Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183917 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setio Budi HH
"Munculnya televisi swasta pertama, yang diawali RCTI, merupakan "trobosan" kebijakan pemerintah dalam mengakhiri monopoli siaran TVRI, disusul kemudian oleh SCTV, TN, ANTV dan INDOSIAR, kemudian, juga merupakan alternatif yang lebih luas kepada masyarakat untuk melakukan konsumsi medianya.
Kehadiran televisi swasta tidak lepas dari "kecurigaan" apakah benar, merupakan jawaban atas era keterbukaan, yang sifatnya memberi ruang bebas kepada publik, atau justru menjadi bentuk baru dari "kendali" kebijakan pemerintah/negara atas media. Fenomena pemberian ijin secara eksklusif kepada pihak yang memilik hubungan erat dengan penguasa dan elit politik pada waktu tersebut adalah indikasi yang penting kendali tersebut.
Studi mengenai televisi swasta di Indonesia memiliki relevansi penting terutama untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana perkembangan media televisi swasta di Indonesia, dalam interaksi kepentingan antara negara, pasar dan publik, khususnya pada periode 1999 - 2002 yang merupakan kurun transisi politik Indonesia menuju ke demokratisasi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yang bermaksud untuk menggambarkan atas suatu televisi swasta di Indonesia. Analisis dilakukan dengan pendekatan kajian ekonomi politik yang menurut Mosco kepada studi mengenai hubungan-hubungan sosial, khususnya tentang hubungan-hubungan kekuasaan, yang secara bersama bermuara pada produksi, distribusi dan konsumsi dari sumber-sumber. Kajian ekonomi politik melibatan tiga konsep penting yaitu komoditikasi, spasialisasi, dan strukturasi.
Televisi sudah dipahami sebagai alat kapitalis yang digunakan untuk melanggengkan dominasi kelas yang berkuasa. Beberapa faktor menjelaskannya antara lain, pertama pendirian televisi swasta lebih banyak didorong oleh kepentingan ekonomi politik domestik - internasional, daripada inisiatif dari publik. Kedua, dengan sendirinya isi - muatan dari televisi tersebut dapat dipastikan lebih memenuhi kepentingan ekonomi politik penggagas dari pemilik. Ketiga, industri televisi muncul tanpa dilandasi oleh wacana publik dan tidak memiliki landasan hukum - dan filosofi pendiriannya. Kemudian keempat, industri televisi swasta muncul dengan membangun segmen-segmen khalayak melalui pemrograman acaranya, lebih untuk kepentingan ekonomis yaitu iklan daripada kepentingan yang bersifat mendasar yaitu pengembangan masyarakat/publik.
Kehadiran industri televisi swasta di Indonesia muncul dalam konteks kebijakan top down lebih daripada kebutuhan dari masyarakat atau publik. Wacana yang berkembang dari pertumbuhan industri televisi tersebut lebih mengarah ke kepentingan ekonomi politik elit penguasa, dan oleh karenanya kepentingan dan kebutuhan publik untuk membangun ruang diskusi publik sekaligus melakukan perkembangan "peradabannya" belum menjadi kebutuhan yang signifikan.
Kemunculan televisi tersebut dapat dihubungkan karateristik modal/ pendukungnya, yaitu pertama kapitalis yang memiliki industri berbagai industri hulu hilir. Kedua basis industri media (terutama cetak). Ketiga dukungan dari kekerabatan elit penguasa, aliansi politik, nepotisme, Katagori keempat merupakan gabungan secara integratif berbagai kepentingan ekonomi politik. Struktur yang dibangun kemudian adalah bergeser dari penguasaan ijin (orba) menjadi kepemilikan media (masa reformasi).
Bagaimana fenomena baru pengendalian publik terjadi, nampak tidak cukup dengan penjelasan melalui faktor-faktor yang berlaku dalam teori-teori/paradigma politik dan termasuk dinamika struktur-struktur yang lain (ekonomi, social, budaya, komunikasi). Faktor tersebut tenggelam oleh kuatnya pecan aktor-aktor yang memiliki kendali ekonomi politik di Indonesia termasuk pengendalian publik melalui industri televisi.
Ancaman nyata mengenai hegemoni oleh industri televisi belum bisa diimbangi oleh struktur baru di masyarakat yaitu televisi alternatif yang berbasis kepentingan publik. Ancaman baru yang dihadapi oleh publik adalah tekanan atas proses demokratisasi, terutama dalam pengendalian makna atas realitas dan pengendalian opini publik oleh televisi.
Kajian ekonomi politik atas fenomena televisi swasta di Indonesia ini nampak menggambarkan proses kekuatan elit ekonomi politik, lebih dari partisipasi dan kepentingan publik, namun demikian belum bisa menjelaskan bagaimana perjuangan (kelas), pergulatannya untuk membangun basis komunikasi dan informasi untuk kepentingan publik tersebut. Penyadaran atas kepentingan publik terhadap media televisi cenderung kepada pihak semisal LSM media, universitas dan para jurnalis, yang dianggap mampu dan representatif mewakili publik - bukan publik itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
07 Nur a-3
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nursatyo
"Tesis ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang mendalam dan menyeluruh tentang dinamika interaksi yang terjadi antara agen dan struktur penyiaran di Indonesia dalam menata sistem kepemilikan media televisi svasata di Indonesia, terutama sejak munculnya kasus akuisisi PT IDKM oleh PT EMTEK hingga proses persidangan uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi selama tahun 2011-2012. Teori strukturasi Anthony Giddens dikaitkan dyngan konsep strukturasi ekonomi politik Vincent Mosco menjadi teori utama penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis yang memandang struktur kepemilikan media televisi swasta di Indonesia amat dipengaruhi ollen kekuasaan modal (kapital). Pendekatan penelitian kualitatif deskriptif dengan desain penelitian Studi Kasus (Case Study) digunakan untuk dapat memberikan deskripsi yang komprehensif akan dinamika tersebut. Data dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksi korporasi IDKM oleh EMTEK mencerminkan pemusatan/ konsentrasi kepemilikan media yang merupakan konsekuensi dari sistem kapitalisme global. Struktur kapitalisme inslag yang mendominasi sistem kepemilikan media televisi swasta di Indonesia saat ini dimana upaya peningkatan akumulasi modal dilakukan melalui praktik penguasaan saham beberapa media televisi swasta pada level perusahaan induk (holding company). UU Penyiaran no.32 tahun 2002 yang memiliki prinsip diversity of ownership itu sendiri tidak mampu mencegah praktik konsentrasi tersebut karena adanya celah penafsiran terutama pada pasal 18 ayat (1) tenten pembatasan pemusatan kepemilikan dan pasal 34 ayat (4) tenten larangan pemindahtanganan izin penyiaran. Meski demikian, struktur kapitalisme tersebut terus mendapat perlawanan dari beberapa agensi yang menentang pemusatan kepemilikan media televisi di Indonesia

This research aims to provide a comprehensive description about the dynamics interaction between agent and structure of Indonesian broadcasting system particularly in order to organize commercial television media ownership. Our observation is since the case of acquisition PT IDKM by PT EMTEK until the Judicial Review proceedings in the Constitutional Court. Middens's Structuration Theory combining with Political Economy Structuration Vincent Mosco is became the main theory.
Critical paradigm is used to see the dominance of capital power in media ownership structure in Indonesia, especially commercial television. Descriptive qualitative approach with a case study research design is used to provide a comprehensive description about these dynamics process. The data were collected by means of interview and documents review.
The results showed that the acquisition of IDKM by EMTEK reflect the concentration of media ownership as a consequence of the global capitalism system. The structure of capitalism were the dominant system of commercial television ownership in Indonesia effort to increase the accumulation of capital through stock purchase practices at holding company level. Broadcasting Act 2002 which has a principle of diversity of ownership itself cannot prevent the practice of the concentration is due to the multi interpretation of article 18 paragraph (1) about the restrictions of ownership concentration and article 34 paragraph (4) about the prohibition of transfer of broadcasting licenses. However, the structure of capitalism continue to get resistance from some agencies against the television media ownership concentration in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nursatyo
"Tesis ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang mendalam dan menyeluruh tentang dinamika interaksi yang terjadi antara agen dan struktur penyiaran di Indonesia dalam menata sistem kepemilikan media televisi swasta di Indonesia, terutama sejak munculnya kasus akuisisi PT IDKM oleh PT EMTEK hingga proses persidangan uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi selama tahun 2011-2012. Teori strukturasi Anthony Giddens dikaitkan dengan konsep strukturasi ekonomi politik Vincent Mosco menjadi teori utama penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis yang memandang struktur kepemilikan media televisi swasta di Indonesia amat dipengaruhi oleh kekuasaan modal (kapital). Pendekatan penelitian kualitatif deskriptif dengan desain penelitian Studi Kasus (Case Study) digunakan untuk dapat memberikan deskripsi yang komprehensif akan dinamika tersebut. Data dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksi korporasi IDKM oleh EMTEK mencerminkan pemusatan/ konsentrasi kepemilikan media yang merupakan konsekuensi dari sistem kapitalisme global. Struktur kapitalisme inilah yang mendominasi sistem kepemilikan media televisi swasta di Indonesia saat ini dimana upaya peningkatan akumulasi modal dilakukan melalui praktik penguasaan saham beberapa media televisi swasta pada level perusahaan induk (holding company). UU Penyiaran no.32 tahun 2002 yang memiliki prinsip diversity of ownership itu sendiri tidak mampu mencegah praktik konsentrasi tersebut karena adanya celah penafsiran terutama pada pasal 18 ayat (1) tentang pembatasan pemusatan kepemilikan dan pasal 34 ayat (4) tentang larangan pemindahtanganan izin penyiaran. Meski demikian, struktur kapitalisme tersebut terus mendapat perlawanan dari beberapa agensi yang menentang pemusatan kepemilikan media televisi di Indonesia
This research aims to provide a comprehensive description about the dynamics interaction between agent and structure of Indonesian broadcasting system particularly in order to organize commercial television media ownership. Our observation is since the case of acquisition PT IDKM by PT EMTEK until the Judicial Review proceedings in the Constitutional Court. Giddens‟s Structuration Theory combining with Political Economy Structuration Vincent Mosco is became the main theory.
Critical paradigm is used to see the dominance of capital power in media ownership structure in Indonesia, especially commercial television. Descriptive qualitative approach with a case study research design is used to provide a comprehensive description about these dynamics process. The data were collected by means of interview and documents review.
The results showed that the acquisition of IDKM by EMTEK reflect the concentration of media ownership as a consequence of the global capitalism system. The structure of capitalism were the dominant system of commercial television ownership in Indonesia effort to increase the accumulation of capital through stock purchase practices at holding company level. Broadcasting Act 2002 which has a principle of diversity of ownership itself cannot prevent the practice of the concentration is due to the multi interpretation of article 18 paragraph (1) about the restrictions of ownership concentration and article 34 paragraph (4) about the prohibition of transfer of broadcasting licenses. However, the structure of capitalism continue to get resistance from some agencies against the television media ownership concentration in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jorine Utari Soetjahjo
"Industri televisi mengalami perkembangan sejak dikeluarkannya ijin pendirian stasiun televisi oleh swasta pada tahun 1988, dengan dipelopori oleh PT Rajawali Citra Indonesia (RCTI), yang selanjutnya diikuti stasiun-stasiun lainnya, seperti Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Surya Citra Televisi (SCTV), Andalas Televisi (ANTV) dan Indosiar. Perkembangan televisi ini dimungkinkan karena kelonggaran-kelonggaran perijinan yang diberikan pemerintah, kecepatan antisipasi pihak swasta dan perkembangan teknologi pertelevisian itu sendiri.
Situasi dan kondisi eksternal yang cepat berubah menjadikan suatu tantangan tersendiri bagi manajemen RCTI untuk mampu bersaing di Industri televisi nasional. Kejelian manajemen RCTI dalam melakukan positioning pasar dan perencanaan keputusan yang tepat akan sangat menentukan dalam mengantisipasi peluang yang ada. Tujuannya adalah untuk peningkatan kepuasan pelanggan dan citra terbaik perusahaan di masa yang akan datang.
Hasil analisis SWOT dari posisi bersaing RCTI di industri televisi telah menunjukkan strategi agresif dapat dilakukan. Hasil analisis menunjukkan keunggulan relatif RCTI dalam hal kualitas siaran, inovasi program, inovasi teknologi, dan citra. Kelemahan relatif RCTI terletak pada faktor pelayanan dan ketersediaan faktor iklan.
Keberhasilan RCTI di masa yang akan datang sangat tergantung dari upaya penyempurnaan kinerja dan sikap profesionalisme manajemen yang tinggi dalam meningkatkan mutu siaran dan pelayanan pelanggan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Bassar
"Media televisi di Indonesia bukan lagi sebagai barang yang mewah, tidak seperti ketika penama kali televisi ada di Indonesia. Saat ini, televisi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
Pertama kali televisi hadir di Indonesia, yaitu pada tahun 1962, bertepatan dengan peristiwa olahraga Asia keempat di Jakarta. Peresmian The 4th Asian Games tersebut bersamaan dengan peresmian penyiaran Televisi Republik Indonesia (TVRI) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1962.
Kemudian setelah kurang lebih 27 tahun TVRI siaran `sendiri' di Indonesia, di akhir tahun l 990 -an pemerintah memberikan deregulasi dalam bidang pertelevisian, dimana pemerintah mengijinkan televisi swasta untuk siaran. Hal ini membuat dunia televisi berkembang pesat, yaitu dengan munculnya RCTI sebagai televisi swasta pertama di Indonesia, diikuti Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), dan Indosiar Visual Mandiri (IVM).
Dengan berdirinya 5 (lima) stasiun swasta tersebut, semakin maraklah media televisi di Indonesia. Faktor daya saing, antara lain sumber daya manusia, fasilitas, teknologi, keuangan, dan strategi, harus menjadi perhatian pengelola televisi. Untuk itu, diperlukan adanya strategi yang tepat, khususnya strategi komunikasi pemasaran yang mempunyai peran dalam menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan/atau mengingatkan khalayak (pemirsa dan klien) akan perusahaan dan produk (program) perusahaan, agar dapat menerima dan loyal terhadap program yang ditawarkan perusahaan.
Analisis hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa strategi komunikasi pemasaran RCTI cukup baik. Hal ini dapat dilihat. antara lain dengan adanya strategi pemasaran yang dirumuskan oleh tim Marketing, kemudian dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan bagian-bagian terkait; program acara yang mendapat rating tinggi berkat adanya Programming Team yang menganalisa program RCTI secara terus-menerus; pelayanan prima kepada klien; dan membuka diri terhadap tanggapan dan saran pemirsa yang diterima oleh Public Relations Department, yang semuanya itu ditujukan guna mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T1149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Herbanu Prastowo
"Penelitian mengenai strategi pemasaran iklan suatu stasiun televisi swasta ini dilakukan berdasarkan pengamatan situasi pemasaran iklan di Televisi Swasta yang semakin kompetitif dalam merebutkan pangsa anggaran iklan di televisi. Tujuan penelitian skripsi ini adalah mengembangkan alternatif strategi pemasaran jasa penyiaran televisi PT. RCTI dengan menggunakan metoda analisis keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hasil penelitiannya berupa identifikasi faktor keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman, yang kemudian diturunkan strategi marketing mix (produk, harga, distribusi, dan promosi). Dari penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar penyiaran televisi Indonesia berbentuk pasar oligopoli. Acara (programme) adalah produk dari suatu stasiun televisi swasta. PT. RCTI menggunakan differential rate sebagai bentuk penetapan harga berdasarkan segmen waktu. Kegiatan distribusi PT. RCTI sebagian besar adalah dengan distribusi tidak lang sung menggunakan biro iklan. Kegiatan promosi PT. RCTI adalah sebagian besar berupa advertising di media televisi dan media lainnya. Saran yang dapat diberikan adalah PT. RCTI dapat lebih mengarahkan kegiatan pemasarannya, menyempurnakan sistem informasi pemasaran, menawarkan bentuk iklan yang berdurasi 7 detik untuk menarik pemasang iklan beranggaran kecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Cipto Cahyono
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S47970
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Wulandari
"Perkembangan stasiun televisi di Indonesia semakin marak setelah 10 stasiun TV Swasta dan TVRI melaksanakan siarannya setiap hari. Untuk mempertahankan eksistensinya, maka persaingan gencar antar stasiun TV Swasta pun terjadi.
TRANS TV sebagai salah satu stasiun TV Swasta yang relatif masih muda menunjukkan eksistensinya dengan menempati peringkat ke-4 di antara stasiun TV Swasta pada usianya 10 bulan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bagaimana manajemen TRANS TV melaksanakan strategi programming untuk menarik pemirsa yang didukung faktor promosi, teknologi, dan masalah sumber daya manusia. Berkaitan dengan hal tersebut menarik untuk diketahui strategi penjualan slot iklan TRANS TV untuk memperoleh iklan semaksimal mungkin untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai stasiun TV Swasta.
Metodologi yang dgunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif melalui in depth interview dengan para narasumber/informan yang diambil dengan teknik snow ball. Dari hasil interview tersebut dan didukung oleh data-data sekunder diperoleh gambaran yang jelas dan terurai mengenai permasalahan dalam penelitian.
TRANS TV memiliki manajemen yang solid dengan mengandalkan budaya perusahaan yang diidentifikasikan sebagai good corporate governance. Perubahan yang mendasar dalam strategi programming yang semula mengutamakan acquisition program menjadi in-house production membawa implikasi pada perubahan kebijakan human capital dan strategi keuangan. Strategi penjualan yang 'menjemput bola' juga menghasilkan revenue yang tinggi, sementara overhead cost yang rendah. Hal ini berpengaruh pada bargaining position yang baik dalam bidang penjualan. Aktivitas promosi dilakukan baik dengan on air dan off air promo, sedangkan pemanfaatan teknologi digunakan serba digital. Selain itu sumber daya manusia yang digunakan TRANS TV adalah 80% berusia muda di bawah 27 tahun dan 20% tenaga yang sudah berpengalaman.
Setelah mendapatkan temuan-temuan penelitian, maka dibuatkan ikhtisar, kesimpulan dan implikasi baik dari sisi akademis, yaitu perlunya penelitian lebih lanjut mengenai strategi TV Swasta secara lebih mendalam, juga dengan membandingkan dengan stasiun TV Iainnya. Sedangkan implikasi praktis, penelitian semacam ini menjadi masukan dan pemahaman bagi pengelola media elektronik, khususnya televisi, maupun mitra kerja media televisi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Laksitarukmi
"Industri Televisi di Indonesia mengalami `booming' pada awal `90-an seiring dengan dikeluarkannya ijin TV Swasta di Indonesia oleh Pemerintah. Perkembangan pesat ini diikuti dengan hadirnya suatu fenomena baru yakni kehadiran sinetron sebagai produk unggulan - program primadona stasiun TV. Disebut demikian karena sinetron memiliki tingkat kepemirsaan yang relatif tinggi. Tingkat kepemirsaan ini kemudian dikenal dengan istilah Rating.
Dengan Rating stasiun TV memasarkan sinetron kepada para pengiklan untuk mencetak profit perusahaan. Oleh sebab itu stasiun TV saling berkompetisi agar sinetron yang ditayangkan dapat mencetak angka rating yang lebih dari yang lainnya. Maka perlu diambil langkah yang strategis dalam mengkomunikasikan sinetron di pasar konsumennya yakni para pemirsa TV.
Bukti data menunjukkan bahwa setiap stasiun TV selalu memiliki paling tidak satu sinetron terunggul meskipun angka rating masing-masing sinetron di setiap stasiun TV berbeda. Perbedaan ini antara lain bisa disebabkan oleh perbedaan langkah dalam menyusun strategi. Oleh sebab itu penelitian ini berupaya untuk mendapatkan gambaran mengenai aktifitas komunikasi pemasaran sinetron yang dijalankan oleh stasiun TV swasta yang ada di Indonesia saat ini: RCTI, SCTV, TPI, ANTV dan INDOSIAR.
Dengan metode penelitian dekriptif analitis dan dengan menggunakan kerangka analisis strategi komunikasi pemasaran yang bertumpu pada Bauran Pemasaran (4P) maka didapat kesimpulan bahwa strategi komunikasi pemasaran sinetron disetiap stasiun TV swasta tersebut pada dasarnya cenderung di pengaruhi oleh pertimbangan akan Kreatif Produk yang ingin dibangun untuk kepuasan pemirsa. Kemudian juga dipengaruhi oleh Positioning yang diinginkan oleh setiap stasiun TV. Dengan demikian maka terdapat perbedaan strategi dalam mengkomunikasikan sinetron di pasar konsumennya.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam upaya meningkatkan komunikasi pemasaran sinteron. Namun hal yang terpenting adalah senantiasa menciptakan inovasi pada produk sehingga langkah aktifitas pemasaran yang dijalankan menjadi lebih beragam. Dengan demikian maka kompetisi yang berjalan akan lebih mengarah pada upaya perbaikan mutu sinetron sebagai produk maupun perbaikan dalam menyusun langkah-langkah pemasaran yang berbobot."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T4071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>