Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sudarmoyo
"Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi di pertengahan tahun 1997, memberikan pelajaran amat berharga bagi bangsa Indonesia. Pelajaran ini merupakan modal dalam membenahi sistem perekonomian yang ada selama ini. Salah satu pembenahan yang dilakukan adalah di sektor perbankan, dengan melakukan merger bank-bank yang sakit.
Terdapat beberapa permasalahan dalam merger bank yang menyangkut Pajak Penghasilannya antara lain menyangkut : peraturan perpajakan yang ada, kebijakan perpajakan, pelaksanaan peraturan, dan upaya tax planning yang dilakukan. Pembahasan atas permasalahan ini difokuskan pada kasus merger Bank Mandiri.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan antara lain : Mempelajari implikasi peraturan PPh terhadap terjadinya proses merger ; Mempelajari dan menganaiisis unsur kepastian hukum pada peraturan pajak penghasilan; Membandingkan peraturan-peraturan perpajakan yang ada dengan praktek di lapangan dan pengaruhnya terhadap motivasi merger dan revenue kas negara; Mempelajari pelaksanaan merger di Bank Mandiri yang dikaitkan dengan peraturan PPh yang berlaku ; dan meneliti proses tax planning yang ada pada merger Bank Mandiri.
Pada Merger Bank Mandiri terdapat proses pengalihan asset dari keempat bank bergabung menjadi asset Bank Mandiri. Pengalihan asset ini bisa merupakan peristiwa kena pajak apabila muncul penghasilan yang menurut UU PPh merupakan Objek Pajak. Namun demikian sudah merupakan teori yang umum bahwa merger yang merupakan penyatuan kepemilikan merupakan peristiwa merger yang bebas pajak penghasilan, karena tidak muncul penghasilan pada proses pengalihan asetnya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis. Data-data yang dikumpulkan dengan bersandarkan pada studi pustaka dan observasi lapangan. Kemudian penelitian juga dilakukan atas dasar artikel-artikel dan berita-berita di media masa juga melalui ketentuan-ketentuan perpajakannya.
Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain bahwa merger Bank Mandiri menggunakan metode penyatuan kepentingan sehingga bebas pajak dilihat dari sisi pajak penghasilan, bahwa pajak penghasilan atas merger bank relatif tidak berdampak secara signifikan terhadap motivasi untuk melakukan merger, bahwa peraturan perpajakan masih bersifat umum sehingga disarankan dibuat Iebih Iengkap dan rinci supaya lebih memberikan kepastian hukum."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puryanto
"Transaksi merger dan akuisisi pada umumnya merupakan strategi untuk pengembangan dan pertumbuhan, menyehatkan perusahaan dan meningkatkan sinergi baru, namun demikian atas penggabungan, peleburan dan pemekaran badan usaha tersebut juga mempunyai dampak pengenaan pajak.
Pokok permasalahan yang timbul dalam merger dan akuisisi adalah apakah perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi sudah seharusnya dikenakan Pajak Penghasilan. Pokok permasalahan tersebut dapat dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan, apakah berdasarkan substansi ekonomi ada penghasilan untuk perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi, bagaimana ketentuan-ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia yang merger dan akuisisi, apakah perlakuan Pajak Penghasilan yang berlaku di Indonesia sudah tepat berdasarkan sistem pajak penghasilan Indonesia, apakah ada penyempurnaan yang dapat dilakukan atas perlakuan Pajak Penghasilan terhadap merger dan akuisisi.
Apakah transaksi merger dan akuisisi merupakan salah satu transaksi yang akan menambah kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsikan atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang kemudian dapat dikenakan pajak penghasilan.
Sebagaimana tulisan Boatsman, Griffin, Vickrey, Williams, yang mengatakan bahwa transaksi pengalihan harta dimana pemegang saham tidak kehilangan posisi kepemilikannya, penggabungan tersebut tidak melibatkan penjualan kepada perusahaan lainnya, hal ini bukan transaksi penjualan atau pembelian.
Kalau suatu badan usaha bergabung dengan badan usaha lain maka penggabungan badan usaha itu mengakibatkan pemindahan harta dari badan usaha yang satu kepada badan usaha yang melanjutkannya. Pemindahan harta itu apabila terjadi pada suatu tanggal dimana harga harta yang dipindahkan lebih tinggi dari pada harga perolehannya, maka selisih harta itu merupakan tambahan kemampuan ekonomis.
Metode penelitian yang disesuaikan dengan permasalahan dan jenis tipe penelitian, penelitian lapangan dilakukan dengan jalan wawancara kepada pejabat yang berwenang sebagai pelaksana pemungutan pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak, para Konsultan Pajak dan salah satu Wajib Pajak yang melakukan penggabungan badan usaha bertujuan untuk meneliti dan menguraikan substansi ekonomi ada tidaknya penghasilan dalam transaksi merger dan akuisisi.
Hasil temuan wawancara dengan Konsultan Pajak, Wajib Pajak yang melakukan penggabungan badan usaha dalam transaksi penggabungan, peleburan dan pemekaran badan usaha dalam pelaksanaan pengenaan pajaknya tidak melihat substansi ekonomisnya, dalam transaksi penggabungan, peleburan dan pemekaran badan usaha tidak selalu merupakan transaksi penjualan sehingga tida ada laba atau rugi.
Dalam analisis yang penulis lakukan, bahwa penggabungan badan usaha yang dilakukan PT ABC dengan PT XYZ mengakibatkan terjadinya tambahan kemampuan ekonomis yang sudah selayaknya dikenakan pajak. Dalam perlakuan pelaksanaanya untuk mendorong perekonomian, kebijakan pemerintah memberikan fasilitas bebas pajak yaitu diperbolehkannya penggunaan nilai buku sebagai dasar pengalihan harta dalam transaksi penggabungan, peleburan dan pemekaran badan usaha sehingga laba atas pengalihan harta yang diperoleh PT XYZ dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan karena telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam SE-231PJ.4211999 tanggal 27 Mei 1999.
Dalam penulisan tesis ini, penulis simpulkan dan sarankan bahwa transaksi penggabungan, peleburan dan pemekaran badan usaha merupakan transaksi kena pajak dan bagi Wajib Pajak yang belum memahanu atas tambahan kemampuan ekonomis dalam transaksi penggabungan, peleburan dan pemekaran badan usaha agar dilakukan sosialisasi dengan jalan mengadakan seminar atau penyuluhan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fatha Permana
"ABSTRAK
Tesis ini membahas analisa perlakuan pajak penghasilan atas rencana merger dan akuisisi dalam kaitannya dengan langkah-langkah dalam merger dan akuisisi. Dikaji mengenai bentuk dan langkah dalam merger dan akuisisi yang dapat diterapkan oleh perusahaan yang berdomisili di kawasan perdagangan bebas Batam dan Bintan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa alternatif merger dengan menggunakan nilai buku yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak akan memberikan efisiensi atas pajak penghasilan dibandingkan dengan alternatif akuisisi karena perusahaan dapat terhindar dari adanya pajak penghasilan capital gain atas harta perusahaan yang dialihkan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan memaparkan informasi mengenai suatu permasalahan, wawancara narasumber ahli, dan analisa kualitatif dengan acuan literatur dan ketentuan yang berlaku.

ABSTRACT
The focus of this study is to analyze the income tax treatment for merger and acquisition in relation with the steps for merger and acquisition. Will be analyzed the model and steps in merger and acquisition that can be applied by companies domiciled in the Batam and Bintan free trade zone. The research concludes that the alternative merger using book value as approved by the Director General of Taxation will provide income tax efficiency compared to the acquisition alternative because the company can be prevented from the income tax due on capital gain on assets transferred. The study is conducted in analytical descriptive in order to explain related information by interviewing the expert and perform qualitative analysis from related literature and regulations."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T55449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"Selaras dengan perputaran mesin perekonomian. perkembangan perekonomian suatu negara sangat berpengaruh terhadap ragam atau jenis penghasilan. Satu diantaranya berasal dari harta yang dialihkan, yang dapat menghasilkan keuntungan berupa capital gains. Sebagai suatu jenis penghasilan, capital gains telah lama dikenakan pajak di Indonesia, yaitu sejak berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Ord. PPs 1925). Dari penelitian yang dilakukan oleh Richard A Musgrave dan Peggy B Musgrave menunjukkan bahwa perlakuan pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari capital gains sangat kontroversial. Untuk itu penyusun hendak mengkaji sejauh mana kontroversi pengenaan Pajak Penghasilan atas capital gains di Indonesia.
Dari penelusuran yang penyusun lakukan, terdapat tiga masalah pokok yaitu (1) apakah masih perlu memberikan penegasan mengenai pengertian capital gains dalam peraturan perpajakan Indonesia, (2) apakah pengenaan pajak atas capital gains di Indonesia sudah sesuai dengan prinsip pemungulan pajak. dan (3) apakah pengenaan pajak yang berbeda-beda terhadap capital gains memberi pengaruh yang cukup berarti terhadap transaksi atas harta.
Untuk menjawab masalah pokok tersebut, penyusun melakukan penelitian melalui kajian pustaka terhadap berbagai literatur baik dalam bentuk buku, artikel dan lainnya yang behubungan dengan teori pajak pada umumnya dan pajak atas capital gains pada khususnya. Penyusun juga melakukan pengkajian berdasarkan peraturan di berbagai negara mengenai pengenaan pajak atas capital gains.
Dari pengkajian, analisis dan pembahasan yang penyusun lakukan diperoleh kesimpulan bahwa (1) masih perlu memberikan penegasan pengertian capital-gains dalam peraturan perpajakan Indonesia. Juga capital assets perlu dihedakan sebagai short-term capital assets dan long-term capital assets; (2) pengenaan dan pemungutan pajak atas capital gains di Indonesia secara teoretis memenuhi prinsip perpajakan yang baik, dan (3) adanya pengenan pajak yang berbeda-beda terhadap capital gains ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi transaksi yang berhubungan dengan ohjek capital gains yaitu harta (capital assets).
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, penyusun memberikan saran (1) agar pengertian capital gains diperluas di dalam UU Pajak Penghasilan sehingga mencakup keuntungan yang diperoleh dari pengalihan atau pertukaran asset dan juga melakukan pembedaan atas jenis harta antara short-term capital assets dan long-term capital assets; dan (2) pengenaan pajak capital gains sehaiknya dibedakan dengan penghasilan biasa lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Rosliana Tetty
"Sistem perpajakan hendaknya didasari oleh azas-azas perpajakan dalam pelaksanaannya, sehingga tidak menimbulkan perlawanan dari masyarakat. Azas-azas perpajakan yang disarankan para ahli antara lain equity, convenience, certainty dan economy. Dari azas-azas tersebut yang sering menjadi persoalan adalah azas keadilan karena keadilan sendiri mengandung pertentangan, dalam arti adil bagi seseorang belum tentu adil bagi yang lain.
Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan Multilevel Marketing (MLM). Sampai saat ini masih banyak perbedaan pandangan antara wajib pajak dalam hal ini perusahaan dan distributor yang melakukan kegiatan Multilevel Marketing dengan Direktorat Perpajakan. Perbedaan pandangan menyangkut rasa keadilan yang menurut Wajib Pajak tidak ada karena pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan bruto, padahal ada biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan MLM.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif artinya penelitian ini tidak menghubungkan variabel satu dengan variabel lain, hanya memberikan gambaran mengenai pokok permasalahan yang diajukan. Data diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan Multilevel Marketing, Pejabat Direktorat PPh Direktorat Jenderal Pajak dan kuesioner bagi distributor yang melakukan kegiatan Multilevel Marketing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh distributor Multilevel Marketing memenuhi hakekat ekonomi untuk dikenakan pajak Penghasilan Pasal 21. Mekanisme yang digunakan dalam memungut pajak adalah melalui perusahaan Multilevel Marketing yang paling mengetahui bagaimana jaringan bisnis distributor beserta groupnya. Ketentuan Perpajakan yang mengatur pengenaan PPh Pasal 21 atas Penghasilan dari kegiatan Multilevel Marketing telah memberikan kepastian hukum.
Saran yang bisa diberikan setelah dilakukan analisis adalah memberikan pengurangan berupa biaya jabatan kepada distributor MLM dan mengintensifkan pemungutan PPh badan bagi Perusahaan MLM dan bagi distributor yang sudah mencapai PTKP tetapi belum memiliki NPWP agar diefektifkan dengan menghimbau agar memiliki NPWP atau secara Jabatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Wartiningsih
"Krisis ekonomi melanda perekonomian negara, sehingga pemerintah memerlukan pembiayaan yang cukup tinggi khususnya dalam melunasi hutang luar negeri, berarti diperlukan penerimaan dari sektor pajak yang cukup banyak. Penerimaan pajak atas penghasilan dari artis sinetron masih belum optimal, karena penerapan tarif yang masih rendah dan masih rendahnya kepatuhan para artis sinetron dalam kepemilikan NPWP dan pelaporan pajak penghasilannya, sehin g a pokok permasalahan di sini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan pajak atas penghasilan artis sinetron, dan bagaimana hambatan-hantbatan untuk mendapatkan penerimaan yang optimal itu dapat dihilangkan.
Penelitian lapangan dilakukan melalui wawancara dengan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang merumuskan kebijakan perpajakan, direksi Production House selaku pemotong pajak atas penghasilan artis sinetron, dan para artis sinetron sebagai penerima penghasilan atas honorarium yang diterima dari Production House selaku pembuat sinetron. Penelitian dokumen dilakukan, atas karya-karya ilmiah, peraturan perpajakan baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pelaksana dan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak rnaupun peraturan pelaksananya.
Supaya sistem pemungutan pajak atas penghasilan dapat mencapai hasil yang dapat membiayai belanja negara harus dibebankan secara adil kepada semua Wajib Pajak. Dan salah satu jenis penghasilan yang dikenakan pajak adalah penghasilan yang diperoleh karena melakukan kegiatan pribadi, dalam hal ini penghasilan artis sinetron menurut Perpajakan International dikategorikan sebagai employe income atau income from dependent personal service dan income from independent personal service atau profesional income yaitu penghasilan dari pekerjaan bebas.
Analisis pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan artis sinetron dihubungkan dengan azas-azas perpajakan yang paling mendasar adalah berdasarkan azas kepastian hukum bagi artis sinetron sangat panting artinya, karena keadilan tanpa kepastian hukum bisa tidak adit dalam penerapannya khususnya dalam hal penerapan Pasal 21 UU PPh bahwa PH sebagai pemotong pajak dapat menerapkan pemotongan pajak atas honorarium kepada pegawai tidak tetap yang bersifat Dependent Personal Service atau penghasilan berdasarkan hubungan kerja dan terhadap pegawal lepas atau Independent Personal Service. Keadilan bagi artis sinetron adalah pada saat pengenaan tarif Pasal 17, dimana artis sinetron Iangsung dipotong PPh Pasal 21 alas honorarium yang diterimanya pada saat setelah menyelesaikan satu episode tanpa dapat membebankan biaya-biaya dalam rangka memperoleh penghasilan seperti pengurangan yang diperoleh bagi pegawai tetap lainnya. Untuk kesederhanaan dalam pemungutan pajak penghasilan atas honorarium artis sinetron maka perlu adanya suatu ketentuan khusus yang mengatur mengenai tarif pemotongan pajak PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh PH selaku pemotong pajaknya, agar mudah dalam penerapan dilapangan baik yang dilakukan oleh PH selaku pemotong pajak maupun artis sinetron dalam meningkatkan kepatuhan memiliki NPWP dan melaporkan pajak penghasilannya dalam SPT Pribadinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan pajak atas penghasilan artis sinetron rnempunyai peranan penting bagi penerimaan nasional, masih ada peraturan pelaksana yang kurang sesuai bagi artis sinetron sebagai pegawal tidak tetap atau karyawan lapis dari sebuah rumah produksi, dan kepatuhan artis sinetron atas kewajiban mempunyai NPWP dan melaporkan pajaknya dengan benar masih sangat rendah.
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak disarankan agar kepatuhan artis sinetron dan Production House sebagai pemotong pajak ditingkatkan melalui sosialisasi, pengawasan dari DJP. Menerapkan peraturan tentang ketentuan PPH pasal 21 dengan kombinasi tarif perkiraan penghasilan netto agar efektif dan efesien dalam pengenaan pajak atas honorarium artis sinetron dan telah mempernitungkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh artis sinetron yang tidak sama dengan pegawai tetap atau pegawai lepas yang melakukan pekerjaan bebas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Arif Primajati
"Skripsi ini membahas tentang analisis pengenaan Pajak Penghasilan terkait pembayaran Jaminan Hari Tua yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero) selaku badan yang ditunjuk pemerintah sebagai badan penyelenggara jaminan sosial ditinjau dari asas kepastian hukum serta kendala yang ditmbulkan karena diberlakukannya UU No.36 Tahun 2008, namun tidak dibarengi dengan Peraturan Pemerintah yang terkait pembayaran Jaminan Hari Tua. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian dalam penentuan dasar pengenaan pajak terkait pembayaran Jaminan Hari Tua. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan apakah dasar pengenaan Pajak Penghasilan atas pembayaran Jaminan Hari Tua yang dibayarkan oleh PT Jamsotek berdasarkan PP 149 Tahun 2000, masih sesuai dengan asas kepastian hukum. Selain itu juga Untuk menjelaskan kendala yang dihadapi serta langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Jamsostek. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah No. 149 Tahun 2000 tentang Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua masih sesuai dengan Asas Kepastian Hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap yang dapat dijadikan dasar pengenaan pajak penghasilan atas pembayaran Jaminan hari Tua yang dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero), serta kendala-kendala yang dihadapi oleh PT. Jamsostek Persero adalah tidak adanya kepastian aturan yang mengatur tentang pengenaan Pajak Penghasilan atas pembayaran Jaminan Hari Tua saat awal mula diberlakukan Undang-Undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008, namun kendala tersebut dapat diselesaikan oleh PT Jamsostek Persero

This thesis deals with analysis related to the imposition of income tax payments Old Aged Benefits by PT Jamsostek (Persero) as a government-appointed bodies as providers of social security agencies in terms of the principle of legal certainty and the constraints that ditmbulkan since enactment in 2008 of Law Number 36 Year, but not accompanied by the relevant government regulation Old Days Security payments. This has resulted in uncertainty in determining the tax base related to the Old Days Security payments. The objective is to clarify whether income tax base for the payment of Old Aged Benefits paid by PT Jamsotek based PP 149 of 2000, still in accordance with the principle of legal certainty. It is also to explain the constraints faced and the steps carried out by PT Jamsostek. This study was a descriptive qualitative research. Based on the research results can be stated that the Government Regulation no. 149 of 2000 on revenue of Severance Money, Money Ransom Pensions, and Benefits or Old Aged Benefits is still in accordance with the Principle of Legal Certainty and have permanent legal force which may form the basis of income tax for the payment of Old Aged Benefits made by PT. Jamsostek (Persero), and the constraints faced by PT. Jamsostek Persero is no certainty about the rules governing the imposition of income tax for the payment of Security Day at the beginning of the Old Law applied the Income Tax No. 36 of 2008, but these constraints can be solved by PT Jamsostek Persero"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10531
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darussalam
"Krisis ekonomi yang diawali dengan adanya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, telah mengakibatkan perseroan-perseroan yang beroperasi di Indonesia mengalami kesulitan keuangan yang sedemikian berat. Sudah menjadi kesepakatan umum di antara pemerintah, ekonom dan pelaku bisnis, bahwa reorganisasi akuisitif yang berupa penggabungan, peleburan dan pengambilalihan serta reorganisasi divisif yang berupa spin-off, split-off dan split-up merupakan suatu solusi terbaik bagi perseroan-perseroan untuk memecahkan problem kesulitan keuangan tersebut.
Adanya berbagai bentuk reorganisasi akuisitif dan divisif seperti tersebut di atas, hendaknya diantisipasi oleh para pembuat kebijakan perpajakan dengan merumuskan bagaimana seharusnya perlakuan Pajak Penghasilan atas reorganisasi akuisitif dan divisif. Kebijakan perlakuan Pajak Penghasilan atas reorganisasi tersebut hendaknya mengacu kepada substansi ekonominya, sehingga dapat menimbulkan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak serta tidak digunakan sebagai alat penghindaran pajak (tax avoidance).
Metode penelitian dilakukan melalui wawancara dengan beberapa pejabat pajak, Wajib Pajak dan konsultan pajak. Penelitian atas dokumen dilakukan berdasarkan hasil karya ilmiah dan ketentuan-ketentuan perpajakan baik berdasarkan Undang-undang dan ketentuan pelaksanaannya.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ketentuan PPh yang mengatur tentang reorganisasi perseroan belum mengatur secara lengkap dan menyeluruh bentuk-bentuk dari reorganisasi akuisitif dan divisif, demikian juga perlakuan-perlakuan Pajak Penghasilannya belum didasarkan atas substansi ekonomi dari reorganisasi tersebut. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan kaji ulang guna menyusun ketentuan yang mengatur secara lengkap dan menyeluruh perlakuan Pajak Penghasilan atas reorganisasi akuisitif dan divisif yang didasarkan atas substansi ekonomi masing-masing bentuk reorganisasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T1354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi
"Obyek Pajak yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan bersifat "Global Taxation" yaitu sistem pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara menjumlahkan semua jenis tambahan kemampuan ekonomis dimanapun didapat, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kemudian atas jumlah seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak.
Penghasilan yang diperoleh dari bunga yang berasal dari deposito/ tabungan, merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang merupakan obyek pajak. Namun dalam pelaksanaannya, atas penghasilan itu dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan tarif flat dan bersifat final, kecuali yang diperoleh oleh Wajib Pajak Bank. Dengan demikian menimbulkan permasalahan yaitu apakah pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan yang diperoleh Wajib Pajak selain Bank sudah sesuai dengan azas keadilan, dan bagaimana akibatnya terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dari azas keadilan, dan apakah akibatnya terhadap penghasilan kena pajak serta pajak penghasilan yang seharusnya terutang apabila tidak diberlakukan ketentuan tersebut. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis, dengan tehnik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak terkait.
Dari hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan tidak memenuhi azas keadilan, baik keadilan horisontal maupun vertikal. Selain itu ketentuan final mempunyai akibat terhadap penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan yang seharusnya terhutang. Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam Undang-undang yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur sendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
2001
T1792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Winarti
"Penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 ditargetkan sebesar 70 % dari seluruh penerimaan. Posisi ini menggantikan pinjaman luar negeri yang selama ini mendominasi sumber penerimaan dalam APBN. Oleh karena itu segala upaya untuk mencapai target tersebut harus diusahakan untuk menjamin keamanan APBN.
Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang umum dikenal adalah intensifikasi dan eksensifikasi. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih dari krisis moneter dan untuk mewujudkan sistim perpajakan yang adil, dimana semua Wajib Pajak yang berpenghasilan sama harus dikenakan pajak yang sama, maka penulis berusaha melakukan penelitian yang mendiskripsikan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak penghasilan dengan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah Wajib Pajak berhasil ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatkan penerimaan negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak Wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. Oleh karena itu ekstensifikasi yang dilakukan harus ditindak lanjuti dengan intensifikasi.
Untuk meningkatkan kinerja maka dipaparkan bagaimana National Tax Administration Jepang memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui public relation yang baik dan sosialisasi yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan kewajiban Perpajakannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>