Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93452 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Daryanto
"Sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengandung pajak berganda yang dikenakan berkali-kali dalam setiap kali dilakukan penyerahan terlihat dengan adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada masa pajak yang bersangkutan.
Demikian pula sebaliknya apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau dapat dimintakan kembali oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
Dalam upaya mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai perlu peningkatan pengawasan dan pembenahan administrasi Faktur Pajak, peningkatan mutu aparat pajak, pemeriksaan pajak dan pemberiar sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Hal ini dilakukan agar dapat memperkecil kemungkinan pelanggaran oleh perusahaan atau pengusaha kena pajak melakukan kecurangan-kecurangan untuk menghindari pembayaran pajak.
Permasalahan pokok pada penulisan tesis ini adalah bagaimanakah penggunaan Faktur Pajak sebagai intrumen mekanisme pengkreditan pajak pertambahan nilai dan apakah penggunaan Faktur Pajak itu dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak pertambahan nilai.
Tujuan penulisan tesis ini Untuk mendiskripsikan pelaksanaan penggunaan Faktur Pajak dalam intrumen mekanisme pengkreditan pajak pertambahan nilai serta menggambarkan dan menganalisis apakah penggunaan Faktur Pajak tersebut dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak.
Metode penelitian dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif.
Dari pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa Pelaksanaan penggunaan Faktur Pajak sebagai intrumen dari mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran harus sesuai dengan ketentuan - perundangan yang berlaku. Sebagai salah satu dari faktor yang dapat meningkatkan penerimaan pajak, para faktur pajak sebagai intrumen pengkreditan pajak pertambahan nilai telah mampu mengamankan dan meningkatkan penerimaan PPN dimana pada tahun '1998/1999 realisasi penerimaan PPN sebesar Rp. 28.940,0 milyar dan pada tahun 1999/2000 mengalami kenaikan menjadi Rp. 34.697,4 milyar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Krisyanto
"Perkembangan Teknologi Informasi seperti hardware, software dan komunikasi data telah berkembang pesat dengan kemampuan dan kecepatan yang tinggi sedangkan harganya semakin murah, telah berdampak pada administrasi dari manual kearah komputerisasi, sehingga data yang berjumlah besar dapat diolah dan diproses dengan cepat. Data yang berjumlah besar ini termasuk data Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pentingnya penyandingan (cross-matching) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap Pajak Masukan yang dilaporkan oleh Pembeli dengan Pajak Keluaran yang dilaporkan oleh Pembeli, serta faktor-faktor yang mempengaruhi penyandingan tersebut. Karena penyandingan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak menggunakan metode konfirmasi Pajak Masukan terhadap Pajak Keluarannya memiliki beberapa kelemahan, maka kelayakan penyandingan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluarannya secara elektronis perlu diteliti.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, dengan memberikan kuesioner pada karyawan yang bertugas di Seksi PPN di 4 Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta yang berada dibawah 3 Kantor Wilayah. Disertai dengan studi kepustakaan, mempelajari peraturan perpajakan, laporan dan data elektronis hasil perekaman.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penyandingan Pajak Masukan-Pajak Keluaran sangat panting dilakukan untuk mengetahui kebenaran pengkreditan Pajak Masukan oleh pembeli dan kebenaran pemungutan Pajak Keluaran oleh penjual. Penyandingan dilakukan secara selektif terhadap Pengusaha Kena Pajak yang diperiksa dengan menggunakan metode konfirmasi, mempunyai potensi penyelundupan pajak. Dengan kemajuan teknologi penyandingan Pajak Masukan-Pajak Keluaran secara elektronis dapat dilaksanakan untuk menutup loophole dari metode konfirmasi. Faktor yang mempengaruhi penyandingan adalah sumber daya manusia, kuantitas dan kualitas Pengusaha Kena Pajak, perekaman Pajak Masukan-Pajak Keluaran, pemeriksaan.
Disarankan untuk menghemat tenaga operator dalam jangka pendek, sebaiknya merekam data Pajak Masukan-Pajak Keluaran bernilai PPN diatas Rp 2 juta sesuai dengan batasan wajib konfirmasi dan data yang disandingkan saja yaitu pada lampiran 1195-Al dan 1195-B1. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perekaman Pajak Masukan-Pajak Keluaran dapat dilakukan dengan pembuatan "Program Perekaman Surat Pemberitahuan Masa PPN" untuk para Pengusaha Kena Pajak agar datanya dapat disampaikan melalui media komputer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Anwar
"Paradigma baru pemerintahan menuntut fungsi pemerintah mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Karena itu, kinerja pemerintah daerah harus diarahkan pada upaya untuk memberikan kepuasan kepada warganya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 salah satu somber dana bagi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak daerah adalah Pajak Reklame.
Pajak reklame saat ini mendapat perhatian dari masyarakat, Permasalahan pajak reklame di DKI Jakarta terkait dengan permasalahan pengelolaan reklame yang sangat kompleks, seperti birokrasi yang berbelitbelit, pengawasan yang kurang optimal, pemasangan rekiame yang belum memenuhi norma 7K (Keindahan, Keagamaan, Kesopanan, Ketertiban, Kesusilaan, Keamanan dan Kesehatan) dan sebagainya. Permasalahan tersebut memiliki dampak terhadap kinerja pemungutan pajak rekiame yang berdampak kurang optimalnya penerimaan pendapatan asli daerah di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan, yang menyangkut efisiensi pemungutan pajak reklame, efektivitas pemungutan pajak rekiame dan pelayanan pajak reklame. Tujuannya menjelaskan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak rekiame dan pelayanan pajak rekiame di Dipenda Propinsi DKI Jakarta. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam terhadap beberapa orang yang terpilih, yakni orang-orang yang sehari-hari bertugas mengelola administrasi pajak reklame serta beberapa orang yang berkedudukan sebagai wajib pajak reklame, baik perorangan, badan maupun biro reklame. Sedang data sekunder dikumpulkan dengan teknik analisis dokumen, dengan menggunakan alat-alat analisis kinerja administrasi pajak daerah, yakni CCER, TPI dan persentase kontribusi pajak reklame terhadap APBD.
Penelitian menghasilkan beberapa temuan. Pertama, efisiensi biaya pemungutan pajak reklame yang diukur dengan. Cost of Collection Efficiency Ratio (CCER) menunjukkan bahwa pemungutan pajak reklame bervariasi dari tahun ke tahun, dengan rasio CCER terendah 2,99 pada tahun 1998/1999 dan tertinggi 15,12 pada tahun 2000. Kedua, efektivitas pemungutan pajak reklame yang diukur dengan ratio Tax Performance Index (TPI) menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan pajak reklame baik dilihat dari segi rencana penerimaan maupun realisasi penerimaan cukup. stabil, Ketiga, diterbitkannya SK.Gub. DKI Jakarta No. 37 Thn 2000 pada satu sisi dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak reklame namun pada sisi lain membuat prosedur penerbitan izin reklame sangat lama dan birokrasinya berbelit-belit. Tidak adanya one roof system dalam pelayanan membuat pengambilan keputusan pemberian iziin menjadi lama karena masing-masing instansi terkait menjalankan prosedur sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Kondisi tersebut membuat pelayanan pajak reklame menurun dan memberikan citra buruk, sehingga mempengaruhi penerimaan pajak reklame.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka direkomendasikan: Pertama, perlunya peningkatan sistem pelaporan pajak reklame yang baik, konsisten dan dapat dibandingkan, sehingga tingkat efisiensi administrasi pajak reklame dapat dipantau secara terus menerus agar dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan sebelum suatu gejala penurunan efiesiensi terjadi dengan demikian efisiensi pemungutan pajak reklame dapat terus ditingkatkan. Kedua, perlu dikaji secara mendalam mengenai penetapan rencana penerimaan agar lebih tepat dan sesuai dengan potensinya. Ketiga, untuk meningkatan kualitas pelayanan kepada pemohon reklame sebaiknya dipertimbangkan kembali pembentukan sistem manajemen satu atap (one roof system) semacam TPTPR, karena keberadaannya dapat memberi kepastian dan percepatan permohonan izin pemasangan reklame. Keempat, besarnya kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap anggaran pendapatan belanja daerah seharusnya dapat dipertahankan dan apabila memungkinkan harus Iebih ditingkatkan. Peningkatan ini dapat dilaksanakan dengan lebih mengintensifkan penerapan administrasi pajak reklame baik dengan cara melakukan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan sanksi. Dengan demikian wajib pajak timbul kesadaran atas kewajibannya membayar pajak reklame yang akhirnya berdampak terhadap upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Putra
"Sebagai salah satu negara yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai, Indonesia memiliki suatu sistem Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan penerapan bentuk, prinsip, metode penghitungan pajak, tarif pajak, dan perlakuan kebijakan tertentu yang diatur dalam suatu peraturan perundangan. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai dalam suatu peraturan perundangan tentunya tidak terlepas dari pemenuhan konsep teoritis dan kelaziman. Berangkat dari hal tersebut, penulis membuat tesis ini dengan tujuan menelaah Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 secara konsep teoritis dan membandingkan kelaziman penerapan ketentuan tersebut dengan yang dilakukan oleh negara lain, dengan mengacu kepada Sixth Directive yang menjadi pedoman peraturan Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayahandono Kussetyadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Imelda Sari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai adanya beberapa jenis Pajak Daerah yang duplikasi dengan objek Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan oleh Pemerintah Pusat. Adanya ketidak konsistenan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dalam mengecualikan barang dan jasa yang telah dikenakan Pajak Daerah, 7 (tujuh) jenis Pajak Daerah telah dikecualikan, namun 9 (sembilan) jenis Pajak Dearah lainnya masih dikenakan PPN juga ditingkat Pemerintah Pusat. Kegiatan intrepretasi dan sistematisasi hukum dilakukan disini untuk menemukan makna dari pengenaan Pajak Daerah tersebut. Metode sistematisasi hukum yang digunakan penulis adalah sistematisasi teleologikal, yakni menggunakan nilai dan kaidah yang melandasi teks undang-undang, yakni nilai dan kaidah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam teori kemanfaatan (utility), diperoleh kesimpulan bahwa Pajak Daerah ditujukan untuk kemandirian Pemerintah Daerah dalam otonomi daerah. Walaupun tidak semua daerah membutuhkan desentralisasi fiskal karena masih mengandalkan Dana Bagi Hasil sumber daya alam yang mesih sangat besar di daerah tersebut.

ABSTRACT
This thesis discusses the situation where the objects of some local taxes duplicate the objects of Value Added Taxes (VAT) administered by central government. There is inconsistency in VAT Law in excluding the objects of local taxes from VAT. There are 7 objects of local taxes excluded from VAT, whereas 9 objects of local taxes remain taxed in central government level. The law interpretation and systematization is used to find the objective of the enactment of local taxes. The teleological systematization is utilized as the law systematization using the values and doctrines that build the text of the Law which is social justice for the whole people of Indonesia. Under utility theory it is concluded that local taxes is directed toward the local government self funding under local autonomy regime, although there are some local government that do not need fiscal decentralization and still rely on Revenue-Sharing Fund from rich natural resources under their jurisdiction.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Alamsyah
"Waralaba atau franchise adalah sistem bisnis yang telah terbukti sukses, berupa prosedur operasi yang bertujuan membentuk standarisasi mutu dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Di Indonesia sistem bisnis ini sudah berjalan selama puluhan tahun, dimana di era tahun 90-an sistem ini sangat pesat berkembang. Banyak Para pengusaha menginvestasikan dananya untuk membuka usaha dengan sistem franchise.
Reformasi undang -undang perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku pada tahun 1994 juga melakukan penyesuaian terhadap situasi perkembangan perusahaan dengan sistem franchise dimana sistem ini menuntut banyaknya dana yang diinvestasikan oleh perorangan ataupun badan hukum. Untuk franchise atau waralaba yang dulunya termasuk dalam jasa dan kemudian setelah adanya reformasi menjadi masuk dalam kategori barang tidak berwujud.
Pengaruh pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas initial fee atau nilai jual yang ditetapkan oleh franchisor terhadap minat investor untuk melakukan investasi adalah merupakan dasar penelitian. Variabel lainnya yang digunakan sebagai data adalah capital requirement yang disyaratkan dan jumlah outlet yang dipunyai, dengan menggumakan data pada bulan Desember 1997 dan Desember 1998. Dari hasil regresi linear berganda dengan menggunakan data-data bulan Desember 1997 dengan data bulan Desember 1998, diperoleh nilai korelasinya positif yang berarti walaupun adanya Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Perusahaan yang bergerak dibidang Franchise di Indonesia maka baik perusahaan maupun perorangan tetap berminat untuk menanamkan dananya dengan investasi usaha menggunakan sistem franchise.
Dengan adanya hal tersebut diatas dapat dijabarkan beberapa kesimpulan yang kiranya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan para praktisi pemerintah khususnya dari sisi Pajak Pertambahan Nilai untuk dapat terus meningkatkan penerimaan dari sektor usaha franchise yang baru berkembang pesat di era tahun 90-an."
2000
T7485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selamat Muda
"Tesis ini membahas permasalahan mengenai Peningkatan Pelayanan Wajib Pajak di KPP WP Besar Satu sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Tesis ini dibuat untuk menjawab pertanyaan:
Seberapa jauh peningkatan pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) WP Besar Satu dapat meningkatkan penerimaan pajak?
Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa jauh peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu dapat meningkatkan penerimaan pajak. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa jika pelayanan yang diberikan oleh KPP WP Besar Satu meningkat, maka akan terjadi tingkat kepuasan wajib pajak yang tinggi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak, tingkat pertumbuhan penerimaan yang tinggi, tingkat tunggakan pajak yang relatif rendah, dan jumlah penagihan aktif yang sampai ke tahap pelelangan yang relatif rendah di KPP WP Besar Satu, serta efisiensi pembentukan KPP WP Besar Satu yang relatif tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif berupa analisis atas data-data yang diperoleh dalam penelitian. Data yang digunakan adalah berupa data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Sedangkan untuk memberikan rekomendasi kepada Ditjen Pajak digunakan SWOT analysis yang juga didukung oleh data sekunder.
Berdasarkan hasil analisis atas data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu telah menyebabkan tingkat kepuasan wajib pajak yang tinggi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak, tingkat pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi, tingkat tunggakan pajak yang relatif rendah, jumlah penagihan aktif yang sampai ke tahap pelelangan yang relatif rendah, serta efisiensi pembentukan KPP WP Besar Satu yang relatif tinggi. Dengan demikian peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu telah dapat meningkatkan Kinerja KPP WP Besar Satu yang akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safri Nurmantu
"ABSTRAK
UU Perubahan Kedua UU PPh 1984 mengandung pilihan kebijaksanaan perpajakan (tax policy option), antara lain kebijaksanaan perpajakan yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (2) yang mengatur perlakuan khusus mekanisme pengenaan PPh atas empat macam penghasilan. Dalam tesis ini kebijaksanaan perpajakan tersebut akan dibahas dari tiga unsur kebijaksanaan, yakni kemudahan administrasi pajak, kelancaran dana ke kas negara dan keadilan dalam perpajakan.
Masalah pokok tesis adalah, pertama: apakah kebijaksanaan tersebut secara empiris memang termasuk dalam kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak?, kedua: apakah kebijaksanaan tersebut telah mengakibatkan arus dana ke kas negara semakin lancar?; ketiga: apakah kemudahan administrasi pajak tersebut tetap memenuhi unsur-unsur keadilan dalam perpajakan?, keempat: apakah terdapat korelasi antara kemudahan administrasi pajak dengan kelancaran dana ke kas negara dan kelima apakah terdapat korelasi antara kemudahan administrasi pajak dengan keadilan dalam perpajakan?,
Hipotesis yang diajukan tentang kemudahan administrasi pajak (variabel bebas) dan kelancaran dana ke kas Negara (variabel terikat) adalah: H1 terdapat hubungan antara kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak dengan kelancaran dana ke kas negara, sedangkan HO: tidak ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan kelancaran dana ke kas Negara. Selanjutnya, mengenai Hipotesis tentang kemudahan administrasi pajak (variabel bebas) dan keadilan dalam perpajakan (variabel terikat): H1 ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan keadilan dalam perpajakan, sedangkan HO adalah tidak ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan keadilan dalam perpajakan Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan verifikasi berdasarkan tabel frekwensi terhadap Variabel X, Variabel Y dan Variabel Yl
Kerangka teori yang digunakan adalah simplification sebagai salah satu unsur utama dalam pembaharuan perpajakan, ease of administration and compliances scheduler and global taxation, dan equity in taxation sebagai prinsip pemungutan pajak.
Penelitian dilakukan berdasarkan unit analisis persepsi Akuntan Publik dengan menggunakan kuestioner yang disebarkan kepada 71 responden (Kantor Akuntan Publik) dari 247 (populasi) yang berada di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa mekanisme pengenaan PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Perubahan Kedua UU PPh 1984, 85.44% responden menyatakan sebagai suatu kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak dan 88,0% menyatakan sebagai mengakibatkan arus dana ke kas negara menjadi lancar. Hanya 29% responden yang menyatakan bahwa kebijaksanaan perpajakan ini sebagai suatu hal yang adil dalam konsep perpajakan. Selanjutnya, uji korelasi antara Variabel X dengan Variabel Y menunjukkan koefisisen yang sangat kecil, yakni <1 bahkan terdapat koefisien korelasi yang negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat korelasi yang rendah antara kemudahan administrasi pajak dengan kelancaran dana ke kas negara. Selanjutnya korelasi antara Variabel X dengan Variabel Yl juga menunjukkan koefisen korelasi yang sangat rendah dan koefisin korelasi negatif.
Sebagai kesimpulan, kebijaksanaan perpajakan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Perubahan Kedua PPh 1984 secara empiris terbukti sebagai mengandung unsur kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak, dan telah menyebabkan arus dana ke kas negara lebih lancar, akan tetapi tidak seluruhnya mengandung unsur ketidak adilan.
Disarankan supaya kebijaksanaan yang menyangkut ketidakadilan ini tidak dilanjutkan, dan pada waktunya supaya diganti dengan menerapkan global taxation with one progresive rate structure berbarengan dengan meningkatnya kualitas pendidikan penduduk warga negara Indonesia.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machmud M. Serbo
2005
T25255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>