Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166380 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simbolon, Olivia Esrana
"Penyakit campak sangat menular terutama menyerang anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan terhadap penyakit campak. Penyakit campak merupakan masalah kesehatan yang cukup serius baik di negara maju maupun negara berkembang, walaupun dapat dicegah dengan imunisasi namun KLB masih sering terjadi. Di Indonesia imunisasi campak dimulai tahun 1983 dan cakupan campak 80 % telah dicapai pada tahun 1990 dan dapat dipertahankan sampai sekarang. Namun cakupan tinggi belum terdistribusi merata sampai ke desa, sehingga masih terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) campak yang sering mengakibatkan kematian khususnya pada anak dengan gizi buruk. Cakupan tinggi menyebabkan terjadinya pergeseran umur penderita campak, bukan hanya pada balita tetapi mulai tinggi pada anak sekolah. Perubahan pola epidemi campak merubah strategi program. Serta mengacu kepada sidang WHA untuk menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95%, dan sidang WHO 1996 yang menyatakan kemungkinan penyakit campak dapat dieradikasi karena pejamu hanya manusia. WHO membuat target global eradikasi campak pada tahun 2005 - 2010 dan menilai kinerja setiap negara terhadap upaya pengendalian campak. Berdasarkan kriteria WHO, maka Indonesia saat ini masuk dalam phase reduksi kasus dan pencegahan KLB campak. Namun strategi pencapaian diserahkan pada kemampuan keuangan masing-masing negara. Untuk mengantisipasi hal tersebut selain irunisasi rutin bayi, pada tahun 2000 telah diberikan imunisasi campak tambahan pada anak sekolah kelas 1 - 6 SD (catch up) di 2 propinsi (DKI Jakarta & Jawa Barat), serta crash program campak anak balita di desa rawan campak (resiko tinggi) di 13 propinsi di Indonesia. Sebelum mengadop kegiatan catch up ke propinsi lain serta mengingat keterbatasan keuangan negara, maka diperlukan evaluasi ekonomi analisis biaya hasil (cost effectiveness analysis) dari kegiatan campak tambahan tersebut. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang model kegiatan imunisasi campak yang paling "cost effective" dalam upaya pengendalian campak, mengetahui biaya satuan per kegiatan serta komponen biaya terbesar, juga untuk mengetahui kecenderungan penurunan kasus setelah imunisasi campak tambahan dilaksanakan.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor di 56 puskesmas yang terdiri dari 28 Puskesmas Desa UCI yang melaksanakan imunisasi rutin dan catch up (model-2) dan 28 Puskesmas Desa Non-UCI yang melaksanakan imunisasi rutin, catch up dan crash program (model-3) pada tahun 2000 dan sebagai pembanding adalah puskesmas yang soma (tahun 1999) yang hanya melaksanakan imunisasi rutin (model-1). Rancangan penelitian studi operasional (OR) evaluasi ekonomi analisis biaya efektif (CEA). Berdasarkan jenis data retrospektif dengan analisa deskriptif. Hasilnya adalah biaya satuan: rutin Rp.8.141, catch up Rp.3.275, crash program Rp. 3.552. Biaya satuan yang paling cost effective adalah pada kegiatan masal catch up yaitu 40% dari biaya satuan rutin. Komponen biaya yang terbesar dari 3 kegiatan dan model imunisasi adalah pada biaya operasional (96,50% - 99,96%). Sedang jenis biaya terbesar pada biaya operasional imunisasi rutin adalah biaya vaksin, gaji, alat suntik dan transport lapangan. Hanya pada daerah sulit, transport lapangan lebih tinggi dart biaya alat suntik. Untuk kegiatan catch up dan crash program biaya operasional terbesar adalah biaya vaksin, alat suntik dan gaji. Terjadi penurunan kasus campak yang bermakna pada puskesmas yang sama, dengan membandingkan kegiatan imunisasi model-2 dan model-3 (tahun 2000) terhadap model-1 (1999). Penurunan kasus di puskesmas model-2 sebesar 49,5% dan di puskesmas model-3 sebesar 59,4%, sedangkan di Kabupaten Bogor penurunan kasus campak sebesar 65,3%. Pada tahun 2000 dikedua kelompok model penelitian dan di Kabupaten Bogor tidak terjadi KLB campak, dimana selama 9 tahun (1991-1999) selalu terjadi KLB campak.
Proporsi penurunan kasus terbesar terjadi pada kelompok umur balita yaitu di puskesmas model-2: umur < 1 tahun (66,2%), dan umur l - 4 tahun (68,3%). Di puskesmasmodel-3: umurcl tahun (50%) dan 1 - 4 tahun (75,1%). Soma dengan di,Kabupaten Bogor penurunan kasus campak terbesar pada kelompok umur balita yaitu < 1 tahun (72,5%) dan umur 1 - 4 tahun (76,2%). Berdasarkan hasil CE-ratio dart kedua model imunisasi campak tambahan, model yang paling cost effective adalah model-2 yaitu imunisasi rutin bayi dan catch up anak SD. Model-2 ini efektif untuk menurunkan kasus dan mencegah terjadinya KLB berarti dapat memutuskan transmisi virus dari anak sekolah kepada anak balita dirumah, namun demikian untuk menghilangkan desa rawan campak kegiatan crash program harus tetap dilakukan di desa-desa dengan cakupan rendah 2-3 tahun.

Measles is a serious infectious disease afflicted predominantly children under five who are susceptible to the disease. In most developing countries, measles is still one of the leading causes of children morbidity and mortality. Instead of significant achievement of EPI Program, outbreaks of measles are still frequently occurred. Measles vaccine was introduced and included into routine EPI in 1983 and UCI coverage (> 80 %) was achieved in 1990, and has been sustained until now. The problem that we are facing is the UCI coverage is not equally distributed which leads to the occurrence of measles outbreaks in pocket villages. The outbreaks claim many deaths among malnourished children. High coverage of measles vaccination has shifted the age of the cases to the right, where older children are affected and not only children under five. The changes of this disease pattern calls for revision of the EPI program strategy. The changes of the strategy is also revered to WHA resolution which has set the target of measles disease reduction by 90% and mortality reduction by 95%. Due to the natural history of disease, with potent vaccine measles could be eradicated like smallpox and polio. WHO has set the global target for measles eradication in 2005 - 2010 and plays a great roles in evaluating the performance of it's member countries towards measles eradication. WHO has conducted external evaluation and considered Indonesia is now at the stage of measles reduction and prevention of measles outbreaks occurrence. WHO member countries implemented different strategies in achieving their measles reduction target, it is very much depend on the available resources of each country. Indonesia, beside routine basic immunization program to infant has also in the year 2000 introduced additional measles vaccination to school children year 1 -- 6 elementary school in DKI Jakarta and West Java which is known as catch-up activities. Crash program for children under five was also introduced in measles high risk areas in 13 provinces. The introduction of catch-up campaign and crash program was based on epidemiological evidence. Cost effectiveness analysis need to be undertaken before deciding to adopt catch-up campaign and crash program approaches as national policy. The objectives of the cost effectiveness analysis study are to get better picture and better understanding of the most cost effective model of measles vaccination, unit cost for each activity, the biggest budget component, trend of measles reduction after additional measles vaccination been implemented.
The study was conducted in Bogor Regency involved 56 health centres, consists of 28 health centres have achieved village UCI coverage in 2000, which are implementing routine immunization and catch-up campaign (model-2) and 28 health centres who have not achieved village UCI coverage in 2000 which are implementing routine immunization, catch-up as well as crash program (model-3) control health centres were the same health centres who in 1999 implemented routine immunization (model-1) only. The study design was operational research (OR), economic evaluation cost effectiveness analysis (CEA). Using retrospective data with descriptive analysis. From data analysis it is evidence that the unit cost for different approaches are the following:
- Routine immunization Rp. 8141
- Catch-up campaign Rp. 3275
- Crash program Rp. 3552
The most cost effective is catch-up campaign which is only 40% of the cost of routine immunization. The biggest component of those three different approaches comes from the operational cost which is 96,5% - 99,96% of the total cost. In routine, the biggest cost of the operational cost is for vaccine, salaries, syringes and transportation. Only in remote different areas cost for transportation is bigger than cost for syringes. In catch-up campaign and crash program the biggest operational cost are for vaccines, syringes, salaries. It is evidence that there has been significance reduction of measles cases in model-2 and model-3 approaches (2000) as compare to model-1 (1999). Measles reduction in health centres for model-2 approach 49,5%, model-3 approach 59,4%, while for the whole Bogor Regency the measles reduction was 65,3%. It is also found that in 2000, measles outbreaks was not occurred in the study areas and in the Bogor Regency where in the last 9 years (1991-1999) measles outbreaks has always been occurred.
If we look at the age distribution the significant reduction was found in underfive group. Health centres model-2: < 1 year (66,2%), 1 - 4 years (68,3%). In health centres model-3: < 1 year (50%), I - 4 years (75,1%). Similar figure is also found in Bogor Regency where significant measles reduction was in underfive age group; < 1 year (72,5%), 1 - 4 years (76,2%). Finally, based on CE-Ratio calculation, model-2 was the most cost effective which include routine immunization and catch-up campaign for elementary school children. In conclusion model-2 is effective to reduce cases and to prevent measles outbreaks and is capable to cut the viral transmission from school children to children under five in their respective households. Hence, to reduce the number of high risk villages, crash program should be implemented continuously in low coverage villages at least for
"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanelda
"Penyakit campak merupakan penyakit infeksi yang cukup serius, sering menyerang anak umur di bawah lima tahun yang tidak mempunyai kekebalan terhadap penyakit campak. Di negara berkembang penyakit campak masih merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak-anak. Program imunisasi di negara berkembang merupakan program prioritas. Di Indonesia imunisasi campak diberikan kepada bayi untuk menghindari dari penyakit menular . Program imunisasi ini dimulai pada tahun 1984 dengan melakukan pemberian imunisasi campak dosis tunggal atau satu dosis terhadap bayi umur 9 - 11 bulan.
Pada tahun 1990 Indonesia berhasil mencapai cakupan 85,4 % . Sesuai dengan besaran target UCI yang ditetapkan secara nasional salah satu tujuan utamanya adalah pemberian imunisasi dasar kepada setiap bayi umur satu tahun (kontak lengkap dengan. indikator campak) dengan target minimal 80 % imunisasi untuk semua anak. Beberapa hasil penelitian dan laporan dari negara-negara di dunia menyatakan bahwa strategi pemberian imunisasi dosis tunggal atau satu dosis terhadap anak tidak dapat mencapai menurunkan terjadinya kasus campak sebagai tujuan global. Negara-negara berkembang di Amerika Utara, Eropah Barat dan Australia menerapkan pemberian vaksinasi campak dua dosis yang saat ini berada pada tahap eliminasi campak.
Dengan keterbatasan anggaran pembiayaan kesehatan saat ini, WHO memberikan rekomendasi terhadap negara-negara berkembang untuk melakukan kegiatan inovatif sebagai strategi dalam pengendalian kasus campak antara lain melalui model catch up dan crash program yang merupakan kegiatan tambahan pemberian vaksin dosis kedua. Dengan kegiatan imunisasi rutin yang sudah dilaksanakan di Indonesia temyata pencapaian target UCI sulit untuk dipertahankan dan sebagian daerah tingkat kecamatanldesa cakupan imunisasi campak belum merata. Sesuai dengan rekomendasi Kelompok Kerja Reduksi Campak , maka Indonesia tabus 2000 disamping melaksanakan imunisasi rutin terhadap bayi juga sudah melaksanakan pemberian imunisasi campak tambahan terhadap anak SD kelas I sampai VI yang pertama kali dilaksanakan pada dua Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat melalui model catch up dan crash program untuk anak umur di bawah lima tahun di daerah resiko tinggi pada 13 propinsi di Indonesia. Secara objektif studi CEA memberikan pengaruh yang besar terhadap pengukuran biaya satuan yang paling cost efektive untuk melihat komponen biaya terbesar dari suatu kegiatan dalam penurunan Ilaju kasus penyakit campak setelah dilakukan penambahan dosis imunisasi vampak. Penelitian telah dilakukan pada 16 puskesmas di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat tahun 2002 sebagai lokasi penelitian yang terdiri dan delapan puskesmas UCI melaksanakan program rutin (pembanding) model-1 dan delapan puskesmas Non UCI pada tahun yang sama melakukan program imunisasi tambahan crash program disamping program rutin sebagai model-2. Disain penelitian adalah penelitian operasional dengan metode CEA . Dari hasil analisa data yang dilakukan dan perhitungan biaya satuanikegiatan pelayanan (suntikan) dari kedua model pendekatan yang berbeda maka diperoleh basil yang menunjukkan model-1 : Rp. 99.847,- dan model-2 :Rp. 57.048,- (100% : 57,08%) terhadap sasaran yang terlindung Bari kasus campak maka diperoleh efektivitas model-2 sebesar 42,92 %. CE ratio M.2 : M.I = 1,8 : 3,12, dengan komponen biaya terbesar adalah biaya operasional atas pembelian alat suntik autodisable (ADS) dan vaksin campak sebesar 53,12% dari total biaya yang ada dengan kasus yang terjadi sebesar 36,5%.
Terjadi penurunan kasus yang cukup signifikan pada puskesmas yang melaksanakan kegiatan model-2 sebesar 36,5 % dibanding dengan puskesmas model-1 hanya dapat menurunkan kasus 6,1%. Sampai saat ini di Kota Padang tidak pernah terjadi KLB campak bila melihat frekuensi KLB campak dalam waktu lima tahun terakhir masih sexing terjadi di Prop. Sumatera Barat, meskipun Kota Padang masih merupakan daerah endemis penyakit campak. Dengan peningkatan cakupan yang sangat tinggi dapat terjadi penurunan trend kasus yang cukup tajam, sehingga dapat memutuskan lmenghambat terjadinya transmisi virus. Untuk menghilangkan desa atau kelurahan rawan campak yang masih terdapat di Kota Padang, disamping melaksanakan kegiatan program rutin, kegiatan crash program tetap dijadikan prioritas kegiatan strategis dengan cost effective yang relatif rendah.

Cost Effectiveness Analysis on Measles Immunization Program from Two-Models In Padang City on the Year 2002Measles is a serious infectious disease attacked predominantly children under five who are susceptible to the disease. In most developing countries, measles is still one of the leading causes of children morbidity and mortality. Immunization is a mayor health issue in developing countries. In Indonesia immunization for infants against measles which a communicable disease, was started in 1984 and measles immunization was introduced as a single dose approach for infants at nine month of age. In 1990, Indonesia achieved 85,4 % level of dosage. One of a bigger goals for children by the year 1990 is that at least 80% children under the age of one would have access to immunization Universal Child Immunization (UCI).
Many studies and country reports suggest that single dose measles strategy is not sufficient to achieve the global target of measles elimination. Several developed countries in the North America, West Europe and Australia that have implemented two-dose measles schedule are now in three measles elimination phase, WHO recommended developing countries to implement innovative immunization strategy such as measles catch up campaign and crash program to prevent measles outbreak before introducing two-dose measles strategy.
In Indonesia so that beside routine basic immunization program to infant has also in the year 2000 introduced additional measles vaccination to school children year 1 - 6 elementary school in DKI Jakarta and West Java (catch-up program) and crash program for children under five was also introduced in measles high risk area. The objectives of the cost effectiveness analysis study are to get better picture and better understanding of the most cost effective model of measles vaccination, unit cost for each activity, the biggest budget component, trend of measles reduction after additional measles vaccination been implemented. The pilot study was conducted in 16 health centers representative health centers in the on regions municipalityldistrict in West Sumatra province (Padang City). Consists of eight centers have achieved village UCI Coverage in 2002 which are implementing routine immunization (model-1) and eight health centers who have not village UCI coverage in 2002 too which are implementing crash program immunization_The study design was operational research, economical evaluation cost effectiveness analysis (CEA) using retrospective data with descriptive analysis. From data analysis it is evidence that the unit cost for different approaches are the results indicates. Model-1 (Routine) Rp, 99.847,- dan Model-2 (Routine + crash program) Rp. 57.048,-.The most cost effective is crash program which is 42,92% (100 % : 57,08 %) of the cost of routine immunization. CE Ratio M2 : M1 = 1,8 : 3,15 with the biggest component is operational cost which is 53,2 % of the total cost.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Sahara
"Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya pencegahan untuk menanggulangi berbagai macam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain penyakit Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak dan Hepatitis B. Tujuan dari program imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Untuk mencapai tujuan ini diperlukan pencapaian serta mempertahankan cakupan imunisasi lengkap pada bayi dan ibu hamil, paling sedikit 80 % dari semua wilayah dan peningkatan mutu pelayanan, untuk mencapai hal ini telah di kembangkan dua alat manajemen program imunisasi yaitu PWS dan Supervisi dengan check list.
Di Kabupaten Musi Banyuasin cakupan imunisasi rutin pada bayi sudah mencapai target, tetapi cakupan imunisasi campaknya secara rata-rata masih rendah. Di Indonesia campak masih merupakan masalah kesehatan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Morley mengatakan imunisasi campak merupakan suatu kesehatan masyarakat yang paling bermakna yang dapat diukur di negara berkembang.
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang sistem manajemen Puskesmas dalam program imunisasi campak di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2000 dengan memakai pendekatan sistem yaitu sistem input, procces dan output. Manajemen dapat dipandang dari berbagai persepektif tergantung latar belakang serta kepentingan, dengan menggunakan pendekatan sistem dalam manajemen hal ini berarti berusaha memandang organisasi sebagai suatu sistem yang utuh dengan melihat organisasi secara keseluruhan.
Disain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan cross sectional, pengamatan dilakukan di 40 Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin. Untuk menganalisis sistim manajemen ini dilihat dari variabel input dan variabel procces, inputnya terdiri dari karakteristik petugas, dana, SOP, dan sarana sedangkan variabel procces terdiri dan minilokakarya, PWS, supervisi dan PTP. Dari hasil penelitian ini didapatkan variabel pada input yang mempunyai hubungan bermakna dengan cakupan adalah karakteristik petugas ( p = 0,023 ), SOP ( p = 0,007 ) sedangkan pada variabel proses yang mempunyai hubungan bermakna adalah minilokakarya ( p 0,007 ) dan supervisi (p = 0,001 ).
Variabel yang paling dominan mempengaruhi cakupan imunisasi campak adalah supervisi. Supervisi merupakan salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi adalah melakukan pegamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. Peningkatan kualitas dan kuantitas supervisi di Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin sangat perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan cakupan program imunisasi.

The Analisys of Mangement System of Public Health Centre on Measles Imunizations Program at Public Health Centre in Musi Banyuasin Regency in 2000Immunization is one of Government Program in preventing how to cope with various kinds of illness, such as, Tuberculosis, Diphteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Measles and Hepatitis B.
The aim of the Program is to iesses the sense and death of the illnes which can be prevented by immunization. To reach the aim, it needs the achievent of complate immunizatio for infants and fregnant mothers.
There are at least 80 % of the area and increase of service. To reach this, it has been developed two kinds of tools for immunization program management, namely PWS and check list supervision.
In Musi Banyuasin regency routine immunization for infants has reached the target but the spread of measles immunization in average is still low.
In Indonesia measles is a health program in reducing the number of illness and death. Morley says measles immunization is a means of public health centre is impotant to be measured in developing countries.
The aim of this research is to get information about public health centre management system in measles immunization program in Musi Banyuasin regency in 2000 by means of system approach, namely input, process and out put.
The design of research uses quantitative approach with cross sectional design, observation in 40 public health centre in Musui Banyuasin regency.
The analisys of the management system can be seen in input variable and process variable. Input variable itself consist of the characteristies of the worker, fund, SOP and facility while, process variable consist of miniworkshop, PWS, supervision and PTP.
The result of the research is the input variable has special relation with the area in the characteristics of the worker ( p = 0,023 ), SOP ( p = 0,007 ) while process variable has relation with miniworkshop ( p = 0,007 ) and supervision ( p = 0.001 ).
The most dominant which effect measles immunization area is supervision. Supervision itself is one of the function management. The sense of supervision itself is to ovserve directly and gradually done by the leader toward the duty done by the workers. Later if the problem are found, soon there have been same direction or helps to cope with the problem.
The increase of supervision quality and quantity in public healyth centre in Musi Banyuasin regency must be done to cover the increase of immunization program."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T8375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arihni Supriati
"Penyakit campak adalah penyakit yang sangat poteusial untuk menimbulkan wabah. Masalah kematian campak di dunia yang dilaporkan oleh WI-IO pada tahun 2002 sebanyak 777.000 diantaranya berasal dari negara ASEAN, dan I5% dari kematian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penolakan imunisasi campak pada Crash Program Campak di UPF Puskesmas Cimandala Kecamatan Sukaraia Kabupaten Bogor.
Penelitian ini memakai rancangan studi kasus kontrol tidak berpadanan, dengan menggunakan perbandingan kasus kontrol 1:1. Sampel penelitian adalah balita usia 12-59 bulan yang terdaftar dan mengikuti Crash Program campak dengan datang ke pos imunisasi. Jumlah sampel kasus dan kontrol sebanyak 400 orang yang terdiri dari 200 kasus dan 200 kontrol. Balita yang tidak diimunisasi dan orang tuanya tidak bersedia menandatangani infzrmed consent ditetapkan sebagai kasus, sedangkan kontrol adalah balita yang diimunisasi dan orang manya bersedia menandatangani irjormed consent dan berasal dari pos imunisasi yang sama dengan kasus. Komrol dipilih secara acak.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat. Berdasarkan llasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penolakan imunisasi campak adalah penilaian kondisi kesehatan anak OR 15,560 (OR CI 95% 8,84l-27,388), status imunisasi campak OR 3,732 (OR CI 95% 2,122-6,564) dan dukungan tokoh masyarakat OR 3,213 (OR CI 95% 1,763-5,853).
Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada UPF Puskesmas Cimandala Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor untuk memberikan kesempatan imunisasi campak kepada balita yang belum diimunisasi campak pada Crash Program campak, memberikan penyuluhan kepada rnasyarakat mengenai imunisasi campak, vaksin campak yang aman, kondisi anak sakit yang boleh dan tidak boleh diberikan imunisasi campak efek samping imunisasi campak dan KIPI, prioritas penyuluhan kepada orang tue balita yang anyƩznya belum diimunisasi campak, memberikan kesempatan imunisasi kepada balita yang yang belum diimunisasi campak, serta meningkatkan pendekatan sosial kepada tokoh masyarakat, kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor penulis menyarankan untuk merencanakan strategi baru agar Crash Program campak berikulnya dapat mencapai target lanpa melakukan sweeping dan melakukan advokasi kepada pengambil kebijakan.
Campak tersebut berasal dari Indonesia. Dengan mempertimbangkan serokonversi rate 85% pada bayi umur 9 bulan, cakupan imunisasi campak sebesar 9l,8% pada tahun 2004 hanya dapat memberikan perlindungan sekitar 76,5% bayi, sisanya sebesar 23,5% masuk dalam kelompok rentan campak. Kelompok rentan campak ini akan terus terakumulasi biia tanpa adanya perbaikan cakupan imunisasi dan tanpa intervensi imunisasi tambahan campak. Berdasarkan kenyalaan tersebut di atas maka Indonesia memutuskan untuk melakukan Crash Program campak pada anak balita di daerah risiko tinggi.
Adanya penolakan imunisasi campak merupakan salah satu peuyehab tidak tercapainya target cakupan imunisasi campak di Puskesmas Cimandala Kecamatan Sukaraja Kabupaien Bogor. Namun penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penolakan imunisasi campak belum pernah dilakukan Hal tersebut diatas menarik minat penulis untuk meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan penolakan i munisasi campak pada Crash Program Campak tahun 2007.

Measles is known as a disease that potentially creating an outbreak. There are about 777,000 death reported by WHO in 2002, caused by measles, is occur in the ASEAN countries, and l5% of the deaths are from Indonesia. In considering with the sero- conversion rate 85% of 9 months old baby, the coverage of measles immunization at 9l.8% in 2004 is only give protection around 76.5% babies and the other of 23.5% babies are categorized as a group of vulnerable for measles. This group of baby can be continuously accumulated if there is no improvement on the coverage of measles immunization and without any intervention of addition on immunization of measles. Based on the situation, Indonesia is, therefore, established a Crash Program on measles immunization towards children under-five (CU5) at the high risk region.
Unfortunately, there are some refusals of being immunized which make the target on mwsles immunization coverage at Puskesmas Cimandala is cannot be reached Therefore, factors related to reiiisal on measles immunization are interested to study, especially to those that occur during the crash program on measles in 2007. The aim of the study is to find out factors related to the retiisal on measles immunization on the measles? crash program at the UPF Puskesmas Cimandala of Sukaraja sub-district at the District of Bogor.
The design of the study is an unpaired case-control study, with lrl comparable case-control. Sample is children under-tive (CU5) aged 13 to 59 mom's who registered for the crash program of measles immunization at the immunization post. The size of sample is 400 that comprises as 200 sample of case and 200 sample of control. The case is CU5 who are not immunized and the parent is refused to sign the informed consent, while the control is CU5 who have immunized and the parent is agree to sign the informed consent. Both case and control are taken from the same immunization post, and control is chosen randomly. Analysis is in the fomt of univariate, bivariate, and multivariate.
Based on the result of the study, factors related to the refusal of measles immunization are: child health condition assessment (OR: l5.560, 95% CI: 8.841 - 27388); status of measles immunization (OR: 3.732, 95% CI: 2.122 - 6564), and support from community leader (OR: 3.2I3, 95% Cl: 1.763 - 5.853). The study suggested that puskesmas Cimandala should give another chance for measles immunization towards those CU5 who have not been immunized in the crash program, addressing IEC about measles immunization towards community, harmless measles? vaccine, the child condition for being able and unable to immunize, the side effect of measles immunization and KIPI (?), prioritized in giving IBC to those parent whose CU5 is have not immunized, provide another chance of measles immunization for those CU5 that have not been immunized, and increase the approaching towards local community leaders. Suggestion towards the District Health Authority of Bogor that there is a need for new strategy for the next measles Crash Program that in order to reach the target without doing the sweeping and do advocating to the policy's decision makers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Zulkifli Duski
"Penyakit campak adalah penyakit infeksi viral akut yang mudah ditularkan, sehingga hampir semua anak yang dilahirkan pernah ketularan penyakit ini, sebagian besar sebelum mencapai umur 5 tahun. Imunisasi campak merupakan cara yang paling cost efektif untuk menanggulangi penyakit campak di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status imunisasi campak dengan kejadian campak pada anak usia dibawah 5 tahun di Desa Pagerageung Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk pengelola program imunisasi.
Metode penelitian ini dirancang dengan Studi Historical Cohort ( Kohort Retrospektif ), dimulai dari keterpaparan. Terpapar adalah anak yang tidak diimunisasi campak sedangkan yang tidak terpapar adalah anak yang diimunisasi campak. Jumlah yang terpapar sebanyak 84 orang dan yang tidak terpapar 84 orang. Variabel yang diteliti meliputi faktor status imunisasi, pendidikan, pengetahuan dan sikap Ibu, serta kepadatan dan ventilasi hunian ditambah dengan efikasi vaksin.
Hasil penelitian menunjukan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian campak adalah status imunisasi ( RR= 3,2 ), kepadatan ( RR= 3,3 ) dan ventilasi hunian ( RR= 3,9 ). Hasil efikasi vaksin adalah 50%, yang menunjukkan kedayagunaan vaksin masih rendah. Melihat hasil penelitian maka disarankan kepada Puskesmas untuk meningkatkan cakupan imunisasi campak ( UCI = 100% ) terutama daerah kantong, serta mengusulkan ke Kabupaten melalui Camat untuk mengadakan program rumah sehat terutama daerah potensial wabah.

Corelation of Measles Immunization Status with Measles Incident on The 5 Years Lower Age of Children When Measles Epidemic Disease at Pagerageung Village of Pagerageung Sub District of Tasikmalaya 2000. Measles Disease is viral acute infectious disease marked by fever and small red spots that cover the whole body when easy spread, so all the baby has been disease infected, before 5 years. Measles immunization which is effective cost to cope with measles disease at population. The research objections is know about of correlation measles immunization status with measles incidence on the 5 years lower age of children at Pagerageung Village of Pagerageung Sub District of Tasikmalaya. The result of research could be giving of mind contribution supporting of immunization management programs.
The research method started from the exposure with Cohort Historical Study Designed. The exposure is whose the children of measles immunization and but, Unexposure is whose the children with measles immunization. Whose the exposure about 84 person and unexposure about it 84 person. The research variables is immunization factor status, education, knowledge and mother attitude, also densely and occupancy ventilation with increase of vaccine effication.
The result research to show that variable which in influential on the measles incident is immunization status (RR=3,2), densely (RR=3,3) and occupancy ventilation (RR=3,9). Vaccine effication result is 50%, which show that still low vaccine efficiency. So would be suggestive to health society center for increasing measles immunization coverage (UCI=l00%) at local epidemic especially and have to suggest to regent pass through Sub District for organizing health house programs as specially at local of epidemic potential.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina
"Penyakit campak adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian anak-anak di dunia termasuk di Indonesia. Setiap negara diajak secara bertahap mereduksi dan mengeliminasi penyakit campak dengan memberikan imunisasi rutin kepada bayi dan dilakukan imunisasi campak tambahan untuk menjangkau anakanak yang belum pernah divaksinasi atau belum pernah menderita penyakit campak, serta kesempatan kedua untuk kasus kegagalan vaksinasi campak. Di Indonesia, Departemen Kesehatan memberikan imunisasi campak tambahan melalui kegiatan ?Kampanye Imunisasi Campak? yang dilakukan dalam lima tahap dari bulan Januari 2005 sampai dengan 10 September 2007 tetapi hingga saat ini belum ada informasi tentang dampaknya.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran epidemiologi penyakit campak dan imunisasi campak, serta korelasi cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden penyakit campak di Indonesia tahun 2004 - 2008. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder surveilans penyakit campak dari Sub Direktorat Surveilans dan data cakupan imunisasi dari Sub Direktorat Imunisasi Direktorat Jendral P2PL Departemen Kesehatan RI. Data dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi kasus campak berdasarkan umur, provinsi, tahun, dan bulan, serta secara bivariat untuk melihat hubungan antara cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden campak yang menggunakan uji Korelasi dan Regresi Linier Sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan insiden kasus campak tertinggi terjadi pada kelompok umur 0-4 tahun dan tertinggi kedua pada kelompok umur 5-9 tahun, terjadi pada provinsi yang padat penduduknya yaitu DKI Jakarta pada tahun 2004 dan 2005, dan pada provinsi yang tidak padat penduduknya yaitu Sulawesi Selatan pada tahun 2006 dan Kalimantan Timur pada tahun 2007. Insiden kasus campak terendah terjadi pada provinsi Bengkulu, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku dimana kelengkapan data surveilans campak yang tidak lengkap, dan di provinsi DI Yogyakarta oleh karena tingginya cakupan imunisasi campak (100,19%) pada tahun 2007. Terjadi peningkatan insiden campak pada tahun 2005 sebesar 7,40 per 10.000 penduduk dari tahun 2004. Terjadi peningkatan insiden campak pada tahun 2006 sebesar 8,35 per 10.000 penduduk dari tahun 2005. Terjadi penurunan insiden campak pada tahun 2007 sebesar 6,12 per 10.000 penduduk dari tahun 2006.
Kecendrungan peningkatan insiden campak di Indonesia terjadi pada bulan September dari tahun 2004 ? 2008. Cakupan imunisasi kampanye campak tertinggi terjadi di provinsi Kalimantan Tengah. Cakupan imunisasi kampanye campak terendah terjadi pada provinsi Sumatera Barat. Dan Peningkatan cakupan imunisasi kampanye campak meningkatkan insiden campak satu tahun sesudah kampanye campak.
Berdasarkan penelitian ini, disarankan agar program pencegahan penyakit campak lebih difokuskan pencegahan pada kelompok umur 0-4 tahun dan 5-9 tahun setiap tahunnya, tidak hanya pada provinsi dengan padat penduduknya tetapi juga pada populasi yang tidak padat penduduknya, dan pada bulan September. Agar penguatan surveilans campak terus ditingkatkan khususnya di provinsi yang pelaksanaan surveilans campaknya kurang baik. Agar dilakukan kegiatan peningkatan cakupan imunisasi pada provinsi-provinsi yang cakupan imunisasi campak belum diatas 90%. Agar dilakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan adanya hubungan di tingkat individu untuk hubungan antara cakupan imunisasi kampanye campak dengan insiden campak khususnya untuk melihat dampak dari kampanye campak di Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elmerillia Farah Dewi
"Penyakit campak adalah penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus paramyxoviridae. Virus tersebut mampu menekan imunitas atau daya tahan tubuh anak. Penyakit campak memiliki gejala klinis, kemerahan di tubuh berbentuk makulo papular didahului panas badan >38oC (teraba panas) selama 3 hari atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. Kasus campak masih sering dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah respon imun yang kurang optimal. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan respon tersebut. Dengan perbaikan mutu vaksin, peningkatan status gizi masyarakat dan penanganan kasus yang baik diharapkan kasus campak dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan desain ekologi korelasi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hubungan insiden campak dengan imunsasi campak menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,240) dan berpola negatif, dengan nilai p > 0,05 (0,647) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara imunisasi campak dengan insiden campak. Untuk hubungan insiden campak dengan status gizi buruk dan kurang menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,001) dan berpola positif, dengan nilai p > 0,05 (0,999) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara status gizi buruk dan kurang dengan insiden campak. Pada hubungan insiden campak dengan kepadatan penduduk menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,096) dan berpola negatif, dengan nilai p = 0,856 yang Hubungan berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara imunisasi campak dengan insiden campak. Untuk meningkatkan menurunkan insiden campak perlu dilakukan peningkatan status gizi anak serta penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi campak. Selain itu perlu ditingkatkannya system pencatatan dan pelaporan sehingga dapat diperoleh data yang akurat."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratno Widoyo
"Pneumonia pada anak di Indonesia merupakan penyebab kematian tertinggi setelah diare. Pengendalian pneumonia dapat dilakukan dengan peningkatan cakupan imunisasi campak. Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian imunisasi campak terhadap kejadian pneumonia. Metode penelitiannya adalah cross sectional dengan memanfaatkan 13.062 data anak yang terdapat pada data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012. Hasil analisis menunjukan prevalensi pneumonia pada anak di Indonesia adalah 5.4% sedangkan cakupan imunisasi campak 82.57%. Pemberian imunisai campak disertai dengan pemberian vitamin A dapat mencegah terjadinya kejadian pneumonia pada anak umur 12-59 bulan sebesar 26,5%. Intervensi pemberian imunisasi campak disertai pemberian vitamin A dilakukan sebagai upaya yang efektif dalam penurunan kejadian pneumonia sehingga dapat dijadiakan salah satu alternative yang dapat disarankan dalam upaya preventif.

In Indonesia, Pneumonia is the highest cause of death on children after diarrhea. improve vaccines against measles substantially can reduce pneumonia morbidity in children. The aim of this thesis was to determine the effect of vaccines against measles on the prevalence of pneumonia. The method of study is a cross sectional, utilize 13.062 child data contained in the data Indonesia Demographic and Health Survey on 2012. Results of the analysis showed the prevalence of pneumonia in children in Indonesia is 5,4% whereas 82,57% have been vaccines against measles. Results of analysis showed that Giving vaccines against measles supplemented by vitamin A can prevent the prevalence of pneumonia in children aged 12-59 months was 26,5%. Intervention vaccines against measles supplemented by vitamin A as part of efforts were effective in decreasing the incidence of pneumonia that can dijadiakan one alternative that can be suggested in preventive efforts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hatta
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terutama Pneumonia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak balita di negara berkembang, sekitar 4 juta kematian disebabkan oleh penyakit ISPA terutama Pneumonia. Di kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan penyakit Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dimana pneumonia menempati urutan teratas dalam sepuluh penyebab kesakitan yang mempunyai kontribusi sebesar 53,42 %. Sementara angka cakupan imunisasi campak masih relatif rendah (70 %, tahun 1998).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan imunisasi campak dengan kejadian pneumonia pada balita dan faktor risiko lainnya di kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan tahun 2000. Studi ini menggunakan desain kasus kontrol, dengan 141 sampel dimana kasus adalah balita umur 9-59 bulan, menderita pnemonia yang datang ke Puskesmas, sedangkan kontrol adalah balita umur 9-59 bulan yang datang ke Puskesmas, tetapi tidak menderita pnemonia ataupun ISPA. Data diperoleh dari basil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada responden ibu balita dan dianalisa dengan analisis univariat, bivariat (Chi Square) dan multivariate (Logislic Regression).
Hasil akhir uji multivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian pnemonia pada balita umur 9-59 bulan (DR= 2,307; p~,003 ). Dapat dikatakan bahwa risiko terkena pneumonia pada balita umur 9-59 bulan yang tidak diimunisasi campak 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan balita umur 9-59 bulan yang telah diimunisasi campak. Disamping variabel imunisasi campak ada 5 variabel lain yang mempengaruhi kejadian pneumonia di kabupaten OKU, sebagai berikut: Pendidikan ibu (OR=2,037; p=0,013), pengetahuan ibu (OR=2,364: p=0,005), polusi asap dapur (OR=2,99; p=0,002), kepadatan rumah (OR= 3,247; p= 0,0005) dan jarak ke sarana kesehatan (OR=0,43 1; p= 0,007).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada pengambil keputusan guna lebih memberi perhatian kepada keluarga balita (9-59 bulan) yang belum diimunisasi campak, berpendidikan rendah, berpengetahuan rendah, keadaan rumah yang jelek (polusi asap dapur), rumah yang padat huni dan yang jauh dari pelayanan kesehatan.

The Relationship Between Measles Imunization and Pneumonia Insidens on Underfive Years Old Children in Ogan Komering Ulu (Oku) District, South Sumatera, in 2000.The Acute Respiratory Tract Infection (ARI) especially pneumonia is main cause of morbidity and mortality on infant and under five years old children in developing countries. There are 4 million death caused by ARI especially pneumonia. In Ogan Komering Ulu (OKU) district, South Sumatera province, the pneumonia still became Community Health Problem. Pneumonia was the first rank of ten cause of morbidity that contributed 53,42 %, while the measles immunization coverage still low(70 %, year 1998).
This study was conducted to know the relationship between measles immunization and other risk factors with pneumonia on under five years old children in OKU district, South Sumatera province in 2000. The study design used in this study is Cases Control, with cases are 141 children age 9 - 59 month children suffered from pneumonia who attending health center. While the control was taken from age 9-59 month children without the diseases, who attending the some Health Center. The data was collected by interviewed from the children's mother using questioner. The analysis method of univariate, bivariate (Chi Square) and multivariate (logistic regression) was used in the study.
The result of the study show that a statistical significance association between measles immunization with pneumonia on 9-59 month children (p= 0,003 ; 0R=2,307). It can be said that pneumonia risk on under five years old children without measles immunization arc 2,3 time larger than that of under five years old children with measles immunization. Beside measles immunization, there are 5 other variables that also associated with pneumonia risk in OKU district such as: mothers education(UR=2,307; p=0,013), mothers knowledge (OR=2,364; p=0,005), kitchens smoke pollution (OR= 2.99: p=4.002). house density(OR=3,247;p= 0,000) and the house distance to health services(CR=0,431; p=O,OO7.
Based on the study result, it was suggested that the policy maker have to pay more attention to family with under five years old children who have not gotten yet the measles immunization, whose mother has low education, and low knowledge, who have bad condition and has high density of house, and whose house long far from health services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diany Litasari
"Campak merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) meski cakupan imunisasi campak yang dilaporkan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengelolaan imunisasi dan hubungannya dengan kejadian campak di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tanggerang Selatan tahun 2011.
Desain penelitian ini adalah korelasi/ekologi yang meneliti 25 puskesmas. Pengambilan sampel dengan sampel jenuh. Analisis data menggunakan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel penetapan target cakupan bulanan (p value < 0.05) yang berhubungan dengan kejadian campak. Disarankan agar meningkatkan supervisi dan monitoring evaluasi dan pimpinan sehingga meningkatkan program imunisasi.

Measles is one of public health problems in Indonesia that often causes an extraordinary emergence although the immunization coverage is high. This study aims to identify descriptive of immunization programme management on public health center and relation with measles cases at south tanggerang 2011.
Design for this study was correlation/ecology with 25 public health center. The sampling for this study used sattured sample. The data analysis uses chi-square statistic test. The result of this study shows that decision monthly coverage target variable which has relation with measles cases (p value <0,05). Recommendation to add supervision and monitoring evaluation from head institution to increase immunization quality program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>