Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arasuli
"ABSTRAK
Program "Affirmative Action" merupakan suatu komitmen antara suatu perusahaan, sekolah, atau institusi lainnya untuk memberikan kesempatan yang lebih luas terhadap kaum wanita, orang kulit hitam, kaum Hispanics, dan kelompok minoritas lainnya, dengan tujuan untuk memperbaiki akibat-akibat dan perlakuan diskriminasi terhadap mereka dimasa lampau. Dalam pelaksanaanya program ini sering mendapatkan reaksi negatif terutama dari laki-laki kulit putih (WASPs Male). Mereka justru menganggap bahwa program tersebut hanya membuat ketidakadilan, dan memberikan keuntungan kepada kelompok minoritas belaka. Hal ini yang akhirnya menimbulkan "reverse discrimination" dimana dalam usaha memberantas diskriminasi terhadap kaum minoritas, justru akhirnya menimbulkan diskriminasi baru terhadap seseorang atau sekelompok orang lainnya.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk menunjukkan mengapa program "affirmative action" ini dapat menimbulkan "reverse discrimination" bagi masyarakat Amerika dan juga untuk menunjukkan mengapa "reverse discrimination" tersebut sulit dihilangkan.
Timbulnya kasus-kasus "reverse discrimination" memperlihatkan bahwa telah terjadi pertentangan diantara nilai-nilai budaya baik pertentangan antara nilai "equalitiy" yang terkandung dalam program "affirmative action" itu sendiri, yaitu "equality of opportunity" dengan "equality of outcome", maupun antara nilai "equality of outcome" dengan nilai-nilai budaya masyarakat Amerika lainnya. Pemerintah Amerika telah menyadari bahwa kebijakan program "affirmative action" tidak selamanya sempurna, "review" terhadap program tersebut terus dilakukan dengan harapan suatu saat "reverse discrimination" bisa menghilang dan program "affirmative action" akan dihapuskan seiring dengan hilangnya praktek diskriminasi di Amerika. Namun hal ini berjalan cukup lamban, dikarenakan kesadaran masyarakat Amerika sendiri khususnya dari kelompok WASPs terhadap perlakuan diskriminasi masih sangat rendah.
Tesis ini menggunakan sumber kepustakaan, dan dalam pengkajiannya menggunakan pendekatan kualitatif. Disamping itu kajian ilmu sosial dan budaya juga digunakan dalam memahami berbagai aspek yang terkaitdalam permasalahan yang dikaji.

ABSTRACT
Affirmative action program is a commitment among enterprises, schools, other institutions to give greater opportunities to women, blacks, Hispanics, and other minority groups in order to improve the effects of former discrimination. In its implementation, the program frequently got negative reaction especially from WASPs males. They suppose that the program has been done unfair which gives advantages to those minority groups only. Finally, this case creates reverse discrimination, a new discrimination which appears to a person or groups of people as an effect of the effort in order to fight other discrimination.
The objectives of this thesis are focused on why the program of affirmative action can cause reverse discrimination and also to indicate why it is hard to be abolished. The emerges of reverse discrimination cases show that there has been conflicts among the cultural values. Either the conflicts of equality values that implies in affirmative action program itself., the equality of opportunity and the equality of outcome, and also the value of equality of outcome with the other cultural values of American societies.
The United States has realized that the policy of affirmative action program is not fully perfect. The review-of the affirmative action program has been conducted in the hope that the reverse discrimination will be abolished in the future, and the affirmative action program will be abolished by the same time the practices of discrimination eliminated in United States. Nevertheless, the implementation works very slowly due to the positive consciousness of Americans especially the WASPs towards the discrimination is still weak.
This thesis uses the library resources and its research utilizes the qualitative approach. Besides the studies of social and culture are also utilized in order to interpret all related aspects in the case study.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Agustin
"Jurnal ini membahasa membahas tindakan diskriminasi terhadap para pekerja asing di Korea Selatan dalam film Banga? Banga! Tindakan diskriminasi yang dibahas merupakan tindakan diskriminasi yang diterima oleh pekerja asing di Korea Selatan yang diceritakan dalam film komedi Banga? Banga! Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang berupa deskriptif-analitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami tindakan diskriminasi yang diterima oleh para pekerja asing di Korea yang digambarkan melalui film Banga? Banga!. Kesimpulan dari penelitian ini adalah film Banga? Banga! merupakan representasi kecil dari tindakan diskriminasi yang dialami oleh para pekerja asing di Korea.

This journal discusses the discrimination against foreign workers in South Korea in Banga? Banga! movie. The discrimination in this thesis is the discrimination acts that received by foreign workers in South Korea which is told in the Banga? Banga! movie. This thesis is using the qualitative method with descriptive analysis. The purpose of this thesis is to find out the discrimination acts that received by foreign workers in South Korea which is portrayed through Banga? Banga! movie. As the result, Banga? Banga! movie is a small representation of the discrimination acts experienced by foreign workers in South Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2-15
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuan, Zhang Ji
"Tema budaya Tionghoa menjadi salah satu hal menarik dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Marginalisasi dan gambaran penderitaan kaum peranakan Tionghoa menjadi bukti bahwa masih terdapat intoleransi dan ketimpangan dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan melihat gagasan diskriminatif yang disampaikan melalui tokoh dan penokohan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa bentuk diskriminasi sosial yang dialami oleh peranakan Tionghoa pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Kelurga Tan mengacu kepada diskriminasi gender, fisik, dan status sosial. Faktor diskriminasi sosial pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Kelurga Tan dipengaruhi oleh aspek politik, pergaulan, dan stereotipe lingkungan sekitar. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi segala pihak yang tertarik pada isu diskriminasi dalam karya sastra, khususnya pada tokoh peranakan Tionghoa.

The theme of Chinese culture is one of the interesting things in Indonesian literature. The marginalization and depiction of the suffering of Chinese-Indonesian descendants is proof that there is still intolerance and inequality in Indonesian society. This research uses descriptive qualitative methods with data collection techniques in the form of literature study. In addition, this study also uses a sociology of literature approach by looking at discriminatory ideas conveyed through characters and characterizations. In this research, it was found that the form of social discrimination experienced by Chinese-breeders in the three short stories in the collection of Tan Family short stories refers to gender, physical and social status discrimination. The factor of social discrimination in the three short stories in the collection of Tan Family short stories is influenced by political aspects, association, and stereotypes of the surrounding environment. This research is expected to be useful for all parties who are interested in the issue of discrimination in literary works, especially the figures of Chinese descent.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hasballah Amru Rahim
"Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi Zainichi atau etnik Korea menetap di Jepang. Diawali dengan kedatangan para pedangang setelah ditandatanganinya perjanjian Ganghwa pada tahun 1876 sampai akhirnya terjadi lonjakan kedatangan setelah Jepang berhasil menguasai Korea di tahun 1910. Lonjakan kedatangan tersebut dikarenakan pecahnya Perang Pasifik di tahun 1930-an yang mengakibatkan Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, banyak orang Korea yang didatangkan untuk dipekerjakan. Selama menetap di Jepang, kelompok Zainichi mengalami berbagai macam bentuk diskriminasi. Hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan keinginan untuk secepatnya kembali ke kampung halaman mereka. Pasca kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke-II, Jepang telah melakukan beberapa program repatriasi dan menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan Korea Selatan pada tahun 1965. Akan tetapi, data sensus menunjukan terdapat banyak kelompok Zainichi yang memilih untuk tetap tinggal di Jepang. Untuk itu, penelitian ini memfokuskan pada pembahasan terkait motif di balik keberadaan para Zainichi yang lebih memilih untuk bertahan hidup di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan sosial dan historis. Hasil Penelitian menunjukan ada dua faktor yang menyebabkan para Zainichi untuk menetap di Jepang. Salah satunya adalah kondisi sosio-ekonomi yang semakin membaik akibat normalisasi hubungan antara Korea Selatan dan Jepang. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya perubahan pola pikir pada para Zainichi muda yang lebih memilih menetap di Jepang dibanding pulang ke Korea.

This study discussed the factors behind how Zainichi or Korea Ethnic settled in Japan. Starting with the arrival of traders after the signing of the Ganghwa Treaty in 1876 until finally there was a surge in arrivals after Japan succeeded to hold control over the Korean peninsula in 1910. The surge in arrivals was due to the outbreak of the Pacific War in the 1920s which resulted in Japan experiencing a shortage of workers. Therefore, many Koreas were brought in for work. During their stay in Japan, the Zainichi Group experienced various forms of discrimination. This created a feeling of discomfort and a desire to return to their homeland as soon as possible. After Japan's defeat in World War II, Japan has carried out several repatriation programs and has signed an agreement to normalize relations with South Korea in 1965. However, census data shows that many Zainichi groups chose to remain in Japan. For this reason, this study will focus on discussing the motives behind the existence of the Zainichi who prefer to stay in Japan. This study uses a descriptive analysis method with a social and historical approach. The analysis shows that two main factors caused Zainichi to settle down in Japan. One of them is the socio-economic condition which is getting better due to the normalization of relations between South Korea and Japan. In addition, it is also influenced by a change in mindset among young Zainichi who prefer to stay in Japan rather than return to Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Dewi Christina
"Penelitian ini membahas tentang peran Edith Windsor untuk menghapus diskriminasi terhadap kaum homoseksual di Amerika Serikat khususnya menghapus praktik Pasal Ketiga Defence of Marriage Act (DOMA). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Edith Windsor dalam upaya menggugat praktik Pasal Ketiga Defence of Marriage Act (DOMA) di Mahkamah Agung Amerika Serikat dan bagaimana hasilnya. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teori gerakan sosial baru dan teori queer serta konsep homoseksual digunakan dalam penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini adalah Edith Windsor berhasil memenangkan gugatannya dengan harus melewati berbagai judicial review yang diajukan oleh mereka yang anti-homoseksual. Adapun cara Edith Windsor dalam upaya penghapusan diskriminasi tersebut, yaitu melalui advokasi litigasi (citizen law suit). Dari peran yang dilakukan, Edith Windsor berhasil mengangkat kembali isu diskriminasi hingga terbentuk usulan draft RUU pernikahan yang baru di Kongres. Penelitian ini berkesimpulan bahwa perjuangan Edith Windsor berhasil menyatakan Pasal Ketiga DOMA sebagai sesuatu yang inkonstitusional.

This research discusses about the role of Edith Windsor to eliminate discrimination against homosexuals in the United States in particular eliminate the practice of Article Third Defense of Marriage Act (DOMA). The problem in this research is how the role of Edith Windsor in an attempt to sue the practice of Article Third Defense of Marriage Act (DOMA) in the Supreme Court of the United States and how the results. This research is an explanatory research using qualitative approach. This research employs theory of new social movement, queer theory and also homosexuals concepts.
The results of this study are Edith Windsor won the lawsuit that must passed through various appeals judicial review by those who are anti-homosexual. As for how Edith Windsor in an effort to eliminate such discrimination, which is through litigation advocacy (citizen law suit). Of the role played by, Edith Windsor successfully raised the issue of discrimination and formed the proposed draft new marriage bill in congress. This research concluded that the struggle by Edith Windsor managed to declare Article Third DOMA as unconstitutional.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasya Hanifan
"Peningkatan kekerasan yang mengatasnamakan supremasi kulit putih di Amerika Serikat terjadi begitu pesat khususnya pada periode tahun 2017-2019. Peningkatan yang terjadi tidak hanya dalam aspek kekerasan saja namun juga pada penyebaran ideologi supremasi kulit putih dan pergerakan kelompok ekstrimis kulit putih. Peningkatan kekerasan supremasi kulit putih terus terjadi padahal Amerika Serikat telah menandatangani International Convention on the Elimination of All Form of Racial Discrimination pada tahun 1966 yang baru diratifikasi pada tahun 1994. Sebagai negara yang menandatangani CERD Amerika Serikat berkewajiban untuk mengutuk diskriminasi rasial dan mengejar kebijakan penghapusan diskriminasi rasial, dalam segala bentuknya. Namun pada kenyataannya Amerika Serikat gagal menghapuskan diskriminasi rasial yang terjadi di negaranya dengan meningkatnya kekerasan rasial yang menargetkan orang kulit berwarna. Untuk itu, pertanyaan dalam penelitian ini adalah mengapa terjadi peningkatan kekerasan supremasi kulit putih padahal Amerika Serikat telah menandatangani CERD. Untuk menjawab pertanyaan ini, penelitian menggunakan teori konstruktivis dari Onuf yang menggunakan speech act atau tutur kata sebagai alat konstruksi sosial yang mampu mengatur tindakan manusia. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa Amerika Serikat menolak untuk mengimplementasikan pasal dalam CERD yang mengatur penyebaran ujaran kebencian karena tidak sejalan dengan konstitusi Amerika Serikat tentang kebebasan berpendapat. Hal ini akhirnya melanggengkan diskriminasi rasial yang terbentuk dari bahasa-bahasa yang dipromosikan oleh tokoh-tokoh nasionalis kulit putih Amerika Serikat. Didukung juga dengan bahasa agresif yang digunakan oleh politisi Amerika Serikat pada masa kepresidenan Trump, yang menggambarkan orang kulit berwarna membuat pergerakan supremasi kulit putih semakin meningkat dan menyusup kedalam kehidupan masyarakat luas.

The increase in violence in the name of white supremacy in United States occurred so rapidly, especially in the 2017-2019 period. The increase that occurred was not only in the aspect of violence but also in the spread of white supremacist ideology and movements of white extremist groups. The increase in white supremacist violence continues to occur even though United States has signed the International Convention on the Elimination of All Form of Racial Discrimination in 1966 and only ratified it in 1994. As a country that signed CERD, the United States is obliged to condemn racial discrimination and pursue a policy of eliminating discrimination racial, in all its forms. But in reality United States has failed to eradicate racial discrimination that occurs in its country by increasing racial violence targeting people of color. For this reason, the question in this study is why there is an increase in white supremacist violence when United States has already signed CERD. To answer this question, this study will use Onuf's constructivist theory which uses speech act as a social construction tool capable of regulating human action. The method used is a qualitative method with a discourse analysis approach. This study found that the United States refused to implement the articles in the CERD regulating the spread of hate speech, as they not in line with the United States constitution regarding freedom of speech. This ultimately perpetuates the racial discrimination that is formed from the languages ​​promoted by white nationalist figures. This is also supported by the aggressive language used by American politicians during the Trump presidency, which depicts people of color making the white supremacist movement increase and infiltrate the lives of the wider community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Destiana
"Homoseksualitas di Prancis dianggap sebagai salah satu bentuk kehidupan berpasangan di Prancis dengan adanya pengakuan resmi dari pemerintah melalui legalisasi pernikahan sesama jenis. Kebijakan terkait homoseksualitas terus berkembang di Prancis seiring dengan perkembangan zaman. Kebijakan pelarangan kaum homoseksual di Prancis sebagai pendonor darah dikeluarkan pertama kali pada tahun 1983 yang didorong oleh terjadinya epidemi HIV di Prancis pada masa itu. Pada perkembangan terbaru, masyarakat Prancis dapat menjadi pendonor darah terlepas dari apapun orientasi seksualnya terhitung sejak 16 Maret 2022. Dengan adanya kebijakan ini, kaum homoseksual di Prancis diharapkan dapat mendonorkan darahnya tanpa mengalami diskriminasi berdasarkan orientasi seksualnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas bagaimana peran kaum homoseksual di Prancis terhadap penghapusan diskriminasi yang dialami oleh kaum homoseksual pada kebijakan donor darah di Prancis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif oleh Hammarberg, Kirkman, dan de Lacey (2016), konsep kebijakan publik oleh Gerston (2014), serta teori kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia oleh Beyrer (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan donor darah bagi kaum homoseksual dilatarbelakangi oleh kebutuhan darah di Prancis dan bukan sebagai bentuk penerimaan terhadap keberadaan komunitas homoseksual di Prancis.

Homosexuality in France is considered as one form of couple life in France with official recognition from the government through the legalization of same-sex marriage. Policies related to homosexuality continue to develop in France as time passed by. French Government issued a ban on homosexuals in France from eligibility to donate blood in 1983 due to the HIV epidemic that had happened in France during that time. After that, public policies related to blood donations for homosexuals continue to develop. In the latest development, people in France can donate their blood regardless of their sexual orientations started from March 16, 2022. After this policy has been legalized, it is hoped that homosexuals in France can donate blood without experiencing discrimination based on their sexual orientation. This research will discuss how the role of homosexuals in France in eliminating discrimination experienced by homosexuals in the blood donation policy in France.This study examines the role of homosexual community in France in affecting the elimination of discrimination in blood donation activities experienced by homosexuals in France. By using qualitative methods, public policy concept by Larry N. Gerston (2014), and public health and human rights theory by Chris Beyrer (2014), it is found that the blood donation policy of the French Government was based on the needs of blood and not a reflection of the acceptance of the existence of the homosexual community in France."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aggi Tjetje
"ASBTRAK
Cerita yang mengagumkan tentang bangsa Asia di Amerika adalah suatu cerita yang tidak asing lagi. Walaupun jumlah keseluruhan mereka adalah kurang dari 7 juta atau kurang dari 3 7. dari jumlah penduduk, keberhasilan mereka dalam perniagaan, pekerjaan, masyarakat perguruan tinggi, secara luas melampaui jumlah mereka.
Akan tetapi, sementara nilai-nilai mereka sesuai dengan kebajikan Amerika yang seharusnya, mereka telah menderita secara menyedihkan sepanjang 1 1/2 abad lampau, tidak hanya dalam usaha pencarian mereka bagi pengakuan, tetapi bahkan dalam hal untuk semata-semata memperoleh penerimaan sebagai warganegara. Sejarah mereka di Amerika merupakan satu dari kemunafikan orang Amerika berkulit putih (International Herald Tribune, 3 Agustus 1989: 13).
Dari antara orang-orang asal Asia, yang menonjol adalah orang Cina, baik dalam hal jumlah maupun dalam hal permasalahan. Keunikan mereka telah mewarnai sejarah Amerika, baik dalam hal entitas mereka sebagai suatu kelompok eksklusif maupun dalam interaksi dengan kelompok lain, yang menimbulkan berbagai reaksi positif dan negatif silih berganti.
Perantauan imigrasi orang Cina ke Amerika kebanyakan hanyalah salah satu aspek dari eksodus besar-besaran orang Cina sepanjang abad kesembilanbelas. Hal ini disebabkan oleh masalah dalam negeri Cina sendiri dan lebih jauh disebabkan oleh godaan kesempatan yang lebih baik dari Dunia Baru. Malangnya, beberapa kelompok orang kulit putih Amerika menyerang pekerja-pekerja Cina, sedangkan Amerika yang pada awalnya menyambut kedatangan orang Cina, namun kemudian mengambil tindakan untuk membatasi kedatangan buruh-buruh Cina dan pada tahun 1882, secara umum mencegah imigrasi orang Cina dan menghalangi orang Cina menjadi warganegara Amerika.
Meskipun orang Amerika mengagungkan Deklarasi Kemerdekaan mereka sebagai sesuatu yang suci, dan walaupun Deklarasi tersebut menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak-hak alamiah tertentu atau hak-hak yang tidak dapat diasingkan dari dirinya, yang terpenting di antaranya ialah hidup, kebebasan dan mencari kebahagiaan. Sepanjang sejarah, orang Amerika pernah beberapa kali menyimpang atau bahkan mengingkari nilai-nilai suci mereka ini, salah satu contoh dari penyimpangan tersebut adalah diskriminasi rasial yang dilakukan oleh orang Amerika terhadap penduduknya yang orang Cina.
Penelitian ini akan menuniukkan bahwa gerakan diskriminasi anti Cina di Amerika dalam bagian akhir abad kesembilanbelas disebabkan terutama oleh alasan-alasan budaya dan rasial, dengan ekonomi dan politik sebagai faktor pencetus yang menyulut sikap permusuhan.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Ayu Lestari
"[ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk melihat keadaan para tokoh ibu yang berperan sebagai orang
tua tunggal di dalam novel For One More Day karya Mitch Albom (2006). Fokus dari
jurnal ini adalah untuk melihat bagaimana stereotip terhadap ibu tunggal khususnya d
wilayah Amerika Serikat sebagai latar novel tersebut. Penelitian ini menggunakan dua teori,
yaitu teori Kate Millet tentang aspek pratiarki dalam tulisannya yang the Theory of Sexual
Politics dan teori representasi oleh Stuart Hall. Ditemukan bahwa ibu yang berperan
sebagai orang tua tunggal mengalami diskriminasi hampir di seluruh aspek patriarki. Hasil
penelitian ini berkontribusi dalam analisis terhadap ibu tunggal dalam karya sastra dan isu
perempuan pada umumnya untuk memahami mengapa isu ini terus berulang dari satu masa
ke masa berikutnya, kompleksitas, dan menjadi masalah yang nyata dalam masyarakat ABSTRACT This project is directed towards an exploration of single mothers in the novel For One
More Day by Mitch Albom (2006). How stereotypes towards single mothers in the United
States are represented in the novel is the focus of this study. Kate Millet‟s aspects of
patriarchy and Stuart Hall‟s the Theory of Representation are the frameworks of this study.
The findings of the study show that single mothers are discriminated almost in every aspect
of patriarchy. This study contributes to the literary works analysis on representation of
single mothers and women in general to understand why these issues are repeated time to
time, complex, and problematic to our society;This project is directed towards an exploration of single mothers in the novel For One
More Day by Mitch Albom (2006). How stereotypes towards single mothers in the United
States are represented in the novel is the focus of this study. Kate Millet‟s aspects of
patriarchy and Stuart Hall‟s the Theory of Representation are the frameworks of this study.
The findings of the study show that single mothers are discriminated almost in every aspect
of patriarchy. This study contributes to the literary works analysis on representation of
single mothers and women in general to understand why these issues are repeated time to
time, complex, and problematic to our society;This project is directed towards an exploration of single mothers in the novel For One
More Day by Mitch Albom (2006). How stereotypes towards single mothers in the United
States are represented in the novel is the focus of this study. Kate Millet‟s aspects of
patriarchy and Stuart Hall‟s the Theory of Representation are the frameworks of this study.
The findings of the study show that single mothers are discriminated almost in every aspect
of patriarchy. This study contributes to the literary works analysis on representation of
single mothers and women in general to understand why these issues are repeated time to
time, complex, and problematic to our society, This project is directed towards an exploration of single mothers in the novel For One
More Day by Mitch Albom (2006). How stereotypes towards single mothers in the United
States are represented in the novel is the focus of this study. Kate Millet‟s aspects of
patriarchy and Stuart Hall‟s the Theory of Representation are the frameworks of this study.
The findings of the study show that single mothers are discriminated almost in every aspect
of patriarchy. This study contributes to the literary works analysis on representation of
single mothers and women in general to understand why these issues are repeated time to
time, complex, and problematic to our society]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nandana Anggaraksa
"Musik jazz menjadi salah satu alat perjuangan kesetaraan ras khususnya bagi masyarakat Afro-Amerika di Amerika. Masyarakat Afro-Amerika di Amerika sendiri kebanyakan adalah budak impor dari negara dunia ketiga, dan selayaknya budak mereka dipekerjakan dengan bayaran yang murah. Sejak sebelum kemerdekaan Amerika (tahun 1776), banyak budak afrika yang dikirim ke Amerika hingga penghapusan perdagangan budak impor awal abad 19. Secara kasta sosial mereka cenderung sama dengan suku indian. Mereka menyebar ke seluruh negara bagian, sebenarnya masyarakat kulit hitam ini cukup banyak namun harus diakui bahwa supermasi kulit putih menjadi penghalang untuk menciptakan kesetaraan sosial Musik jazz berkembang di Amerika Serikat pada awal abad ke-20 di New Orleans, dekat muara Sungai Mississippi, memainkan peran kunci dalam perkembangan musik jazz. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menggunakan sumber primer salah satunya surat kabar sezaman yang sudah terdigitalisasi dan kebaruan akan penelitian ini terletak pada pembahasan mengenai kaitan musik jazz dengan pergerakan masyarakat Afro-Amerika khususnya di New Orleans, Louisianna.

Jazz music became one of the tools to fight for racial equality, especially for the Afro-American community in America. Afro-Americans in America were mostly imported slaves from third-world countries, and as slaves they were employed with low pay. Since before American independence (1776), many African slaves were sent to America until the abolition of the imported slave trade in the early 19th century. In terms of social caste, they tended to be the same as the Indians. They spread throughout the state, actually this black community is quite a lot but it must be recognized that white supremacy is an obstacle to creating social equality Jazz music developed in the United States in the early 20th century in New Orleans, near the mouth of the Mississippi River, played a key role in the development of jazz music. This research uses the historical method, which consists of four stages, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. This research uses primary sources, one of which is digitized contemporaneous newspapers and the novelty of this research lies in the discussion of the relationship between jazz music and the Afro-American community movement, especially in New Orleans, Louisianna."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>