Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luki Widiastuti
"Ideologi negara pada dasarnya bertujuan mengarahkan warganya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menggunakan ideologi ibuisme negara menetapkan peran perempuan dalam kehidupan keluarga yang lebih banyak dikonotasikan sebagai "Ibu". Untuk menyebarkan ideologi itu, negara memanfaatkan aparatnya diantaranya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Oleh karena sifat kepemimpinan yang hierarkis, maka TNI menciptakan subordinat melalui organisasi istri yang selanjutnya perempuan/istri prajurit menjadi subordinat dari organisasi istri. Peran istri prajurit sebagai ibu dalam lingkungan keluarga militer semakin lebih nampak dengan peran tambahan sebagai pendamping suami sekaligus sebagai anggota organisasi istri Persit Kartika Chandra Kirana.
Dengan menggunakan teori dan metode penelitian yang berperspektif perempuan, penelitian ini berusaha mengungkap kehidupan perempuan dalam budaya militer yang menganut sistem hierarki dimana lelaki sebagai penentu kebijakan baik dalam kehidupan keluarga dan dalam organisasi istri prajurit TNI-AD.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Penelitian dilakukan di Asrama Kesatuan Divisi I Kostrad Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor. Dengan subjek penelitian sebanyak sepuluh orang istri anggota prajurit TNI-AD. Suami mereka berasal dari pangkat terendah hingga tertinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan, sebagai istri anggota TNI-AD, terkooptasi: (1) kegiatan istri dalam organisasi Persit Kartika Chandra Kirana lebih banyak mengarah pada kegiatan domestik dan merupakan kondisi bagi karier suami, (2) istri berkewajiban menjaga kondisi fisik suami sebagai prajurit, (3) konsekuensi penempatan perempuan dalam struktur institusi militer menyebabkan istri berkewajiban mengutamakan rumah tangga sehingga terbatas peluang untuk mengaktualisasi diri, (4) negara dan TNI-AD memperoleh keuntungan ganda dari para istri prajurit berupa dukungan moril dan materiil, (5) dalam perjalanan sejarahnya perkembangan politik negaralah yang mempengaruhi perkembangan organisasi istri yang semula organisasi ini mandiri berubah menjadi organisasi yang bergantung pada institusi TNI-AD. Oleh karena itu, disarankan agar Persit Kartika Chandra Kirana berusaha menjadi organisasi yang mandiri.

Woman and States: Armys Wife Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) in The Wives' OrganisationAn ideology of state is basically a foundation and guideline for its citizens for their way of within the country. With `ibuism' (matriarchal) ideology, the states that the connotation of a woman's role is as a `mother' in the family. To spread this ideology, the country has used its institutions, one of which is the TNI. Because of the hierarchical nature of its leadership, the TNI creates sub-ordination through a wives' organization, and following that, the soldier's wife becomes the organization?s sub-ordinate. A soldier's wife role as a mother in a military family environment is clearer with the addition role of her husband as loyal companions and as a member of the wives' organization `Persit Kartika Chandra Kirana'.
Using research theory and methodology from a woman's perspective, this research tries to shed light on a woman's life in a military tradition that uses a hierarchical system, where the man is the decision maker in both family life and in the wives' organization of TNI-AD. This research is conducted using a qualitative approach. Data were gathered from in depth interviews and documentation study. The research was held in barracks of Infantry Division I Army Strategy Commando Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor and it?s using ten research subjects from army wives, who their husbands being from the lowest to the highest position.
The research result shows that women, as army wives are subject to cooptation: (1) a wife's activity in the Persit Kartika Chandra Kirana organization is more related to domestic activity and become the condition for husband carrier, (2) a wife is obligated to maintain her husband's physical condition, (3) as the consequence of woman's position in a military institution structure, she is obligated to give priority to family life, which imposes s on her self actualization, (4) the states and the TNI-AD obtains double benefits from a soldier's wife in term of moral and material support, (5) historically, it is the development of the states politics that has influenced the wives' organization evolution from an independent organization into an organization which is dependent on the army institution. Therefore, is it recommended that the `Persit Kartika Chandra Kirana' endeavors to become an independent organization.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T9728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelly Adelina
"Banyaknya calon legislatif (caleg) perempuan gagal masuk ke lembaga legislatif (DPR RI) merupakan kenyataan yang memrihatinkan tentang perempuan di tampuk kekuasaan dan pengambilan keputusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perjuangan caleg perempuan Indonesia menghadapi hambatan dalam partai dan sistem politik yang berlaku di negeri ini untuk menjadi anggota lembaga legislatif. Penelitian ini juga bertujuan mengungkap implikasi negatif dari UU No.31 tahun 2002 tentang parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu terhadap perjuangan caleg perempuan, serta memaparkan sikap para caleg perempuan gagal dalam memaknai hambatan dan kegagalan yang mereka hadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan dengan menerapkan teknik pengumpulan data melaiui wawancara mendalam (in-depth interview).
Temuan penelitian ini adalah: (1) parpol yang seharusnya menjadi wadah pendukung ternyata tidak berperan efektif dan cenderung menghambat para caleg perempuan dalam perjalanan dan perjuangan menuju ke lembaga legislatif; (2) UU No.31 tahun 2002 tentang parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu telah berimplikasi negatif terhadap caleg perempuan dalam upaya mereka meraih posisi di lembaga legislatif; (3) kegagalan menjadi anggota lembaga legislatif akibat hambatan dalam parpol dan sistem politik yang diberlakukan, ternyata masih bisa dimaknai secara positif oleh para caleg perempuan subjek penelitian ini. Kegagalan pada pemilu 2004 lalu tidak menyurutkan semangat mereka untuk berjuang lagi meraih posisi kekuasaan di dalam struktur kepengurusan parpol dan di lembaga legislatif pada pemilu mendatang.

There were many Indonesian woman candidates failed to legislative (parliament) was a fact that showed unlucky condition about woman in the hierarchy of power or the public policy.
This research aimed to examine the struggle or the fight of Indonesian woman for legislative candidates who faced many obstacles in the politic party and the political system which was obtained in this country to become a member of parliament. This research aimed not only uncover negative implication of constitution No.31/2002 about the politic party and constitution No.12/2003 about the general election concerning the fight of woman candidates, but also to explain about the attitude of the failed woman candidates to explain their barriers and failures. This research was based on qualitative approach with woman's perspective and applied data collecting technique by means of in-depth interview.
Finding of the research were: (1) the politic party which had to become a supporting institution exactly had not an effective role and was dispose restricting the efforts of woman candidates to gain their goal to parliament; (2) constitution No.31 /2002 about the politic party and constitution No.12/2003 about the general election had a negative implication to woman candidates; (3) the failure to become a member of parliament caused by politic party and political system apparently still could be positive meaning by woman informants of this research. The failure at the general election in 2004 had not sent down the spirit of the woman candidates to fight again and to obtain the leader position at the structure of politic party and the parliament in the next general election.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. D. Kusumaningtyas
"Alasan untuk menulis judul ini adalah karena masih kurangnya penelitian yang secara spesifik menyorot persoalan perempuan dalam dunia politik Islam, secara lebih spesifik dalam dunia kepartaian Islam di Indonesia, Tulisan ini disusun sebagai hasil analisis penelitian dari 5 partai politik Islam peserta pemilu 2004 di Indonesia dan wawancara yang dilakukan kepada 9 orang subjek penelitian yang terdiri dari politisi perempuan dari kelima partai tersebut. Kelima partai politik Islam yang dimaksud adalah PBB, PPP, PAN, PKB, dan PKS.
Terdapat 6 pertanyaan penelitian yang diharapkan dapat dijawab di akhir penelitian ini. Yaitu : (1) Bagaimanakah pandangan yang berkembang di dalam komunitas muslim mengenai perempuan berpolitik? (2) Alasan apa sajakah yang membuat para politisi perempuan ini memilih partai Islam? (3) Seperti apakah representasi perempuan di berbagai partai politik Islam di Indonesia? (4) Bagaimanakah konsep atau pencitraan perempuan yang ditawarkan oleh partai-partai politik ini berdasarkan rumusan platform dan programnya? (5) Apa dampak pencitraan tersebut terhadap berbagai agenda politik perempuan? (6) Bagaimana politisi muslim perempuan memaknai kehadiran mereka di kancah politik melalui partai-partai Islam yang dipilihnya ?
Sejumlah konsep yang membabas tentang partai politik Islam, representasi, dan politik Islam mengantarkan berbagai kajian yang dipandang dari beberapa kombinasi teori polar feminis. Representasi politik perempuan tergambarkan dalam jumlah keterwakilan perempuan di dalam partai politik di parlemen, isu-isu dan kepentingan perempuan yang terumuskan dalam agenda, platform, dan program partai; seria penghayatan pribadi subjek sebagai politik yang bertindak "atas nama" dan "untuk kepentingan" kaum perempuan dan sebagai muslim.
Dari penelitian ini, penulis menemukan bahwa terdapat 2 jenis kategorisasi partai Islam dalam merespon berbagai persoalan perempuan. Yaitu adanya partai yang merniliki sikap yang limitatif ierhadap hak-hak perempuan yang diwakili oleh partai-partai yang menyebut diri secara formal sebagai partai Islam seperti PBB, PPP, dan PKS. Selain itu juga terdapat partai-partai yang memiliki sikap liberatif terhadap hak-hak perempuan yang dalam hal ini direpresentasikan oleh partai yang bersifat lebih inklusif dalam menafsirkan pemahaman mereka tentang Islam maupun lebih dikategorikan sebagai partai yang mengandalkan basis massa Islam seperti PAN dan PKB. Dan perempuan, selalu berjuang untuk memperbaiki posisi politik maupun menyuarakan berbagai kepentingan mereka melalui strategi pemberdayaan perempuan melalui sayap-sayap organisasi yang dibentuk di dalam partai maupun mencoba menembus batas di lintas partai, tennasuk pada partai-partai yang tidak memiliki kepentingan primordial yang sama pada identitas Islam mereka.

The reason of choosing this topic is the lack of research which specifically talking about women in Islamic political world, especially in Islamic political parties in Indonesia. This study investigates Islamic political parties which participated in General Election 2004 by interviewing of 9 moslem women politicians from five Islamic parties. who become subjects of the research. Those five parties are: PBB, PPP, PAN , PKS.
There are 6 research questions that I hope will be answered at the end of the research. Those questions are : (I) how are the developing concepts in moslem community about women and politics (2) what are the reason's of Moslem women politician in choosing Islamic political parties (3) how are women represented in Islamic political parties (4) what kind of concept about "women" which are constructed by those parties through their agenda, platform and program (5) what is the impact of that to women political agenda (6) and what the moslem women politicians mean their existence in political world within the political parties they had chooses.
Several concepts which talk about Islamic political party, representation, and Islamic politics have developed several discourses that we can see from the various feminist political theories. Women political representation has been described in the amount of women representation in political parties or as parliament members, in the women issues and interest that will be implemented in the political parties' agendas, platforms, and programs. The reflection of subject as a politician that always "stand for" and "act for" both moslem and women.
From this research, the writer tries to elaborate 2 categories of Islamic political party in responding women issues. First the limitative party in responding women's rights, that are represented by the Islamic political party that call themselves as "Islamic parties" like PBB, PPP, PKS. Second, we can also find the liberalize party in responding women's rights. These kind of parties are represented by the inclusive interpretation of Islam that becomes guidance for party. We can call this type as a moslem organization based party like PAN and PKB. And in those two kinds of party, women try to advocate their interest through raising higher political position, using women's wings of the party as their strategies and engage in inter parties .women network. Including parties without primordial connection to them, in using "Islam? as a political identity.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieta Fuad
"Kepatuhan partai politik untuk menerapkan kuota perempuan 30 % di DPR RI masih merupakan suatu proses panjang dengan Pemilu 2004 sebagai titik awal. Pengertian kuota adalah penetapan jumlah tertentu, dimana kuota sebagai affirmative action diperlukan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, kliususnya lembaga legislatif, yang merupakan penentu kebijakan umum, anggaran negara, dan legislasi. Namun demikian, apakah partai-partai politik peserta Pemilu (Golkar, PDI-P dan PKB) dalam penyusunan dan pengajuan calon anggota DPR RI telah memenuhi ketentuan kuota perempuan 30%? Jika telah memenuhi ketentuan kuota perempuan 30% dalam pencalonan anggota legislatif, apakah perempuan calon anggota yang diajukan diletakkan pada urutan calon jadi? Inilah pertanyaan permasalahan yang hendak dijawab dalam penulisan tesis ini. Hal ini menarik untuk diteliti, terulama jika dikaitkan dengan dominasi budaya partriarki selama ini yang menekankan pada superioritas Iaki-laki dimana perempuan ditempatkan pada posisi inferior.
Pembahasan difokuskan pada kepatuhan Partai Golkar, PKB dan PDT-P terhadap pemberlakuan kuota perempuan 30 % bagi caleg DPR RI. Pembahasan akan antara lain akan ditinjau dari sudut pandang teori Simone de Beauvoir dan hubungannya dengan budaya patriarki, teori participatory democracy Iris Marion Young tentang ketidakadilan struktur, serta pola rekrutmen pada partai politik. Akan dianalisis sistem seleksi caleg dan penempatan nomor unit, perbandingan strategi ketiga parpol, serta pencapaian dari persebaran caleg perempuan partai Golkar, PDI-P dan PKB dalam memenuhi kuota perempuan 30% bagi caleg DPR RI. Adapun pemilihan ketiga partai sebagai objek penelitian dikarenakan ketiga partai adalah pemenang Pemilu 2004 yang meraih suara terbanyak.
Sebagai studi kualitatif, penulisan tesis ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara mendalam terhadap informan, dalam hal ini terdiri dari pengurus DPP dan anggota DPR RI dari parpol terkait, serta aktifiis perempuan. Selain itu, juga digunakan data sekunder dari berbagai literatur. Teknik analisis data penulisan tesis adalah analisis domain. Adapun perdebatan utama dalam tesis ini adalah apakah pencalonan perempuan sebagai calon anggola DPR hanya sekedar memenuhi kuota perempuan 30% tanpa memperhatikan nomor urut, dan apa sebenarnya kendala utama yang dihadapi ketiga parpol dalam upaya mendukung pemberlakuan kuota perempuan perempuan 30 % bagi caleg DPR RI.
Berdasarkan kuantitas caleg perempuan, ketiga partai sekilas terlihat sudah mempunyai political will (itikad politik), dengan banyaknya caleg perempuan dalam daftar caleg mereka. Golkar dan PDI-P mempunyai komposisi perempuan 28,3 % pada daftar caleg mereka, sementara PKB bahkan mencapai 37,6%. Namun demikian, sebagian besar caleg perempuan tersebut hanyalah menempati nomor unit bawah yang disebut banyak orang sebagai "nomor sepatu", dan akhirnya tidak jadi terpilih menjadi anggota DPR RI. Dengan kata lain, bisa dikatakan political will yang ditunjukkan oleh parpol dan pemerintah masih sebatas wacana atau basa-basi.
Adapun implikasi teoritis adalah berdasarkan teori jender dari Simone de Beauvoir. ketidaksungguhan laki-laki memberikan kesempatan lebih banyak kepada perempuan dalam dunia politik disebabkan oleh sosialisasi jender, yaitu "naskah" pembagian peran yang kita mainkan bahwa ruang publik adalah milik laki-laki, dan perempuan hanyalah di ruang domestik. Jika ditilik dari teori participatory democracy" Iris Marion Young, keadaan ini bisa dikategorikan sebagai dominasi (kaum laki-laki) dan penindasan (terhadap kaum perempuan) yang disebabkan karena ketidakadilan struktur.

The obedience of political party to apply women quota 30% at Indonesian Parliament (DPR RI), still has to go a long way. General Election 2004 is definitely not a final destination, but a starting point instead. The definition of women quota is mainly to set the certain quantity, and as an affirmative action, quota is needed to raise women representation, especially in parliament which has an important role to set public policy, nation budget, and legislation. However, are political parties involved in general election 2004 (Golkar Party, PDI-P, and PKB) have been accomplishing women quota 30% in arranging their legislative candidates? If they have fulfilled the requirement, are the women candidates placed on winnable numbers? These are predicament questions that would be answered in this thesis, based on the angle of the patriarchy culture that emphasized men superiority that place women in inferior position
The analysis will be focused on the obedience of Golkar Party, PKB, and PDI-P in complying the application of women quota 30% for legislative candidates at Indonesia Parliament (DPR RI). The analysis will be done from the angle of Simone de Beauvoir's jender theory and the connection to patriarchy culture, participatory democracy of Iris Marion Young concerning structure injustice, and recruitment pattern of political parties. Also, it will be analyzed the selection of legislative candidates and the placed number, the comparison of strategy of the three political parties, and the spread of women legislative candidates from Golkar, PDI-P and PKB in complying women quota 30% for legislative candidates at Indonesian Parliament. Moreover, the three political parties have been chosen as the research object because they are the three winners that get most votes in General Election 2004.
As a qualitative research, this thesis use primary data which is in-depth interview with informant from concerned political parties, and secondary data from various literatures. As technical data analysis is used domain analysis. The main argument in this thesis is whether or not the placement of women legislative candidates is only to fulfill women quota 30% without paying attention to the placement number? And what main barriers the three political parties face to in comply the application of women quota 30% for legislative candidates at Indonesian Parliament.
Based on the quantity of women legislative candidates, Golkar, PDI-P, and PKB has shown their political will to support the quota. Golkar and PDI-P have composition 28,3% women in their legislative candidates lists. PKB is even better with 37,6 women legislative candidates, often labeled as "shoes number, resulting they are not elected as the parliament member. Fn other words, the political will that has been shown either by political parties or government, is only a theory so far.
In addition, the theoretical implication is based on gender theory from Simone de Beauvoir. Regarding the hesitation of men to give more women more opportunities in politics is basically caused by the gender socialization. It is like a "script" that divided our role we play; public spaces are for men, while women are only placed in domestic spaces. If it is reviewed form participatory democracy from Iris Marion Young, this condition could be defined as a domination (of men) and oppression (toward women) that caused by structure injustice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Setyani
"Dengan di sahkannya Undang-Undang No 31 Tahun 200.2 tentang Partai Politik dan Undang Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dapat memperluas partisipasi politik perempuan. Salah satu sarana untuk memperluas partisipasi politik adalah melalui partai politik. Atas dasar itu penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana PERAN PARTAI POLITIK DALAM PERLUASAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL dengan tujuan untuk menggambarkan kedudukan dan peran perempuan dalam parpol dan lembaga legislatif, memberi gambaran sejauh mana parpol membuka peluang perempuan menjadi anggota legislatif dan pengurus parpol, menguraikan kendala-kendala yang dihadapi dan strategi yang digunakan untuk memperluas partisipasi politik perempuan serta melihat pengaruh terhadap ketahanan nasional.
Penelitian ini dilakukan di DPP Partai terbesar dalam Pemilu 2004, yaitu Partai Golkar, PDI-Perjuangan, PKB, PPP, Partai Demokrat, PAN dan PKS. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawaneara dengan kader perempuan partai politik, dan pengumpulan data sekunder dari studi pustaka dan data dari lembaga-lembaga yang terkait. Analisa basil penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif Hasil Penelitian. Pertama kepengurusan di partai politik masih didominasi laid-laid, sedikit sekali perempuan yang menduduki jabatan sebagai pengambil keputusan, sedangkan peran perempuan sangat besar didalam menentukan kemenangan parpol dalam pemilu 2004. Di lembaga legislatif, sebagaian besar anggota legislatif perempuan ditempatkan pada komisi-komisi yang terkait dengan bidang kesejahteraan rakyat dan mereka berperan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan dan masyarakat Kedua masih belum optimalnya partai politik memberikan peluang untuk perempuan menjadi anggota lembaga legislatif dan pengurus partai. Ketiga, kendala yang dihadapi dalam memperluas partisipasi politik perempuan adalah : a. faktor internal perempuan sendiri yaitu rendahnya kualitas dan kuantitas SDM kader perempuan, keterbatasan waktu, dan minimnya dana, b. faktor eksternal yaitu adanya keterkaitan dengan budaya patriarkhi, kurangnya kesadaran pemilih perempuan untuk memiliki wakil perempuan dan sistim peilu proporsional terbuka.
Strategi yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM perempuan, memperkuat organisasi perempuan yang ada, mengadakan hubungan lintas jaringan dengan oraganisasi perempuan diluar partai, membangun akses ke media , melakukan lobying ke para elite partai politik serta sosialisasi dan pendidikan politik ke masyarakat. Perluasan partisipasi politik perempuan melalui keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dan kepengurusan parpol, akan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari aspek ideologi, sosial, po;itik dan ekonomi yang berdampak pada peningkatan ketahanan nasional.

The enactment of Laws No. 3112002 on Political Parties and Law No. 121 2003 on General Election may enhance-women's participation in politics. One of the facilities to enlarge the political participation is through political parties. This study is aimed at understanding the ROLE OF POLITICAL PARTIES IN ENHANCING WOMEN'S PARTICIPATION IN POLITICS FOR ENHANCING THE NATIONAL RESILIENCE. It is also aimed at illustrating the position and role of women in political parties and legislative bodies, to what extent political parties open opportunities to women to become legislative members and to be engaged in the management of political parties, describing the constraints being faced and strategies used for enlarging the women's participation in politics and looking at their effects to the national resilience.
This research was conducted at the Executive Boards of biggest Parties in the 2004 General Election, namely Golkar Party, PDI-P (PDT of Struggle), PKB, PPP, Democrat Party, PAN and PKS. Interviews with female cadres of political parties are used as method for data collection and collection of secondary data from bibliographic study and data from relevant institutions. Analysis of study results uses qualitative descriptive method.Results of Research. First, the management members in political parties are still dominated by men, only a small number of women serve as decision makers, despite the fact that the women's role is highly significant to win the 2004 general election. In legislative bodies, most female legislative members are placed in commissions associated with people's welfare and they have been playing a role in struggling in the women and people's interests. Second, the political parties have not been optimal in giving the opportunities to women to become legislative members and parties' executive members. Third, the constraints faced in enhancing the women's participation in politics are: a. The internal factors of women, i.e. low quality and quantity of female cadres and human resources, time limit, and inadequate funds, b. External factors, i.e. association with patriarchic culture, inadequate awareness of female voters to have female representatives and the open proportional general election system.
The strategies used to solve such constraints are to enhance the quality and quantity of female human resources, to strengthen existing women's organizations, to organize cross-network relation with women's organizations outside parties, to build access to media, to lobby political parties' elites and to promote political socialization and education to the community. Enhancement of women's participation in politics through women's representation in legislative bodies and the executive management of political parties will pave the way for the struggle of enhancing the community's welfare in regard to ideology, social, political and economic aspects which will bring about impact upon the national resilience enhancement.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nauval Baharmus
"Penelitian ini akan membahas mengenai peran perempuan dalam berpolitik di Kuwait. Keterlibatan perempuan dalam berpolitik sudah banyak menjadi perbincangan hangat di masa kini. Saat ini banyak perempuan yang berlomba-lomba untuk menduduki pemerintahan. Walaupun, perempuan di Kuwait telah mendapatkan hak politik mereka pada 2005, tetapi terdapat ketidakstabilan dalam keterlibatan mereka di dalam berpolitik dan menduduki jabatan parlemen. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana keterlibatan perempuan dalam politik di Kuwait serta mengetahui orientasi masyarakat terhadap kandidat politik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan dengan sumber data penelitian adalah berbagai literatur seperti buku, artikel, dan jurnal. Landasan teori dalam penelitian ini adalah peran perempuan dalam politik. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pemerintahan Kuwait telah melibatkan kaum perempuan dalam bidang politik, tetapi keadaannya mereka masih kurang mewakili di parlemen. meskipun demikian perempuan Kuwait diberikan kebebasan untuk bersuara dan menyampaikan pendapatnya yang artinya mereka dapat memilih anggota perlemen. mereka juga diperbolehkan untuk mengambil alih posisi militer tertentu karena undang-undang kesetaraan gender yang menegaskan perlindungan hak-hak perempuan dalam berbagai situasi. Karena hal tersebut pandangan masyarakat Kuwait terhadap perempuan meningkat dengan baik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan budaya dan politik.

This research will discuss the role of women in politics in Kuwait. The involvement of women in politics has become a subject of debate, even today. Nowadays, many women are vying for government positions. Although women in Kuwait obtained their political rights in 2005, there is still instability in their involvement in politics and occupying parliamentary positions. The purpose of this study is to explain how women are involved in politics in Kuwait and to find out the orientation of society toward political candidates. The approach used in this research is a qualitative approach with the method being literature study and with the research data sources being various literature such as books, articles, and journals. The theoretical basis of this research is the role of women in politics. In this study, it was found that the government of Kuwait has involved women in politics, but their situation is unfortunately still underrepresented in parliament. Nevertheless, Kuwaiti women are given the freedom to speak and express their opinions, which means they can elect members of parliament. They are also allowed to take over certain military positions due to gender equality laws which affirm the protection of women's rights in various situations. Because of this, the views of the people of Kuwait towards women have improved greatly. This research is expected to contribute theoretically to the development of cultural and political science."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Erlyska Octaviany
"Meningkatkan jumlah perempuan di panggung politik merupakan isu yang banyak diperdebatkan sepanjang masa Pemilu tahun 2004 ini terutama menjelang Pemilu 5 April 2004 yang lalu untuk memilih calon legislatif. Inti perdebatan terfokus pada masalah kemampuan perempuan dalam berpolitik dan tidak terpenuhinya kuota 30 %.
Partisipasi perempuan dalam dunia politik masih kurang terwakili. Hal ini disebabkan bukan karena kecilnya represcntasi kaum wanita tetapi karena lambatnya proses perubahan. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa keikutsertakan kaum perempuan di kancah dunia politik akan membahwa dampak buruk yaitu ketidakstabilan dalam keluarga sehingga kaum pria enggan untuk memberikan tempat bagi wanita di dunia politik
Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana (discourse practice) dan praktik sosial budaya (sociocultural practise). Selanjutnya analisis teks yang digunakan berdasar teori Pan dan Konsicki.
Hasilnya dari frame yang ditemukan bahwa Metro TV, stasiun televisi yang mengukuhkan diri sebagai Election Channel menonjolkan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik perlu mendapatkan perhatian lebih. Sanyak caleg perempuan yang berkualitas dengan visi dan misi yang jelas harus terhadang dengan kendala-kendala yang disebabkan oleh budaya patriaki.
Penelitian ini juga memakai paradigma kritis. Dalam ilmu komunikasi dan kajian media, paradigma kritis sering dipakai dalam penelitian terutama dalam mengungkapkan bagaimana suatu teks muncul di masyarakat. Di dalam paradigma kritis terdapat cultural study, the critical theory. feminism, reception theory dan semiotic. Data ideologi sendiri merupakan kata yang penting dalam teori kritis. Definisi ideologi adalah sekelompok ide yang menjadi struktur dasar sebuah grup, sebuah sistim representasi bagaiman suatu grup atau individual melihat keadaan di sekelilingnya. Produksi teks yang diteliti mencerminkan bagaimana ideologi pengelola Metro TV yang berfungsi sebagai perpanjagnan tangan dari sekelompok pemegang kckuasaan. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka.

The main issue in 2004 election, especially in the upcoming of the last . July 5th, 2004 legislative candidate election was how to increase the number of women in politics. The debates were focused on the women's performance in politics and unfulfilled quota of 30%.
Women's participation in political world is still not well represented, not because of the small number of representation, but merely in view of the fact that changing the opinion that women's participation in politics will bring instability in their family's life. That is the reason why men are not eager to give place to women in political world.
As a qualitative research with crisis perspective, this thesis will use critical discourse analysis (CDA) from Norman Fairclough. This theory combines three dimensions in communicative events which are text, discourse practice and sociocultural practice. Next, the text analysis that will be use is based on Pan and Konsicki theory.
The result from the frame the has been discovered by Metro TV, TV station that proclaimed as the Election Channel, was women's representation in politics needs more attention, since many women candidates the have a quality vision and a clear mission stumbled by patriarchal culture.
This research was also using a critical paradigm, in communication science and media presenting is use to discover how a text emerge in society. Inside critical' paradigm there are cultural study, the critical theory, feminism, reception theory and semiotic. The word ideology it self is an important word in critical theory. Definition of ideology is a group of ideas that become a base of a group, a representing system or how a group or individual see their surrounding. The researched on the text production reflects on how Metro TV ideology functions as the helping hand from the people in power, so they would not go against their interest."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryati
"PKS memiliki dua (karakter) yang sangat menonjolkan aspek keagamaannya. Dua tersebut ialah (1) paradigma hubungan agama dan negara yang dianut adalah hubungan yang tidak terpisahkan. PKS menganggap bahwa antara agama dan negara tidak boleh ada pemisahan. Keduanya saling terintegrasi (integrated) dan (2) idealisme politik sangat terasa keberadaannya. Idealisme politik ini merupakan implementasi dari nilai-nilai agama Islam yang menjadi landasan filosofis mereka.
Teori konstruksi sosial Berger yang melihat agama sebagai realitas sosial ini dijadikan pijakan teoritik dalam penelitian. Melalui sosialisasi yang berjalan menurut tiga momentum maka agama sebagai realitas sosial dikonstruksikan. Tiga momentum atau langkah tersebut ialah: eksternalisasi, obyektifikasi, dan internalisasi. Eksternalisasi ialah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mental. Setelah mengalami proses eksternalisasi berikutnya terjadi obyektivikasi yaitu disandangnya produk-produk aktivitas itu (baik fisik maupun mental), suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya semula, dalam bentuk suatu kefaktaan (faktisitas) yang eksternal terhadap, dan lain dari para produsen itu sendiri. Pada akhirnya seorang manusia akan mengalami proses berikutnya yaitu internalisasi di mana terjadi perasaan kembali atas realitas yang telah dialami oleh manusia tersebut. Realitas yang telah diserap selanjutnya ditransformasikan sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif. Dalam proses internalisasi inilah maka manusia menjadi produk masyarakat.
Proses internalisasi nilai-nilai agama ini merupakan konstruk Islam yang dibangun oleh PKS. Konstruksi Islam yang demikian membuat para simpatisan PKS mengalami obyektivikasi yang ditandai dengan adanya karakteristik pribadi Islam, yang dalam teori Berger disebut memiliki struktur sosial baru yang berbeda dengan karakteristik pribadi mereka sebelum mengikuti kegiatan Pos Keluarga KeadiIan. Setelah melewati proses internalisasi dan obyektifikasi, sosialisasi nilai-nilai agama akan memasuki tahap baru yaitu eksternalisasi. Sebagai manifestasi dari proses eksternalisasi adalah upaya membangun konstruksi sosial yang sesuai dengan nilai-nilai agama yang telah terinternalisasi dalam diri. Di dalam PKS perubahan karakteristik individu menjadi karakteristik pribadi Islam diharapkan akan membawa perubahan dan perbaikan pada masyarakat di mana individu tersebut tinggal.
Pertanyaan tentang apakah terjadi hubungan di antara pemahaman nilai-nilai agama -yang merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai agama- dengan tingkat partisipasi politik perempuan seperti yang banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah dapat juga terjadi di Kecamatan Kebayoran Lama yang dipilih sebagai lokasi penelitian. Bagaimana signifikansi sosialisasi nilai-nilai agama yang dimiliki oleh para politisi perempuan yang terlibat dalam partai politik (dalam hal ini PKS DPC Kecamatan Kebayoran Lama) berperan penting dalam menentukan tingkat partisipasi politik mereka. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inilah maka penelitian sosial berbasis pada metodologi ilmiah perlu dilakukan.
Studi ini berhasil memperlihatkan dua temuan utarna menyangkut perilaku politik perempuan. Pertama, studi ini memperlihatkan bahwa sosialisasi nilai-nilai agama yang dilakukan oleh partai politik temyata tidak terlalu efektif untuk mendongkrak perilaku partisipasi politik. Dalam studi ini model sosialisasi nilai-nilai agama yang sudah lama tidak dilakukan oleh institusi politik formal seperti partai politik membuat masyarakat enggan untuk melakukan partisipasi politik di luar kegiatan pemilihan umum. Kalangan perempuan yang terpinggirkan dari aktivitas politik sejak masa Orde Baru tidak dapat meningkatkan partisipasi politiknya walaupun diberikan stimuli politik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Salsabila
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran perempuan di dunia politik yang berdampak pada perubahan sosial budaya di Yordania. Perempuan di Yordania masih relatif sedikit dalam keterlibatan di dunia politik, padahal gerakan feminisme dan kesetaraan gender sudah ada sejak 1974. Pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana peran perempuan di dunia politik berpengaruh dalam perubahan sosial Budaya di Yordania. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi pustaka dan teknik wawancara jarak jauh dengan seorang perempuan Yordania. Peneliti menggunakan Teori Feminisme Islam dan Teori Partisipasi Politik. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa, keterlibatan perempuan di dalam politik di Yordania memang masih relatif rendah, namun telah memberikan dampak signifikan di dalam perubahan sosial budaya. Hal tersebut nampak dari meningkatnya jumlah perempuan terdidik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kesadaran perempuan untuk dilibatkan lebih lebih luas di dunia politik. Keterlibatan perempuan di dunia politik juga penting untuk membangun kesadaran perempuan-perempuan Yordania untuk lebih mandiri dan lebih percaya kepada kemampuan mereka sendiri, sehingga dapat turut serta dalam berbagai aktivitas di dunia publik. Namun, perjuangan untuk meningkatkan keterlibatan perempuan di dunia politik masih mendapat tantangan dari norma budaya dan masyarakat Yordania yang patriaki.

This study aims to analyze the role of women in the world of politics which has an impact on socio-cultural changes in Jordan. Women in Jordan are still relatively few involved in politics, even though the feminist movement and gender equality have existed since 1974. The question raised in this research is how the role of women in politics influences socio-cultural changes in Jordan. The method used is a qualitative method with literature study and remote interview techniques with a Jordanian woman. This study uses Islamic Feminist Theory and Political Participation Theory. The results of this study conclude that, women's involvement in politics in Jordan is still relatively low, but has had a significant impact on socio-cultural changes. This can be seen from the increasing number of educated women which in turn has increased women's awareness to be involved more broadly in the world of politics. The involvement of women in the world of politics is also important to build the awareness of Jordanian women to be more independent and have more confidence in their own abilities, so they can participate in various activities in the public world. However, the struggle to increase women's involvement in politics is still being challenged by cultural norms and Jordan's patriarchal society."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninip Hanifah Kadir
"Penafsiran tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam masih menjadi wacana yang sering diperdebatkan karena termasuk wilayah khilafiyah dan ijtihadiyah. Penafsiran yang ada masih memperlihatkan bias gender. Pemahaman penafsiran ini berpengaruh pada etika sosial di kalangan umat Islam khususnya dan masyarakat luas umumnya sehingga berdampak pada peran dan kedudukan perempuan, Agar penafsiran tentang kepemimpinan tidak bias gender, perlu diadakan pemberdayaan perempuan melalui para mubaligah. Merekalah penyampai ajaran-ajaran Islam kepada umatnya. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian tentang mubaligah untuk mengetahui pemahaman mereka tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, kemudian dianalisis dengan perspektif gender untuk memperlihatkan pemahaman mubaligah tentang relasi perempuan dan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman mubaligah tentang kepemimpinan perempuan bervariasi karena latar belakang pendidikan agama yang berbeda. Hanya sebagian menyetujui kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga dan dalam negara (sebagai presiden). Namun seluruhnya menyetujui kepemimpinan perempuan dalam masyarakat pada tatanan yang lebih rendah (bukan sebagai presiden). Mereka yang mengikuti feminisme modern mengakui kesetaraan gender, sedangkan yang dipengaruhi mufasir tradisional tidak mengakuinya.

The interpretation of women's leadership in Islam often becomes a debate. It is regarded as a polemic and an exercise of judgment on the basis of the Qur'an and the sunnah. Today's interpretation tends to be gender biased. The understanding of the interpretation influences social ethics, especially for Moslems, and generally for the whole society. It gives an impact on the role and status of women. To decrease the gender bias, women empowerment via mubaligahs (women preachers) is badly needed. It is due to the fact that mubaligahs are persons in charge of transferring Islam teaching to their followers. Consequently, we need a research about the mubaligahs. The research was conducted by using qualitative approach with women's perspective. The data were collected with in-depth interview. Gender-based analysis was used to probe mubaligah's understanding into the relation of women and men. The result reveals that the understanding of mubaligahs is varied because their religious educational background is different. Only some of them acknowledged and the other disagreed with the women's leadership in the family as well as in the society (as president). On the contrary, all of them legitimized with the women's leadership in the society on the lower level (not as president). Some of them approved gender equality (following the concept of modern-Islamic feminism), and the other disapproved (being influenced by the traditional-Islamic interpreter)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>