Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103542 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafuan Rozi Soebhan
"Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami keadaan bureaumania, berupa kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi, nepotisme dan politisasi birokrasi. Birokrasi cenderung dijadikan alat status quo untuk mengkooptasi masyarakat, guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik partai dan rezim berkuasa. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai lapis tengah dan aktor public services yang netral dan adil, kenyataannya dalam beberapa kasus birokrasi malah menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi. Bertindak diskriminatif dalam pelayanan publik dan melakukan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara untuk kepentingan "partai tertentu".
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisa gejala politik dengan menjelaskan kecenderungan apa, bagaimana dan mengapa muncul gerakan yang menginginkan birokrasi di Indonesia menuju birokrasi yang netral dari afiliasi politik. Untuk itu data dikumpulkan lewat analisis dokumen berbagai media yang sudah beredar di masyarakat yang merekam aktivitas dan pendapat pelaku-pelaku gerakan tersebut. Kemudian dilakukan langkah deduksi yaitu menarik penalaran tema permasalahan dari umum ke khusus, berupa analisa terhadap perubahan paradigma dan reposisi birokrasi, serta memikirkan beberapa indikator yang bisa dipergunakan dalam membangun kondisi netralitas politik birokrasi.
Kerangka pemikiran yang melandasi tesis ini antara lain dari pemikiran legal rasional Max Weber, bureaumania Baron de Grimm, bureaucratic polity Karl D. Jackson, kepolitikan birokrasi Harold Crouch, korporatisme negara Dwight Y. King dan Manuel Kaiseipo, mobilisasi birokrasi William D. Lidlle, krisis partisipasi politik Myron Weiner, ketidakpuasan birokrasi akibat berpolitik dari Hans Antlov dan Cederroth, serta reinventing Government dan David Osborn dan Ted Gaebler.
Ada beragam bentuk gerakan netralitas politik birokrasi antara tahun 1998-1999 yang menentang politisasi birokrasi. Ada yang moderat menyatakan unitnya keluar dan KORPRI, menyatakan unitnya tidak berafiliasi dengan Golkar, ada yang menginginkan perubahan posisi birokrasi di lingkungan eksekutif dan di legislatif, Ada pernyataan kritis dari tokoh oposisi yang ingin pembubaran organisasi birokrasi (KORPRI), ada pernyataan bersikap netral dan objektif dari lembaga ilmiah non departemen. Solusi dari gerakan ini adalah pentingnya untuk membuat kebijakan dan sanksi yang mengharuskan PNS bertindak netral, disebabkan Partai Golkar dan partai yang lain akan terus berupaya untuk menggunakan jalur birokrasi untuk kemenangannya dalam pemilihan umum.
Temuan tesis ini antara lain kasus-kasus keterlibatan birokrasi di sejumlah daerah dalam pemilihan umum 1999 menunjukkan gerakan netralitas birokrasi belum mampu meminimalkan tingkat keikutsertean birokrasi dalam aktifitas mendukung partai politik tertentu. Dari 27 daerah pemilihan, hanya ada 2 daerah pemilihan yang birokrasi bertindak relatif netral. Hal ini menjadi semacam indikasi bahwa masih berlangsungnya secara terus-menerus keadaan politisasi birokrasi di Indonesia, seperti yang diramalkan teori korporatisme negara. Birokrasi di awal era reformasi masih seperti yang dulu. Keadaan Cita-cita gerakan netralitas politik birokrasi belum menjadi kenyataan pada tahun pertama reformasi di Indonesia.
Agaknya berlaku seperti apa yang dikemukakan Antlov-Cederroth dan Charles E. Lindbolm bahwa praktik birokrasi di negara-negara berkembang yang menunjukkan pemihakan birokrasi (pegawai pemerintah) pada suatu partai politik, telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dan pegawai negeri itu sendiri. Keasyikan birokrasi bermain dalam politik, pada titik tertentu, telah menghasilkan kecenderungan birokrasi yang korup, tidak efisien dan amoral. Hal ini akan menjadi perhatian kita bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bureaucracy can be perceived as personification of government be cause who undertakes the daylly tasks of government in order to realize national objectves is bureaucracy plays the key role to bring into reality the concept of good governance in the implementation of government tasks...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mas`ud Said
Malang: UMM Press, 2010
302.35 MAS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Osborne, David
Jakarta: PPM, 2000
350 OSB m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"This writing take theme/topic with complexity about prolem which classic,fundamental,but regular actual .Be said to be classic because bureaucracy organization problem was worked through since antic greek era plato and Aristoteles....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Beetham, David
Jakarta: Bumi Aksara, 1990
302.35 BEE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Bureaucracy,inside which the civil servants are,is one of important political structure in democratizion process.Tendency which has happened,during the period of New Order Government was that bureaucracy became political power machine in order to justify all government policies...."
JUILPEM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Fardiana Latief
"Penelitian ini menggambarkan bagaimana birokrasi arus utama menempatkan perempuan, lalu menjelaskan penyebab dan upaya untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan karier seluas-luasnya. Kerangka pikir menggunakan teori femininisme eksistensialis, birokrasi arus umum dan birokrasi berperspektif ferminis. Dengan pendekatan kualitatif; dan extended case method penelitian ini memperoleh data dari dua belas perempuan yang bekerja di instansi pemerintah di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi birokrasi arus utama adalah buta gender.
Dari perspektif perempuan terlihat dua ketimpangan representasi perempuan, pertama ketimpangan perempuan dalam struktur organisasi dan kedua ketimpangan representasi perempuan pada posisi yang marginal. Hal ini dilihat dari rendahnya jumlah perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri, dan ketika menjabat, masih pada posisi subordinat dengan jenis pekerjaan sebagai "pembantu" atau "pelengkap". Pengembangan karier lebih diutamakan pada laki-laki ketimbang perempuan. Upaya yang dilakukan perempuan adalah melakukan rencana kehidupannya untuk urusan karier atau keluarga secara bergantian. Oleh karena itu, perlu reformasi struktur birokrasi agar menjadi Iebih women friendly melalui kebijakan yang peka gender dan dispensasi pada perempuan dengan affirmative actions.
Women in Bureaucracy: A Study Case on Women's Carrier Development in Several Governmental InstitutionsThis study attempts to shed light on women's carrier development within mainstream bureaucracy, and seeks to identify causes and efforts to overcome obstacles women face in their carrier. Concepts of bureaucracy within mainstream paradigm as well as feminist, and feminist existentialism are employed as theoretical framework. Using qualitative approach and extended case method, data gathered from twelve subjects working in government institutions in the Province of DKI Jakarta.
Results lead to a conclusion that mainstream bureaucracy is gender blind. Tackling the results from feminist perspectives, it has been identified that women are underrepresented in organizational structure and managerial position. Carrier development path are mainly reserved for men. It is therefore recommended to start reforming the structure of bureaucracy to accommodate women's best interests by means of gender-sensitive policies as well as affirmative actions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Jaipuri
"Tesis ini berusaha mungurai permasalahan di seputar budaya birokrasi IAIN SU, khususnya masalah kebijakan. Di sini budaya dilihat sebagai sesuatu yang dibangun bersama, sehingga merupakan tatanan nilai dan norma yang dianut dalam komunitas lembaga tersebut.
IAIN SU sebagai bagaian dari birokrasi pemerintah berada di bawah kendali departemen Agama, Namun sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, kepadanya diberikan wewenang oleh pemerintah untuk menentukan sebagian kebijakan bagi operasional dan pengembangan diri. Namur meskipun ia memiliki kewenangan untuk merumuskan kebijakan sendiri, masih terdapat fenomena kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa di antara kebijakan yang ditetapkan terdapat kebijakan yang tidak dapat berjalan efektif, kebijakan yang menyebabkan terjadinya involusi dalam perkembangan kelembagaan, serta kebijakan yang kurarig berkenan di hati sebagian pegawai dan dosen.
Berbagai kondisi yang merupakan bagian dari proses kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kreatifitas dan loyalitas kerja, serta mempengaruhi efektifitas dan efisiensi jalannya birokrasi pendidikan. Hal ini akan berujung pada lemahnya produktifitas berupa output mahasiswa.
Ada keinginan pimpinan untuk membangun birokrasi IAIN dengan manajemen organisasi yang korpopratif. Namun terjebak pada keterikatan yang kuat dengan birokrasi pemerintah menyebabkan lembaga ini justru berputar di dalam birokrasi itu sendiri antara birokrasi mesin dan professional. Di sisi lain, keinginan mengakomodasi kebutuhan mahasiswa untuk menjadi pegawai purna studi turut mendorong lahirnya kebijakan yang justru involutif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albrow, Martin
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989
352.63 ALB b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>