Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Wahyono
"ABSTRAK
Perubahan Struktur Organisasi merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap organisasi. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk mendukung tercapainya visi organisasi.
Badan Kepegawaian Negara telah mengaiami beberapa kali perubahan; yang terakhir sebagai akibat diundangkannya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang tersebut mengatur pemberian kewenangan administrasi kepegawaian kepada daerah yang sebelumnya menjadi kewenangan Badan Kepegawaian Negara. Pemberian kewenangan ini membawa konsekwensi berkurangnya kewenangan Badan Kepegawaian Negara.
Sejalan dengan itu Badan Kepegawaian Negara telah merubah fungsinya dari fungsi administratif menjadi fungsi Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (Affandi, 1998). Dengan berubahnya fungsi tersebut mengakibatkan perubahan pada Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Negara. Walaupun perubahan struktur Organisasi disebabkan karena beberapa faktor, dalam penelitian ini faktor-faktor yang diteliti dibatasi pada berbagai variabel yang mempengaruhi Struktur Organisasi, variabel tersebut meneakup; strategi, besaran organisasi (size), wewenang, teknologi dan teknologi informasi.
Dan hasil penelitian diperoleh gambaran, bahwa pada awalnya variabelvariabel tersebut cukup signifikan berpengaruh terhadap struktur organisasi, namun dalam perkembangannya struktur tersebut sudah kurang efektif lagi, karena perubahannya lebih banyak berdasarkan pertimbangan politis dari pada efektifitas organisasi.
Oleh karena itu disarankan untuk mengkaji ulang beberapa kebijakan pembentukan Kantor Wilayah Badan Kepegawaian Negara atau peninjauan kembali struktur Badan Kepegawaian Negara yang lebih menitikberatkan pada jabatan fungsional dari pada jabatan struktural.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Diretorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, 1988
352 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alessius Asnanda
"Pemerintahan Desa adalah penyelenggara kegiatan Lembaga Pemerintahan dan Pembangunan di tingkat Desa, terdepan serta paling dekat dengan masyarakat yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk kesuksesan pembangunan dan kemajuan masyarakat. Lebih dari itu, praktek pelaksanaan Pemerintahan Desa sesungguhnya merupakan potret dan cerminan sejauhmana demokrasi diimplementasikan dalam pemerintahan kita.
Adapun formulasi pertanyaan penelitian ini adalah : Bagaimanakah penataan Pemerintahan Desa serta Pandangan Masyarakat Ada( mengenai format struktur dan Fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Landak. Sedangkan secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat adat tentang format Pemerintahan Desa yang sesuai dengan Otonomi Daerah, dan untuk mengetahui faktor penghambat, pendukung serta pro dan kontra dalam pelaksanaan penataan kembali ke Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori dan konsep tentang Desa, Pemerintahan Desa, Otonomi Daerah, termasuk didalamnya Pembangunan Sosial, Pemerintahan Adat dan Pelayanan kepada masyarakat (public services) serta Pemberdayaan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dengan informan sebanyak 9 orang yang terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Adat dan Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Kabupaten Landak.
Penelitian ini merupakan studi penataan Pemerintahan Desa dengan kajian tentang struktur dan fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah. Sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan penataan terhadap Pemerintahan Desa kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung tersebut maka adanya pembuatan sejurnlah Peraturan Daerah, yang mana memerlukan mekanisme dan tahapan serta melibatkan pihak-pihak yang kompeten atau pihak yang benar-benar memahami materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang sesuai asal usul dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Landak. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan apabila dipelajari sungguh-sungguh sesuai dengan kepentingan, terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dalam penataan Pemerintahan Desa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan penelitian ini berkesimpulan, bahwa ada sejumlah hat panting dan menarik yang perlu dikaji. Namun dari sejumlah hal panting dan menarik tersebut, maka penelitian ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah diterima dengan balk dan antusias di Kabupaten Landak. Penataan Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah merupakan suatu pemberdayaan dan untuk menciptakan pelayanan yang baik atau mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, adanya silang pandangan, ide maupun konsep yang berkembang, terutama mengenai penataan format pemerintahan sebagai pengganti Pemerintahan Desa yaitu kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung. Semua pihak mempunyai konsep maupun pandangan yang menarik serta baik sebagai pendorong menuju Pemerintahan yang baik dalam rangka untuk mengembangkan demokratisasi, partisipatif, berkeadilan, kemandirian, akomodatif, transparan, bertanggunJ'awab, yang dekat dengan masyarakat. Meskipun secara teknis mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaan penataan tersebut.
Adapun saran-saran dalam penelitian, yaitu :
pertama : Nama, struk-tur dan sistem pemerintahan yang appropriate sebagai pengganti sistem Pemerintahan Desa adalah gabungan format Pemerintahan Adat dan sistem Pemerintahan Nasional, maka perlu diberlakukan kembali Pemerintahan Kampung di Kabupaten Landak.
Kedua Peraturan Daerah yang dibuat bukan hanya untuk menggali Pendapat Asli Daerah (PAD), tetapi yang lebih panting adalah masyarakat memahami bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah untuk kepentingan pembangunan, kelancaran tugas dan fungsi Pemerintah Daerah.
Ketiga : Untuk menghindari lerjadinya konflik akibat adanya pro dan kontra dalam penetaan Pemerintahan Desa sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah maka perlu sharing duduk bersama secara demokratis Pemda, DPRD dan masyarakat dalam membahas sating silang konsep, ide maupun pandangan dimaksud.
Selain itu juga perlu mengadakan assessment terhadap potensi dan materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang benar-benar sesuai dengan asal usul dan adat istiadat masyarakat Daerah Kabupaten Landak. Keempat : Pemerintahan Desa yang ditata menjadi Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak masih sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas - fungsi pemerintahan dan pembangunan. Karena Pemerintahan Binua atauy Kampung adalah pemerintahan yang dekat dengan warga masyarakt dalam rangka pelayanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardjono
Jakarta: Yayasan Pangeran Jayakarta, 1988
352 MAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sumber Saparin
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977
352 SUM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yurista Yohasari
"ABSTRAK
Urusan kehidupan beragama di Indonesia merupakan kewenangan pemerintah pusat sebagaimana dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Tetapi faktanya banyak peraturan daerah yang mengatur kehidupan beragama, sehingga hal ini tentu menimbulkan masalah. Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengupas permasalahan norma dalam peraturan daerah yang mengatur kehidupan beragama di Indonesia dan desain pengaturan kehidupan beragama yang ideal dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ABSTRACT
Indonesian religious life is in under authority of the central government as in Article 10 paragraph (1) of Law Number 23 Year 2014 on Regional Government. In fact, many local regulations governing related to religious life, so that it would cause problems. In this paper, the author tries to analyze the problems in the regulatory norms of religious life in Indonesia and the design of an ideal religious life settings in the constitutional system in Indonesia based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945.
"
Universitas Indonesia, 2016
T45386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandy Anshary
"Badan Perwakilan Desa (BPD) merupakan sebuah lembaga desa yang dibentuk di tiap-tiap desa di seluruh Indonesia yang pembentukannya dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maupun Undang-Undang penggantinya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan tugas dan fungsi dari lembaga ini yakni sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menjalankan fungsi pengawasan, maka diharapkan dengan efektifnya pelaksanaan fungsi tersebut dapat diwujudkan keseimbangan kekuatan antara elemen masyarakat yang direpresentasikan oleh BPD dengan pemerintah desa. Di level desa perlu dibangun good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang memungkinkan keterlibatan seluruh elemen desa yang direpresentasikan melalui kelembagaan BPD dalam setiap urusan publik, penyelenggaraan pemerintahan serta merumuskan kepentingan desa. Tentunya ini dapat terwujud apabila BPD memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat tidak hanya terhadap pemerintah desa tetapi juga terhadap pemerintah supra desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif, dengan rnenggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview) sebagai teknik pengumpulan data utama, yang didukung dengan data sekunder sebagai data pelengkap. Purposive sampling digunakan sebagai teknik pemilihan informan, dengan kriteria penentuan informan didasarkan atas pengalaman dan pengetahuan informan dalam berinteraksi dengan para anggota BPD secara perorangan maupun secara kelembagaan. Konsep kinerja maupun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Esman dan Uphoff, serta konsep-konsep lain yang dianggap relevan dalam mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tugas dan fungsi BPD Desa Sereang.
Pelaksanaan tugas dan fungsi dari BPD pada dasarnya mengacu pada tugas dan fungsi dari lembaga ini yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu melaksanakan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta fungsi pengawasan. Namun dalam pelaksanaannya pelaksanaan fungsi legislasi dari BPD Desa Sereang ini, belum dilaksAnakan secara efektif.
Salah sate penyebab ketidakefektifan pelaksanaan tugas dan fungsi dari lembaga ini khususnya pelaksanaan fungsi legislasi karena minimnya pemahaman serta keterampilan dan kemampuan anggota BPD Desa Sereang terhadap pelaksanaan fungsi legislasi tersebut. Kondisi ini juga sangat dipengaruhi oleh kurang tanggapnya aparat Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya Kasubag Pengembangan Desa dan Lembaga Desa selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kelembagaan cleat.
Pelaksanaan tugas dan fungsi dari BPD Desa Sereang yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja organisasi tersebut meskipun secara umum dinilai balk, namun terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD Desa Sereang yaitu masih adanya sejumlah elemen masyarakat yang belum terwakili dalam struktur keanggotaan lembaga tersebut Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai fungsi yang paling gencar dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain. Sedangkan fungsi legislasi merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan dan pelaksanaannya.
Masih terdapatnya pelaksanaan fungsi dari BPD yang dinilai masih minim, tentu raja tidak dapat dilepaskan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut. Faktor yang dinilai sebagai hambatan dominan yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anggota BPD perihal pelaksanaan tugas dan fungsinya serta faktor-faktor yang lain yaitu ketiadaan ruang privasi bagi pare anggota BPD dan masih minimnya honor yang diterimanya.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah perlunya mengintensifkan bentuk-bentuk pembinaan dan pemberian keterampilan-keterampilan teknis kepada pars anggota BPD. Mengupayakan kaderisasi calon-calon anggota BPD yang dinilai kapabel dan sedapat mungkin mewaldli seluruh elemen masyarakat dan tidak hanya sekedar mengandalkan faktor ketokohan semata, pengadaan sarana dan prasarana serta perumusan kebijakan guna meningkatkan jumlah kompensasi atau honor yang diterima oleh pars anggota BPD."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T19917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jusnadi
"Paradigma "good governance" atau kepemerintahan yang baik akhir-akhir ini menjadi wacana kuat dalam kebijakan administrasi publik di Indonesia. Untuk mewujudkan praktek kepemerintahan yang baik ada tiga institusi utama yang secara bersama-sama harus diberdayakan yaitu pemerintah, sektor privat dan masyarakat (civil society). Semangat reformasi dan penerapan model pembangunan yang partisipatif dengan orientasi kepada kepentingan rakyat. Mencuatnya isu reformasi selama ini bagi masyarakat sebagai obyek pembangunan, belum memiliki posisi tawar sebagai pengambil keputusan yang terkait dengan kepentingannya.
Untuk mengangkat masyarakat sebagai subyek pembangunan utama, sejalan dengan tuntutan otonomi dan desentralisasi, maka disusunlah Tesis ini dengan melakukan penelitian terhadap proses penguatan kelembagaan lokal dalam proyek penanggulangan kemiskinan perkotaan di enam kelurahan di kota Semarang yaitu di Kelurahan Bangunharjo, Gemah, Sumurbroto, Tandang, Kuningan dan Kemijen.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor atau variabel yang berpengaruh dalam pembentukan tampilan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) yang mandiri yang patut dipertimbangkan dalam kebijakan untuk memperkuat terwujudnya praktek kepemerintahan yang baik dalam kerangka manajemen perkotaan.
Dari hasil penelitian berdasarkan pembuktian hipotesis statistik regresi, berganda dinyatakan bahwa, terdapat hubungan keterpengaruhan oleh variabel independen, yaitu faktor pengaruh lingkungan eksternal dan faktor penerimaan internal komunitas terhadap variabel dependen tampilan BKM dimana pengaruh penerimaan internal komunitas memiliki pengaruh lebih besar dalam menentukan tampilan BKM dari pada pengaruh lingkungan eksternal.
Dari rincian koefisien korelasi antar variabel, diperoleh urutan (rank) faktorfaktor yang mempengaruhi kemandirian BKM, yaitu sebagai berikut :
1. Kepemimpinan dalam komunitas.
2. Penerimaan masyarakat terhadap misi dan strategi organisasi.
3. Sikap aparat yang membatasi diri untuk tidak mencampuri internal organisasi.
4. Bantuan dana langsung kepada masyarakat melalui BKM.
5. Aturan main yang transparan.
6.Budaya lokal yang peduli kemiskinan.
Dalam penguatan praktek kepemerintahan yang baik, agar terjadi proses transformasi kelembagaan lokal yang berkelanjutan, perlu penguatan terhadap visi strategis dan membangun komitmen antar para pelaku, selain penerapan unsur demokrasi, transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Dengan demikian diharapkan BKM yang sudah terbentuk saat ini dapat diberdayakan untuk memberikan kontribusi dalam manajemen pembangunan perkotaan, terutama mewujudkan program pembangunan kota yang terpadu dan tepat sasaran.
Untuk mencapai percepatan pencapaian tersebut masih diperlukan peran "mediator" baik dari privat sektor maupun "civil society" yang bisa membangun sinergitas antara pelaku lokal : eksekutif, legislatif dan masyarakat dalam membangun interaksi, membangun kapasitas dan membangun sumber daya atau modal organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
"Perubahan paradigma yang panting dilakukan dalam penyelenggaran pemerintahan daerah adalah adanya konsistensi pemerintah daerah terhadap pelaksanaan pembangunan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum good governance.
Berbagai karakteristik utama good governance merupakan pilar dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Efektivitas, efisiensi, dan transparansi yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah wujud akuntabilitas kinerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dan stakeholders akan meningkat apabila akuntabilitas publik dari pemerintah dapat terlaksana sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Prinsip-prinsip hukum good governance merupakan definisi yang berkaitan dengan aturan-aturan, segala proses dan tingkah laku yang mempengaruhi pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan pemerintahannya melalui berbagai aktivitas yang dilakukan oleh administrasi negara.
Dalam melaksanakan kekuasaan pemerintahannya, pemerintah bertanggung jawab terhadap program perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya, sesuai peraturan perundang-undang yang berlaku. Satu bagian program pembangunan adalah bidang pendidikan (dasar) yang telah menjadi kebijakan nasional, serta diimplementasikan pada tingkat daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Pembahasan mengenai kebijakan anggaran (APBN dan APBD) terkait dengan alokasi anggaran belanja publik dalam pembiayaan perencanaan pembangunan khususnya bidang pendidikan dasar merupakan suatu kenyataan hukum yang parlu dilakukan kajian secara sistematik dan menyeluruh dalam perspektif good governance.
Berdasarkan data yang diperoleh, kebijakan anggaran Pemerintah Kota Medan khususnya dalam bidang pendidikan maaih terdapat berbagai hambatan. Dengan pemberdayaan dan pendayagunaan kepemerintahan yang balk, Pemerintah Kota Medan dapat memanfaatan segala potensi untuk keberlangsungan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Wirdayanti
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang ?implementasi Kebijakan Konversi Desa Menjadi Kelurahan di Kota Depok Tahun 2001-2006?.
Penelitian ini penting dilakukan karena dengan berkernbangnya wilayah Depok secara sosio-administratif mengakibatkan Depok berubah status bukan lagi tergabung dalam 'wilayah Dati II Kabupaten Bogor melainkan sudah menjadi Kota. Dengan adanya peningkatan status dari kota administratif menjadi kota, maka Depok mengalami banyak perubahan yang meliputi tata kota dan tata wilayahnya. Hal ini dipertegas dengan diimplementasikannya Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 09 Tahun 2001 Tentang Konversi Desa Menjadi Kelurahan di Kota Depok, sehingga sebanyak 38 desa yang berada di 4 wilayah kecamatan di Kota Depok dikonversi menjadi kelurahan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan mempergunakan jenis penelitian deskriptif karena tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan irnplementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok. Sumber datanya adalah informan yang didukung oleh dokumen dan studi kepustakaan serta observasi langsung ke lapangan. lnstrumen penelitian meliputi peneliti sendiri dengan pedoman wawancara, dengan prosedur penelitian rnelalui wawancara dan diskusi secara mendalam. Data yang diperoleh dari lapangan akan di olah sesuai dengan kebutuhan penelitian dan akan dianalisis dengan teori yang terkait dengan penelitian.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah rnencakup konsep desentralisasi dan konsep mengenai otonomi daerah dan darah otonom, konsep mengenai desa dan kelurahan serta berbagai model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, George C Edwards III dan Merille S. Grindle.
Hasil penelitian menunjukkan faktor komuuikasi, sumber daya, sikap pelaksana dan struktur birokrasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok.
Berdasarkan temuan lapangan bahwa implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan sudah berjalan dengan baik karena tidak terdapat resistensi/ perlawanan dari pihak masyarakat, aparat perangkat desa dan aparat kelurahan. Aparatur kelurahan merupakan ujung tombak terdepan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, dari segi kuantitas jumlah pegawai kelurahan sudah cukup banyak, namun dari segi kualitas dirasakan masih kurang dan hal ini menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah Kota Depok. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan dan strategi yang diambil untuk meningkatkan kualitas aparaturya, sehingga dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya."
2007
T22427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>