Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172858 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Usman Chatib Warsa
"

Perkembangan mikroba atau jasad renik yang resistan atau kebal pada antibiotika yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi, telah menjadi masalah besar didalam pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Bersamaan dengan berkembangnya penyakit baru akhir-akhir ini, ramai dipublikasikan adanya bentuk baru evolusi kuman yang sulit ditanggulangi dengan obat antibiotika yang biasa dipergunakan untuk pengobatan, yang kemudian disebut sebagai "Superbugs" atau "Killerbugs" atau "Killer Microbes"(1,2,3). Kejadian mikroba resistan terhadap kemoterapi telah dilaporkan terjadi pada berbagai jenis bakteri, jamur, virus maupun parasit. Saat ini bakteri yang resistan antibiotika prevaiensinya paling besar, sehingga pada kesempatan ini saya akan membahas secara singkat masalah ini. Contoh mikroba resistan lain misalnya pada jamur/fungi (Candida sp. resistan pada flukonasol), virus (HIV resistan pada zidovudin), dan parasit (Trichomonas sp. resistan pada metronidasol dan Plasmodium falsifarum resistan pada kloroquin)(4).

Telah diteliti oleh para ahli penyakit infeksi, bahwa pada penderita dengan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri resistan antibiotika, akan menyebabkan penyakit makin berat, makin lamanya masa sakit dan lebih lama tinggal di rumah sakit bagi penderita yang dirawat, juga menyebabkan gejala sisa atau sequelae yang lebih besar, meningkatnya angka kematian/mortalitas, serta biaya pengobatan yang meningkat karena makin mahalnya obat pilihan alternatif(5). Sebaliknya peningkatan resistansi juga dipengaruhi oleh beberapa kemajuan yang didapat dari kehadiran dan efektivitas pengobatan dengan antibiotika itu sendiri, antara lain dimungkinkannya prosedur operasi yang lama dan banyak komplikasi pada penderita immunosupresi, usia lanjut atau penderita yang sakit berat; dapat dilakukan transplantasi; dan dapat digunakannya peralatan dan alat bantu yang kompleks. Kehadiran antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan pada tindakan profilaksis dan pengobatan, memberikan kemungkinan tindakan medik yang lebih kompleks dan dahulu sulit dilakukan(6,7).

Meningkatnya prevalensi bakteri resistan terhadap antibiotika, mengharuskan pertimbangan yang lebih besar didalam melakukan evaluasi risiko tindakan medik yang sudah ada. Ini termasuk tindakan operasi metode baru yang membutuhkan waktu lama; penggunaan instrumentasi dan alat bantu dengan teknologi baru; tindakan pada penderita menurunnya imunokompeten, sakit berat dan sakit kronik; pada kondisi di mana kurangnya fasilitas pada pendidikan dan pelatihan kontrol infeksi; tidak mempunyai fasilitas laboratorium mikrobiologi untuk pemeriksaan tes kepekaan antibiotika, guna mendeteksi adanya resistansi; tidak adanya standar teknik antiseptik yang baik; pada densiti komunitas yang padat; sanitasi buruk di sekitar tempat tinggal.

"
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0223
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Yasmin Iskandar
"Latar belakang. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan bahwa insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile semakin meningkat, terutama pada pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika. Namun belum ada penelitian yang mendapatkan data kedua insidens tersebut di Indonesia, terutama di RSCM.
Tujuan. Untuk mengetahui insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM.
Metode. Dilakukan studi kohort prospektif berbasis surveilans pada 96 pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM pada periode penelitian. Dilakukan pemeriksaan feses dengan uji kromatografi cepat C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM pada awal dan akhir penelitian. Dilakukan follow-up selama 5-7 hari perawatan pada semua pasien. Insidens kolonisasi strain non-toksigenik adalah pasien yang memiliki hasil pemeriksaan fesesnya konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/-. Insidens kolonisasi strain toksigenik adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+. Insidens infeksi adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+ yang disertai satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan infeksi C.difficile.
Hasil. Dari 96 subjek penelitian, 13 subjek mengalami kolonisasi non-toksigenik; 8 subjek mengalami kolonisasi toksigenik; 9 subjek mengalami infeksi. Terdapat 11 subjek yang mengalami gejala klinis, namun hasil pemeriksaan fesesnya tidak ditemukan toksin yang positif (2 subjek hanya mengalami kolinisasi non-toksigenik dan 9 subjek tidak mengalami kolonisasi atau infeksi) sehingga dianggap bukan merupakan infeksi C.difficile.
Kesimpulan. Insidens kolonisasi C.difficile adalah 22%, dimana kolonisasi strain non-toksigenik adalah 14% (IK95% 13-16) dan strain toksi.

Background. Previous studies showed that there have been a significant increasing of the incidence of C.difficile colonization and infection, particularly among hospital inpatients prescribed antibiotics. However, there is no such data available in Indonesia, mainly at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Objective. To determine the incidence of Clostridium difficile colonization and infection among hospital inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods. A surveillance-based prospective cohort study was conducted on 96 inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital during the study period. All patient was followed-up for 5-7 days hospitalization. We obtained rectal swabs or stool samples on admission and day 5-7 of hospitalization and performed a rapid chromatography test C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM to determine colonization or infection. Incidence of non-toxigenic colonization was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/- as the second result. Incidence of toxigenic colonization was defined as as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result. Incidence of infection was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result, accompanied by one or more C.difficile infection-associated clinical symptoms.
Results. A total of 96 subjects were included in the study; 13, 8 and 9 had a non-toxigenic colonization, toxigenic colonization, and infection, respectively. 11 subjects with clinical symptoms could not be determined whether they had a C.difficile infection because of the “toxin-negative” findings from their stool examination (2 subjects had non-toxigenic colonization and 9 subjects had neither colonization nor infection).
Conclusion. The incidence of C.difficile colonization was 22%, which 14% (95% CI 13-16) was the incidence of non-toxigenic colonization and 8% (95% CI 7-10) was the incidence of toxigenic colonization. The incidence of C.difficile infection was 9% (95% CI 8-11).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi ketidak sesuaian penggunaan antibiotika dengan uji kepekaan di ruang rawat intensif rumah sakit Fatmawati Jakarta dengan suatu desain penelitian kasus kontrol, dimana kasus adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika, menggunakan antibiotika tersebut dalam terapi. Kontrol adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika tetapi penggunaan antibiotika lain yang efektif. Subjek penelitian yang diperoleh adalah 34 kasus dan 41 kontrol. Faktor yang mempengaruhi antibiotika tidak efektif adalah pekerjaan pasien (rasio odds = 0.25 dan 95% CI 0.09-0.71). Jika dibandingkan dengan pasien yang tidak bekerja, maka yang bekerja mempunyai risiko 75% lebih rendah dalam hal penggunaan antibiotika yang tidak efektif.
Several Factors Influencing Irrational Antibiotics Treatments in Intensive Care Unit at Fatmawati Hospital
Jakarta 2001 – 2002. A study was conducted in the intensive care unit at Fatmawati Hospital, Jakarta, concerning a
factor influencing the inappropriate use of antibiotics, proven by the resistance against a certain antibiotic, however this
antibiotic was used for therapy. Cases in the control group were resistant cases against an antibiotic and therefore were
given another antibiotic, against which the patients were sensitive. A total of 34 cases were selected as research
subjects, whereas 41 cases were included in the control group. The factor influencing the use of antibiotics against
which patient were resistant was “having a job of the patient” (odds ratio = 0,25 and 95 % CI 0,09 – 0,71). In
comparison the group of patients with a job with the group without a job: the group with a job had a 75 % lower risk in
using ineffective antibiotics."
Institut Sains dan Teknologi Nasional. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistijawati
"Dalam memenuhi tuntutan persaingan rumah sakit pada saat ini, setiap rumah sakit berupaya untuk meningkatkan citranya dengan meningkatkan mutu pelayanan secara menyeluruh. Aspek pembekalan farmasi merupakan hal yang sangat panting untuk diperhatikan. Dalam pengelolaan dan pengendalian obat di rumah sakit diperlukan manajemen yang tepat agar tujuan yang akan dicapai bisa terpenuhi.
Penelitian ini mempunyai tujuan agar manajemen pembekalan farmasi dapat dilaksanakan secara optimal serta identifikasi informasi kelengkapan jenis, kecukupan jumlah serta ketepatan waktu pengadaan obat-obat antibiotik yang masuk dalam kategori kritis. Kemudian dicari metode yang tepat untuk pengadaannya. Penelitian ini adalah survey data sekunder dan data primer mengenai persediaan pembekalan farmasi khususnya obat-obatan antibiotik yang tersedia di Rumah Sakit Puri Cinere. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif melalui analisis indeks kritis dan model persediaan yang bersifat probabilistik. Populasinya adalah seluruh obat antibiotik yang tersedia di bagian farmasi RSPC selama enam bulan terakhir dari Agustus 1997 s.d. Januari 1998. Jumlah jenis obat antibiotik selama enam bulan berjumlah 177 jenis.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa manajemen pembekalan farmasi di Rumah Sakit Puri Cinere belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat masih kerap terjadi stock out, over stock maupun obat kedaluarsa. Disamping itu anggaran yang digunakan untuk belanja obat selalu lebih besar dari pada anggaran yang sudah ditentukan sedangkan pendapatan selalu di bawah target. Mengingat bahwa farmasi merupakan salah satu pusat keuntungan rumah sakit ( profit centre) , maka perlu dilakukan optimalisasi dalam pendayagunaan persediaannya. Optimalisasi ini akan memberi dampak penting terhadap peningkatan pendapatan rumah sakit. Dengan demikian perlu diperhatikan perencanaan jenis obat agar jenis obat yang tersedia adalah yang memang pasti digunakan dalam jumlah yang cukup, sehingga lebih memudahkan dalam melakukan pengendalian obat. Agar dapat berjalan dengan lancar , perlu dilibatkan pihak farmasi untuk ikut merencanakan anggaran sehingga diharapkan perbedaan antara anggaran dan realissi dapat ditekan. Disamping itu perlu bagi Rumah Sakit Puri Cinere untuk mulai menggunakan indikator kinerja persediaan dalam menilai persediaan yang ada.
Berdasarkan analisis kuantitatif ternyata bahwa terdapat perbedaan jumlah jenis obat dan adanya variasi pada analisis ABC berdasarkan pemakaian, investasi dan indeks kritis. Pengambilan keputusan perbandingan persentase kelompok ABC yang diambil, sangat dipengaruhi oleh kebijakan dari pihak manajerial Rumah Sakit. Semakin besar nilai persentase yang diambil untuk kelompok A, maka semakin besar jumlah item pada kelompok A indeks kritis. Pembagian berdasarkan kategori pemakaian, investasi dan indeks kritis akan memberikan hasil yang berbeda. Kategori pemakaian memberikan hasil untuk kelompok A sebanyak 32 macam (jika diambil 70%) dan 27 macam (jika diambil 75%). Sedangkan apabila dipertimbangkan nilai investasinya, maka akan diperoleh jumlah item kelompok A sebanyak 21 macam (jika diambil 70%) atau 25 macam (jika diambil 75%) dengan biaya investasi Rp. 45.914.003 (jika diambil 70%) atau Rp. 48.938.612 (jika diambil 75%). Apabila dilakukan analisis indeks kritis, maka item untuk kelompok A akan berjumlah hanya 13 (jika diambil 70%) atau hanya 18 (jika diambil 75%) dengan biaya investasi Rp. 26.345.929 (jika diambil 70%) atau sebesar Rp. 30.208.100,- (jika diambil 75%), Dan hasil di atas menunjukkan bahwa Rumah Sakit Puri Cinere dapat melakukan efisiensi dengan adanya pengurangan jumlah item maupun biaya yang harus diinvestasikan apabila menggunakan analisis indeks kritis.
Dalam meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Puri Cinere terutama dalam penyediaan pembekalan farmasi diperlukan manajemen yang baik dalam mengelola perencanaan dan penyediaan obat. Penentuan stok pengaman (safety stock), kapan dilakukan pemesanan (Reorder Point), dan banyaknya pemesanan (Order Quantity) digunakan model persediaan yang tepat. Dengan demikian, pasien rawat inap maupun rawat jalan yang membutuhkan obat dapat terlayani dengan baik.

To survive hospital competition today, every hospital has effort to enhance its image by improving the whole service quality. Pharmaceutical logistic aspect is very significant. In managing and controlling drug in hospital, the right management is needed to achieve the goal.
The purpose of this research is to answer whether the management of pharmaceutical logistic has been performed optimally. The other purpose is to identify information regarding to the item, volume sufficiency and on time procurement of vital antibiotic drug. This research is to survey primary and secondary data relating to pharmaceutical logistic inventory, especially antibiotic drug available in Puri Cinere Hospital. The research uses quantitative analysis approach through critical index analysis and probabilistic inventory model. The population is the entire antibiotic drug available in pharmacy unit of Puss Cinere Hospital during the last six month from August 1997 to January 1998. The number of antibiotic drug item for six month is 177 items.
From the result of research, it is known that management of pharmaceutical logistic in Puri Cinere Hospital has not been performed well because stock out, over stock and expire drug still occur frequently. Beside, the budget spent to buy drugs always higher than its plan and revenue target is never reached. Considering that pharmacy unit is one of profit centre, optimalization of inventory is necessary. This will has significant impact to the increasing of hospital income. Therefore, planning should be done carefully in order to assure that the drug needed is always available. It can ease in controlling inventory. To minimize the gap between budget and expenditure, pharmacist should be involved in budget planning. Furthermore, the hospital has to use inventory performance indicator to evaluate inventory.
Based on quantitative analysis, there is difference in the number of drug item and there is variation in the ABC analysis based on the use, investment and critical index. The decision making to compare the percentage of ABC group is mostly influenced by the policy of hospital management. The higher percentage of A group, the higher number of A group item in critical index. On the basis of using category, investment and critical index has different result. The result of using category is that for A group, it will order 32 items (if it is taken 70 % ) or 27 items (if it is taken 75 % ), whereas if the investment is considered, the result is 21 items for A group (if it is taken 70 % ) or 25 items (if it is taken 75 % ) with the cost of investment Rp. 45.914.003; (if it is taken 70 %) or Rp.48.938.612,- (if it is taken 75 % ). If it is analyzed with critical index, the number of A group will be only 13 items ( if it is taken 70 %) or it is only 28 items (if it is taken 75 % ) with the cost of investment Rp.26.345.929,- (if it is taken 70 %) or Rp.30.208.100; (if it is taken 75 % ). The above result shows that the hospital improve efficiency by saving the number of item or investment cost using critical index analysis.
To increase the service quality in the hospital, especially pharmaceutical logistic, the proper management is needed to manage drug inventory and planning. The determination of safety stock, reorder point and order quantity should use the proper inventory model. This will serve inpatient and outpatient well.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T8316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arfan Awaloeddin
"Rurnah sakit sebagai mata rantai sistern kesehatan diharapkan dapat mencapai pelayanan yang bermutu, berdaya guna, serta didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperlukan oleh masing-masing penderita dalam batas kemampuan teknologi dan sarana yang tersedia di rumah sakit. Salah satunya adalah instalasi farmasi yang merupakan sarana penting dalam proses penyembuhan dan merupakan salah satu komponen biaya operasional yang besar dari seluruh biaya operasional rumah sakit.
Anggaran yang dibelanjakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros untuk obat dan alkes sebanyak 46.65 % (Rp 5.155.680.986) dari total pengeluaran rumah sakit, dari jumlah tersebut 37.88% (1.952.881.880) adalah investasi untuk obat antibiotika.
Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros pada pemakaian obat-obatan antibiotika periode Januari hingga Juni tahun 2001, dengan tujuan mengidentifikasi tingkat persediaan obat antibiotika di instalasi farmasi, merencanakan dan mengendalikan jumlah pemesanan obat yang efisien dan efektif.
Perencanaan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan suatu jumlah dan jenis persediaan perbekalan di instalasi farmasi, dalam hal ini khusus obat antibiotika. Persediaan obat-obatan antibiotika dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai indeks kritis dengan memakai analisis ABC. Pengelompokkan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan persediaan, dengan demikian dapat diketahui jenis obat mana yang perlu diperhatikan karena mempunyai investasi yang tinggi dengan nilai kritis yang tinggi pula. Indeks kritis dapat diketahui melalui pendapat dari para dokter full timer yang berada di Rumah Sakit Awal Bros yang memakai obat tersebut.
Hasil analisis indeks kritis ABC didapatkan basil bahwa kelompok A untuk 75-20-5 yang memerlukan investasi paling tinggi (66.51 % dari seluruh biaya) terdiri dari 32 item obat (9.33 %), kelompok B menelan biaya 28.99% terdiri dari 126 item obat dan kelompok C menelan biaya 4.50% dari seluruh biaya. Jenis obat antibiotika kelompok A 75-20-5 berdasarkan pemakaian, investasi dan indeks kritis berjumlah 74 item, jika dikelompokkan dengan kelompok nama generik akan dapat berkurang menjadi 60 item. Hal ini setidaknya rumah sakit Awal Bros dapat melakukan efisiensi sehingga biaya yang hares diinvestasikan akan berkurang.

Hospital is the part of health system chain which might be expected to provides quality services, efficient, and was established, operated to achieve various level of health services including promotion, prevention, curative and rehabilitation to meet patient needs in accordance to both technologies and facilities availabilities in the respective hospital.
In particularly, pharmaceutical department is one of the important facilities in patient care that consume the biggest part of operational cost. In Awal Bros hospital, drugs and consumable goods spent 46.65% of total hospital expenditure. (Rp 5.155.680.986.-). In addition the hospital spent 37.88% of their total drugs expenditure for antibiotic (1.952.881.880 rupiahs).
This study took place in Pharmaceutical Department of Awal Bros hospital during January 2001 thorough June 2001 period that aimed to identify the availability of antibiotic, and to develop the most economical procurement plan as well as to manage the availability.
By doing so it was expected the hospital could manage the availability of antibiotic in terms of amount and type. The availability of antibiotic was grouped into different categories according to level of utilization, investment as well as critical index by using ABC analysis. This approach aimed to control level of antibiotic availability, an effort to identify priority in next procurement by considering its investment level and critical index. Information on critical index was gathered from selected residence physicians that had been known as frequent users.
The ABC critical index analysis revealed that group A (75- 20-5) represented the highest investment totaling 66.51% of total expenditure, consisted of 32 item of antibiotic (9.33%); group B represent 28.99% of total expenditure (126 items) and group C represent 4.50% of total expenses. The total group A 75-20-5 with categories according to level of utilization, investment as well as critical index consisted 74 items, if grouped to generic drugs the least would decrease to 60 items. This approach which aimed to control level of antibiotic availability, can be utilized to identify priority in next procurement by considering its investment level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishak G. M Lahunduitan
"Sejak ditemukmmya obat-obatan antibiotika, telah terbukti bahwa antibiotika efektif mengendalikan infeksi bakterial. Namun dengan penggunaan yang irasional tampak pula kerugiannya yang tidak sedikit antara lain; resistensi kuman, penyebaran kuman non patogen menjadi patogen, reaksi anafilaktik dan masalah biaya yang tinggi. Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotika mula-mula ditanggulangi dengan penemuan ohat-obatan golongan baru dan juga dengan mengupayakan modifikasi kimiawi terhadap obat-obat yang sudah ada. Sayangnya tidak ada yang dapat mengimbangi kemampuan bakteri patogen untuk membentuk resistensi.

Since the discovery of antibiotic drugs, it has been proven that antibiotics are effective in controlling bacterial infections. But with the use of irational It also appears that the disadvantages are not small, including; germ resistance, the spread of non-pathogenic germs into pathogens. anaphylactic reactions and cost problems tall. The problem of bacterial resistance to antibiotics was first overcome by the discovery of new classes of drugs and also by seeking modifications chemicals against existing drugs. Unfortunately, nothing can compensate for the ability of pathogenic bacteria to form resistance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian pendahuluan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika di ruang rawat intensif rumah sakit Fatmawati Jakarta, secara restrospektif terhadap data sekunder hasil uji kepekaan antinbiotika dan jenis kuman dari 205 pasien dalam kurun waktu 2001-2002. hasil menunjukkan jenis kuman patogen adaah Psedonoman sp. Klebsiella sp. Escherichia coli, Streptococcus haemolyticus. Staphylococcus aureus. Pola kepekaannya menunjukkn bahwa kuman patogen mempunyai resistensi tertinggi terhadap ampisilin, amoksisilin penisilin G, tetrasiklin dan kloramfenikol, Kepekaan tertinggi ditujunjkkan oleh fosmisin, amikasin, seftriakson pada Pseudomonas sp. netilmihn, amikasin, sefriakson pada Klebsiella sp seftriakson, amikasin, sferizoksim pada Eschericha coli
The Sensitivity Pattern of Microorganisms against Antibiotics at the Intensive Care Unit of Fatmawati Hospital
Jakarta 2001 – 2002. A preliminary study was conducted on the sensitivity pattern of microorganisms against
antibiotics at the intensive care unit of Fatmawati Hospital Jakarta. Retrospective, secondary data were collected on
results of antibiotics sensitivity tests and kind of microorganisms of 205 patients during the years 2001 – 2002.
Pathogenic species found were Pseudomonas sp. Klebsiella sp. Escherichia coli, Streptococcus β haemolyticus,
Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aureus. The pattern of resistance showed that pathogenic
microorganisms were most resistant agains ampicillin, amoxycillin, penicillin G, tetracycline and chloramphenicol. The
highest sensitivity levels were shown by fosmicin, amikacin, ceftriaxone to Pseudomonas sp. netilmicin, amikacin,
ceftriaxone to Klebsiella sp. ceftriaxone, amikacin, ceftizoxime to Escherichia coli."
Institut Sains dan Teknologi Nasional. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia; Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia ; Rumah Sakit Fatmawati , 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Berintan
"Puskesmas memiliki peran untuk melakukan upaya kesehatan masyarakat, diantaranya adalah farmasi yang mencakup pengelolaan obat-obatan dan alat kesehatan yang diperlukan. Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah sistem evaluasi yang terstruktur untuk memastikan ketepatan penggunaan obat. EPO dapat memberikan gambaran penggunaan obat sehingga dapat memberi masukan untuk pengelolaan obat dan evaluasi efektivitas terapi obat. Metode ATC/DDD adalah metode yang direkomendasikan WHO untuk analisis kuantitatif penggunaan obat secara internasional. Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) adalah klasifikasi obat berdasarkan lokasi kerja, efek terapi, farmakologi, dan sifat kimia obat sedangkan Defined Daily Dose (DDD) adalah dosis pemeliharaan rata-rata per hari pada pasien dewasa. Antibiotika merupakan obat antibakteri yang perlu ditangani dengan hati-hati, karena penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau resistensi mikroba. Laporan ini membahas analisis penggunaan obat golongan antibiotika dengan metode ATC/DDD di Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada tahun 2021. Hasil laporan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam perencanaan obat di masa depan.

Community health centers have a role to do community health improvements, which among them is pharmacy that includes management of the drugs and healthcare tools needed. Drug use evaluation is a structured system of evaluation to ensure the accuracy of drug usage. This evaluation can help give a picture of drug use that can help in drug management and evaluation of the effectivity of therapy. The ATC/DDD method is a method recommended by WHO for quantitative drug analysis internationally. Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) is a classification of drugs based on location of action, therapeutic effect, pharmacology, and chemical property while Defined Daily Dose (DDD) is the average maintenance dose on adult patients. Antibiotics is a group of antibacterial drugs that needs careful management, for that incorrect usage can cause health issues or microbial resistance. This report discusses the analysis of the use of antibiotics with ATC/DDD method on Jatinegara community health center on 2021. The result of this report is hoped to be a source of information for future plannings of drugs.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>