Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156779 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Permata Kusumastuti SR
"Pokok permasalahan penelitian ini adalah : bagaimanakah proses tahap-tahap hubungan (Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange) antara pasangan suami-istri berbeda budaya berlangsung, berdasarkan teori Penetrasi Sosial; bagaimanakah hasil pertukaran hubungan komunikasi yang terjadi di antara pasangan suami-istri tersebut dilihat dari ukuran kedalaman (depthness) dan keluasan (wideness) informasi yang dipertukarkan melalui proses pengungkapan diri ( self disclosure); dan bagaimanakah pasangan suami-istri berbeda budaya yang masing-masing membawa serta mempertahankan budayanya yang memiliki keunikan menjadi keintiman dalam mengadakan komunikasi antarpribadinya.
Penelitian komunikasi antarpribadi dan antarbudaya ini mengambil 4 (empat) pasangan menikah atau suami-istri yang berbeda budaya antara budaya Amerika dengan Indonesia. Yang diteliti adalah keanggotaan individu dalam dua kelompok budaya yang berbeda, yaitu kultur Amerika dengan kultur Indonesia. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata Cara adat maupun sistem kekeluargaannya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak memiliki konflik. Disamping itu, kedua budaya yang berbeda negara ini memiliki keunikan tersendiri pada kultur masing-masing serta dilihat dari dimensi komunikasi konteks rendah (Amerika) dan komunikasi dimensi konteks tinggi (Indonesia) nya Edward T. Hall (1977).
Pendekatan penelitian ini menggunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapan, yaitu Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997: 323 - 324).
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993 : 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri".
Hasil penelitian ini memperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami istri tersebut melalui tahapan-tahapan teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu bervariasi. Dimana terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/ keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional.
Kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, keempat pasangan sebagai informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini. Juga setidaknya ada pengaruh budaya pada masing-masing pasangan menikah atau suami-istri tersebut seperti misalnya dalam hal tata cara sopan santun, menjalankan agama, mendidik anak dan berbahasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Iqbal
"Komunikasi antar pribadi pada dua individu pada dasarnya melewati proses yang unik dan spesifik pada masing-masing pihak. Apalagi jika mereka menyadari bahwa komunikasi yang dibangun memiliki satu titik tujuan yang jelas. Salah satu dari titik tujuan itu adalah adanya ikatan pernikahan yang bersifat legal formal.
Pernikahan pada dasarnya tidaklah menjamin bahwa komunikasi antar pribadi yang terjadi sudah sampai pada tingkatannya yang klimaks. Menurut Altman dan Taylor (1973) suatu hubungan antar pribadi terjadi melalui proses tahap orientasi (orientation), tahap eksplorasi pertukaran pengaruh (explorative affective exchange), tahap pertukaran pengaruh (affective exchange), dan tahap pertukaran yang stabil (stable exchange). Hal ini disebutnya sebagai social penetration. Hipotesis pertamanya adalah pertukaran informasi di tingkat antar pribadi mengalami kemajuan secara bertahap mulai dari tingkat permukaan yang dangkal, dari area yang kurang akrab ke area yang lebih akrab dari para pelaku. Adapun hipotesis yang kedua menyatakan bahwa dalam pertukaran informasi, orang menentukan nilai atau besarnya imbalan/biaya, kepuasan dan kekecewaan diperoleh dari interaksi dengan orang lain.
Meningkatnya kualitas hubungan antar pribadi tersebut hanya akan berjalan jika terjadi uncertainty reduction (Berger.1975). Pengurangan ketidakpastian didorong oleh kondisi untuk mengantisipasi interaksi di masa yang akan datang, adanya nilai tambah yang diinginkan ketika terjadi pertukaran informasi atau karena adanya kemungkinan penyimpangan yang bersifat mencelakai.
Penelitian pengurangan ketidakpastian pada pasangan menikah berbeda budaya dengan studi kasus pada pasangan menikah dengan latar belakang budaya individualistic-kolektifistik ini merupakan bagian dan kajian komunikasi antar pribadi di atas. Penelitian ini meneliti enam pasangan suami-istri dimana pihak istri berasal dari Indonesia (kolektifistik), sedangkan pihak suami berasal dari Amerika, Inggris, New Zealand, Iriandia, dan Perancis (individualistic).
Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana pengurangan ketidakpastian terjadi pada pasangan seperti ini, bagaimana strategi mereka untuk mencari informasi dan bagaimana kualitas hubungan pada pasangan ini mengalami peningkatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan ketidakpastian dapat dijelaskan dan digambarkan kembali dengan menggunakan uncertainty reduction theory yang secara khas terjadi pada setiap pasangan secara bervariasi, baik kedalaman maupun keluasannya. Adapun strategi pencarian informasi yang dilakukan lebih banyak dilakukan dengan strategi interaktif yang dipadukan dengan strategi aktif. Kedua strategi ini dipergunakan masing-masing pasangan secara komplementer untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik tentang pasangannya.
Berkurangnya ketidakpastian membantu meningkatnya kualitas hubungan. Meskipun tidak semua pasangan telah mencapai tahapan stable exchange akan tetapi proses yang dilalui dapat dijelaskan oleh social penetration theory. Berbagai hambatan dalam peningkatan kualitas hubungan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor bahasa dan budaya. Perbedaan bahasa, termasuk dialek Bahasa Inggris yang dipakai, seringkali menyebabkan timbulnya salah penafsiran. Perbedaan budaya membuat pasangan ini harus lebih siap melakukan adjustment
Meskipun latar belakang budaya berpengaruh dalam pola hubungan antar pribadi pada pasangan ini, akan tetapi perbedaan atau konflik lebih didasarkan oleh perbedaan karakter kepribadian setiap individu pasangan. Untuk mengatasi perbedaan dan konflik yang terjadi, komunikasi interaktif lebih banyak dipilih dan dimanfaatkan. Selain daripada itu, sikap menerima dan sabar juga ikut membantu mengatasi perbedaan dan konflik yang terjadi pada pasangan ini.
Penetitian ini menguatkan bahwa peningkatan kualitas hubungan antar pribadi terjadi metalui penetrasi sosial dan untuk itu pengurangan ketidakpastian menjadi bagian yang tidak terpisahkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Gemala
"Masa dewasa muda ditandai dengan tugas perkembangan intimacy vs isolation, yaitu individu membuat komitmen yang mendalam dcngan orang lain agar mereka tidak terisolasi (Enikson, dalam Papalia et al., 2001). Menurut Erikson, mengembangkan hubungan intim merupakan tugas yang krusial pada masa ini. Bagi sebagian besar manusia, pernikahan merupakan ekspresi utama/ultimate expression dalam suatu hubungan intim ( Brehm, 1992).
Pria dan wanita biasanya menikah atas dasar cinta dan memiliki anak adalah ekspresi dari cinta mereka kepada satu sama lainnya (Duvall & Miller, 1985). Cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang terdapat dalam hubungan intim (Baron & Bymc, 2000).
Stcrnberg mendefinisikan cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy, commitment, dan passion (Stemberg & Barnes, 1988). Intimacy, yang merupakan komponen emosional, adalah perasaan dekat, terikat yang dirasakan seseorang dalam hubungan cinta. Passion, yang merupakan komponen motivasional, adalah dorongan-dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan iisik, dan seksual. Komponen yang terakhir yaitu commiirnenl yang merupakan komponen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai seseorang (jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut (iangka panjang).
Dalam suatu hubungan, tidak selalu terdapat keseimbangan dalam ketiga komponen cinta sebagaimana yang diketemukakan oieh Stemberg. Geometri pada segitiga cinta tergantung pada intensitas dan keseimbangan dari cinta (Stemberg &. Bames, 1988). lntensitas cinta dalam suatu hubungan dapat dilihat dari area atau ukuran dari segitiga cinta, yakni semakin besar intensitas cinta yang dirasakan seseorang terhadap orang lain maka scgitiga cintanya pun akan semakin besar. Sedangkan keseimbangan cinta dalam suam hubungan dapat dilihat dari bentuk segitiga cinta. Hubungan yang seimbang (dalam ketiga komponen cinta) akan dipresentasikan dalam segidga yang seirnbang. Sedangkan hubungan yang tidak seimbang direpresentasikan dalam bentuk segitiga yang tidak sama sisi, yang didalamnya terdapat salah satu komponen yang paling besar atau dominan.
Dalarn suatu hubungan, tidak hanya terdapat segitiga yang
menggambarkan cinta terhadap orang lain (bentuk nyata), namun juga merepresentasikan bcntuk yang ideal dalam hubungan terscbut (bentuk ideal). Semakin besar perbedaan pada ukuran maupun bentuk dari segitiga cenderung diasosiasikan dengan rendah atau berkurangnya tingkat kepuasan dalam suatu hubungan (Stemberg & Bames, 1988).
Dalam rangka membantu pasangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hubungan mereka terkait dengan komponen-komponen cinta, maka Stemberg mcngembangl-can suatu skala yang disebut The Triangular Love Scale (Stemberg, 1988). Skala ini ditujukan untuk mengukur masing-masing komponen dari cinta, namun juga memiliki dua aplikasi praktis. Pertama, dengan adanya skaia ini, dapat membantn pasangan mendapatkan basil yang lebih baik dalam hubungan mereka. Kedua, skala ini juga merumuskan perbedaan-perbedaan di antara pasangan sehingga dapat disarankan perubahan-perubahan apa yang mungkin diperlukan untuk membuat hubungan menjadi Iebih berhasil Pasangan juga dapat mcnjadi lebih dekat atau setidaknya mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mercka satu sama lain.
Melihat kedua fungsi dari Stemberg's Triangular Love Scale. maka dirasakan sangat bermanfaat bila skaia ini diaplikasikan dalam penelitian mengenai gambaran cinta terkait dengan keseimbangan ketiga komponen cinta Stemberg. Dengan mengetahui gambaran dan keseimbangan dari komponen cinta Sternberg, maka dapat juga diiihat bagaimana kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut akan hubungan yang rnereka jalani dengan pasangan. Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan sebagai pengembangan alat tes psikologi, yaitu dengan melakukan validasi alat tes hanya pada individu dewasa muda. Validasi yang dilakukan adalah dengan meiihat validitas dan reliabilitas dari Slemberg’s Triangular Love Scale. Selain validasi alat tes, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran cinta pada individu dewasa muda yang menikah, dengan memberikan skala pada sampel yang cukup bcsar, yaitu 100 subjek yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Sebagai ilustrasi akan dilakukan wawancara dengan sepasang suami istri dewasa muda untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara segitiga cinta mereka dengan kepuasan dalam hubungan mereka.
Hasil uji validitas per item menunjukkan bahwa hampir semua item memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total dimensinya, kccuali pada item no.2 dan 5 pada dimensi intimacy, yang memiliki tingkat korelasi lebih tinggi dengan komponen passion (item no.2) dan komponcn commilmem (item 1105). Kedua item ini tidak valid karena saling tumpang tindih antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, dan hal ini dapat dilihat dari tingkat korelasi yang signifikan antar dimensi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dengan perkembangan sosial anak usia 1-3 tahun (toddler). Desain penelitian yang di gunakan adalah deskripif korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai perawat yang mempunyai anak usia 1-3 tahun (toddler) di Rumah Sakit Siloam Graha Medika dengan jumlah sampel 40 orang.
Instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, terdiri dari kuesioner demografi (A) dan kuesioner tentang perkembangan sosial anak toddler (B) dan kuesioner tentang peritaku ibu bekerja dalam menstimulus perkembangan sosial anak toddler (C).
Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dalam menstimulus perkembangan sosial toddler dengan perkembangan sosial anak usia toddler. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5323
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zubaidi
"Berawal dari pendapat beberapa orang ahli psikologi dan amatan penulis terhadap perilaku sosial di kota-kota besar terutama di Jakarta, nampak bahwa perilaku sosial negatif kian berkembang, hal itu ditunjukkan oleh kesadaran seseorang akan haknya untuk mempertahankan diri semakin kuat, sementara kesadaran mereka akan kewajiban melemah akibat beban kehidupan di kota besar yang terus meningkat. Juga nampak kompetisi semakin kuat, kesibukan urusan pribadi, egoistis, acuh terhadap kejadian disekeliling, yang kesemuanya dianggap sebagai gambaran melunturnya rasa setiakawan.
Fenomena tersebut mengantar penulis pada pertanyaan, sampai seberapa jauh rasa tanggung jawab sosial warga kota besar dapat diwujudkan, khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di lokasi pemukiman tertentu, yang dalam penelitian ini pengkajiannya ditetapkan di lingkungan pemukiman rumah susun dan rumah konvensional Perum Perumnas, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tanggung jawab sosial yang dimaksud adalah perilaku yang mengarah pada kepedulian seseorang untuk mensejahterakan dan membantu orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan eksternal.
Dari telaah kepustakaan dan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa individu-individu yang berorientasi pada nilai-nilai religius cenderung bertindak prososial. Kesadaran religius yang tinggi mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Demikian pula halnya dengan mereka yang memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menerima orang lain dan punya rasa empati. Harga diri merupakan salah satu penentu bagi terwujudnya perilaku sosial positif dalam bentuk tanggung jawab sosial.
Atas dasar acuan tersebut, dalam penelitian ini diajukan dua buah hipotesis mayor untuk menguji keterkaitan variabel tanggung jawab sosial dengan variabel kesadaran religius dan variabel harga diri, serta menguji perbedaan tingkat tanggung jawab sosial warga yang berdomisili di lingkungan pemukiman tertentu dengan karakteristik yang berbeda. Dua buah hipotesis yang hendak diuji tesebut meliputi (1) ada hubungan positif antara Kesadaran Religius dan Harga Diri dengan Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, (2) ada perbedaan tingkat Tanggung Jawab Sosial antara penghuni komplek pemukiman Rumah Susun dengan tingkat Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Rumah Konvensional Perum Perumnas di Jakarta. Hipotesis mayor tersebut masing-masing kemudian dijabarkan dalam dua hipotesis minor sesuai dengan sub-variabelnya yang ditujukan pada tetangga dan orang lain yang tidak dikenal.
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi pemukiman yang dibangun oleh Perum Perumnas, masing-masing di komplek rumah susun Kebon Kacang Jakarta Pusat dengan 120 orang responden, dan 150 orang responden di komplek rumah konvensional Klender Jakarta Timur.
Pengumpulan data untuk mengungkap variabel tanggung jawab sosial, kesadaran religius dan harga diri menggunakan angket. Sementara untuk pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan uji statistik melalui program SPSS.
Analisis data untuk menguji hipotesis mayor satu serta hipotesis minornya menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesadaran religius dan harga diri dengan tanggung jawab sosial para penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, baik pada lokasi rumah susun maupun rumah konvensional. Nampak pula adanya pengaruh yang berarti antara kesadaran religius dan harga diri terhadap tanggung jawab sosial terhadap tetangga maupun terhadap orang lain yang tidak dikenal pada penghuni kedua komplek pemukiman yang di bangun oleh Perum Perumnas di Jakarta tersebut.
Sementara hasil pengujian hipotesis mayor dua beserta hipotesis minomya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara tanggung jawab sosial penghuni yang bermukim di komplek rumah susun dan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional. Nampaknya mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah susun. Bila dikaji lebih jauh, ternyata tidak nampak adanya perbedaan tanggung jawab sosial terhadap tetangga antara penghuni yang berdomisili di komplek rumah susun maupun di rumah konvensional. Dengan kata lain tidak cukup alasan untuk membedakan penghuni yang menempati rumah susun dari mereka yang menempati rumah konvensional sehubungan dengan tanggung jawab sosial mereka terhadap tetangga. Sementara tanggung jawab sosial terhadap orang lain yang tidak dikenal secara meyakinkan lebih tinggi dijumpai pada mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional dibandingkan dengan mereka yang menempati rumah susun."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rini Hildayani
"Pada masa dewasa muda, keintiman (intimacy) merupakan sesuatu yang menjadi perhatian. Keintiman tidak saja dapat dicapai melalui hubungan perkawinan, tetapi juga melalui sejumlah bentuk hubungan yang Iain, misalnya, persahabatan. Persahabatan dapat dibentuk, baik dengan orang-orang dari jenis kelamin yang sama maupun dengan lawan jenis. Untuk orang-orang yang telah menikah, persahabatan terkadang dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengacaukan fungsi perkawinan, apalagi jika persahabatan yang dibentuk adalah persahabatan lawan jenis.
Umumnya, masyarakat memandang bahwa seseorang yang telah menikah seharusnya memperoleh semua kebutuhan dari pasangannya dan tidak mengembangkan hubungan dengan orang di Iuar pasangan, apalagi jika hubungan dibina dengan lawan jenis. Hal ini tampaknya diperkuat oleh norma budaya yang kurang mendukung persahabatan lawan jenis. Dikatakan bahwa persahabatan jenis ini hampir selalu dikaitkan dengan adanya keterlibatan unsur seks. Selain itu, mungkin akan timbul masalah dengan pasangan sehubungan dengan kehadiran sahabat. Padahal sebagai suatu bentuk hubungan, persahabatan jenis ini mungkin dapat memberikan manfaat yang suIit didapat dalam hubungan lain pada orang-orang yang menjalaninya.
Adanya nilai positif yang mungkin diperoleh dari persahabatan dengan lawan jenis pada orang-orang yang telah menikah, rnasalah yang mungkin timbul dengan pasangan akibat hubungan yang dijalani, serta ancaman terhadap penyimpangan dari hubungan yang mungkin terjadi mendorong peneliti uniuk mengetahui gambaran persahabatan pada pria dan wanita yang telah menikah. Usia dewasa muda dipilih untuk menjadi subyek dalam penelitian ini karena pada tahap ini seseorang dihadapkan pada sejumlah tugas, di antaranya membentuk keluarga dan memperkuat persahabatan.
Teori dan hasil penelitian dari sejumlah peneliti digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber rujukan; umumnya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan persahabatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan wawancara mendalam sebagai alat pengumpul data utama. Dipilihnya bentuk metode ini adalah karena persahabatan merupakan sesuatu yang dihayati secara pribadi oleh individu dan dapat menimbulkan pemikiran, perasaan, dan tingkahlaku yang berbeda satu sama Iain. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang; terdiri dari lima subyek pria dan lima subyek wanita yang memenuhi kriteria tertentu.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa keseluruhan subyek dalam penelitian ini mendapatkan nilai positif dari persahabatan yang mereka jalani. Sejumlah manfaat diperoleh dari persahabatan. Manfaat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, tampaknya ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan perkawinan. Di lain sisi, pasangan subyek penelitian tampaknya cukup dapat menerima kehadiran sahabat.
Saat ini, keluarga tetap ditempatkan pada prioritas utama. Belum ditemukan adanya pelanggaran pada subyek terhadap komitmen perkawinan, seperti keteriibatan unsur seks. Untuk masa yang akan datang mereka belum mengetahuinya. Walaupun demikian, beberapa langkah positif dilakukan oleh mereka agar hubungan dengan sahabat tidak menyimpang dan kehidupan rumah tangga tetap dapat berjalan Ianggeng.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam konseling perkawinan, setidak-tidaknya dapat memberi insight pada orang-orang yang cenderung menilai negatif persahabatan lawan jenis. Di lain pihak, melibatkan subyek dengan karakteristik yang Iebih spesifik mungkin dapat menjadi penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratih Cahyani Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komponen cinta dan kualitas hubungan romantis pada pasangan berpacaran dewasa muda yang menggunakan layanan online dating. Partisipan dalam penelitian ini adalah 97 dewasa muda (20-40 tahun), sedang menjalani hubungan berpacaran minimal tiga bulan, dan bertemu dengan pasangannya melalui layanan online dating. Alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah Sternberg?s Theory of Love Scale (TLS) untuk melihat tingkat komponen cinta, dan Partners Behaviors as Social Context (PBSC) dan Self Behavior as Social Context (SBSC) untuk melihat gambaran kualitas hubungan romantis. Hasil dari penelitian adalah ketiga komponen cinta Sternberg pada pengguna layanan online dating tetap tinggi dan jumlah responden yang mempunyai kualitas hubungan romantis yang tinggi tidak banyak berbeda dengan jumlah responden dengan kualitas hubungan romantis yang rendah. Analisis tambahan menemukan bahwa umur dan lama hubungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat komponen cinta Sternberg dan kualitas hubungan romantis.

The purpose of this study is to form a description on love component using the theory Triangular Theory of Love from Robert J. Sternberg and the romantic relationship quality in dating young adulthood couple who uses online dating services. Participants within this research consisted of 97 young adulthood with the age criteria around 20-40 years old, currently within a relationship for minimum three months, and met their partners through the online dating services. According to data, participants of this research are within the age of 20 to 26 years old, and around 79,4% of them are females. This research is a descriptive research and use th Sternberg's Triangular Theory of Love Scale questionaire (TLS) (α = 0,985) to measure the component of love, and also Partners Behaviors as Social Context (PBSC) (α = 0.906) and Self Behavior as Social Context (SBSC) (α = 0.838) to measure the quality of the romantic relationship. Results of this research indicates that most of the respondents has high scores in three components, and most of the respondents has lower quality in their romantic relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>