Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205836 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Indrawaty
"Koordinasi berbagai aspek dalam sistem pengelolaan obat membutuhkan dukungan sistem informasi manajemen obat yang dapat menghasilkan informasi yang lengkap, akurat , dan tepat waktu. Sistem informasi ini harus mampu menyediakan laporan-laporan baik rutin maupun khusus, yang terkait dengan seluruh fungsi sistem pengelolaan obat. Studi pemanfaatan data dan informasi dilakukan di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Garut guna menilai sejauh mana pemanfaatan data dan informasi dalam upaya efisiensi dan efektivitas kinerja pengelolaan obat.
Pendekatan kajian dengan analisa sistem dimana data dikumpulkan melalui telaahan dokumen, pengamalan kegiatan dan fasilitas terkait, dan wawancara dengan pengelola dan pelaksana manajemen sistem informasi obat. Pengumpulan data dilakukan dengan mengacu pada pedoman pengelolaan obat Dati II yang disusun oleh Departemen Kesehatan RI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan informasi belum optimal. lnformasi yang tersedia dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pengelolaan obat belum dimanfaatkan untuk pengendalian maupun perencanaan strategik. Kekurangan pemanfaatan informasi disebabkan oleh jumlah dan kualitas informasi yang tersedia belum memadai. Kekurangan pemanfaatan informasi dipengaruhi juga oleh motivasi, kemampuan dan kepercayaan pengguna informasi terhadap sistem yang ada.
Untuk mengoptimasi pemanfaatan data dan informasi di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Garut perlu dilakukan intervensi, Faktor yang strategik yang perlu diintervensi adalah meningkatkan kualitas LB2/LPLPO melalui supervisi dan pembinaan yang lebih intensif oleh Dati II , menyusun pedoman sistem informasi manajemen obat, dan pelatihan bagi pengelola obat tentang sistem informasi manajemen obat.

Optimizing the Utilization of Data and Information to Maximize the Efficiency and Effectiveness of the Drug Supply Performance: Study in Kabupaten Bekasi and Kabupaten GarutCoordinating the elements of a drug supply system requires an effective drug management information system which provide comprehensiveness, accurate, and timely information. An effective drug management information system should supply managers with information on the day-to-day pharmaceutical management as well as providing a special report in relation to the many phases of the entire supply system.
The study carried out in Kabupaten Bekasi and Kabupaten Garut aimed to identify how far the use of data and information could be used to increase the efficiency and effectiveness of the drug supply system performance.
The assessment approach use system analysis where data are collected from reviewing the existing records and reports, observation of activities and facilities, and interviewing people who are familiar with the drug supply and information system. Data collection based on the guidelines from the Department of Health of Republic Indonesia.
Research findings identified that most of the available data and information obtained, were used for operational control purposes, rather than For management control and future strategic planning. The findings show that the use of data and information is still not fully appreciated and there is a lack of understanding towards the use and purpose of the data. On the otherhand, the insufficiently used data is caused by the lack of quality of information.
To optimize the use of data and information, there needs to be an urgent concern for choosing priority areas for intervention. As a major source, the quality of LI32/LPLPO ( Users report and drugs request form) need to be improved by intensive supervision by the health department at the District level, introduce an improved and comprehensive guideline regarding drug management information system, and provide training for drug supply managers on efficient and effective drug management information system.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalea Dyah Maysarah Satya
"Distribusi obat yang rendah karena perbedaan polaritas dari obat di dalam tubuh adalah faktor utama dari tingginya frekuensi kemoterafi. Material mesopori Metal- organic framework (MOF) memiliki potensi untuk mengatasi hal tersebut sebagai sistem pembawa obat karena sifat hibrid strukturnya. Salah satu kelas material hibrid ini yang memiliki stabilitas tinggi dan kemampuan membawa material baik anorganik maupun organik adalah MIL-100 Fe akan tetapi sintesis material ini cukup memakan waktu. Pada penelitian ini telah disintesis MIL-100 Fe dengan memanfaatkan gelombang mikro dari microwave domestik dengan variabel waktu tahapan sintesis dan variasi pelarut. Sintesis ini adalah sintesis hijau dengan mengurangi waktu sintesis dan menghindari penggunaan asam korosif. Sintesis MIL-100 Fe menggunakan microwave hanya memerlukan waktu 10 menit dan pelarut Etanol:Air dengan perbandingan 1:1 untuk membantu penataan diri dari MOF tersebut. Morfologi yang dihasilkan serupa dengan MIL-100 Fe hasil sintesis solvotermal namun memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan seragam pada permukaan dengan ukuran terkecil 93,54 nm. Karakterisasi FTIR, XRD, dan SEM dilakukan berikut analisis kemapuan MIL-100 Fe secara In-vitro dalam membawa obat Aspirin menggunakan Spektrofotometer UV-Vis serta memodelkan rilis kinetik aspirin dari MIL-100 Fe. Rilis dari MIL-100 Fe mengikuti model kinetika Higuchi dengan nilai K 0,044 dan rilis obat sebesar 43%.

The low distribution of drugs due to differences in drug polarity in the body is a major factor in the resulting high frequency of chemotherapy. The Mesoporous Metal-organic framework (MOF) material has the potential to overcome this as a drug carrier system with its hybrid nature. One class of hybrid materials that have high stability and the ability to carry both inorganic and organic materials is MIL- 100 Fe but its synthesis is time consuming. In this study MIL-100 Fe has been synthesized with domestic microwaves by varying stage times and solvent. This green pathway succesfully reduces time and the use of corrosive acids. Synthesis of this method takes 10 minutes and solvent Ethanol: Water with a ratio of 1: 1 to help its self-assembly. Resulting morphology is akin to solvothermaly synthesized yet smaller and uniform on its surface with smallest particle size of 93.54 nm. FTIR, XRD, and SEM characterizations were carried out following in vitro analysis of the ability of MIL-100 Fe to carry aspirin using a UV-Vis spectrophotometer and modeling the kinetic release of aspirin from MIL-100 Fe. The release of MIL-100 Fe followed Higuchi kinetics model with K value of 0.044 and a drug release of 43%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Fimantari
"Infeksi Helicobacter pylori dapat diobati dengan amoksisilin trihidrat. Namun pengobatan ini tidak cukup efektif, hal ini dikarenakan pengobatan dengan sediaan konvensional yang digunakan memiliki waktu retensi yang cukup singkat di dalam lambung. Pada penelitian kali ini, obat amoksisilin trihidrat akan dienkapsulasi ke dalam matriks hidrogel semi-IPN K-PNVP dengan KHCO3 7,5 sebagai agen pembentuk pori. Obat yang sudah terenkapsulasi diuji efisiensi enkapsulasi dan disolusi secara in vitro. Hidrogel in situ loading menghasilkan nilai efisiensi enkapsulasi sebesar 95,8 dan disolusi 98,7 . Sedangkan hidrogel post loading menghasilkan nilai efisiensi enkapsulasi sebesar 77,3 dan disolusi 84,3 . Studi mekanisme disolusi obat dilakukan dengan model persamaan matematika agar diketahui kinetika dan mekanisme disolusinya. Untuk hidrogel post loading mengikuti model orde satu, sedangkan hidrogel in situ loading mengikuti model Higuchi. Model Korsmeyer-Peppas menunjukkan mekanisme disolusi hidrogel post loading adalah gabungan difusi dan erosi, hidrogel in situ loading berupa difusi. Hal tersebut didukung oleh hasil karakterisasi hidrogel sebelum dan sesudah uji disolusi dengan mikroskop optik dan SEM. Hasil mikroskop optik menunjukkan bahwa permukaan hidrogel sebelum dan sesudah uji disolusi pada kedua metode terlihat perubahan menjadi lebih kasar. Pori yang terbentuk sebagai hasil SEM mendukung model kinetika dan mekanisme pelepasan obat pada hidrogel post loading dan in situ loading.

Helicobacter pylori infection can be treated using trihydrate amoxicillin. However, this treatment is not effective enough, as the conventional dosage treatment has a relatively short retention time in the human stomach. In the present study, the amoxicillin trihydrate drug will be encapsulated into a semi IPN K PNVP hydrogel matrix with 7,5 KHCO3 as a pore forming agent. The encapsulated drug is tested with in vitro method to see the efficiency of its encapsulation and dissolution. The hydrogel in situ loading produces an encapsulation efficiency value. The values of the encapsulation efficiency is 95,8 and 98,7 , while post loading hydrogel yields an encapsulation efficiency value is 77,3 and the dissolution is 84,3 . The study of drug dissolution mechanism was done by using mathematical equation model to know its kinetics and its mechanism of dissolution. The post loading hydrogel was done by using first order model, while hydrogel in situ loading used Higuchi model. The Korsmeyer Peppas model shows that post loading hydrogel dissolution mechanism is a mixture of diffusion and erosion, and in situ loading hydrogel in the form of diffusion. It is supported by the results of hydrogel characterization, before and after dissolution test with optical microscope and SEM. The results of the optical microscope show that the hydrogel surface before and after the dissolution test in both methods shows the change becomes rougher. The formed pores as the results of SEM support kinetics mechanism and dissolution mechanism of hydrogel post loading and in situ loading."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Eviansyah
"Distributor farmasi dalam melakukan proses pendistribusian produk obat perlu menjaga mutu obat sesuai ketentuan CPOB. Salah satu cara untuk menjaga mutu obat dengan mempertahankan kondisi penyimpanan (suhu) selama pengiriman dengan menggunakan sistem kemasan yang dapat mempertahankan suhu produk selama masa pengiriman. Tugas khusus ini dilakukan untuk mengoptimasi sistem pengiriman produk di bawah 25°C dengan melakukan pengaturan pada komposisi dan konfigurasi ice gel yang digunakan. Metode yang digunakan yaitu dengan melakukan pengondisian ice gel yang digunakan untuk mencapai suhu target yang ditentukan, kemudian dilakukan pengaturan konfigurasi dan komposisi ice gel yang digunakan di dalam insulated container yang berisi produk sesuai dengan komposisi dan konfigurasi yang diinginkan dan dilanjutkan dengan melakukan monitoring dan pengukuran suhu produk di dalam insulated container. Hasil dari pengondisian dan pengukuran ice gel didapatkan kesimpulan bahwa suhu akhir hasil pengondisian yang dilakukan tidak memenuhi persyaratan suhu karena berada diluar batas 8 - 15°C. Pengaturan komposisi dan konfigurasi dilakukan dengan memposisikan ice gel di samping produk obat dengan diberikan pembatas agar produk tidak bersentuhan langsung dengan ice gel yang digunakan. Hasil dari monitoring suhu produk selama 4 hari masa pengiriman diketahui bahwa konfigurasi dan komposisi kontainer 3 ice gel beku 3 ice gel dingin memberikan ketahanan yang lebih baik selama 51,67 jam atau selama 2,15 hari tanpa adanya penyimpangan suhu, dibandingkan dengan kontainer dengan konfigurasi dan komposisi ice gel 6 beku yang memberikan ketahanan selama 66,33 jam atau 2,76 hari dengan adanya penyimpangan penurunan suhu di bawah 8°C hingga suhu 3,70°C selama 23,17 jam.

Pharmaceutical distributors in carrying out the process of distributing drugs, need to maintain the quality of drugs according to CPOB. One way to maintain drug quality is to preserve storage conditions (temperature) during shipping by using a secure packaging system. This task was carried out to optimize the product delivery system below 25°C by adjusting the composition and configuration of the ice gel used. The method used is by conditioning the ice gel to reach the specified target temperature, then setting the configuration and composition of the ice gel used in the insulated container, followed by monitoring and measuring the temperature product in an insulated container. The results of the conditioning ice gel concluded that the final temperature results did not meet the temperature requirements because it was outside the range of 8 - 15°C. The composition and configuration settings are made by positioning the ice gel next to the drug product with a barrier so that the product does not come into direct contact with the ice gel used. The results of monitoring product temperature during the 4-day delivery period show that the configuration and composition of the container 3 frozen and 3 cool ice gel provides better shelf life for 51.67 hours or 2.15 days without any temperature deviation, compared to the container with the composition of 6 frozen ice gel which provides durability for 66.33 hours or 2.76 days in the presence of deviation from lowering the temperature below 8°C to 3.70°C for 23.17 hours."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyanto Utomo
"Obat merupakan salah satu sumber daya penting yang diperlukan dalam upaya pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Pengadaan obat oleh pemerintah jumlahnya terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah perencanaan, pengelolaan obat yang baik dan yang lebih penting adalah penggunaannya harus rasional.
Penggunaan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk pada sisi ekononni (pemborosan sumber daya), pada sisi medik (efek samping, resistensi dan penyakit iatrogenik), dan pada sisi psikososial di masyarakat yaitu ketergantungan masyarakat pada obat tertentu (injeksi).
Berbagai upaya untuk mengurangi penggunaan obat tidak rasional telah dilakukan oleh pemerintah melalui Proyek Kesehatan IV yang disponsori oleh Bank Dunia di 5 Provinsi termasuk Provinsi Kalimantan Barat yang dimulai pada tahun anggaran 1995/1996 sampai dengan tahun anggaran 1999/2000, diantaranya adalah Pelatihan Penggunaan Obat Rasional pada dokter dan paramedis di Puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan obat tidak rasional di Puskesmas se Kabupaten Sambas Kalimantan Barat tahun 1999 menggunakan 3 indikator peresepan obat yaitu; 1)% peresepan antibiotik, 2)% peresepan injeksi dan 3)polifarmasi. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional juga dilihat.
Total sampel dalam penelitian ini adalah 423 resep yang berasal dari semua Puskesmas di Kabupaten Sambas yang berjumlah 29 buah yang diambil dengan menggunakan stratified proportional random sampling method dari resep yang ditulis oleh 30 tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan pengobatan. Penefitian ini menggunakan disain penelitian potong lintang dan dilaksanakan selama 1 bulan (Desember 1999),
Sebagai variabel terikat adalah penggunaan obat tidak rasional dengan 3 indikator peresepan tersebut di atas; sebagai variabel babas adalah Karakteristik individu tenaga kesehatan (jenis tenaga, masa kerja, penetapan diagnosis, -sikap terhadap Pedoman Pengobatan, sikap terhadap penggunaan obat rasional dan sikap terhadap manajemen obat), dan Karakteristik lingkungan (Karakteristik pasien/pengantarnya meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat pengetahuan pada antibiotik dan injeksi, serta tingkat motivasi untuk suntik), tingkat kecukupan obat, manajemen obat dan jumlah kunjungan poliklinik Puskesmas per hari.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan obat tidak rasional adalah 46,6%. Pelayanan pengobatan 65,7% dilakukan oleh perawat/bidan.
Dari analisis bivariat diketahui beberapa variabel yang secara bermakna (p<0,05) berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional di Puskesmas yaitu; 1)jenis tenaga kesehatan (p-0,000), 2)masa kerja (p-0,000), 3)sikap terhadap Pedoman Pengobatan (p =0,007), 4)sikap terhadap penggunaan obat rasional (p=0,001), 5)umur c 44 tahun (p-0,401), 6)motivasi untuk suntik (p-O,021), 7)tingkat kecukupan obat (p=0,007) dan 8)jumlah kunjungan poliklinik per hall (p=0,023),
Pada analisis multivariat dihasilkan 5 variabel dominan dan 3 variabel interaksi yang bermakna (Likelihood Ratio Test p-X2=0,0000 di-8) secara bersama-sama berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional yaitu; 1)jenis tenaga kesehatan (perawat/bidan), 2)jumlah kunjungan poliklinik per hail (sedikit), 3)Tingkat kecukupan obat (cukup), 4)umur (5 44 tahun), 5)sikap terhadap Pedomam Pengobatan (negatif), .6)interaksi jenis tenaga kesehatan (perawat/bidan)*jumlah kunjungan poliklinik per hari (sedikit), 7)interaksi jumlah kunjungan poliklinik per hari (sedikit)*tingkat kecukupan obat (cukup) dan 8)interaksi-interaksi jumlah kunjungan poliklinik per hari (sedikit)*umur (S 44 tahun).
Rekomendasi dari penelitian ini adalah legislasi tenaga paramedis dalam melakukan upaya pengobatan dasar di Puskesmas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan paramedis di bidang upaya pengobatan melalui pelatihan yang terprogram dan berkesinambungan, penyusunan Pedoman Pengobatan yang bersifat lokal yang melibatkan seluruh dokter Puskesmas dengan melakukan penyesuaian (adjusting) Pedoman Pengobatan dari Depatemen Kesehatan, meningkatkan peran dokter dalam supervisi dan sebagai pelatih di bidang upaya pengobatan terhadap paramedis, pendidikan kesehatan masyarakat untuk mengurangi penggunaan injeksi dan memperbaiki perencanaan kebutuhan obat dengan menggunakan metode epidemiologi di samping metode konsumsi yang selama ini dipakai dengan peningkatan kemampuan perencana di Kabupaten melalui pelatihan di bidang perencanaan, penelitian lanjutan dengan melihat indikator penggunaan obat tidak rasional lain yang belum diteliti, dan yang lebih penting adalah komitmen yang tinggi dari Kepala Dinas Kesehatan Dati II Sambas untuk meningkatkan penggunaan obat rasional dengan cara memperbaiki pola peresepan obat di Puskesmas."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Johnson
"Sistem distribusi obat adalah suatu sistem yang diterapkan oleh farmasi rumah sakit X sejak dari Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan dan Pengaturan Obat dan Alat Kesehatan. Ada dua macam sistem yang dijalankan di rumah sakit X yaitu sistem distribusi Tradisional dan sistem distribusi Dosis Unit. Sejak tahun 1986 bulan Agustus pada ruang rawat nginap kelas III (Ruang Melati) telah dijalankan sistem distribusi Dosis Unit sebagai pilot proyek (uji coba).
Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri dikatakan bahwa sistem ini menguntungkan bagi rumah sakit dan pasien. Keuntungan yang diperoleh adalah dari ketepatan waktu pembelian obat, biaya pembelian maupun keamanan didalam pemakaian obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sistem distribusi obat mempengaruhi lamanya penderita dirawat di rumah sakit. Selain faktor distribusi juga ingin diketahui apakah faktor-faktor lain seperti dokter, alamat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya juga mempengaruhi LHR di rumah sakit X ini. Dengan diketahuinya pengaruh sistem distribusi obat dan faktor-faktor lain terhadap LHR yang merupakan salah satu tolak ukur performance rumah sakit, ini dapat sebagai dasar untuk menerapkan sistem ini di rumah sakit secara menyeluruh. Pengaruh sistem dan faktor-faktor lain ini terhadap LHR juga dapat sebagai dasar pemikiran kepada pimpinan rumah sakit untuk menentukan garis-garis kebijakan selanjutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan meneliti data sekunder tahun 1987.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh sistem distribusi, dokter yang merawat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya terhadap LHR. LHR penderita yang dirawat oleh dokter organik, yang diagnosanya infeksi akut, yang distribusi obatnya dosis unit dan pembayar biayanya pribadi adalah lebih pendek.
Dengan bantuan analisis statistik yaitu: Uji T dan Uji Regresi Ganda membuktikan adanya hubungan antara sistem distribusi, dokter, diagnose, pembayar biaya dengan LHR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa apabila kita ingin mengembangkan sistem distribusi dosis unit di rumah sakit dengan dasar pengaruh terhadap LHR adalah tidak relevan. Sedangkan untuk faktor-faktor dokter organik, diagnosa infeksi akut, pembayar biaya pribadi dan distribusi dosis unit LHRnya lebih pendek.
Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sistem distribusi obat di rumah sakit yang menyangkut faktor biaya dan manajemen."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T6719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Citra Rheeyaninda
"Pengobatan massal filariasis sudah dilakukan sejak tahun 2008, namun kasus filariasis masih ditemukan dan angka cakupan pengobatan filariasis di Kelurahan Limo dari tahun ke tahun terus menurun. Pelaksana pengobatan massal filariasis adalah kader kesehatan, disebut sebagai Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) Filariasis.
Penelitian ini membahas tentang kinerja TPE/kader filariasis dalam pelaksanaan pengobatan massal di Kelurahan Limo pada tahun 2014 serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tersebut. Data dicari menggunakan kuesioner pada sampel berjumlah 44 TPE filariasis di Kelurahan Limo dan wawancara mendalam dengan Penanggung jawab Program Filariasis di Puskesmas Limo. Variabel yang diteliti adalah faktor karakteristik individu dan faktor organisasi (pelatihan, ketersediaan sarana, kecukupan sarana, imbalan, supervisi, dan evaluasi).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh TPE filariasis (56,8%) memiliki kinerja rendah. Secara statistik, terdapat hubungan antara motivasi dan imbalan dengan kinerja TPE filariasis di Kelurahan Limo. Saran dari penelitian ini untuk Puskesmas adalah dengan memberikan imbalan yang sesuai dan hal-hal yang dapat memotivasi TPE/kader dalam meningkatkan kinerja dan tidak selalu harus dalam bentuk uang.

Filariasis mass treatment was carried out since 2008, but filariasis cases were still found and the treatment coverage in Kelurahan Limo was declining from year to year. Executors of the mass treatment were the health cadres.
The focus of this study is to analyze the performance of the TPE/health cadres in implementating filariasis mass treatment in 2014 and factors related to their work performance on the mass treatment of filariasis in Kelurahan Limo. Data was collected using structured questionnaire to 44 TPE/health cadres followed by indepth interview to the Head of Filariasis Program. Variables involved were individual characteristics and organizational factors (training, availability and adequacy of facilities, rewards, supervision and evaluation).
The study results showed that more than half of TPE/health cadres filariasis (56,8%) had low performance. Statistically, there is a relationship between motivation and reward to the performance of TPE filariasis in Kelurahan Limo. The study recommends to the health center to provide appropriate rewards, not always in."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Since the dicovery of liposome or lipid vesicles derived from self limiting enclosed lipid bilayer upon hydration, liposome drug delivery systems have played a significant role in formulation of potent drugs to improve therapeutics. Currenlty most of these liposome formulation are designed to reduced toxicity and to some
extent increase accumulation at the target site(s) in a the number of clinical application. The current pharmaceutical preparations of liposome based therapeutics stem from our understanding of lipid drug interactions and the liposome disposition mechanism including the inhibition of rapid clearance of liposome by controlling size ,
charge and surface hydration."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2004
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Sediaan mengapung dirancang untuk meningkatkan bioavailabilitas
obat melalui perpanjangan waktu tinggal sediaan di lambung (dekat dengan
loka absorpsi) dan memperpanjang pelepasan obat dengan mengendalikan
laju pelepasannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formula
tablet mengapung dengan menggunakan kombinasi pragelatinisasi pati
singkong propionat (PPSP) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) sebagai
matriks. Penelitian ini menerapkan granulasi basah sebagai metode
pembuatan tablet dengan teofilin sebagai model obat. Semua formula, yang
dibuat dengan memvariasikan komposisi polimer penyusun matriks,
menunjukkan periode mengapung diatas 8 jam pada asam klorida 0,1N 370C.
Uji keterapungan, daya mengembang, dan kinetika pelepasan obat
merupakan parameter penting tablet mengapung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa formula dengan matriks PPSP:HPMC=1:1 merupakan
formula terbaik yang paling mendekati formula pembanding dengan matriks
HPMC 100% dengan kinetika pelepasan mengikuti persamaan Higuchi dan
mekanisme difusi non-Fickian."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Amalia
"Solid lipid nanoparticle (SLN) merupakan suatu sistem pembawa koloid yang menggunakan lipid padat sebagai bahan pembentuk matriks. Penelitian ini dilakukan untuk preparasi sediaan SLN gliklazid menggunakan metode high shear homogenization dan pengeringan beku. Formula SLN gliklazid terdiri atas: asam stearat sebagai bahan pembentuk matriks, Tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan, etanol sebagai ko-solvent dan laktosa sebagai cryoprotectant. Karakterisasi sediaan SLN dilakukan sebelum dan setelah pengeringan beku yang meliputi: analisis ukuran partikel dan potensial zeta, analisis morfologi, efisiensi penjerapan, dan dilanjutkan dengan evaluasi pelepasan dan permeabilitas gliklazid secara in-vitro.
Hasil menunjukkan gliklazid dapat diformulasikan kedalam bentuk sediaan SLN dengan bentuk partikel yang tidak sferis dan rata-rata ukuran partikel SLN sebesar 878,0 ± 246,3 nm dan 745,8 ± 204,0 nm. Nilai potensial zeta dari SLN adalah –3,96 ± 0,45 mV dan –5,32 ± 2,13 mV dengan efisiensi penjerapan 84,055 ± 3,876% dan 75,29 ± 0,79%. Evaluasi pelepasan obat pada sediaan secara in-vitro menunjukkan pada menit ke-25 gliklazid telah terdisolusi sebanyak 99,739 ± 0,310% dan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dengan gliklazid murni. Evaluasi permeabilitas sediaan secara in-vitro menunjukkan laju permeasi SLN gliklazid lebih tinggi dibandingkan gliklazid murni dan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05).

Solid lipid nanoparticle (SLN) have been proposed as colloidal carriers which used solid lipid as matrix material. In this study, gliclazide-loaded solid lipid nanoparticle has prepared with high shear homogenization and freeze drying method using stearic acid as lipid material, tween 80 and PEG 400 as surfactant, ethanol as'co-solvent and lactose as cryoprotectant. Characterization performed on SLN dosage from before and after freeze drying, which includes the analysis of particle size and zeta potential, morphology analysis, entrapment efficiency, followed by evaluate in vitro release study and in vitro permeation study of gliclazide.
Results indicate gliclazide can be formulated in SLN dosage form using high shear homogenization and freeze dry method. The morphology studies revealed that the prepared SLN were irregular in shape with mean particle size of 878.0 ± 246.3 and 745.8 ± 204.0. Zeta potensial value of gliclazide-loaded SLN were found – 3.96 ± 0.45 mV and – 5.32 ± 2.13 mV with entrapment efficiency 84.055 % ± 3.876 and 75.29 ± 0.79%. The evaluation of the in vitro of Gliclazideloaded SLN release study showed after 25 minutes of study, 99.739 ± 0.310% gliclaizde was dissolved and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide. The in vitro permeation of gliclazide was improved when formulated as SLN and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>