Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151055 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lestari Rahayu
"Penelitian di bidang kultur jaringan tanaman menunjukkan bahwa sel-sel dalam kultur kalus dan suspensi sel dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang sama dengan yang terdapat pada tanaman, (Nickel, 1980; Mantel]'& Smith, 1983 dan Pawelka dkk., 1986). Ogutuga dan Nortcote telah berhasil memperoleh salah satu alkaloid yaitu kafein dari kultur jaringan teh (lihat Nickel, 1980). Analisis polifenol dalam kalus dari potongan batang teh, menunjukkan adanya katekin, leukosianin, bila potongan organ tersebut ditanam dalam medium Heller (Forrest, 1969. Salah satu klon teh yang ada di Indonesia dengan sifat tidak rentan terhadap serangan fungi dan berproduksi dengan baik adalah TRI 2025 (Setiawati & Nasikun, 1991). Untuk mengetahui pertumbuhan kalus dari teh (Camellia sinensis (0.) Kuntze) klon TRI 2025 dan kandungan tannin dari potongan daun yang ditanam dalam variasi medium, maka telah dilakukan penanaman potongan daun the (Camellia sinensis) (0). Kuntze) dalam medium, modifikasi Murashige dan, Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D: 1 dan 3 ppm serta kinetin 3 ppm. Produktivitas kalus pada umur 4bulan tertinggi pada medium MS+2;4'-D ,3 ppm (F, ) ; 1,4138 g dan pada P6 : 1,5871 g serta berat kering : 0,3892 g dan 0,4789 'g. Namun kebutuhan nutrient untuk memperoleh kalus yang meningkat sesuai, dengan umur dari 2;3 dan 4 bin adalah medium P6. Kandungan tannin dari 1 g berat basah kalus pada P6 umur 4' bin adalah 0,58030 setiap 1 g berat kering kalus sebesar 0,0917 g. Hal ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya dengan rata-rata: 0,4801 g berat basah dan berat kering kalus: 0,,08102 g. Perbandingan antara kandungan tannin pada kalus umur 4 bulan dalam medium P6 sama dengan kandungan tannin dalam daun tanaman induknya baik dari bahan segar: 0,5803 dan 0,58171 g dan bahan kering: 0,0917 g dan 0,0987 g. Dengan demikian kandungan tannin dari semua bahan segar jauh lebih besar 58,2% daripada kandungan tannin dari bahan kering 9,27%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam langkah alternatif memperoleh senyawa metabolit sekunder dari teh."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Bungsu
"ABSTRAK
Ibu hamil adalah salah satu kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap pangan dan gizi. Diperkirakan sebesar 20% kematian ibu berkaitan dengan rendahnya kadar hemoglobin (anemia gizi) selama kehamilan. Teh memiliki potensi sebagai penyebab anemia karena disinyalir mampu mengabsorbsi mineral sebagai bentuk zat besi yang dikaitkan dengan peranan tanin dalam akndungan teh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar tanin pada teh celup terhadap anemia gizi besi pada ibu hamil. Penelitian dilakukan dengan design Cross Sectional analytic. Responden terdiri dari 94 ibu hamil dengan usia kandungan > 16 minggu. Data dianalisis dengan menggunakan analisa Cox Regression.Hasil analisa bivariat diperoleh bahwa prevalens ibu yang memiliki kadar tanin tinggi perharinya 2.77 kali lebih tinggi (95% CI 0.89 – 8.6) untuk menderita anemia gizi besi dibandingkan ibu yang memiliki kadar tanin lebih rendah. Pada tahap analisa multivariat, didapatkan hasil bahwa prevalens ibu hamil dengan kadar tanin yang tinggi 2,84 kali lebih tinggi (95% CI 0.9 – 9.06) untuk menderita anemia gizi besi setelah dikontrol variabel pola konsumsi protein hewani dengan bioavaiabilitas rendah dan usia ibu. Meskipun hubungan kadar tanin pada teh celup secara statistik tidak significan tetapi kadar tanin, asupan protein hewani dengan bioavaiabilitas rendah dan usia ibu dapat memprediksi nilai kadar serum ferritin ibu hamil.

ABSTRACT
Pregnant women is one of the critical group in lot os aspect, one of it is food and nutrition. abaut 20% of mother mortality have correlation with less level of haemoglobin (nutrition anemia) during pregnancy. tea has potential causing anemia, because it has possibility be able to absorbs mineral as a form of iron which correlation to the contain of tannin in tea.
this study puposes is to observe the effects of tannin in tea bags to iron nutritional anemia on pregnant women. the design of this study is Cross Sectional analysis. Respondents are 94 pregnant women with gestation > 16 weeks. data analyze by Cox Regression by bivariate analysis pregnant women with high tannin level in each day have prevalence 2.77 more high (95% CI 0.89 - 8.6) to be iron dificency comapre to pregnant women who has lower tannin level. in multivariate analysis step, pregnant women with high tannin level have prevalence 2.45 more high (95% CI 0.9 - 9.06) to be iron deficiency after control by heme consumtion and age of pregnant women variable.
Although the correlation of tannin in tea bags statiscally not significant, but tannin level, heme consumption with low bioavaiability and age of pregnant women be able to predict the value of ferritin level in pregnant women."
Universitas Indonesia, 2012
T32607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susiyanti
"ABSTRAK
Potongan daun teh (Camellia sinensis kion TRI 2025) dengan rata-rata berat basah 31,25 mg dan berat kenny 6,52 my ditanam secara aseptis dalam tiga macam media (P1, dan P). Media P 1 dan P2 masing-masing mengandung 0,5 MS serta 1 MS makro dan mikro ditambah vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS (1962). Medium P 3 adalah medium MS (1962) modifikasi. Eksplan disubkultur setiap bulan setelah berumur 2 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap waktu inisiasi, warna, dan jenis kalus serta berat basah dan berat kenny kalus pada minggu ke-8, ke-12, dan ke-16. Inisiasi kalus mulai tampak pada minggu ke-3 setelah penanaman dalam media P 1 dan P2 serta minggu ke-4 dalam P3, dengan warna kalus putih dan jenis kompak. Berat basah rata-rata kalus pada minggu ke-8 dalam media P 1 , P2 , dan P_. berturut-turut 162,77; 147,19; dan 116,92 my. Berat basah rata-rata kalus pada minggu ke-12 dalam ketiga media tersebut berturut-turut 736,04; 568,16; dan 822,78 my. Berat basah rata-rata kalus pada minggu ke-16 dalam ketiga media itu berturut-turut 1.741,7; 1.368,15; dan 1.089,37 my. E4erat kenny rata-ratanya pada minggu ke-8 adalah 27,54; 28,03; 21,70 my. Berat kenny rata-ratanya pada minggu ke-12 adalah 81,45; 72,60; dan 85,22 my. Pada minygu ke-16 berat keningnya 367,61; 191,59; dan 136,36 my. U j i ANAVA menuniukkan bahwa tidak ada perbedaan pnoduksi kalus dalam ketiga media pada minggu ke-8 dan ke-12. U j i Tukey dengan = 0,01 dan 0,05 menuniukkan bahwa pada minggu ke-16, penggunaan 0,5 kadar unsur makro dan mikro dengan diimbangi vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS (1962) sangat meningkatkan produksi kalus, dibandingkan penggunaan 1 MS dengan kadar vitamin B dan glisin sama dengan pada MS (1962). Kenaikan kadar vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS semula, dengan penggunaan unsur makro dan mikro yang sama (1 MS) tidak meningkatkan produksi kalus. Demikian pula pada kenaikan kadar unsur rnakro dan mikro dari 0,5 ke I. MS dengan kadar vitamin B dan glisin 10 kali kadar MS semula."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Dirghantara
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S31907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah
"ABSTRAK
gonchus arvensis L. adalah tanaman obat-obatan yang sangat terkenal dan digunakan secara luas sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit ginjal. Pada penelitian terdahulu didapat bahwa flavonoid merupakan senyawa aktif dalam tumbuh-tumbuhan itu. Plavonoid ditemukan pada daun-daun segar dan juga pada kalus dari hasil kultur jaringan pada penelitian ini dilakukan pembandingan kandungan flavonoid pada daun segar dan pada kalus. Flavonoid ditentukan sebagai quercetin dengan cara kromatografi lapisan tipis menggunakan lempeng aluniunium silika gel G7 254 , dan diukur secara kuantitatif dengan cara spektrofotometri pada panjang gelombang 371 nm. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa kandungan flavonoid tertinggi ditemukan ( didapat ) pada kalus yang berumur 8 sampai 10 minggu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari R. Kusmadji
"Penelitian kultur jaringan pada tanaman menunjukkan bahwa semua sel yang tumbuh dan berkembang selalu mempunyai DNA untuk mengawasi pertumbuhannya baik dalam sintesis protein, kandungan klorofil serta-sintesis metabolit sekunder (Kamlesh et al.1986).
Penanaman secara in vitro tanaman teh telah banyak dilakukan antara lain oleh Palni et al.(1993) dan Ogada dan Wachira (1995)dengan menggunakan medium modifikasi Murashige & Skoog(1962).
Dengan uji histokimiawi yakni dengan pengecatan jaringan dan bantuan pereagen(zat warna) akan diketahui aktivitas biokhemis. Hal tersebut tampak pada daun teh dan kalusnya berwarna merah muda dengan pereagen S'chiff dan pewarna Feulgen karena mengandung DNA. Berdasarkan kemampuan hidrolisis jaringan dengan bantuan HCL, senyawa urine-glikosid di dalam DNA dan dalam bentuk gugus aldehid dalam gula desoksiribose. Dengan spektrofotometrik menunjukkan bahwa kandungan klorofil a dan klorofil b pada kalus daun teh 0,0365 mg/g berat basah dan 0,0079mg/g bb; sedang pada daunnya 0,09522 mg/g bb dan 0,04490 mg/bb. Hal ini membuktikkan pada kalus hidup secara semiheterotrof.(George & Sherrington, 1984) Namun pada kalus kandungan tannin 0,51361 mg/g bb dan 0,09031 mg/bk dan pada potongan daun induknya: 0,56488 mg/g bb dan 0,0920 mglg bk. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder hasil penanaman jaringan secara kualitatif dan kuantitatif hampir sama; sesuai dengan penelitian Forrest (1969) dan Palni et al. (1993)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Ardiana Kartika Nugraheni
"ABSTRAK
Diabetes mellitus DM adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama dan prevalensinya akhir-akhir ini meningkat secara dramatis. Teh putih merupakan jenis teh yang diharapkan dapat dijadikan alternatif penanganan diabetes mellitus karena penggunaan obat antidiabetes oral sintetik sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala terkait dengan efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui LD50 dan tingkat keamanan ekstrak daun teh putih, serta pengaruhnya terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus. Uji toksisitas akut dilakukan pada mencit jantan dan betina galur DDY dengan dosis 1,25; 2,5; 5; dan 10 g/kg bb yang diberikan dalam dosis tunggal. Uji aktivitas antidiabetes dilakukan pada tikus Sprague Dawley jantan diabetes yang diinduksi streptozotocin-nikotinamid, melalui pemberian ekstrak daun teh putih dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb yang diberikan selama 14 hari. Hasil perhitungan diperoleh LD50 pada mencit jantan adalah 4,58 g/kg bb dan 2,73 g/kg bb untuk mencit betina. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak daun teh putih selama 14 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol negatif P.

ABSTRACT
Diabetes mellitus DM is a major public health problem and its incidence has increased dramatically. White tea is a type of tea is expected to be used as an alternative in treatment of diabetes mellitus because of side effect of oral synthetic antidiabetic drugs. This study aims to determine LD50 and the level of safety of white tea leaf extract, and its effect on reducing blood glucose levels in diabetic rats. The acute oral toxicity study performed at dose 1,25 2,5 5 and 10 g kg bw of male and female DDY mice in single dose administration. Antidiabetic activity study of white tea extract was performed on diabetic Sprague Dawley male rats induced streptozotocin nicotinamide, at dose 50, 100 and 200 mg kg BW for 14 days. This studies showed that the oral LD50 of white tea extract is 4.58 g kg bw in male mice and 2.73 g kg bw for female mice. The administration of white tea leaves extracts for 14 days showed decreased blood glucose level significantly compared to negative control group P
"
2017
T49674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliza Ekayanti
"ABSTRAK
Penanganan untuk diabetes mellitus tipe 2 berfokus pada hormon inkretin. Glucagon Like Peptide-1 GLP-1 dan Glucose Dependent Insulintropic Polypeptide GIP merupakan hormon inkretin utama yang disekresikan di usus. Namun, GLP-1 memiliki waktu paruh yang singkat untuk mempertahankan bentuk aktifnya diperlukan penghambatan enzim Dipeptidyl peptidase IV DPP-IV . Berdasarkan tingginya kandungan polifenol daun teh putih Camellia sinensis L. O. Kuntze DTP dibandingkan jenis teh lain dan aktivitas penghambatannya terhadap enzim DPP-IV pada ekstrak DTP, maka dilakukan pengujian aktivitas penghambatan fraksi ekstrak etanol DTP menggunakan serum darah tikus secara ex vivo, karakterisasi dan pengujian aktivitas penurunan kadar glukosa darah fraksi teraktif pada tikus jantan putih galur Sprague-Dawley SD yang diinduksi dengan nikotinamida dan streptozotosin. Fraksi metanol merupakan fraksi teraktif dengan nilai IC50 227 g/mL dan telah diidentifikasi terdapat senyawa golongan flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin. Kadar senyawa polifenol, flavonoid dan tanin pada fraksi metanol dihasilkan masing-masing adalah 23,03 ; 0,2 dan 0,6 . Fraksi metanol pada dosis 120 mg/Kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa pada hari ke-14 108,67 mg/dL yang secara klinis berbeda dengan kelompok kontrol negatif 335,67 mg/dL , tetapi penurunan ini secara statistik tidak berbeda bermakna.

ABSTRACT
Treatment for type 2 diabetes mellitus focuses on the incretin hormone. Glucagon Like Peptide 1 GLP 1 and Glucose Dependent Insulintropic Polypeptide GIP is the main incretin hormone secreted in the intestine. However, GLP 1 has a short half life. Inhibition of the enzyme Dipeptidyl peptidase IV DPP IV required maintaining the active form of GLP 1. Based on the highest polyphenol compound of white tea leaves extract WTE Camellia sinensis L. O. Kuntze and previous study on highest activity of DPP IV enzyme inhibition on WTE, this study was done on fraction of WTE using rat blood serum ex vivo , characterization and blood glucose activity in Sprague Dawley SD white rats induced with nicotinamide and streptozotocin from its active fraction. The methanol fraction is the most active fraction with IC50 value at 227 g mL. Flavonoid, alkaloid, tannin and saponin has been identified on its fraction with the levels of polyphenol, flavonoid and tannin compounds were 23.03 0.2 and 0.6 . The methanol fraction at 120 mg Kg BW may decrease fasting blood glucose levels on day 14 108.67 mg dL which is clinically different from the negative control group 335.67 mg dL , but statistically not significant."
2017
T48720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amalia Handayani
"Transfersom merupakan suatu nano vesikel yang bersifat sangat elastis, sehingga ia dapat menembus membran tidak hanya karena sifatnya yang ampifilik namun juga karena ia dapat berubah bentuk. Namun, transfersom memiliki kekurangan, yaitu mudah mengalami degradasi oksidatif. Oleh karena itu, transfersom yang sudah jadi dilindungi di dalam suatu sistem mikrosfer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan mikrosfer transfersom dengan karakteristik yang baik dan stabil secara fisikokimia. Pada penelitian ini, transfersom dibuat menggunakan metode hidrasi lapis tipis dengan variasi perbandingan antara fosfolipid dan Span 80, yaitu 95:5, 90:10, dan 85:15. Dari ketiga formulasi, formula pertama terpilih untuk dijadikan mikrosfer menggunakan metode semprot kering, dengan bentuk yang sferis, berukuran 78,75 nm, indeks polidispersitas sebesar 0,187, zeta potensial sebesar -37,5 mV dan efisiensi penjerapan sebesar 47,96 5,81. Kemudian, mikrosfer yang dihasilkan berbentuk tidak sferis dan berkerut, memiliki ukuran partikel 2058,44 nm dengan indeks polidispersitas 0,545, efisiensi penjerapan sebesar 59,27 0,59 , kadar air 5,21 dan indeks mengembang sebesar 289,36 setelah 4 jam. Setelah dilakukan uji disolusi, jumlah EGCG kumulatif yang diperoleh adalah 69,15 7,66 . Dari hasil tersebut diketahui bahwa, stabilitas mikrosfer transfersom dan serbuk transfersom tidak memiliki perbedaan yang siginifikan.

Transfersome is an elastic nano vesicle. It can go through a membrane because it is an amphiphilic and ultradeformable particle. However, transfersome has a weakness, it can go through oxidative degradation. Therefore, transfersome needs to be protected in a microsphere system. The aim of this study was to prepare transfersome loaded microsphere which has good characteristic and physicochemical stability. In this research, transfersome was made using thin layer hydration method. Green tea leaves extract transfersomes were formulated in the ratio of 95 5, 90 10, and 85 15 based on the amount of phospholipid and Span 80. The best formula was formula 1 F1 that had spherical shape, its size was 78.75 nm, polydispersity index 0.187, zeta potential 37.5 mV and entrapment efficiency 47.96 5.81. After that, transfersome was loaded into microsphere using spray dry method. It had non spherical and wrinkled shape, its size was 2058,44 nm, polydispersity index 0.545, entrapment efficiency 59.27 0.59, moisture content 5.21, and swelling index 289.36 after 4 hours. Total cumulative amount of EGCG after dissolution test was 69.15 7.66. The conclusion is that transfersome loaded microsphere has no significant difference with transfersome powder in physicochemical stability."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Darmawan
"Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol aktif berupa epigalokatekin galat (EGCG). EGCG memiliki absorpsi dan penetrasi yang buruk karena ukuran molekul flavonoid yang besar, koefisien partisi yang kecil serta zat yang bersifat hidrofilik. Pada penelitian ini, Ekstrak daun teh hijau dimodifikasi dalam bentuk nanovesikel fitosom yang diformulasikan dalam sediaan gel untuk mengatasi permasalahan absorpsi dan penetrasi. Tujuan dari penelitian ini ialah memformulasikan gel fitosom dan gel ekstrak tanpa fitosom serta membandingkan penetrasi diantara keduanya. Fitosom di formulasi kedalam tiga formula yaitu F1, F2 dan F3 dengan konsentrasi ekstrak daun teh hijau yang setara dengan EGCG 1%; 1,5 % dan 2 %.
Pembutan fitosom dilakukan dengan metode hidrasi lapis tipis. Setelah formulasi, dilakukan karakterisasi untuk mengidentifikasi formula terbaik yang akan diformulasikan kedalam gel. Hasil menunjukan bahwa F1 merupakan formula terbaik yang memiliki bentuk partikel sferis dengan ukuran Dmean volume 179,83 ± 4,86 nm , PDI sebesar 0,235 ± 0,11 dan potensial zeta sebesar -61 ± 1,72 serta presentase efisiensi penjerapan sebesar 53,68 ± 2,14 %. Uji penetrasi sel difusi Franz dilakukan pada kedua gel menggunakan membran abdomen tikus galur betina Sprague-Dawley. Jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari sediaan gel fitosom dan gel non fitosom sebesar 930,39 ± 7,77 μg/cm2 dan 365,26 ± 0,75 μg/cm2 .
Presentase jumlah EGCG yang terpenetrasi dari sediaan gel fitosom dan non fitosom sebesar 41,49 ± 0,35 % dan 16,28 ± 0,03 %. Fluks dari sediaan gel fitosom dan non fitosom sebesar 45,54 ± 0,23 dan 39,35 ± 0,26. Gel fitosom ekstrak daun teh hijau memiliki daya penetrasi lebih baik dibandingkan gel ekstrak daun teh hijau tanpa fitosom. Selain itu, uji stabilitas fisik dilakukan pada kedua sediaan untuk menilai stabilitas dari formula. Sediaan gel fitosom dan gel non fitosom menunjukan stabilitas secara fisik melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, homogenitas dan viskositas yang dilakukan selama 2 bulan pada berbagai suhu.

Green tea leaves extract contains active polyphenolic content in form of epigallocatechin-3-gallate (EGCG). The absorption and penetration properties of EGCG are poor due to its large flavonoid molecule, small partition coefficient, and its hydrophilic properties. In order to overcome these obstacles, a modification of green tea leaf extract is made by formulating a gel containing phytosome nanovesicles in this research. This research aim is to formulate phytosome gels and non-phytosome gels with the extract, also comparing the penetration properties between them. Optimization of phytosome formula which consists of F1, F2, and F3 with green tea leaf extract concentrations equal to 1%, 1.5%, and 2% EGCG were conducted during the experiment.
The phytosomes were made by thin layer hydration method. After the formulation was formed, characterization was done to identify the best phytosome formula, which would be formulated into the gel. Results showed that F1 was the best formulation that contains spherical particles that measures Dmean 179,83 ± 4,86 nm in volume, and a PDI value of 0,235 ± 0,11, also a Zeta potential of -61 ± 1,72. The F1 formulation possesses the largest entrapment efficiency percentage, valued at 53,68 ± 2,14. Franz diffusion cell penetration test was done to both gels using abdominal membranes of Sprague-Dawley rats. The cumulative amount of EGCG penetrated from the phytosome anda non phytosome gel amounts 930,39 ± 7,77 μg/cm2 and 365,26 ± 0,75 μg/cm2.
Percentage of EGCG which penetrated from the phytosome and non phytosome gel reaches 41,49 ± 0,35 % dan 16,28 ± 0,03 %. Flux from the phytosome and non phytosome gel amounts 45,54 ± 0,23 and 39,35 ± 0,26. Based on these results, it can be concluded that the extract of green tea leaves in phytosomal gel holds a better penetration property compared to the extract not formulated with phytosomes. Both phytosomal and non-phytosomal gel are showing good physical stability through organoleptic, homogenicity, and viscosity observations which are done throughout two month at various temperatures.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>