa dengan desain penelitian potong lintang (Cross Sectional). Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih.
Penelitian ini melibatkan 11 variabel Independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada orang dewasa, variabel tersebut adalah sebagai berikut: umur dan jenis kelamin, status perkawinan, konsumsi makanan, aktifitas fisik , status sosio ekonomi, kebiasaan makan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, etnik, dan kebiasaan merokok.
Dari seluruh hasil analisa ternyata umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebiasaan makan, % konsumsi lemak dari energi, % konsumsi karbohidrat dan energi, status perkawinan, dan tingkat pendidikan, berhubungan secara statistik dengan Status Gizi orang dewasa di 10 kota di Indonesia.
Dari variabel yang bermakna ternyata umur, jenis kelamin, % lemak dari energi, dan pola kebiasaan makan mempunyai peranan yang dominan dibanding variabel lainya., Hasil analisis multivariat telah menghasilkan sebuah model yang dapat dipergunakan sebagai peramal status gizi dalam hal ini digambarkan oleh Indeks Massa Tubuh seseorang.
Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan saran bahwa dalam rangka penanggulangan masalah gizi, ada dua faktor yang harus menjadi titik perhatian di dalam penanggulangan masalah gizi lebih yaitu faktor kebiasaan makan dan komposisi konsumsi zat gizi , terutama % lemak dari energi.
Kepustakaan : 50 (1971-1996)

Factors Connected with the Nutritional Status of Adults in 10 Cities in Indonesia in 1996The advancement in economics have given the impact in the transition process of the epidemiologist including in nutrition problem. In Indonesia, today and the coming decade, was estimated to have two kinds of problems in nutrition. In one side Indonesian is still having the under nutrition, while in another side the increase of the over nutrition prevalence occurs especially in the city areas. The under nutrition or over nutrition occurs does to the failure in balancing the nutrition. From the food consumption point of view, it is clear that the nutritional status is not determined by total energy only, but also the composition of the nutrition substance consumed daily.
Several measurements could be used to identify the nutritional status. For a special evaluation of adult the nutritional status, the Body Mass Index (BMI) is one known and commonly used. Using in adults the BMI could estimate under nutrition, normal, or over nutrition. In the frame of identifying the nutrition problems and for finding alternative solutions especially in the city areas. The Directorate of the Community Nutrition and Faculty of Public Health University of Indonesia has done a research in 12 cities in Indonesia. The data analyzed for this thesis was part of the above research mainly the ten cities in Indonesia.
This research was intended to see the more significant factors from different variables observed, designed using a Cross Sectional method. The sample in this observation were the 18 years old adults or older.
This research involved 11 variables independents possibly related to the nutrition status (BMI) for adults, those variable as follows : age and sex, marital status, food consumption , physical activities, level of social economics, level of education, food habits, level of nutrition knowledge and health, ethnics, and smoking habits.
This study found out that the age, sex, food habits, percentage of the fat consumption in energy, percentage of carbohydrates from energy, marital status, and level of education are statistically related to the status of nutrition of adults in ten cities in Indonesia.
From the meaningful variables are seen that sex, percentage of fat from the energy, and food habits have dominant roles compared with other variables. The multivariate analysis produced a model, which could be used as a prediction of nutrition status.
It could be suggested for of overcoming the problems of the nutrition, it should be focused in two factors, mainly food habits and the percentage of fat from energy.
References: 50 ( 9971-1996)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Dahlia
"Usaha Jasa Boga Golongan A3 merupakan salah satu industri kecil sektor informal yang melayani kebutuhan umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja. Dalam mengolah bahan makanan usaha jasa boga di Jakarta pada umumnya menu tnakan bahan bakar elpiji karena elpiji mempunyai beberapa keunggulan dibanding bahan bakar lain. Disamping mempunyai keunggulan, elpiji juga tidak luput dari terjadinya kebakaran. Prevalensi kebakaran yang disebabkan oleh elpiji cukup tinggi, hal ini dikarenakan pengetahuan dan perilaku yang salah oleh pekerja dalam men gunakan elpiji.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat (Green 1991) dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pada pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3 di Jakarta Selatan tahun 2002.
Penelitian ini menggunakan data primer tentang umur, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan tentang elpiji, pengetahuan tentang keselamatan kerja, prosedur kerja, fasilitas, pelatihan, kebijakan dan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pada pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3. Desain penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, Iokasi penelitian di 10 (sepuluh) usaha jasa boga golongan A3 yang mempunyai izin tetap penyehatan makanan di Jakarta Selatan. Pcngambilan sampel secara purposive pada 100 pekerja bagian pengolahan, pengumpulan data primer melalui kuesioner untuk variabel umur, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan tentang elpiji, pengetahuan tentang keselamatan kerja, prosedur kerja, fasilitas kerja, pelatihan dan kebijakan. Wawancara dan observasi dilakukan untuk variabel dependen yaitu perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji_ Data dianalisa dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden berperilaku keselamatan kerja baik (73%), sedangkan yang berperilaku keselamatan kerja kurang baik sebesar (27%), sebagain responden berjenis kelamin Iaki-laki (70%), umur responden sebagian besar antara 18 - 49 tahun (91%), tingkat pendidikan tinggi (5%), menengah (59%) dan rendah (36%). Masa kerja responden sebagain besar kurang dari 10 tahun (74%) sedangkan pengetahuan responden tentang elpiji balk (44%), sedang (16%), kurang (40%) dan pengetahuan responden tentang keselamatan kerja baik (42%), sedang (32%) dan kurang (26%). Prosedur kerja, responden menjawab (57%) sesuai dan (43%) tidak sesuai. Fasilitas tersedia (42%), tidak tersedia (58%), ada pelatihan (33%), ada kebijakan (30%), dan sebagain besar tidak ada pelatihan dan kebijakan.
Hasil analisis bivariat temayata pengetahuan tentang elpiji (M0,048), pengetahuan tentang keselamatan kerja (P),037), prosedur kerja (P.),004), pelatihan (P),005) berhubungan secara bermakna dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pads pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3 di Jakarta Selatan. Dari basil multivariate, variabel prosedur kerja (P,0256) dan pelatihan (M0,0295), memberikan hubungan yang bermakna dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji.
Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji, maka penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa prosedur kerja dan pelatihan adalah faktor yang paling dominan dan erat hubungannya dengan perilaku keselamatan kerja maka penelitian ini juga memberikan saran agar memberikan pelatihan, monitoring, pengawasan tentang perilaku keselamatan kerja mengguaakan elpiji. Untuk semua usaha jasa boga agar meningkatkan fasilitas, memperhatikan prosedur kerja dan mensosialisasikan kebijakan agar tejadi suasana kerja yang mengutamakan keselamatan kerja dan kesehatan kerja.

The A3 category of catering known is one of the informal small industries sector serving public need, which is processed by using special kitchen and helped by some hired hands. The process of raw food materials for catering business in Jakarta, generally uses elpiji because it has some advantages compared other fuels. Besides its advantages, elpiji as well as other fuels can not avoid the fire to happen. The rate of occurrences of fire caused by elpiji is high enough, and this is because the know how and correct manner is not sufficiently observed by workers using it.
The study has purpose to find out whether or not there is predisposition, causing and encouraging factors relationship (Green 1991) with working safety manners of the workers involved in catering business category A3 in South Jakarta in 2002.
This study uses primary data on age, education, gender, works experience/duration, knowledge on elpiji, the knowledge of the work safety, work procedures, facility, training, policy and manner of using elpiji safely at the processing division catering A3.
The design of study was quantitative to cross sectional approach, location at 10 (ten) catering A3 that hold permanent license of food sanitary at South Jakarta. The purposive sample selection is done to 100 processing workers, primary data collection through questioner on variable ages, education, gender, work experience/duration, knowledge of elpiji, knowledge of working safety, working procedures, working facilities, training and policies. Interviews and observation performed for dependent variable, that is working safety measures of using elpiji. Data analyze using univariat, bivariat and multivariat analyses.
The result of the study indicates that some respondents are good at observing safety manner (73%), while those behaving rather badly is (27%). Some respondents are of male sex (70%). Most of respondents age is between 18 - 49 years (91%); those of low education is (36%). Work experience/duration of some of the respondents is less than 10 years (74%), while their knowledge about elpiji ranges from good (42%), moderate (32%) and somewhat bad (26%). Work procedures answered by (57%) is in accordance with the regulation and as much as (43%) is not. About 42% of facilities is available, unavailable (58%); training provided (33%); policies imposed (30%), and mostly there is no training and policies provided.
The analysis outcome of bivariat indicates that the knowledge on elpiji (P=0.048), knowledge on safety (P~_037), work procedures (P=0.004), training (P=0.005) has significant relationship with the safety manner of using elpiji at the processing of catering business in Jakarta Selatan. As from the result of multivariate analysis, work procedure variables is (P=0.025) and training is (P=0.029), has significant relationship with the working safety manner of using elpiji.
From the factors having relationship with safety manner of using elpiji, this study concludes that work procedures and training is a dominant factor and has close relationship with working safety behavior. Thereby this study also offers suggestions to establish training, monitoring, control on working safety manner following the use of elpiji. For catering it is advised to foster facility, observe work procedures and socialize policies so that there will be an acceptable work atmosphere that put working safety and work health in the first place.
Bibliography : 44 (1980-2001)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T1416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Ruswan
"Penyakit kusta adalah merupakan penyakit menular yang bersifat kronis dan memiliki dampak sosial yang cukup besar. Penularannya melalui hubungan yang lama dan akrab, karena itu kontak serumah dengan penderita kusta diduga merupakan resiko yang tinggi untuk terjadinya penularan. Namun demikian tidak semua kontak serumah tertular, untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penularan penyakit kusta pada kontak serumah.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dengan desain Cross sectional . Populasi penelitian ini diduga 974 kontak serumah dengan penderita kusta tipe MB yang telah RFT yang terdiri dari 270 penderita kusta dan 704 bukan penderita kusta Sampel sebanyak 400 yang terdiri dari 111 penderita kusta dan 289 bukan penderita kusta yang dipilh dengan meta de stratified random sampling secara proposianal.
Hasil penelitian menunjukkan 1 diantara 3,6 kontak serumah menderita kusta Beberapa faktor yang berhubungan adalah: pendidikan, pengetahuan, status perkawinan, pekerjaan, umur, hygiene sanitasi, lama kontak, keakraban dan status gizi (p< 0.05), dan variabel keakraban memiliki hubungan yang paling kuat (POR=6.87). Dari hasil analisa muitivariat ada 6 variabel utama yang berhubungan yaitu pendidikan, gizi, pekerjaan, pengetahuan, keakraban dan status perkawinan. Setelah dilakukan penilaian interaksi ditemukan ada 5 interaksi dari variabel-variabel utama yang bermakna. (p<0.05), sehingga dapat dikemukakan sebuah model dengan 6 variabel utama dan 5 variabel interaksi.

The Correlation Factors with the New Leprosy Case Supposed to be by Household Contact at Bekasi, 1997Leprosy is a infectious disease with the characters become cronical and has big social impact. The infection through the close and long contact, so that household contact with the leprosy patient supposed to be has high rich to the infection case. Nevertheless not all the house hold contact will become a case, it is important to be known that the correlation factors with the infection of the leprosy disease supposed to be by living together contact.
The research has been doing at Bekasi with the cross sectional design. The population are 974 house hold contact with the leprosy patient, and 704 leprosy patient Total sample about 400.consist of 111 leprosy patient, and 289 not leprosy patient, thet has been chosen by stratified random sampling proportionally.
The result shows that I of 3.6 house hold contact has leprosy. There are many correlation factor i.e.education, knowledge, marital status, job, age, hygiene sanotation, the length of contact, closely and the nutrient ( p< 0.005), and the closely variable has the strongest correlation (PDR= 6.87 ). The result of the multivariate analysis there are 6 main variables that has correlation i.e. education, nutritien, job, knowledge, closely and marital status after interaction judgment by done there are 5 interactions from the main variables that meaningfully (p<0.005), so that there will be a model using 6 main variables and 5 interaction variables."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Sukmawati Manti Putri
"Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Penyakit DBD mempunyai kecenderungan untuk meningkatnya jumlah penderita dan meluasnya penyebaran DBD di seluruh wilayah Indonesia. Cara pencegahan DBD yang paling sering dilaksanakan di masyarakat adalah dengan metode 3M yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air serta mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk DBD. Tujuan 3M adalah untuk memutus mata rantai kehidupan vektor penular penyakit DBD tersebut.
Sekolah menjadi salah satu tempat yang berpotensi untuk menularkan penyakit DBD. Dalam pencegahan DBD ini sangat diperlukan peran serta aktif seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali masyarakat sekolah. Perilaku pencegahan DBD perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak atau murid-murid sekolah dasar baik melalui peran guru, orang tua, petugas kesehatan maupun lingkungan sekitarnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah murid sekolah dasar di kota Depok dengan sampel penelitian adalah para murid SD antara kelas 3 hingga kelas 6 dari 5 sekolah dasar yang telah ditentukan yang masuk/hadir di hari dilakukannya pengisian kuesioner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pencegahan DBD pada murid SD di Kota Depok. Data penelitian ini merupakan data primer dengan instrumen kuesioner. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan perilaku pencegahan DBD di antara sekolah yang berbeda. Selain itu, perbedaan jenis kelamin dan Pengalaman tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan DBD. Sementara pengetahuan dan paparan informasi berhubungan dengan perilaku pencegahan DBD.
Saran peneliti berfokus pada peningkatan kebijakan sekolah dalam menanamkan kepedulian terhadap DBD pada masyarakat sekolah, perlu diberikan penyuluhan DBD dari para guru maupun petugas kesehatan dan menerapkan metode pengajaran/penyuluhan yang menarik dan interaktif."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani Suryana
"Suksesnya pembangunan kesehatan dan gizi yang dilaksanakan Indonesia telah dapat menurunkan masalah gizi yang dihadapi secara bermakna. Tetapi suksesnya pembangunan tersebut mengakibatkan pula perubahan pola penyakit yang ada di Indonesia. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi terlihat berkurang, sebaliknya penyakit degenaratif dan penyakit kanker meningkat. Peningkatan kemakmuran ternyata diikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola makan terutama di kota-kota besar bergeser dari pola makan tradisional yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, sayuran dan serat ke pola makanan masyarakat barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung lemak, protein, gula dan garam tetapi miskin serat. Sejalan dengan itu pada beberapa tahun terakhir ini mulai terlihat peningkatan angka prevalerisi kegemukan/obesitas pada sebagian penduduk Indonesia terutama di kota-kota besar, yang diikuti pula pada akhir-akhir ini di pedesaan.
Kelebihan gizi dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit batu kandung empedu. Salah satu faktor yang berperan adalah adanya kebiasaan makan-makanan trendi, makan-makan berlemak. Disamping itu faktor aktivitas fisik juga berperan dalam mengatur kebutuhan energi, dalam hal ini menyangkut aktivitas pekerjaan dan aktivitas olah raga. Selain itu faktor-faktor lain yang berperan adalah umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya masalah status gizi lebih dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada orang dewasa di Kota Bogor.
Desain penelitian ini adalah "cross sectional" dengan memanfaatkan data sekunder hasil pengumpulan data status gizi pada orang dewasa yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 1997. Kemudian data yang diperoleh dianalisa baik secara bivariat maupun multivariat dengan menggunakan regresi logistik antara faktor risiko (kebiasaan makan-makanan trendi. kebiasaan makan-makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan olah raga) dengan status gizi lebih pada orang dewasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi status gizi lebih orang dewasa di Kota Bogor adalah sebesar 23,88% (klasifikasi Depkes).
Berdasarkan hasil analisis bivariat faktor risiko yang mempunyai hubungan bermakna antara lain : kebiasaan makan-makanan trendi. kebiasaan makan-makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
Dari hasil analisis model multivariat dengan memasukkan secara bersama-sama semua faktor risiko yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi lebih pada orang dewasa. dapat diketahui ada tiga faktor risiko yang berhubungan dengan status gizi lebih pada orang dewasa yaitu, kebiasaan makan-makanan trendi, umur dan jenis kelamin.
Selanjutnya dari analisis model regresi menunjukkan bahwa proporsi status gizi lebih orang dewasa di Kota Bogor pada kelompok orang dewasa yang berumur 30-39 tahun kejadiannya 2,96 kali lebih tinggi, 40-49 tahun kejadiannya 5,01 kali lebih tinggi, 50-59 tahun kejadiannya 3,91 kali lebih tinggi, 60-65 tahun kejadiannya 2,73 kali lebih tinggi. dibandingkan kelompok umur < 30 tahun. Selain itu juga dapat diketahui hasil dari analisis model regresi bahwa proporsi status gizi lebih orang dewasa di Kota Bogor pada kelompok yang jarang mengkonsumsi makan-makanan trendi 1,31 kali lebih tinggi dan yang sering mengkonsumsi makan-makanan trendi kejadiannya 2,97 kali lebih tinggi, dibandingkan dengan kelompok yang tidak pernah mengkonsumsinya. Sementara itu proporsi status gizi lebih orang dewasa pada kelompok orang dewasa yang berjenis kelamin perempuan 2,29 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Terdapat interaksi faktor kebiasaan makan-makanan trendi dengan jenis kelamin dalam kaitannya dengan status gizi lebih pada orang dewasa di Kota Bogor . Dimana pada kelompok perempuan yang jarang(1-4 kali/bulan) mengkonsumsi makan-makanan trendi proporsi status gizi lebilmya kemungkinannya 0,73 kali dari kelompok laki-laki yang jarang mengkonsumsinya. Demikian pula proporsi status gizi lebih orang dewasa pada kelompok perempuan yang sering mengkonsumsi makan-makanan trendi kemungkinannya 0,32 kali dari kelompok laki-laki yang sering mengkonsumsinya.

Factors Related to the Status of Excess of Nutrition on Adults in Bogor in 1997 (Analysis of Secondary Data)The success on health and nutrition development program carried out has been able to decrease nutritious problem that is faced by Indonesian significantly. However, the development also results in changing disease pattern that exists in Indonesia. Infectious disease and malnutrition seems decreased, on the contrary the generative and cancer diseases increased. The increasing of prosperity is followed by the changing of life style. The pattern of having food especially in the big cities moves from a traditional food pattern that consumes a lot of carbohydrate, vegetables and fiber into having a western food pattern that consumes a lot of fat, protein, sugar and salt but consumes less fiber. As consequences, the increase of over weight prevalent value can be seen in recent years in many part of Indonesia, especially in the big cities and also followed by the villages recently.
Excess in nutrition can cause various health problems such as coronary heart, diabetes, hypertension, and gall stone. One factor which plays role is a habit of consuming trend food and fat food. Moreover, physical activity factor also plays role in regulating energy need which includes work and exercise activity. Besides that, other factors that plays role are age, gender and education level.
The purpose of this research is to know the problems of excess of nutrition status and its related factors on the adults in Bogor.
This research design is "cross sectional" by utilizing secundary data on nutritional status of adults. This data collected by Directorate for the Establishment of Nutrition for Community (Direktorat Bina Gizi Masyarakat), Health Department (Departemen Kesehatan) Republic of Indonesia and Health Service Bogor in 1997. The collected data was analyzed by either ` bivariat" or "multivariat" using "Logistic Regression" between risk factors (habit of having trend food, habit of having fat food, age, gender, education level, type of jobs and exercise) and excess of nutrition status of the adults.
The result shows that the excess of nutrition status prevalent of adults in Bogor is 23,88% (Depkes' classification). According to the analysis of "Bivariat" model, the risk factors which have significant relation are: habit of having trend food, habit of having fat food, ages, gender, education levels, and type of jobs.
From the analysis of "multivariat" model using all of the risk factors that are assumed has =elation with the excess of nutrition status of adults, found that there are three risk factors related to the excess of nutrition status of the adults. The three risk factors are habit of having trend food, ages and gender.
Further more, regression analysis model shows that the proportion of excess of nutrition status of the adults in Bogor compare to the group of people with less than 30 years old are as follows:
- Group with the age between 30 and 39 is 2.96 higher,
- Group with the age between 40 and 49 is 5.01 higher,
- Group with the age between 50 and 59 is 3.91 higher, and
- Group with the age between 60 and 69 is 2,73 higher.
Besides that, the regression analysis model also shows that:
- the proportion of excess to nutrition status of the adults in Bogor for a group of people that seldom consumed trend food is 1.31 higher compare to that of group that never consumed trend food, and The group that often consumed trend food is 2.97 higher compare to that of group that never consumed trend food.
Meanwhile the proportion of excess of nutrition status of the female adults is 2.29 higher than male adults.
There is interaction between the habit of having trend food factor and gender that is related to excess of nutrition status of the adults in Bogor. The female group that seldom (1-4 times/month) consumed trend food; the proportion of their excess of nutrition status is 0.73 more than the male group that seldom consumed it. The proportion of excess of nutrition status of the female adults that often consumed trend food is 0.32 higher than the male group that often consumed trend food.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagya Mujianto
"Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/IX 1988, Asam Borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan temyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk sehingga menjadi lebih kenyal dan lebih disukai konsumen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks pada bakso oleh pedagang. Tempat penelitian di Kecamatan Pondok Gede-Bekasi tahun 2003. Populasi pada studi Cross Sectional ini adalah seluruh pedagang bakso yang menetap dan seluruh pedagang bakso yang keliling di area komplek perumahan di wilayah penelitian. Kriteria inklusi sampel adalah pedagang yang membuat bakso sendiri dengan jenis bakso adalah bakso daging sapi. Variabel yang diamati adalah perilaku penggunaan boraks, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang bahan tambahan makanan, sikap terhadap penggunaan boraks, lama berdagang, besar modal, pemberian pembinaan dan pemberian pengawasan. Responden yang diamati berjumlah 175 orang terdiri dari 100 orang pedagang menetap dan 75 orang pedagang keliling.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa proporsi penggunaan boraks pada pedagang menetap sebesar 38% (CI 90%: 28,49-45,97) dan pada pedagang keliling sebesar 28% (CI 90%: 17,77-38,23) telah diuji secara statistik kedua proporsi tersebut tidak berbeda. Setelah dilakukan analisis Regresi Logistik Ganda pada α=0,1 dari 8 variabel yang diduga berhubungan dengan penggunaan boraks, ditemukan pada pedagang menetap hanya 3 variabel yang berpengaruh yaitu sikap responden terhadap penggunaan boraks, lama dagang dan pemberian pembinaan. Sedangkan pada pedagang keliling variabel penentu tersebut adalah umur responden dan pemberian pembinaan.
Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks pada penelitian ini adalah faktor penguat, yaitu pemberian pembinaan, baik untuk pedagang menetap maupun pada pedagang keliling. Pada pedagang menetap diperoleh nilai OR=2,433 (CI:90% 1,108-5,342) yang artinya pedagang yang tidak diberi pembinaan cenderung menggunakan boraks sebesar 2,43 kali dibandingkan dengan pedagang yang telah diberi pembinaan. Pada pedagang keliling diperoleh nilai OR=5,420 (CI:90% 1,529-19,216) yang artinya pedagang yang tidak diberi pembinaan cenderung menggunakan boraks sebesar 5,42 kali dibandingkan dengan pedagang yang telah diberi pembinaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada kalangan Akademis dan Peneliti perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan sampel yang lebih komprehensif tidak sebatas pada perilaku penggunaan boraks tetapi lebih luas keperilaku penggunaan bahan tambahan makanan lainnya yang jelas dilarang oleh pemerintah tetapi masih banyak digunakan oleh masyarakat dan dicarikan zat pengganti selain boraks yang tidak merugikan konsumen dari segi kesehatan, mudah didapat dengan harga yang terjangkau oleh pedagang kecil/jajanan. Kepada instansi terkait perlu diintensifkan upaya pembinaan dan pengawasan terhadap pedagang jajanan. Kepada masyarakat diharapkan waspada tentang masih banyak bakso yang beredar menggunakan boraks. Dimohon para pedagang tidak menggunakan boraks.
Daftar bacaan : 55 (1978-2003)

Based on Health Ministry of Republic of Indonesia regulation No722/Menkes/IX/1988, Borat Acid and its compound is one of food additives that prohibited in food product, because borax acid and its compound is carcinogenic. Although it is hazardous to human health, its usage still remain high rate by community as added material in food as preservative, also to enhance texture of bakso (meatball) and kerupuk so more elastic and enjoyable to consumer.
This study objective is to find out factors that related to borax usage behavior on bakso by seller. This study conducted in Sub District of Pondok Gede, Bekasi year of 2003. Population in this cross sectional study is all bakso sellers in housing area of study area. Inclusion criteria are seller who makes bakso on they own and kind of bakso is bakso from beef meat. Observed variables are borax usage behavior, age, education level, knowledge of food additives, attitude to borax usage, selling experience, capital, given education, and monitoring. Respondents observed are 175 sellers; consist of 100 staying sellers and 75 moving sellers.
Results of this study showed that proportion of borax usage in staying sellers is 38% (CI 90%:28,49-45,97) and moving sellers is 28% (CI 90%:17,77-38,23) statistically these proportions not different. After analyzed by multi logistic regression at aA),l from eight variables that suspected related to borax usage, in staying sellers only three variables that influencing, these are; sellers attitude to borax usage, selling experience, and given education. While in moving sellers influencing variables are age and given education.
The most dominant factors which related to behavior of borax usage in this study is strengthened factor, that are good education that given to all sellers. In staying sellers OR value is 2,433 (CI:90% 1,108-5,342) which mean seller who never received education tend to use borax 2,43 times compare to those who has received education. In moving sellers OR value is 5,420 (C1:90% 1,529-19,216) which mean sellers who never received education tend to use borax 5,42 times than those who has received education.
Based on these results, this study recommends to academia and researcher to conduct similar study with more comprehensive sample, not limited to borax use but wider to other food additives that prohibit for consumption and still being used by community then find the alternatives that easy to seek and inexpensive. It needs educational and monitoring to all street food sellers and to community to be careful in consumption bakso, because there is a lot of bakso still added with borax.
Bibliography: 55 (1978-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Mawarni
"Penggunaan jarum suntik pads pecandu narkoba adalah salah satu cam penulamn HIV/AIDS yang sangat efektiti Saat ini penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba telah mcnjadi pola penularan HIV/AIDS yang utama di Kota Medan. Jika tidak dilakukan intervensi maka pcnularan HIV/AIDS akan terus menyebar dcngan cepat.Untuk itu pcrlu diketahui faktor=faktor yang berhubungan dengan penggunaanjarum suntik beresiko pada pecandu narkoba di Kota medan.
Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional), dengan menggunakan data sekunder dari SSP PENASUN Tahun 2005 di kota Medan, yang dilanmanakan oxen Depammm Kcsehamn' am Baden Pwr smusrik. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengguna narkoba slmtik di kota Medan tahzm 2005. dengan jumlah sampcl yang di analisis adalah 250 responden. Analisa data yang digunakan adalah regresi logistik ganda.
Hasil studi memperlihatkan bahwa prevalensi pcnggumaan jarum suntik beresiko tertular HIVIAIDS pada pecandu narkoba di kota Medan adalah 52%. Dari hasil analisis rcgrcsi logistik menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pengglmaan jamm suntik beresiko tertular I-HV/AIDS adalah faktor umur, pendidikan, dan jangkauan program. Setelah dilakukan pcrhitungan ukuran pendidikan = 54.27 % , dampak potensial faktor jangkauan program = 39.32 %. Faktor yang paling berkontribusi dalam penggunaan jarum suntik bcresiko adalah faktor pendidikan (PAR = 69.42%).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang diajukan adalah meningkatkan intervensi pada kelompok penyuntikan dengan upaya peningkatan penjangkauan dan pendampingan sem meningkatkan pcndidikan teman schaya. Penyampaian informasi sebaknya dilakukan melalui media elektronik seperti iklan televisi, dan film, agar informasi lebih mudah di pahami olch pccandu narkoba yang sebagia besar berpendidikan menengah kebawah.
Kata kunci : Pecandu narkoba, Penggunaanjamm suntlk berisiko, HIV/AIDS
Needle Sharing Usage within drug user is one of effectives way HIV/AIDS transmission. Currently needle usage within drug user become the major transmission for HW/AIDS disease in Medan. If there is no significant intervension made, the HIV/AIDS transmission will spread very quickly. Therefore factors which related with needle sharing usage within dnigs user in Medan have to he identified.
This research use cross sectional design, with using secunder data hom SSP PENASUN year 2005 in Medan, conducted by Health Departement and Statistic Biro. The research population is all needle drug user in Medan year 2005 with total sample analysed are 250 samples. Data analysis is using Double Logistic Rcgrcssions.
The research show that the prevaiensi the needle sharing usage in Medan have 52 % pvssibility to get HIV/AIDS. From analysis logistik rcgresion show factors which relate to needle sharing usage with transsmission risk of HIV/ADS are ages factor, education factor, ncddle access factor and peer pressure factor. After make more analysis about impact factor on each contributed factor then found that potential impact (PAR) for: age = 38,l9%, education = 54,27%, outreach program = 39,32%. The most contributed factor which give dominant contribution for needle sharing usage with risk get HIV/AIDS is the education factor (PAR = 69.42%) From this research result, the suggestion to improve intervention is by improving intervention on Needle Sharing Usage groups with increasing outreach and increasing the peer suggestion contribution. The infomation about needle sharing usage with risk can be told by electronic mass.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Amalia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Surendra
"Pendelegasian wewenang penegakan diagnosis dan pengobatan kepada tenaga paramedis (perawat dan bidan), tanpa supervisi yang memadai, dapat menimbulkan penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan pedoman pengobatan. Hal ini berhubungan erat dengan pengobatan yang tidak sesuai dengan gejala penyakit yang diderita pasien dan anggapan yang salah dari pasien dengan meminta jenis obat-obatan tertentu khususnya antibiotika. Data Dinas Kesehatan Kota Padang menunjukkan penggunaan antibiotika lebih 10% sebagaimana ditetapkan Renstra Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan infonnasi tentang proporsi penggunaan antibiotika rasional dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan antibiotika rasional di Puskesmas Kota Padang. Desain penelitian Cross Sectional. Sampel adalah perawat dan bidan yang meresepkan obat poli umum (BP) dan poli anak (KIA) sebanyak 68 orang. Kriteria inklusi sampel adalah perawat dan bidan menulis resep pada saat pengumpulan data.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi penggunaan antibiotika yang rasional oleh perawat dan bidan sebesar 67,6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan beberapa variabel yang secara statistik berhubungan bermakna dengan penggunaan antibiotika rasional yaitu pengetahuan dan permintaan pasien. Sedangkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan penggunaan antibiotika rasional adalah pengetahuan perawat dan bidan.
Perlu bagi Dinas Kesehatan Kota Padang mengadakan pertemuan tenaga kesehatan Puskesmas yang terjadwal sehingga ada kesamaan persepsi dalam penggunaan antibiotik dan standar pengobatan. Tenaga kesehatan perlu mendapat informasi melalui media cetak yang dibina oleh profesi serta melaksanakan studi perbandingan ke tempat pelayanan kesehatan yang sudah baik pengelolaan antibiotika.

Factors Related with Antibiotic Rational Uses at Public Health Center in Padang City, 2004Authority delegation maintenance diagnoses and treatment to paramedic staff (nurse and midwife), without equal supervision, can obtain antibiotics uses inappropriate as treatment direction. That is tight related by inappropriate treatment with patient' symptoms case and miss-belief from patient that ask various drug specifically antibiotic. Health Official of Padang City data shown antibiotic more than 10% as establish by Restra of Official health in Province of West Sumatra.
This research purpose to gain information of the antibiotic rational uses proportion and its factor at Public Health Center in Padang City. Research designed by Cross Sectional approach. Sample is nurses and midwifes who give prescription of general clinic (BP) and children clinic (KIA - mother and child care) 68 staff. Sample inclusive criteria is nurse and midwife who written prescription on collecting data period.
The result of research shown proportion rational antibiotic uses by nurse and midwife is 67,6%. Bivariate Analysis result shown some variable statistically related meaning with rational antibiotic uses that's patient knowledge and request. Meanwhile, the most dominant factor related with rational antibiotic uses is nurse' and midwife' knowledge.
It's necessary for Health Office of Padang City to arrange a meeting of Public Health Center medical force gradually so present a similarity perception within antibiotic uses and treatment standardization. Medical forces need to get information by print media, which construct by profession also to implement research comparison to health service that has antibiotic management carefully.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>