Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emil Ibrahim
"Rumah sakit Pemerintah menghadapi berbagai tantangan dalam mengemban fungsi sosial pada masa mendatang. Terlihat kemampuan pemerintah mensubsidi rumah sakit baru mencapai 50-60 % dari kebutuhan rill, Oleh karena itu muncul harapan rumah sakit menjadi lebih mandiri atau otonom dalam pengelolahannya namun tetap menjalankan misi pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menilai otonomi RS Fatmawati yang meliputi: Manajemen strategik, Pengelolaan/Administrasi, Manajemen SDM, Manajemen Keuangan serta Pengadaan dengan menggunakan konsep Chawla (1996) dan konsep RS Perja (2000). Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian memperlihatkan gambaran peran yang erat antara Dewan Pengawas dengan derajat otonomi rumah sakit. Kesimpulan yang di dapat adalah: Dewan Pengawas merapakan unsur penting dalam menentukan derajat otonomi suatu RS; Menurut kerangka model otonomi Chawla, derajat otonomi RS Fatmawati tinggi pada Manajemen Strategis, Administratir'manajemen operasioral, Manajemen SDM non PNS, manajemen keuangan bersumber pendapatan fungsional dan Pengadaan untuk pendanaan bersumber dari RS. Untuk itu peneliti menyarankan kepada Depkes untuk memilih Dewan Pengawas yang profesional dan mewakili simbol masyarakat. Mengobah pandangan terhadap rumah sakit ke model RS dengan Pandangan Pihak Berkepentingan (Stakeholders View). Untuk RS Fatmawati disarankan untuk mengkaji UU NO.19 tahun 2003 tentang BUMN, mengembangkan analisis jabatan berdasarkan Rencana Strategik dan penyusunan sistem insentif yang lebih baik, menyusun tariff berdasarkan unit cost. Disamping juga melakukan diversifikasi produk serta melakukan proses sosialisasi intern RS.

Analysis of the Implementation of Policy on Hospital Autonomy A Case Study at the Fatmawati Hospital, Jakarta 2003In the future, Government's Hospitals are facing to several challenges in shoulder it social function. It is obviously seen that government's capacity in subsidizing hospital only reach about 50-60% of real needs of a hospital. Therefore, it is a raising expectation to have a self sufficient or autonomous hospital but at the same time is still running government's missions. This research aimed at evaluating the autonomy of Fatmawati Hospital in the scope of: strategic management, management/administration, human resources management, management of finance, and procurement by using the concept of Chawla (1996) and the concept of state owned enterprise (Perjan) hospital. The design of study is a case study using quantitative and qualitative approach. The results of research show a significant relationship between the role of Board of Supervisor and the degree of autonomous. The conclusion of the research are: Board of Supervisor is an important component that determining the degree of autonomus of a hospital; according to the concept of Chawla. The degree of autonomy of Fatmawati Hospital is high interms of strategic management, operational managementladministration, non-civil servant human resources management, management of finance based on functional income, and procurement of hospital. Therefore, it suggested to the department of Health to choose professional and publicly representative Board of Supervisor. Change the paradigm of hospital to a model of hospital that using stakeholders' view. For the Hospital of Fatmawati it suggested to analysis the Law No. 1912003 about State Owned Enterprise, developing job analysis based on stategic planning, developing a better incentive system, and developing pricing based on unit cost analysis, and also diversify the produk and socialized it at the internal hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walujo Wirjodiardjo
"Penelitian ini berlatar belakang perubahan besar-besaran yang terjadi di Pertamina dan beban biaya kesehatan Pertamina yang dari waktu kewaktu menunjukkan peningkatan yang tajam dan signifikan. Kondisi ini mendorong Pertamina untuk meninjau ulang konsep pembiayaan kesehatan bagi Pekerja dan Keluarganya serta Pensiunan. Konsep yang dipilih adalah cara pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi. Sistem kapitasi dianggap akan mampu mengendalikan biaya kesehatan PISA/Pensiunan, setelah fee for service dan cara lainnya dianggap gagal.
Untuk RSPP, sistem kapitasi adalah sesuatu yang lama sekali baru. Dari analisis situasi dapat diketahui bahwa RSPP sebetulnya sudah mulai melakukan beberapa persiapan dan sosialisasi tentang kapitasi. Tapi apakah semua usaha ini sudah mencukupi, hal inilah yang akan dikaji oleh peneliti.
Untuk maksud itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesiapan RSPP dan persiapan semacam apa yang sebaiknya dilakukan RSPP. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dimana analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan informasi sebagai dasar analisis. Penelitian dilakukan terhadap 6 orang informan yang ditetapkan oleh peneliti (Judgment sampling methode) dengan kriteria tertentu. Kajian penelitian difokuskan pada tiga variabel sesuai dengan kerangka konsep.
Hasil penelitian untuk variabel Organisasi menunjukkan bahwa RSPP, baik secara Struktural maupun secara Kesiapan SIMRS belum siap untuk menjalankan program kapitasi.
Sedangkan penelitian untuk variabel Sistem Kapitasi ditujukan terhadap lima aspek, yaitu: SOP (Kebijakan), Sistem Pembiayaan/Pembayaran, Jenis Pelayanan, Angka Kapitasi/Premi Kapitasi dan Populasi. Ternyata kelima aspek inipun belum siap untuk mendukung program kapitasi.
Penelitian pada variabel ketiga yaitu: Badan Penyelenggara (Bapel) menyimpulkan: ternyata Badan Penyelenggara (PT. Pertamedika eq. MPPK) juga belum siap menerima program kapitasi dari Pertamina.
Sehingga kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah : Program Kapitasi di RSPP belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Perlu terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang sangat mendasar yang membutuhkan waktu.
Diajukan saran untuk terlebih dahulu membuat perhitungan unit cost yang baik dan benar, menyempurnakan SIMRSPP, menyiapkan paket-paket pelayanan, menghitung jumlah populasi yang akurat, menyiapkan tenaga profesional dan melakukan pembicaraan yang intensif antara Pertamina - PT. Pertamedika - Providers - Peserta.
Daftar Pustaka : 38 buah (1971 - 2003)

Analysis of Capitation Policy in Pertamina The background of this research is the excessive changes that have been happening in Pertamina, and the expense for healthcare in Pertamina, which has shown a sharp and significant augmentation.This condition drove Pertamina to reconsider their concept in the payment of healthcare for the Employees and their families, and also the Retirees. The concept they have chosen is the healthcare payment with capitation system. The capitation system is considered an appropriate way to control the PISA/Retirees healthcare expenses, after "fee for service" and other methods have failed. For RSPP, capitation system is highly a new system. After analyzing the current situation, it is uderstood that actually RSPP has already started some preparations and socializations about the capitation system. But are all those efforts sufficien? This is the matter that is going to be analyzed in this paper.
For that purpose, some research have done to determine whether or not that existing policy is representative and can be implemented in RSPP, how ready is RSPP, and what kind of policy that shoul be pursued in RSPP. The method used in this research is descriptive analysis and the data are analyzed qualitatively. The data gathered are based on some information which are provided by six informers who have been particulary chosen after meeting certain criterions (judgement sampling method). By referring to the frame of concept, this research is focused on three variables.
The result for the Organization variable shows that Structurally and from Readiness of SIMRS, RSPP is not yet ready to pursue the capitation program.
Meanwhile the research on the capitation System variable is targeted on five aspects, which are SOP (Policy), the Expense System/Payment, the Variety of Service, the Number of Capitation/Capitation Premium, and Population. The fact shown that even these five aspects are not yet ready to support the capitation program.
The research on the third variable, which is the the Executing Body (Bagel), concluded that the Executing Body (PT. Pertamedika cq. MPPK) is also not yet ready to accept the capitation program from Pertamina.The final conclusion if this research is: Capitation Program in RSPP is not yet ready to be pursued in the near term. It is necessary that some very basic and time-consuming preparations should be done beforehand.
The advice imposed in this thesis is that at first there should be calculation on unit cost, which must be done well and correctly; there should be some efforts to perfect SIM RSPP, there should be preparation on services packages; there should be accurate calculation in the number of the population; there should be preparations for providing professional hands; and there should be intensive discussion between Pertamina -- PT. Pertamedika - Providers - the Members.
References: 38 (1971 - 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Detya Fajar Sari
"Rumah Sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai berbagai sumberdaya yang kualitasnya sangat berperan dalam pelayanan tersebut. Keberhasilan pelayanan kesehatan yang bermutu ditentukan oleh berbagai faktor antara lain sumber daya manusia yang berkualitas, sarana dan fasilitas yang baik, kebijakan serta manajemen rumah sakit. Berbagai poliklinik di rumah sakit merupakan unit yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, termasuk di antaranya adalah poliklinik gigi. Untuk itulah diharapkan poliklinik gigi memiliki kemampuan guna menjalankan kegiatan tersebut secara baik bagi kepuasan pasien dan keuntungan rumah sakit.
Melihat dari menurunnya cakupan produksi tahun 2002-2003 menunjukan adanya sesuatu yang harus ditemukan mengenai kinerja Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Untuk itulah dilakukan penelitian ini, yakni agar diperoleh informasi tentang gambaran kinerja Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
Janis penelitan ini adalah kualitatif dan dilakukan di Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Informan yang diambil berjumlah 19 orang meliputi pasien, perawat gigi (tekniker gigi), dokter gigi, penanggung jawab poliklinik, Ketua Komite Medik, Wakil Kepala Personalia dan Umum, Kepala Unit Pelayanan Pelanggan dan Pemasaran serta Kepala Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
Hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan FGD menunjukan bahwa kondisi keuangan Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta adalah sangat menguntungkan dan dari segi absensi dokter gigi dengan penilaian Six Sigma dinilai kurang baik.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyabab utama kondisi diatas adalah sangat kurangnya kontrol dan evaluasi berupa lindakan konkrit untuk mengatasi masalah yang ada, dalam hal ini terpenting adalah mengacu kepada kepuasan pelanggan (pasien).
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja poli gigi di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta adalah perlunya meningkatkan kontrol dan evaluasi dari pihak pimpinan rumah sakit dengan pihak pelaksana sesuai dengan kondisi dan situasi di poli gigi tersebut.

Hospital as one of the formal institution for healthy public services has some of resources that quality should be number one. Reach by success of the service depend on all the factor such as human resources it self, good equipment and facilities and of course some policies and management of the hospital. The Polyclinic, especially tooth care, as one of prime product, which near with public service, should be, has something to public can count on it. That's why, good and satisfied services for public is should and it's a must. Because it will be one of important income for hospital it self.
Based on reported in 2002-2003, that product and the visitor saw that there's no some increasing number at Dental Clinic of RS. Pelabuhan. Of course, this fact has same reason, especially the quality working as one of the big question on it. This is the reason why it has to be research to find out the answer immediately.
The research will take as descriptions with quality approach to find out all the fact. There's 19 samples kind of people, such as, patients, nurse with special ability with tooth care, dentist, dental clinic care manager, Chief of Medical Committee, HRD Manager, Chief of Public Service for customer and marketing, and of course, Director of Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
The result, we can find that there's four items that could be prime indicator of dental clinic performance of Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. And most of it - three of it - in-quality product.
The conclusion of the research that the major-cause of that problem is good communications such as there's no enough control from up to the bottom, and real evaluations to solve the problems. And of course this with in feels satisfied by public.
The suggestions will attendance on this research, such as raising dental clinic performance at Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta and the COMMUNICATIONS as the result of this research. The entire if have to be adjusting with the hospital conditions.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan
"Perkembangan jaman merubah fungsi rumah sakit dari usaha sosial menjadi jasa produktif yang menhasilkan laba.
Tingginya laju inflasi dibidang kesehatan dibanding laju inflasi dibidang ekonomi dan belum adanya patokan biaya standar terhadap setiap jenis pelayanan kesehatan dan consumer Ignorance serta tidak adanya pengawasan dari Dinas Kesehatan menyebabkan terjadinya moral hazard yang tidak dapat dikendalikan. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sistim pengendalian biaya dengan mengembangkan sistim pembayaran pra upaya antara lain dengan penetapan DRG's.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh sistem pembiayaan dengan Diagnosis Related Group untuk Apendektomi yang baik dan benar sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi rumah sakit.
Penelitian ini menggunakan studi ekplorasi dengan metode Cross Sectional dari sampel 344 pasien untuk mencari variasi pembiayaan dalam rangka menetapkan DRG' s Apendisitis di Rumah Sakit Sumber Waras tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukkan lama hari rawat pada Apendisitis komplikasi tanpa penyakit penyerta adalah 5,4 hari, lama hari rawat apendisitis komplikasi dengan penyakit penyerta adalah 6,6 hari, lama hari rawat apendicitis tanpa komplikasi dan tanpa penyakit penyerta adalah 3,2 hari dan apendicitis tanpa komplikasi dengan penyakit penyerta adalah 3,8 hari.
Rata-rata biaya apendisitis di kelas III dengan komplikasi tanpa penyakit penyerta adalah Rp.5.126.624,- , dan dengan penyakit penyerta Rp. 5.561.593,-sedangkan rata-rata biaya apendisitis tanpa komplikasi dan tanpa penyakit penyerta adalah Rp. 3.938.800,- dan dengan penyakit penyerta adalah Rp_ 4.112.461,﷓
Kesimpulan penelitian bahwa langkah-langkah general logic Diagnostic Related Groups dapat diterapkan Namun batasan umur 69 tahun tidak dapat digunakan untuk penyakit penyerta karena secara empiris penyakit penyerta dibedakan antara usia dewasa muda dan dewasa tua. Penerapan DRG's ini dapat diterapkan bila batasan umur yang dipakai adalah 60 tahun yaitu batasan umur dewasa muda dan tua.
Daftar Pustaka: 30 (1986 - 2004)

Case Study of DRG's Appendicitis Financing in Sumber Waras Hospital of 2003 Period development has changes the hospital function from social exertion into productive service to make a profit.
The highly inflation rate in health area in contrasting to inflation rate in economy area and absence of standard cost criterion into every kind of health care and consumer ignorance as well as Health Official's monitoring has causes occurrence of uncontrollably moral hazard. To overcome the problem, we need a cost control system by develop the preoccupation cost system among others is by determination of DRG's.
The research purposed to obtain the appropriate financing system by Diagnosis Related Group for Appendectomy in order to be able to increase efficacy and efficiency of the hospital.
The research uses exploration study with study case method from sample of 344 patients to find the variation of financing in order to determine DRG's Appendicitis in Sumber Waras of Hospital of 2003.
The result shows that the nursing period for complicated Appendicitis without following disease is 5,4 days, nursing period for complicated Appendicitis with following disease is 6,6 days, nursing period for non-complicated Appendicitis without following disease is 3,2 days, and nursing period for non-complicated Appendicitis with following disease is 3,8 days.
The average of financing of the class III complicated appendicitis without following disease is Rp 5.126.624,-, with following disease is Rp 5.561.593,-. While average of financing of non-complicated appendicitis without following disease is Rp 3.938.800,- and with following disease is Rp 4.112.461.
The conclusion of the result is that general logic steps of Diagnostic Related Groups could be applied but age limitation of 69 year could not be used for following disease because empirically, the following disease was differentiated between young and old adult. The DRG's could be implemented if the usage of age limitation according to research age, that is, childhood, young and old adult. The variables related to the DRG's arrangement are main diagnosis, age characteristic, utility and secondary diagnosis. Cost of treatment was based to tariff of appendicitis in class III.
References: 30 (1986 - 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung P. Sutiyoso
"ABSTRAK
Konsep dasar RS Pendidikan masih berkembang dalam berbagai paradigma, khususnya kemitraan Depkes dan Depdikbud. Konsep ini meliputi dasar hukum yang dipakai, kebijakan yang mendukung, keterlibatan beragam departemen, institusi dan perhimpunan; pengelolaan dan tujuan. Dan aspek pendidikan dan penelitian RSUP Fatmawati perlu mengembangkan instrumen akreditasi RS Pendidikan guna menetapkan tingkat pengembangan ke dua puluh Staf Medis Fungsional (SMF) sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1.
Tujuan penelitian ini untuk menetapkan konsep RS Pendidikan dan apakah instrumen akreditasi RS Pendidikan RSUP Fatmawati dapat digunakan untuk menetapkan kemampuan Staf Medis Fungsional sebagai tempat untuk penyelenggaraan Program Pendidikan Dokter Spesialis I.
Penelitian ini rnenggunakan metode wawancara mendalam dan proses uji coba instrumen, rancangan analisa kualitatif dengan pendekatan edukatif-kooperatif. Sebagai bahan penyusunan instrumen digunakan instrumen dari kepustakaan serta instrumen akreditasi aplikasi. Penelitian ini dilakukan di RSUP Fatmawati dengan melibatkan Direksi, Pimpinan non struktural, Staf Medis Fungsional dan Komite Peningkatan Mutu Tenaga Medis.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa konsep RS Pendidikan dan instrumen akreditasi RS Pendidikan dengan penekanan pada ditetapkannya Lima Komponen untuk menilai suatu RS Pendidikan, sebagai penjabaran komponen inti pendidikan dokter berupa sumber daya manusia dan lingkungan profesi yang terdiri dari lingkungan akademi dan lingkungan profesional. Kelima komponen tersebut adaiah Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Pendanaan, Sarana dan Fasilitas. Kegiatan Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian serta Evaluasi.Saran yang diusulkan : perlu dilakukan suatu pertemuan dengan pihak terkait diluar RSUP Fatmawati, untuk mendapatkan masukan-masukan agar instrumen dapat dikembangkan lagi dari bobot lokalnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang berkaitan dengan peningkatan mutu RS Pendidikan dalam mencapai tujuan pelayanan untuk masyarakat atas dasar kesamaan derajat, bermutu dan beretika.

Teaching hospital concept is developing in various paradigms, especially on the co-operation between Education and Health Ministry. The concept is based on the philosophy and related policies. various departmental and institution involvement, its management and aim. Within the aspect of education and research Fatmawati Hospital should establish an accreditation instrument in order to evaluate the developmental stage of the twenty Functional Medical Staff.
The intention of this study is to obtain teaching hospital concept and whether or not the Teaching Hospital accreditation instrument can be used to evaluate the capability of The Functional Medical Staff to be established as a Post Graduate Medical Education Program Centre.
This study was conducted in depth interview with instrument field trial, designed as qualitative analysis, through educational-co-operative approach. . The materials were obtained from literature studies and existing applied instruments from two institutions. It was conducted at Fatmawati Central Hospital, by researcher and the Committee for Medical Staff Quality Development, involving the hospital Directors, Non Structural Chief Personals and the Functional Medical Staffs.
The result of this study is the concept of teaching hospital and an accreditation instrument for teaching hospital evaluation with Five Core Standards emphasises. The Five Core Standards set in accreditation instrument consisting of human resources, organisation and budgeting; medical service, education and research activities; equipment and facilities, and evaluation; which were derived from the medical education core component comprising of human resources and profession environment comprising of academic and professional environment.
This study suggest the importance of holding symposia and meetings with involved external parties to gain more from the existing or to develop a better instrument.
It is finally hoped that this thesis will be useful for all parties and authorities involving in the improvement of teaching hospital quality; in creating better medical services for the people based in equality, quality and ethics.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferri Yanuar
"Di daerah Propinsi Bangka Belitung. malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang klasik dan sudah berlangsung sejak lama yang sampai saat ini masih belum dapat teratasi. Kabupaten Bangka sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Bangka Belitung mempunyai angka kejadian malaria yang cukup tinggi. Angka AMI (Annual Malaria Incidence). yaitu sebesar 45%0 pada tahun 2002, dengan jumlah penderita malaria klinis mencapai 25.937 pada tahun yang sama. Tingginya kasus malaria di Kabupaten Bangka tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor kesehatan saja, tetapi juga akan berpengaruh terhadap sektor ekonomi masyarakat. Tahap awal untuk menilai kerugian ekonomi akibat malaria adalah dengan studi Cost of illness. Tingginya kasus tersebut akan menyebabkan banyaknya waktu produktif yang hilang karena sakit dan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mencari pengobatan. Biaya yang lebih besar dapat terjadi bila penderita malaria tersebut sampai dirawat di rumah sakit. Berdasarkan data dari RSUD Sungailiat terlihat bahwa jumlah kasus malaria yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu sebanyak 234 kasus pada tahun 2001 dan 689 kasus pada tahun 2002; menempati urutan pertama dari total kasus rawat inap. Penelitian ini ditujukan untuk melihat berapa besar biaya-biaya yang ditimbulkan karena sakit malaria pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran biaya - biaya yang ditimbulkan oleh penyakit malaria pada penderita yang dirawat di RSUD Sungailiat, baik biaya langsung (direct cost) maupun biaya tidak langsung (indirect cost). Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik pasien malaria, berapa besar biaya langsung dan biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh pasien malaria untuk mencari pengobatan sebelum dan seiama dirawat di rumah sakit dan diketahuinya rata-rata larva hari sakit -clan hari rawat -di rumah sakit, serta beberapa faktor yang berhubungan dengan total biaya yang -dikeluarkan karena sakit. Lingkup penelitian ini hanya mencakup cost of illness dari sudut pasien malaria saja tanpa melihat biaya institusi rumah sakit, sehingga yang dihitung adalah tarif pelayanan yang dibayarkan oleh pasien bukan biaya satuan untuk pelayanan tersebut.
Desain .penelitian adalah survei, yang dilaksanakan di bagian rawat inap RSUD Sungailiat Kabupaten Bangka. Waktu penelitian ini berlangsung selama bulan Maret - Juni 2003, dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 94 responden. Data primer dikumpulkan langsung dan pasien malaria yang dirawat dan dokter rumah sakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang terbanyak dirawat di rumah sakit adalah laki-laki, pendidikan rata-rata SLTA, umur rata-rata 30 tahun dan sebagian besar responden (67,1%) adalah penduduk asli Bangka. Sebelum dirawat di rumah sakit, sebanyak 77,7% responden mencari pengobatan terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan. Biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh responden untuk pengobatan ini sebesar Rp. 28.310,00 yang terdiri dari biaya untuk transportasi, jasa dokter dan obat serta pemeriksaan laboratorium. Selain mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan, sebanyak 54,3% responden membeli obat sendiri dan umumnya mereka membeli obat di warung. Jenis obat yang dibeli adalah obat untuk demam karena gejala malaria yang mirip dengan demam biasa dan ketidaktahuan responden tentang penyakit malaria. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat Rp. 2.350,00.
Rata-rata hari rawat responden di rumah sakit responden adalah selama 3 hari dengan variasi antara 1 - 7 hari dengan kelas perawatan terbanyak di Kelas III (78,7%). Responden dibawa ke rumah sakit rata-rata setelah 1,5 hari setelah menderita sakit. Biaya yang dikeluarkan oleh responden selama dirawat di rumah sakit rata-rata sebesar Rp. 351.985.00 yang terdiri dari biaya untuk kamar perawatan, obat dan bahan medis, jasa/visit dokter, pemeriksaan laboratorium. emergensi dan tindakan lainnya. Responden masih mengeluarkan biaya untuk orang yang menunggui selama dirawat di rumah sakit dengan rata-rata biaya sebesar Rp_ 49.545,00 yang dikeluarkan untuk makan dan transportasi. Total hari sakit responden antara 2 - 9 hari dengan rata-rata selama 5 hari. Rata-rata pendapatan responden yang hilang karena sakit adalah Rp. 133.450,00, sementara rata-rata pendapatan yang hilang dari orang yang menunggui responden selama dirawat Rp. 53.215,00.
Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden selama sakit malaria rata-rata Rp. 669.175,00. Kelompok biaya yang terbesar dikeluarkan oleh responden adalah untuk biaya langsung, yaitu 56,9% atau Rp. 381.155,00 digunakan untuk membeli obat dan bahan medis, jasa/visit dokter, pemeriksaan laboratorium, emergensi dan tindakan lainnya serta biaya kamar perawatan di rumah sakit. Biaya tidak langsung yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 288.020,00 digunakan untuk biaya transportasi ke fasilitas kesehatan, biaya makan dan minum, biaya keluarga yang menunggui pasien dan opportunity cost/kesempatan yang hilang karena sakit malaria yang berupa hilangnya pendapatan pasien dan orang yang menungguinya selama sakit malaria.
Hasil analisis bivariat menunjukkan, ada dua variabel yang berhubungan dengan total biaya selama sakit, yaitu tingkat penghasilan pasien dan jenis Plasmodium. Sementara untuk variabel lama hari rawat di rumah sakit, total hari sakit, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan Jenis pekerjaan tidak menunjukkan adanya hubungan dengan total biaya yang dikeluarkan.
Saran yang disampaikan adalah perlu penelitian yang lebih lengkap tentang COI malaria karena Bangka adalah daerah endemis malaria, Dinas Kesehatan perlu melibatkan sektor lain di dalam program pemberantasan malaria di Bangka, rumah sakit perlu melakukan analisis biaya satuan pelayanan di rumah sakit, khususnya untuk malaria dan bagi pemerintah daerah Bangka perlu memberikan perhatian khusus terutama bagi pendatang yang beresiko untuk terkena malaria.

Cost of Illness Malaria: A Case Study in Sungailiat Public Hospital Bangka Distric, 2003In Bangka Belitung Province, malaria is one of the classical health problem has been found since long time ago, and yet until to day still not been successfully solved. Bangka as one of district in Province of Bangka Belitung has high number of malaria cases. The AMI (Annual Malaria Incidence) was 45%o in 2002, and clinical malaria patients reached 25.937 in the same year. Malaria problem in Bangka District will not only impact the health sectors, but also affect the economic and social sectors. The Cost of Illness study is the first step to estimate the economic loss due to the malaria. As well one potential impact is the loss of the productive time of the people, including the expenses for the treatment and pain released to seek for medication as well as loss opportunity to earn money. This loss is even higher if they have to be hospitalized. The data from RSUD Sungailiat shows that number of malaria patient admitted to the hospital is quite high, 234 cases in year 2001 and 689 cases in year 2002; and has been the first top cases in Sungailiat Public Hospital. This research aimed to obtaining information on how much costs generated due to malaria of the patient being hospitalized.
This research aim is to obtain the cost of illness of malaria of the patient hospitalized in RSUD Sungailiat, both direct and indirect costs. The objectives of this research are to describe characteristics of the malaria patients, the direct and indirect costs to seek for medication, average length of stay (ALOS) patients at hospital, as well as some factors related with total cost of illness. This research only covers cost of illness from the aspect of the patient of malaria regardless the cost from the provider side.
This research is a survey, conducted in Sungailiat Public Hospital, Bangka District. Data has been collected during March - June 2003. The sample size was 94 respondent. Primary Data collected directly from the patient.
The study revealed that those who have been hospitalized due to the malaria are mostly male, senior high school graduated, 30 years old on average and mostly (67,1%) are originally from Bangka island. Before being hospitalized, 77,7% of the respondent seek care to the health facilities. Average cost spent by respondent was Rp. 28.310,00, consisted of transportation expense, drugs and physician charge and also the laboratory examination. Self medication was chosen by 54,3% of the respondent, by buying the drugs from "warung" (small shop). Mostly they bought the drugs for fever treatment because of they ignorance of malaria treatment. Average drugs expense was Rp. 2.350,00.
Average length of stay (AIDS) respondent was 3 days, varied 1 - 7 days mostly in Class III (78,7%). Respondent admitted to hospital after 1,5 day suffering. Patient expenses during hospitalized was equal to Rp. 351.985,00, consisted of expenses for the hotel room, medical consumables and drugs, medical services, laboratory examination/diagnosys, and other emergency services. The average expenses for the care taker during hospitalized was Rp. 49.545,00 for meals and the transportation. In total number of sick day of respondent between 2 - 9 days (5 days on average). Income loss (opportunity cost) due to malaria illness is Rp. 133.450,00, while for the care taker is 53.215,00.
Total cost of illness is Rp. 669.175,00, comprised both of direct and indirect costs. The direct cost is 56,9% from the total cost or equal to Rp. 381.155,00, mostly spent for medical consumables and drugs, medical services, hotel room, laboratory examination/diagnosis, and other emergency services as well as hospital. The indirect cost was amounted to Rp. 288.020,00 for the transportation to the health facilities, expenses for meals, care taker during hospitalized and income loss of the patient and the care taker as well as.
Result of the bivariate analysis showed that are two variables related with total cost during pain; income of the patients and type of Plasmodium. Length of stay, number of sick days, sex/gender, occupation and education of the respondent did not show any significant relationship with the cost of illness.
The study suggested that a more comprehensive cost of illness study would be needed, as well as intersectoral approach to combat malaria in Bangka and special attention for the immigrants with high risk for malaria from other places.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Ratna Primayanti
"Rumah sakit secara umum yang menghadapi berbagai tantangan dalam melaksanakan fungsinya sebagai institusi pelayanan kesehatan dalam upaya mengembangkan fungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan berbagai hal, antara lain permintaan pasar yang semakin mengarah pada kualitas pelayanan, dicanangkannya pelayanan prima, kebijakan tentang pelayanan pasien miskin, akreditasi rumah sakit, lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maraknya Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai kontrol sosial.
Penjabaran tentang fungsi sosial rumah sakit tersebut dapat diketahui dari Pasal 25 Permenkes Nomor 159 b tahun 1988 tentang Rumah Sakit Nasional Jo. SK Menkes Nomor 378 tahun 1993 tentang pelaksanaan fungsi sosial rumah sakit swasta, dinyatakan "Setiap rumah sakit harus melaksanakan fungsi sosialnya dengan antara lain menyediakan fasilitas untuk merawat penderita yang tidak mampu. Bagi rumah sakit pemerintah sekurang-kurangnya 75% dari kapasitas tempat tidur yang tersedia, sedangkan bagi rumah sakit swasta sekurang-kurangnya 25% dari kapasitas tempat tidur yang tersedia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pelaksanaan kebijakan Permenkes No. 159b tahun 1988 tentang penerapan fungsi sosial dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan dengan tujuan khusus :
Pemahaman kebijakan tentang fungsi sosial rumah sakit dalam kaitannya dengan penerapan fungsi sosial rumah sakit, pelaksanaan penerapan kebijakan fungsi sosial rumah sakit dan penilaian pelaksanaan Permenkes No. 159b /Menkes/Per/1111988 tentang penerapan fungsi sosial rumah sakit.
Hasil penelitian menunjukk`an bahwa pemahaman manajer kesehatan terhadap kebijakan fungsi sosial ialah terjadi salah persepsi di pejabat Depkes, yaitu Permenkes 159b/Menkes/Per/1111988 telah diganti SK Menkes 582/Menkes/SK VII1997. Pemahaman dari RSUD Tarakan tentang kebijakan fungsi sosial rumah sakit hanya diketahui oleh level manajer 1 dan level manajer 2. Lever manejer 3 dan manajer 4 hampir seluruhnya baru tahu ada kebijakan fungsi sosial rumah sakit dan merasa hanya menjalankan kebijakan fungsi sosial rumah sakit sebagai perintah atasan. RSUD Tarakan telah melaksanakan fungsi sosial dengan tempat tidur kelas III 41,41% dengan BOR kelas 111 73,23%, klaim yang dikeluarkan untuk fungsi sosial rumah sakit 23,29% dari hasil pendapatan rumah sakit.
Disarankan agar antara Permenkes 159blMenkeslPer/1111988 Pasal 25 dan SK Menkes RI No. 582/ MenkesISKIVI/1997 sehingga harus dilakukan peninjauan kembali 2 ketentuan yang menetapkan besarnya jumlah tempat tidur, meskipun RSUD Tarakan dalam pelaksanaannya tidak memenuhi ketentuan Permenkes 159b tahun 1988 Pasal 25 ternyata dengan tempat tidur 41,41% BOR nya 73,23%. Hal ini dipertimbangkan agar rumah sakit dibebaskan untuk mengatur tempat tidur.

Analysis on Implementation of Hospital Social Function Policy Conducted in Tarakan Hospital, Central Jakarta Year 2004Hospitals face many challenges in implementing their function as health care institution related to the development of hospital social function and the duty to provide health care to the public. This complex situation is caused by market demand towards quality, prime service embark, policy on poor patient, hospital accreditation, Law No. 8/1999 on consumer's protection and the ever increasing number of NGO act as social control.
The Minister of Health Decree Number 159b/1988 Chapter 25 on National Hospital and Minister of Health Decree Number 378/1993 on the implementation of social function of private hospitals stated that every hospital should implement its social function by, among others, providing facilities to poor patients, at least 75% of bed capacity for state-owned hospital and at least 25% for private hospital.
This study objective is to analyze the implementation of Minister of Health Decree Number 159b/1988 on the implementation of hospital social function in Tarakan Hospital with specific objectives of investigating the understanding of the hospital social function among hospital managers, the implementation of hospital social function policy, and evaluation of Minister of Health Decree Number 159b/1988 on hospital social function implementation.
The study shows that there is misperception on social function policy among hospital managers the Minister of Health Decree Number 159b/1988 has been replaced by Minister of Health Decree Number 582/1997. Understanding of hospital social function were only perceived by level 1 and level 2 managers. Level 3 and 4 managers did not notice the policy as legal document and implement the policy based on superior's command only. Tarakan Hospital has been implemented its social function by providing 41.41% class III wards with BOR of 73.23%, the hospital also claimed that they spent 23.29% of its income for social function.
It is recommended to adjust and to review both the Minister of Health Decree Number 159b/1988 and the Minister of Health Decree Number 582/1997 as to not confuse hospital managers. Even though Tarakan Hospital was not complied to the Minister of Health Decree Number 159b/1988 but the hospital had provided 41.41% class III wards with BOR of 73.23%. It is also suggested that the hospital should given the freedom to determine the number of beds provided for social function.
References: 25 (1986-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Sakti Rahardjo Soedipo
"Kelangsungan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari para pengelolanya, tak terkecuali dalam pelayanan rumah sakit, yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Agar Rumah sakit dapat tetap survive maka perlu didukung oleh sistem keuangan yang baik, dapat memuaskan pelanggannya baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal, dijalankannya bisnis inti secara professional. Untuk itu , maka salah satu pendekatan yang dapat dipakai adalah dengan memakai balanced scorecard. Di sini tidak saja dibahas kinerja keuangan rumah sakit tetapi juga kinerja non keuangan, antara fogging indicator dengan leading indicator. Empat aspek kinerja tersebut adalah kinerja keuangan, kinerja pelanggan, kinerja bisnis internal dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. Rumah Sakit Umum Cianjur yang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berada di Jawa Barat ingin memberikan akuntabilitas kinerjanya dengan memakai pendekatan ini.
Penelitian ini memakai pendekatan deskriptif, dimana data yang diperoleh baik data primer dari responder maupun data sekunder yang sudah ada akan dianalisis dengan cara deskriptif, kemudian dicoba mengaitkan hasil penelitian ini secara analitik.
Hasil penelitian: 1) Kinerja keuangan: dari rencana pendapatan tahun 1999 tercapai 100,16 %, tahun 2000 tercapai 101,76 %, tahun 2001 tercapai 101,87 %, tahun2002 tercapai 100,27 % dan tahun 2003 tercapai 100,74 %. Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun terus terjadi yang disebut trend positif. Tahun 2001 dibandngkan tahun 1999 terjadi peningkatan lebih dari 200 % dan tahun 2003 hampir 300 % jika dibandingkan dengan tahun yang sama.J dibandingkan dengan pengeluaran ditahun yang sama, selalu terjadi sisa anggaran. Dengan kata lain pendapatan melebihi kewajibannya sehingga berada diatas break event paint. 2) Kinerja pelanggan : Tingkat kepuasan pelanggan rata-rafa berada lebih dari 75% dengan derajat kepuasan 100 %, sehingga dikatakan bail. Pada Diagram kartesius, di kuadran A ditemukan faktor kepuasan pelanggan berdasarkan dimensi keandalan petugas, di kuadran B ditemukan dimensi kepuasan yang bersifat tangible dan keyakinan pelanggan akan kemampuan 1 keterampilan petugas, di kuadran C ditemukan dimensi kepuasan empati dan responsivitas petugas dalam setiap keluhan pelangggan, di kuadran D tidak ditemukan adanya dimensi kepuasan. 3) kinerja bisnis internal: Pada rawat jalan ditemukan trend yang terus meningkat disetiap tahun. Kunjungan tahun 2001 adalah lebih dari 115 000 prang, tahun 2002 berjumlah lebih dari 119 000 orang dan tahun 2003 adalah lebih dari 122 000 orang. BOR tahun 2001 adalah 74,24 %, tahun 2002 adalah73 % dan tahun 2003 adalah 79,58 %, BTO pada 3 tahun tersebut secara berurutan adalah 88 kali, 83 kali dan 95 kali pertahunnya. NDR dan GDR masih berada dibawah garis yang ditolerasikan oleh depkes yakni kurang dari 25 orang untuk NDR dan kurang dari 45 orang untuk GDR. 4) Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran : kepuasan pekerja berada pada level 3,25 dari skala 5 dan Likert yang berarti berada diantara puas dan sangat puas. Tingkat drop out petugas yang rendah, tingkat produktivitas karyawan yang tinggi. Produktivitas tahun 2001 adalah Rp 26000, tahun 2002 Rp 31 000 dan tahun 2003 Rp 39 000 perhari.
Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa keempat kinerja pelayanan di Rumah Sakit Umum Cianjur dengan memakai pendekatan balanced scorecard sudah cukup memadai. Tinggal dikembangkan dengan memakai ukuran rasio di lingkungan keuangan dan penaksiran harta tetap yang dimiliki rnmah sakit ini.

The Survival of health service depends greatly upon the management, including those of a hospital as an integral part of health services in general in order for hospital to survive it has to have the support of a sound financial system, able to satisfy the patients/customers, both external and internal, and its core business professionally. In order to find our all that, one of the approaches that can best be used is the balance scorecard. Not only must the financial aspect of the hospital be addressed, the non-financial aspects must also be considered, the logging indicators as well as the leading indicators. Performance comprises four aspects- the financial aspect, the customers aspect, the internal business aspect and the growth and instruction aspect. The Cianjur General Hospital, one of the Government hospitals in West of Java, wishes to present the accountability of its performance by using the approach already cited.
This is a descriptive research, who primary data are obtained from respondents plus the already existing secondary data which are then analysed descriptively.
The findings of the research include: 1) financial performance the projected income for 1999 was realized 100.16%, for the year 2000, 101.76 % for 2001, 101.87 % for 2002, 100.27 % and for the year 2003 100.74 %. The yearly increase of more than 200 % in the 2001 income, and almost 300 % in 2003. Compared with the expresses spent in the same year, there was a positive balance. In other words the income of the hospital exceeds its obligation hence it is above the break even point. 2) For the customers aspect it can be said that the average customers satisfaction reached 75 % of the 100 scales, which can be considered good. On the Kartesius diagram, quadrant A show s the customers satisfaction based on the reliability of staff members; quadrant B shows the tangible dimension of the customer satisfaction and their trust in the ability of the medical staff, quadrant C shows the dimension of empathy with and responsiveness of the staff members to every gripe or complaint that the patient' may show, quadrant D does not show any satisfaction dimension. 3) Internal business performance the number of patients under therapy keeps increasing every year. There were more than 115.000 visits made by patients in 2001 more than 119.000 visits in 2002, and more than 122.000 in 2003. The BOR for 2001 is 74.24%, 73% in2002 and 79.58% in 2003, making annual BTO for the three consecutive years 88 times, 83 times, and 95 times. The NDR and the GDR be still below the level tolerance under line by the Department of Health which is lower than 45 person for GDR and 25 person for NDR. 4) Instruction and growth performance: employee satisfaction is at the level on 3,25 the Likert Scale of 5 which means a point between satisfactory an very satisfactory. The level of dropouts among the worker is low, where as productivity among the employees is high. Productivity in 2001 was Rp 26.000,00; Rp 31.000,00 in 2002; and 2003 was Rp 39.000,00.
It can be concluded that on the basic of this research using balanced scorecard approach, the tour service performances at the Cianjur General Hospital are quite satisfactory. What is left to be done now is for further development and improvement of facilities, using as standard the ratio between the financial aspect of the operation and the estimation of the value of the fixed of the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Gunaraksawati Mastra
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferosina
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S50117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>