Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmat Hargono
"Peranserta masyarakat merupakan suatu keharusan (conditio sine qua non) dalam berbagai program pembangunan termasuk program pembangunan kesehatan masyarakat. Walau demikian, belum ada indikator dan cara pengukurannya yang bersifat menyeluruh sesuai dengan konsep peranserta itu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena peranserta masyarakat hanya dianggap sebagai pendekatan untuk mencapai tujuan sehingga banyak upaya untuk menumbuhkan peranserta daripada menelaah peranserta itu sendiri. Disamping itu, komponen utama peranserta, yaitu motivasi, tidak mudah untuk diamati.
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan indikator peranserta masyarakat yang menyeluruh dan cara pengukurannya pada program pembangunan kesehatan, Sebagai area uji coba adalah program posyandu karena secara konseptual program posyandu memakai pendekatan peranserta masyarakat, berbagai kelompok dalam masyarakat ikut terlibat, dan telah lama dilaksanakan sehingga besar kemungkinannya semua komponen peranserta masyarakat akan didapatkan.
Penelitian ini berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap eksplorasi untuk mendapatkan data mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan pelaku yang terlibat pada program posyandu. Berbagai kegiatan tersebut dapat dipergunakan sebagai indikator yang teramati dan terukur. Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam terhadap semua pelaku yang terlibat pada program posyandu disertai pengamatan kegiatan sehingga didapatkan gambaran menyeluruh kegiatan posyandu. Data dianalisis dengan metode telaah etnografis untuk mengetahui ranah dari peranserta masyarakat. Selanjutnya dilakukan klasifikasi dan kategorisasi tiap kegiatan dalam suatu terminologi indikator. Selanjutnya tiap indicator ditentukan gradasinya sehingga dapat dipakai sebagai acuan pengukuran. Hasil tahap pertama berupa instrumen daftar indikator dan cara- pengukuran indikator tersebut.
Tahap kedua merupakan uji coba instrumen indikator dan pengkuran peranserta masyarakat pada program posyandu di dua daerah yang mempunyai karakteristik kegiatan posyandu yang berbeda, yaitu di Kecamatan Ndona dan Ngaluroga, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, dan Kecamatan Garut Kota dan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Perbedaan tersebut mencakup karakteristik geografi, usia kegiatan, karakteristik kader, model pembinaan, dan. latar belakang sosial dan budaya. Perbedaan tersebut secara teoritis berpengaruh pada derajat peranserta masyarakatnya. Mempunya instrumen hasil penelitian tahap I menampakkan perbedaan derajat peranserta masyarakat menunjukkan bahwa instrumen tersebut dapat dipakai untuk mengukur derajat peranserta masyarakat.
Analisis faktor dengan rotasi varimax dilakukan terhadap data tahap II sebagai konfirmasi klasifikasi dan kategorisasi variabel pembentuk indikator hasil telaah etnografi tahap I. Untuk membedakan derajat peranserta masyarakat di dua daerah yang berbeda dipakai uji `t-test' dengan derajat kebermaknaan 95%.
Hasil tahap I menunjukkan terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan posyandu yaitu (1) kelompok tokoh masyarakat, sebagai pemimpin dan pembina semua kegiatan pembangunan di wilayahnya, (2) kelompok kader, sebagai pelaksanan kegiatan, dan (3) kelompok balita, ibu hamil, dan ibu dalam periode menyusui sebagai pemanfaat pelayanan posyandu. Didapatkan 5 indikator yang merupakan komponen peranserta masyarakat sebagai hasil analisis peran ketiga kelompok tersebut pada program posyandu, yaitu (l) indikator pengelolaan yang menilai peranserta masyarakat pada aspek proses pengambilan keputusan, pembinaan, dan pengorganisasian, (2) indikator administrasi, yang menilai aspek pencatatan dan pelaporan. (3) indikator kontribusi, yang menilai besar kontribusi anggota masyarakat baik kontribusi tenaga, finansial, material dan saran, (4) indikator pemanfaatan, yang menilai tingkat pemanfaatan posyandu oleh kelompok sasaran, dan (5) indikator pendukung kegiatan yang menilai berbagai kegiatan sebagai pendukung kegiatan yang mengarah pada perkembangan posyandu.
Analisis tahap II menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada seluruh indikator peranserta masyarakat antara Kabupaten Garut dan Kabupaten Ende, dengan nilai untuk kabupaten Garut lebih tinggi sebagaimana yang diharapkan. Namun beberapa catatan perlu diperhatikan untuk beberapa indikator. Dengan adanya perbedaan sosial dan budaya pada masyarakat yang berbeda, diperlukan analisis sub komponen indikator pengelolaan. Secara keselunthan, nilai indikator pengelolaan di kedua daerah adalah sama. Namun pada analisis sub komponen terlihat bahwa sub komponen satu lebih menonjol di satu daerah dan sebaliknya sub komponen lain lebih menonjol di daerah yang lain.
Dengan adanya perbedaan jenis kegiatan yang disebabkan perbedaan usia program yang berdampak pada perbedaan kemampuan pelaksana program dan kemampuan penyelenggaraan posyandu, posyandu yang mempunyai jenis kegiatan lebih banyak akan mempunyai nilai lebih tinggi untuk indikator administrasi dibandingkan posyandu dengan jenis kegiatan yang lebih sedikit. Untuk membuat supaya sebanding, kegiatan pencatatan sebagia variabel indikator administrasi perlu dipecah menjadi kelompok pencatatan utama yaitu pencatatan kegiatan yang langsung berhubungan dengan penimbangan dan PMT, yang merupakan kegiatan minimal posyandu, dan pencatatan lain yaitu pencatatan yang tidak langsung berhubungan dengan penimbangan dan PMT seperti pencatatan kegiatan imunisasi, pembagian tablet besi dan vitamin kepada ibu hamil dan ibu pasca persalinan, dan kegiatan lain. Walaupun kegiatan perawatan pra persalinan dari pasca persalinan juga merupakan kegiatan utama posyandu, sehingga juga merupakan tugas kader, namun pada kenyataannya kegiatan tersebut masih sangat tergantung pada petugas kesehatan sehingga dalam pengukurannya pencatatan perlu dipisahkan dari penimbangan dan PMT.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa instrumen ini dapat dipergunakan dalam mengukur derajat peranserta masyarakat pada program posyandu karena cukup mudah melakukannya, dapat menunjukkan adanya perbedaan derajat peranserta masyarakat, dan dapat dilakukan pada daerah dengan kondisi sosial dan budaya yang berbeda. Walaupun penelitian ini terbatas pada kegiatan posyandu. namun tidak tertutup kemungkinan memanfaatkan hasil penelitian ini untuk menganalisis derajat peranserta masyarakat pada program kesehatan yang lain, tetapi dengan sedikit modifikasi disesuaikan dengan karakteristik program yang akan dianalisis.
Dengan hasil tersebut, instrumen ini disarankan untuk dipergunakan dalam menelaah peranserta masyarakat dalam program kesehatan, terutama program posyandu. Akhirnya, masih diperlukan penelitian lebih mendalam untuk meningkatkan validitas eksternal yang belum dilakukan secara mendalam pada penelitian ini.

Community participation is considered as 'conditio sine qua non' in community development including community health development. As declaration of Alma-Ata has been stated by WHO, Indonesia enhanced community participation in health development through Village Community Health Development (VCHD) or Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Although community participation has been stated clearly by WHO, its implementation occurs differently in different site, so in Indonesia. This difference caused by different point of view of program planners in translating the concept of community participation, which resulting in different execution of the community participation in health program As a result, these differences also suggesting different community participation indicators which resulting in absent of community participation indicator standard.
This study attempt to find out community participation indicators in health development program through qualitative researches approach. Two stages of study have been carried out. First stage, explorative in nature, tried to explore all possible variables by observing and asking every activity done by every people involved in health activities, which used community participation approach, that is Integrated Health Services or Posyandu. The first stage of study has been done in Ende Sub-district by the reason that intensive community participation health program carries out in this area.
The data have been collected was analyzed by employing ethnography assessment. The result of this analysis is a set of groups of variables which suggesting as community participation indicators.
To verify, implementing these indicators in posyandu has done in second stage of the study. Succeeding to differentiate the degree of community participation in two different site of posyandu, which is different in factors influencing the degree of community participation, suggesting that these indicators can be used in analyzing the degree of community participation in health program. This stage of the study has been carried out in Ende Sub-district, East Nusa Tenggara, and Garut Sub-district, West Java. Factor analysis has been used to verify the grouping of variable from the first stage, and student 't' test has been employed to analyze indicator differences between sites.
Five components of community participation, which is suggesting as community participation indicators, have been extracted from first stage of the study. These indicators are (1) Management, (2) Administration, (3) Contribution, (4) Utilization, and (5) Supporting Activities. A management indicator composes of (a) Leadership indicator and (b) Organization indicator. Four components of variables are suggesting as leadership indicator. These are decision-making processes variable, problem-solving variable, assisting variable, and attending variable. Two components of indicator suggesting as an organization indicator, these are existence of organization and consistency of organization.
Second stage of study reveals that these indicators succeed to differentiate the degree of community participation between Ende Sub-district and Garut Sub-district. Even though there is no difference in leadership indicator (p=0.113), there is a difference in the four component of leadership which indicate social and cultural differences between sites. Ende has high degree in attending variable (p=0.0000), while Garut has high degree in decision-making process variable, assisting variable, and problem solving variable (p=4.003, 0.001, and 0.008 consecutively). Contribution indicator cannot be used as community participation indicator as the same amount of financial contribution should be collected from service users.
More attention should be made when analyzing utilization indicator, which count the ratio of the number of under-five child weighing in posyandu and the number of all under-five children. High weighing utilization in one weighing activity does not relate to high degree of utilization in a period of time. Changing attendance of weighing resulting in inconsistency of utilization, which is suggesting 'not high' degree of participation. Counting the number who are continuously weighing in several consecutive months will give more precise degree of utilization indicator of participation.
It has been suggested using these indicators to analyze the degree of community participation in health program. By using these indicators, program planners are able to analyze community participation in health program comprehensively. Furthermore, analyzing community participation in health program by using these indicators directs program planners to weak components of community participation that can be treated promptly. Finally, further study is needed to find out the relationship between the degree of community participation and the behavior changes, which component of community participation has great impact on behavior changes.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
D55
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfa Usdiaty
"Posyandu (pos pelayanan terpadu), adalah wujud peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 1990 tentang peningkatan pembinaan mutu Posyandu, memberi peluang kepada lintas program maupun lintas sektoral yang terkait untuk berperan lebih aktif dan terkoordinasi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan koordinasi lintas program Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo dalam pelaksanaan program-program Posyandu di Kabupaten Bungo tahun 2001, belum berjalan sebagaimana mestinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informani secara mendalam pelaksanaan koordinasi lintas program Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo dalam pelaksanaan program-grogram Posyandu di Kabupaten Bungo tahun 2001. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang melatar belakangi belum efektifnya koordinasi tersebut.
Informasi diperoleh dengan cara wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan observasi langsung terhadap informan-informan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo, serta informan dari tingkat Puskesmas yakni Kepala Puskesmas dan koordinator Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa koordinasi lintas program di Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo yang berkaitan dengan Posyandu belum efektif. Hal ini disebabkan karena belum adanya perencanaa terpadu tahunan khusus berkaitan dengan program-program yang ada di Posyandu.
Agar koordinasi tersebut memberikan hasil yang lebih besar dan lebih bermanfaat, perlu ditunjuk koordinator yang dituangkan dalam SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo. Untuk lebih menyebarluaskan dan pemerataan keberadaan Posyandu di setiap desa, diharapkan Pemerintah Kabupaten Bungo dapat mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mendukung kesinambungan Posyandu di tengah-tengah masyarakat.
Daftar Bacaaan = 39 (1978-2001)

Analysis of Coordination of Program Crossing In Bungo Regency Health Department On The Programs Implementation of The Integrated Services Post In Bungo Regency Province of Jambi, 2001Posyandu (integrated services post), as one of of the community participation in the implementation of heath services, derives from the society of every village in Indonesia. Based on the Instruction of Home Affairs Minister number 9`h in 1990, on the enhancement, program and sectoral crossing are supposed to be more active in the participation.
The reality shows that the coordination of the program crossing of Bungo Regency Health Department in the programs implementation of Posyandu has not run well. This research is conducted to find out deeply information of the implementation of program crossing coordination in Bungo Regency in 2001. The research method used is qualitative to detect the cause of why coordination has not run. Informations are obtained by having indepth interview, focus group discussion, and observation which are directly done to informants who are directly involved with the available programs in the integrated services post and also, from community health center.
The result of the research shows, that the coordination of the program crossing in Bungo Regency Health Department that is related to the integrated services post has not been effective yet. It is appointed by the planning is not integratedly arranged, especially abaout the program in Posyandu.
In order that the coordination produce more significant and greater result, appointing a coordinator which is enclosed in a Decision Letter from the Head of Health Department of Bungo Regency is a need. To spread out and distribute evenly the existence of the integrated services post in every village, it is expexted that The Regency Government could alocate sufficient budget to reinforce the continuity of the integrated services post.
Bibliography : 39 (1978-2001)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 9537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmilia Permatasari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas dari surveilans kesehatan kerja terkait hipertensi yang telah diterapkan oleh PT X dengan lokasi di Y. Analisis dilakukan dengan melihat gambaran tekanan darah pekerja selama 1 tahun terakhir lalu dianalisis prevalensi dan insiden hipertensi yang ada, kemudian, dilakukan kajian terhadap efektifitas program K3 dalam menurunkan angka prevalensi dan insiden tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif- kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional .Hasil penelitian menyarankan bahwa segera melakukan identifikasi Health Risk Assessment (HRA) terkait faktor risiko hipertensi, segera membuat kebijakan untuk melakukan pemeriksaan sebelum bekerja, lalu melakukan beberapa perubahan pada program kesehatan dan keselamatan kerja.

ABSTRACT
This study purposed to analyze the effectiveness of occupational health surveillance related hypertension that has been applied by PT X site Y. The analysis was done by looking at the overview of blood pressure workers during the last 1 year ago and then analyzed the prevalence and incidence of hypertension, followed by an assessment of the effectiveness of the occupational health and safety program in reducing the prevalence and incidence. This study is qualitative-quantitative study with cross-sectional research design. The results of the study suggest that immediate identification of Health Risk Assessment (HRA)-related risk factors of hypertension, , immediately making policy for examination blood pressure workers before work, and then made some changes to occupational health and safety programs."
2014
S53280
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Ricardo
"Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara kesehatannya. Dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah ditetapkan 10 program unggulan kesehatan dan salah satu diantaranya adalah program keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-undang No.23 pasal 23, program kesehatan kerja ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa mernbehayakan diri sendiri dan masyarakat di sekelilingnya.
Departemen Kesehatan RI telah menyusun pedoman pelaksanaan kesehatan kerja bagi masyarakat kerja sektor informal, agar masyarakat pekerja sektor informal yang jumlahnya sudah mencapai 80% dari seluruh jumlah angkatan kerja dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang gambaran pelaksanaan program UKK sektor informal di Dinas Kesehatan dengan menganalisa faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program tersebut seperti pengetahuan tentang program UKK, Komitmen Kepala Dinas Kesehatan terhadap program, Peran Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan dam pengembangan program, tenaga ahli, anggaran, Juklak dan Juknis, perencanaan, pembinaan, advokasi, disinfo UKK, pembentukan Pos-pos UKK, pelatihan, pencatatan dan pelaporan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Subdinas serta Kepala Seksi pengelola program UKK sektor informal rasing-masing Dinas Kesehatan berjumlah 3 orang kemudian dilakukan telaah dokumen. Pengolahan data dibuat dalam bentuk Matriks yang dibuat berdasarkan transkrip hasil wawancara mendalam, kemudian dilakukan analisis isi berdasarkan teori atau pedoman Upaya Kesehatan Kerja lalu dibandingkan antara kenyataan dengan harapan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa program UKK sektor informal di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung selatan belum berjalan seperti apa yang diharapkan. Masih rendahnya pengetahuan Kepala Dinas Kesehatan tentang UKK sektor informal, belum adanya komitmen Kepala Dinas Kesehatan terhadap program UKK, belum berjalannya peran Dinas Kesehatan, belum ada dukungan dari Pemerintah Daerah, tidak tersedianya anggaran, serta belum adanya sistem informasi Kesehatan Kerja merupakan faktor penyebab utama program UKK tidak terlaksana dengan baik.
Komitmen yang kuat dari Kepala Dinas sangat dibutuhkan agar program UKK dapat terlaksana, untuk itu pula upaya advokasi kepada Pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan di bidang anggaran sangat perlu dilakukan sehingga dalam pelaksanaan dan pengembangan program UKK mendapat dukungan, dan untuk pemantapan dan pengembangan program UKK maka dari Departemen Kesehatan diharapkan mendesain format yang adekuat untuk Sistem informasi Kesehatan Kerja sehingga dapat dijadikan acuan bagi Dinas Kesehatan dalam membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program UKK.

Study of Informal Sector's Occupational Health Program in District Health Offices of Kota Bandar Lampung and South East Lam pung in 2002Health development aims to increase awareness, ability, and eagerness of living healthy by all population. The people is expected to be actively involved in keeping their health. In health development plan headed for "Healthy Indonesia 2010", it has been effected 10 main health programs. One of them is occupational safety and health program, as stipulated in the law No. 23 article 23. The program is implemented in order to reach the optimum work productivity, so the workers that may work healthily without endanger themselves and the people around them.
Ministry of Health had arranged a manual of work health implementation to the people working in informal sector, where their numbers has reached 80 % from all the work forces, so the informal sector workers that may obtain health services according to their works.
This research was conducted to get information about the implementation of informal sector's Work Health Unit (WHU) in the Health Office, and factors that may influence the program of implementation such as knowledge about WHU, Health Office head's commitment- toward the program. Health Office's role in program implementation and development, skilled personnel, budget, implementing and technical guides, planning, advocacy, WHU's disinformation, WHU's post construction, training, recording and reporting.
This research applied qualitative approach by using in-depth interview to the Head of District Health Office, head's deputy, and coordinator of WHU informal sector, where each Office has three personnel, before conducting document studies. Data were analyzed using matrix form according to the result of in-depth interview. Content analysis was done based on theory or Work Health Effort manual, and then it was compared between the realty and expectation.
The result of the research proved that Occupational's informal sector programs in the District Health Offices of Bandar Lampung and South Lampung did not worked as expected yet. The lack of the Office Heads' knowledge about the WHU's informal sector, static role of the Offices, no commitment of the Heads toward the WHU, not availability of Local Government's supports, budget, and information system of Work Health were the main causes of the not working of WHU program.
Strong commitment from the Office Head is really necessary to make the WHU Program is successful. Advocacy to the local government as the policy maker in budgetting is very important, so the WHU that may receive enough supports in its implementation and development. Ministry of Health is expected to provide adequate format in the Information System of Work Health in making plan, implementation, and evaluation of WHU program.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Gracediani
"Salah satu target indikator kinerja pembangunan kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun 2003 adalah akses ibu hamil ke pelayanan antenatal (cakupan KI) 95%, dan pelayanan kesehatan ibu hamil yang berkualitas (cakupan K4) 85% (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, 2001). Pencapaian Cakupan K4 terendah di Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2003 adalah Kabupaten Solok Data Dinas Kesehatan Kabupaten Solok pada tahun 2003, kunjungan ibu hamil baru (cakupan K I ) 92,4%, sedangkan pencapaian cakupan K4 mencapai 78,9%. Puskesmas Mahan Panjang sebagai salah satu Puskesmas di Kabupaten Solok, cakupan K4 selama tiga tahun tidak pernah mencapai target (2001:73%, 2002:76,2%, 2003:78,5%), Data jumlah kematian ibu Puskesmas Alahan Panjang tiga tahun terakhir memperlihatkan kecenderungan meningkat.
Penelitian dilakukan secara kualitatif bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan program Kesehatan Ibu di Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok. Variabel yang diteliti meliputi 1) variabel input yaitu petugas kesehatan, standar, uraian tugas, rencana kerja, dana dan sarana/prasarana, 2) variabel proses meliputi pemautauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak yang terdiri dari sasaran, target, pertemuan. Pemeriksaan kehamilan meliputi pelayanan antenatal, kunjungan lapangan, konseling. Penyuluhan dan supervisi, 3) variabel output yaitu cakupan K4 pada tahun 2003.
Hasil penelitian di Puskesmas Alahan Panjang diketahui bahwa petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal kurang. Standar yang digunakan adalah standar minimal 5T. Uraian tugas, rencana kerja belum dilaksanakan dengan baik. Dana yang tersedia untuk operasional kegiatan program kesehatan ibu dan anak masih terbatas, peralatan untuk pelayanan antenatal di Polindes masih kurang. Pelaksanaan pendataan sasaran, kunjungan rumah, konseling dan penyuluhan kepada ibu hamil belum dilakukan oleh bidan dengan baik. Supervisi oleh pimpinan kepada bidan belum optimal.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan program kesehatan ibu dan anak disarankan agar Pimpinan Puskesmas dan seluruh staf mempersiapkan perencanaan, pelaksanaan kegiatan yang terarah, pengawasan berjenjang dan mengevaluasi program Kesehatan lbu dan Anak secara mendalam untuk dapat mencapai Kabupaten Solok Sehat tahun 2010.
Daftar Pustaka: 64 (1980 - 2004)

Evaluation on Management of Maternal and Child Health Program in Alahan Panjang Public Health Center, Solok District Year 2003One target indicator of health development performance in West Sumatera Province year 2003 was pregnant women access to antenatal care (K 1 coverage) of 95%, and quality maternal health care (K4 coverage) of 85% (West Sumatera Health Office, 2001)_ The lowest K4 coverage in West Sumatera Province in 2003 was in Solok District. Data on Solok Health Office in 2003 showed K1 coverage of 92.4% and K4 coverage of 78.9%. Alahan Panjang Public Health Center (PHC) is one PHC in Solok which never achieved the target for three consecutive years (2001: 73%, 2002: 76.2%, 2003: 78.5%). Data on maternal mortality in Alahan Panjang PHC shows tendency to increase.
This study was conducted qualitatively and aimed to obtain information on the management of maternal health program in Alahan Panjang PHC. Variables under study including 1) input variables consisted of health worker, standard, job description, work plan, funding, and facilities, 2) process variables consisted of local area monitoring for maternal and child health (target, objectives, and routine meeting), pregnancy care (antenatal care/ANC, field visit, and counseling), and extension and supervision, 3) output variables that is K4 coverage in year 2003.
The study results showed that there was insufficient quantity of health worker provided antenatal care. Standard used was minimal standard of 5T. Job description and work plan were not adequately implemented. Available fund for program operational was still limited, and there was a lack of facilities of ANC in Polindes (maternal care unit in village level). Target data collection and updating, home visit, guidance and counseling to pregnant women were not implemented well by midwives. Supervision by higher level officer was suboptimal.
To improve the quality of maternal and child health program, it is recommended to Head of and all staff of PHC to prepare focused planning and implementation, multilevel monitoring, and to evaluate maternal and child health program in-depth as to achieve Healthy Solok District year 2010.
References: 64 (1980-2004)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Widyaningsih
"ABSTRAK
Profil kesehatan kabupaten/kotamadya merupakan salah satu bentuk produk informasi kesehatan yang memuat gambaran kesehatan di setiap kabupaten/kotamadya. Profil kesehatan kabupaten/kotamadya mulai disusun sejak tahun 1990 setelah disepakati hasil rapat kerja kesehatan nasional tahun 1990.
Pada perkembangannya profil tersebut masih diragukan akurasi datanya, sehingga dengan surat edaran menteri kesehatan RI Nomor IR.01 SJ.X.0306 tanggal 17 April 1997 disampaikan bahwa :
- Profil dipakai sebagai acuan resmi di dalam penyelenggaraan manajemen kesehatan
- Semua pihak diharapkan ikut berperan serta dan membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan profit kesehatan ini.
Kabupaten DT. II Purwakarta salah satu kabupaten di Jawa Barat yang data profilnya agak meragukan, untuk itu perlu dilihat bagaimana pengelolaan profit di Kabupaten tersebut.

ABSTRACT
District Health Profile is one of health information product which was contain health figures in district level. Since 1990, District Health Profile was compiled and published under recommendation of Annually National Health Meeting (Rakerkesnas) 1990. Moreover, the quality and accuracy of health data in the health profile is still in doubt, so that through Ministry of Health regulation No.IR.O1.SJ.X.0306 dated 17 April 1997 quoted that:
- Health profile should be used as a formal reference in the health management
- All of them were expected directly or indirectly to participate and support in compiling of the health profile.
Purwakarta District is one of district in West Java Province which the data in the health profile believed unreliable, therefore it is needed to have more information how the Purwakarta District Health Profile was managed.
This study is aimed to get a description of Purwakarta District Health Profile in planning, implementing, controlling, monitoring and evaluating.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januardi Jazid
"ABSTRAK
Posyandu merupakan pos pelayanan terpadu KB-- Kesehatan, yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat, dengan dukungan teknis dari petugas , dalam rangka pencapaian NKKBS .Namun sampai saat ini belum dilakukan telaah mengenai peran kader dalam pengelolaan posyandu tersebut . Hal inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan peran kader dalam pengelolaan dengan penampilan posyandu di Kotamadya Pangkalpinang .
Untuk keperluan tersebut dilakukanlah penelitian dengan bentuk penelitian deskriptif analitik melalui pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adakah hubungan antara peran kader dalam pengelolaan dengan penampilan posyandu, baik dalam fungsi penggerakan maupun dalam fungsi penyuluhan
Hasil penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara peran kader dalam pengelolaan dengan penampilan posyandu . Peran kader baik dalam fungsi penggerakan maupun dalam fungsi penyuluhan merupakan suatu bentuk pengelolaan yang memerlukan persiapan, kemampuan, koordinasi dan pembinaan sehingga akan menghasilkan posyandu berpenainpilan baik .
Saran ditujukan baik terhadap DepKes. maupun Pemda Tk.I dan Tk.II agar lebih meningkatkan peran kader dalam pengelolaan posyandu sehingga posyandu akan menjadi lebih baik dan mandiri.
Daftar bacaan 25 ( 1977 - 1990 )
"
1991
T 3337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti Dwi Lestari
"Kebisingan di tempat kerja merupakan bahaya yang berisiko menimbulkan dampak terhadap kesehatan bagi pekerja. Pekerja yang terpajan kebisingan dan tidak diatasi dapat menyebabkan gangguan non-auditory berupa gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi. Oleh karena itu, survei ini bertujuan untuk melihat efek kesehatan yang ditimbulkan oleh kebisingan serta hubungan pajanan bising tersebut dengan gangguan non-auditory pada pekerja bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia. Variabel yang diteliti diantaranya intensitas kebisingan di unit produksi, penggunaan Alat Pelindung Telinga pada pekerja, dan keluhan subjektif gangguan non-auditory. Gangguan non-auditory diukur menggunakan kuesioner berdasarkan gejala yang dirasakan pekerja. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pajanan kebisingan dengan gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi pada pekerja bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia.

Noise in the workplace is a health risk that can impact to the workers. If this noise can’t be managed, it will cause non-auditory effects like physiological effect, psychological effect, and communication disturbance. Therefore, the purposes of this survey are to see the occurrence of non-auditory effects and correlation of noise level to non-auditory effects of production’s workers in PT. Tokai Dharma Indonesia. Variables examined include noise level in production unit, use of Hearing Protection Device, and subjective symptom of non-auditory effects. Non- auditory effects based on self administered questionnaire. The analytical result indicated that there is a significant relationship between the level of noise exposure with physiological effect, psychological effect, and communication disturbance of production’s workers in PT. Tokai Dharma Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Nurlaela
"Peserta KB aktif cenderung memilih metode kontrasepsi non MKJP dibandingkan dengan metode kontrasepsi MKJP. Jenis penelitian ini kuantitatif dengan desain cross sectional, dilakukan bulan Mei-Juni 2013 di Puskesmas Kecamatan Palmerah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi pada peserta KB aktif. Teknik sampling sistematis random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan pemilihan metode kontrasepsi pada peserta KB aktif adalah umur (p=0,045), pendidikan (p=0,003), jumlah anak hidup (p=0,019), pengetahuan (p=0,028), rasa takut menggunakan metode kontrasepsi tertentu (p=0,032), pengalaman KB sebelumnya (p=0,020), jarak tempat tinggal dengan fasilitas pelayanan KB (p=0,007), dukungan suami (p=0,045), peranan petugas KB (p=0,036), keterpaparan media informasi (p=0,041). Diharapkan untuk meningkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam meningkatkan kesertaan program KB yang tepat dan rasional.

Active participant of family planning tend to choose contraception methods of short term contraception methods (STCM/Non MKJP) than long term contraseption methods (LTCM/MKJP). Type of research in quantitative with cross sectional design, conducted in May-June 2013 at Palmerah Public Health Centre to know factors contraseptive associated with selection methode of contraseption by active family planning participants. This research in using tehnic of sistematic random sampling.
The result of this study found that ages is factor that associated as significant with contraseption methode (p=0,045), education (p=0,003), number of life child (p=0,019), knowledge about types of contraseption (p=0,028), the fear of using contraseptive methods (0,032), distance of residence with family planning services fasilities (p=0,007), husband support (0,045), office role (p=0,036), media expossure information (0,036). Expected to increase cooperation across sectors and programs to improve family planning program with agibility proper and rational.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Himawati
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian biskuit tepung singkong terhadap status gizi balita gizi kurang. Penelitian ini menggunakan desain studi kuasi eksperimental. Kelompok perlakuan (n=23) diberikan biskuit tepung singkong sebanyak 50 gram setiap hari selama 4 minggu, sedangkan kelompok plasebo (n=29) diberikan biskuit plasebo sebanyak 50 gram setiap hari selama 4 minggu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan berat badan yang signifikan (p<0,05) antara sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok, tetapi tidak pada status gizi akhir. Tidak ada perbedaan perubahan berat badan dan status gizi balita antara kelompok perlakuan dan plasebo (p>0,05).

The purpose of this study was to know effect of giving cassava flour biscuit to nutritional status of under five children with undernourished. This research use quasi-experimental design. Treatment groups (n=23) were given 50 grams cassava flour biscuit every day for 4 weeks, whereas the control group (n=29) were given 50 grams placebo biscuit every day for 4 weeks.
The result showed significant changes in body weight before and after intervention in both groups (p<0,05), but not in the last nutritional status. There was no difference in weight and nutritional status change of children between the treatment and control group (p>0,05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>