Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179382 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Sulistyono
"Keterkaitan pers, partai politik, dan pendidikan politik dapat dilihat pada saat-saat menjelang, pada waktunya, maupun sesudah pemilihan umum dilakukan. Hal ini wajar, karena pada saat itu pers sedang "gencar-gencar"nya menginformasikan fakta dan data terutama yang menyangkut politik kepada masyarakat pembacanya. Sedang partai politik di saat yang sama melakukan kampanye (promosi) tentang dirinya kepada masyarakat luas. Keterkaitannya dengan pendidikan politik adalah ketika kedua belah pihak (pers dan partai politik) melakukan "tugasnya" tanpa diiringi dengan etika politik secara profesional. Keduanya pada saat yang bersamaan bisa saja melakukan "kolusi", sehingga menguntungkan kepada keduanya. Bila hal itu dilakukan, maka akan meniadakan sama sekali pendidikan politik.
Tesis ini membatasi waktu di sekitar pemilu 1999 yang masih merupakan era reformasi. Pada era ini sarat dengan kecenderungan semua pihak "mau menang sendiri", sehingga menafikan peran pihak lain. Pers, dalam hal ini, tidak dapat memaksakan diri untuk melakukan perannya secara bebas dengan cara "mati-matian" mendukung suatu parpol tertentu dan menyerang "habis-habisan" parpol yang lain. Begitu pun dengan parpol , tidak dapat mempengaruhi pers, sehingga pers bertindak sesuai keinginan dari parpol. Ketika hal itu dilakukan muncullah suatu pers yang partisan. Kemunculan pers partisan ini jelas tidak dapat mengembangkan pendidikan politik bagi masyarakatnya.
Oleh karena itu, studi ini ingin melihat pers partisan pada waktu pemilu 1999, pada saat masih gencarnya gerakan reformasi dilakukan di segala bidang. Keberpihakan suatu media cetak di saat itu sangat vulgar dilakukan tanpa mengindahkan etika profesionalisme. Yang lebih utama justru media massa harus sanggup melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakatnya. Dan pada akhirnya, dapat menciptakan kebebasan dan demokrasi serta demi penguatan kepada pendidikan politik masyarakat yang semakin sadar politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyadi
"ABSTRAK
Undang - undang No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan - ketentuan Pokok Pers yang mengalami 2 kali perubahan secara tegas menjamin kebebasan pers dan hak kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat konstruktif. Kehyataan menunjukkan masih adanya berbagai pembatasan, pembredelan, bahkan ancaman jiwa bagi para wartawan Indonesia.
Reaksi terhadap pembredelan majelah Tempo, Detik den Editor belum sama sekali habis, ketika teriadi peristiwa tragis yang mengejutken, yakni penganiayaan yang mengakibatkan gugurnya F. M. Syafruddin, wartawan Bernas Yogyakarta.
Studi ini berupaya mengamati pers daerah di Yogyakarta dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan kritik terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II Bantul, Yogyakarta.
Hasil pengamatan antara lain menunjukkan adanya perbedaan antara Kedaulatan Rakyat dan Bernas dalam melaksanakan fungsi kontrol / kritik tersebut. Kedaulatan Rakyat mempunyai kecenderungan berhati - hati, sedang Bernas lebih berani. Bernas nampaknya berprinsip, bahwa segala bentuk ketidakadilan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang - undangan harus dikritik, siapapun pelakunya.
Berbagai kalangan, khususnya kalangan pers hsmpir meyakini, bahwa pengsniayaan terhadap almarhum F. M. Syafruddin berkaitan dengan berita - berita tulisan almarhum yang dimuat pada harian Bernas Yogyakarta.
Implikasi teoritis penetitian Ini ialah bahwa pemahaman terhadap peranan pers di negara - negara berkembang, terutama pers daerah, tidak dapat dicapai secara penuh tanpa memperhatikan konstelasi poiitik sosial budaya yang melatarbelakanginya.
Kritik hanya membawa manfaat, manakala kedua belah pihak (pengkritik maupun yang dikritik) bersikap obyektif, dan patuh terhadap norma serta peraturan yang berlaku.
Implikasi praktisnya adalah perlunya perombakan Undang - undang tentang ketentuan - ketentuan pokok pers, penyempumaan kode etik jurnalistik. Selanjutnya diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat dan para pejabat akan arti pentingnya peranan pers pada setiap tahap perjuangan bangsa. "
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suratna
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara pers dengan Lembaga Legislatif. Bagaimana pers sebagai salah media komunikasi massa dalam era reformasi ini melakukan fungsi kontrol atas DPR-RI Bagaimana tanggapan DPR-RI terhadap pers, dan bagaimana pengelolaan manajemen Humas Sekretarait Jenderal DPR RI sebagai mediator antara pers dan DPR-RI.
Kerangka pemikiran dari penilitian ini adalah bahwa pers sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki fungsi informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial. Fungsi kontrol sosial pers ini sangat terkait dengan pelaksanaan kelembagaan pemerintahan termasuk DPR-RI. Pers dan DPR adalah merupakan sub sistem dari sistem politik, sehingga Dinamika hubungan kedua institusi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi politik yang sedang berlangsung. Reformasi telah mengubah wajah demokrasi Indonesia termasuk Pers dan DPR. Pers lebih bebas dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya sementara itu hubungan antar lembaga tinggi negara lebih ditengarai adanya parliament heavy. Adanya penguatan fungsi dua lembaga tersebut menyebabkan kedua hubungan menjadi menarik untuk diamati.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara mendalam. Wawawancara dilakukan terhadap informan yang terdiri dari anggota DPR-RI, kelompok pers dan kelompok masyarakat.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pers di era reformasi diwarnai dengan semangat kebebasan yang sangat luar biasa. Hal ini disebabkan oleh karena adanya tuntutan perkembangan demokrasi. Pers Indonesia saat ini sedang mencari jati diri. Hal ini menyebabkan pers tidak mudah untuk diatur oleh siapapun, termasuk dewan. Saat ini belum jelas bentuk pers Indonesia.
Selain itu, Pers Indonesia yang baru saja bebas dari tekanan pemerintah dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya merasa bahwa saat ini tidak ada suatu institusi yang dapat mengontrol pers. sehingga pers Indonesia saat ini merasa bebas untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Pers di era reformasi ini lebih suka menyerang siapa saja, hanya mengambil segi-segi negatif dari Dewan, dan tidak menempatkan isu tidak secara prosposional. Namun fungsi kontrol pers terhadap DPR-.RI dirasakan belum effektif. Hal ini disebabkan karena DPR di dalam era reformasi ini juga memiliki kekuasaan yang luar biasa.
Ristriksi politik yang mempengaruhi kehidupan pers, di era reformasi ini relatif sudah tidak dirasakan oleh pers. Namun Penyelesaian sengketa masyarakat dengan pers melalui lembaga peradilan yang mengacu pada KUHP, dirasakan sangat merugikan pers. Sementara ristriksi ekonomi yang berupa pertimbangan bisnis perusahaan pers mempengaruhi kebijakan redaksi.
Peran Bagian Pemberitaan dan Penerbitan (Humas) DPR RI dirasakan belum mampu membantu meningkatkan citra positif DPR-RI. Hal ini disebabkan karena kurang terbangunnya hubungan yang baik antara wartawan yang ada di DPR dengan Bagian Pemberitaan dan Penerbitan. Selain itu masih rendahnya kreatifitas Bagian Pemberitaan dan Penerbitan dalam membangun citra, lambannya kinerja staf karena mental pegawai masih diwarnai sebagai seorang birokrat, jumlah personil yang terbatas, kurang jelasnya otoritas kewenangan, serta anggaran yang belum memadai.
x + 108 halaman + Lampiran
Daftar Pustaka : 30 buku (Tahun 1971 s.d. 2003) + 2 Artikel."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hamdan Basyar
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Nabila
"Tugas akhir ini membahas mengenai media Russia Today yang telah digunakan oleh pemerintah Rusia sebagai instrumen komunikasi politiknya sejak Russia Today pertama kali berdiri di tahun 2005. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksplanatif. Penelitian ini berupaya mengkaji keterlibatan media dalam upaya Rusia untuk terlibat di dalam krisis politk Ukraina yang terjadi pada akhir tahun 2013 hingga 2014 yang akhirnya berujung pada tindakan aneksasi wilayah Crimea oleh Rusia. Dalam tulisan ini penulis menggunakan konsep komunikasi politk, teori propaganda, dan teori framing, untuk mengkaji secara mendalam dan mengindentifikasi lima temuan penting yaitu pemerintah Rusia sebagai komunikator, isu yang dibangun di dalam aneksasi sebagai pesan, Russia Today sebagai saluran atau instrumen pemerintah Rusia dalam menyebarkan pesan tersebut, audiens internal dan eksternal sebagai komuniken, dan efek yang diharapkan oleh pemerintah Rusia dari penggunaan Russia Today sebagai instrumen komunikasi politiknya.

This paper discusses about how the role of Russia Today that has been used by the Russian Government as an instrument of political communication since Russia Today established in 2005. This research uses qualitative methods. This research also examines how the involvement of the media in Russia rsquo;s efforts to engage in Ukraine's political crisis that occurred in late 2013 to 2014 that led to the annexation of Crimea by Russian Government. The Author uses the concept of political communication, propaganda theory, and framing theory to indentify five important things. First, Russian Government as Communicators. Second, issues that Russia Today built as a message. Third, Russia Today as a channel or instrument of Russian Government to spread the message. Fourth, Russia Today rsquo;s internal and external audiences as communicants. Fifth, the effect which become the aim of Russia Government to use Russia Today as its instrument of Politcal Communication."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Arifin
Jakarta: Yayasan Media Sejahtera , 1992
079.598 ANW k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fefriza Ilzar
"Euforia kebebasan pers yang berlangsung di era reformasi (pasta Orde Baru), selain memberikan angin segar bagi kehidupan demokrasi dan rakyat Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif sebagai akibat dari penyelenggaraan pers yang terlalu antusias atau berlebihan-lebihan.
Tesis ini berusaha mengkaji persoalan tersebut dengan fokus: jaminan pemerintah/negara terhadap aktivitas praktisi pers yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan pers: apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan selaras pula dengankode etik jurnalistik; implikasi kebebasan pers bagi kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan menawarkan alternatif pemikiran bagi perbaikan penyelenggraan pers di tanah air agar tidak memberikan implikasi negatif.
Untuk sampai pada tujuan tersebut digunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data: wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah informan yang berasal dari kalangan praktisi pers, pakar komunikasi, pakar psikologi sosial, politisi (anggota DPR) dan aktivis media watch dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengorganisasikan, mengkategorikan, menemukan tema dan ide-ide, dan kemudian disajikan secara deskriptif. Analisis data atas temuan-temuan di lapangan menunjukkan beberapa kesimpulan panting sebagai berikut:
Sejak pemerintahan Presiden BJ Habibie, di Indonesia berlangsung reformasi pers yang ditandai oleh kebebasan pers. Namun kebebasan tersebut masih berlangsung semu. Kebebasan pers dinodai sikap emosional crew pers dalam menurunkan berita, sehingga bermunculan berita-berita bombastis, sensasional, tendensius, provokatif, fitnah, caci maki, eksploitasi pronografi, menafikan fairness dan akurasi, sehingga pers kehilangan profesionalitas dan berjarak dengan etika jurnatistik, bahkan kerap melakukan trial by the public."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affandy Achmad
"Skripsi ini membahas tentang Dewan Pers pada masa pemerintahan Orde Baru. Dewan Pers adalah sebuah lembaga tertinggi dalam pembinaan pers di Indonesia. Lembaga tersebut dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang Pokok Pers No. 11 tahun 1966. Anggota Dewan Pers terdiri atas wakil-wakil dari kalangan pers, pemerintahan, dan masyarakat. Fungsi pembinaan dan pembuat aturan membuat lembaga tersebut mendapatkan sorotan dari kalangan pers. Hal tersebut lebih disebabkan sebagian aturan-aturan yang dibuat oleh Dewan Pers sering dijadikan alat untuk mengekang kehidupan pers. Dengan mempelajari Dewan Pers, skripsi ini juga menggambarkan pola hubungan antara pemerintah dan pers. Melalui Dewan Pers pulalah dapat terlihat bagaimana pola kebijakan propaganda yang diterapkan oleh Orde Baru. Sepanjang masa kekuasaan Orde Baru, pemerintah selalu menentukan prinsip-prinsip dan ideologi tunggal kepada setiap organisasi kenegaraan maupun organisiasi sosial masyarakat. Akan tetapi bagaimana hal tersebut dapat diterapkan pada kehidupan pers yang pada dasarnya memiliki budaya kebebasan bersuara? Di situlah Dewan Pers mengambil peran yang cukup penting. Untuk dapat mernbahas tentang Dewan Pers, maka diperlukan pembahasan tentang kehidupan pers pada zaman Orde Baru. Oleh karena skripsi ini juga mencantumkan berbagai peristiwa pembredelan yang terjadi pada periode tersebut. Reaksi Dewan Pers terhadap berbagai peristiwa pembredelan tersebut menjadi salah satu pembahasan utama dalam skripsi ini, karena berbagai aturan regulasi yang dibuat oleh Dewan Pers juga sangat berhubungan dengan berbagai peristiwa pembredelan tersebut. Situasi zaman pun turut menentukan kinerja Dewan Pers. Seperti yang terjadi pada 1980-an, pers masuk dalam era bisnis. Berbagai keputusan yang dihasilkan pun bersinggungan dengan perkembangan ekonomi pers. Sedangkan pada masa sebelumnya pendekatan keamanan terasa sangat kental sekali. Walaupun memang kedua unsur tersebut, yaitu pembangunan dan stabilitas keamanan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang menjadi dasar kebijakan sepanjang pemerintahan Orde Baru. Dewan Pers sepanjang periode Orde Baru berada dalam dilema dua kepentingan, yaitu kepentingan penguasa dan kepentingan kalangan pers. Pemerintah menginginkan Dewan Pers menjadi lembaga yang bisa digunakan untuk mengekang kehidupan pers, sedangkan kalangan pers mengharapkan lembaga tersebut menjadi jembatan jika terjadi perselisihan di antara keduanya. Dilema tersebutlah yang mewarnai kinerja Dewan Pers sepanjang periode Orde Baru, dan biasanya pemerintahlah yang menempati posisi dominan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Widarto
"Sejarah kemerdekaan pers di Indonesia dalam perkembangannya telah mengalami pasang surut yang tidak terlepas dari dinamika kehidupan politik di Indonesia. Dan hal ini pada gilirannya mempengaruhi hakekat pers bebas dan bertanggung jawab itu sendiri. Bahkan dengan digantikannya UU No. 21 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tenting Pers telah terjadi perubahan sistem pertanggungjawaban pers. Mengingat hal ini penulis berkeinginan menuangkan fenomena tersebut ke dalam suatu tulisan yang berjudul "Analisis Kritis Terhadap Perkembangan Pers bebas Dan Bertanggung Jawab Di Indonesia Pada Era Refarmasi". Penulisan ini bersifat deskritif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen, serta menggunakan metode analisis kualitatif Berdasarkan hasil analisis dapat dikemukakan di era reformasi pengawasan terhadap pers oleh pemerintah melemah dengan ditiadakannya penyensoran, pembredelan, dan SIUPP yang barhubungan langsung dengan kebebasan pers. Dan di sisi lain kode etik sebagai pencerminan pers yang bertanggung jawab yang dimiliki oleh insan pers belumlah m.erupakan bagian yang terintegral pada setiap diri insan pers. Kondisi ini diperparah dengan ketidakpahaman pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya dengan pers sebagai akibat pemberitaannya yang dirasakan merugakan, baik melalui lembaga hak jawab, melalui jalur hokum, maupun menggunakan Dewan Pets sebagai mediator. Hal inilah yang menyebabkan kemerdekaan pers di era reformasi cenderung menjadi "kebebasan pers". Sehingga, dapat dikatakan fungsi kebebasan pers di era reformasi mendahului fungsi pers yang bertanggung jawab. Perihal limitasi kebebasan nears dalam wujui.i peraturan pidana yang diatur baik di dalam KUHP dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan penceminan bahwa kebebasan pers tidaklah bersifat absolut, namun dibatasi peraturan-peraturan pidana yang harus memenuhi syarat limitatif dan syarat demokratis.
Adapun, peraturan-peraturan pidana tersebut dapat digolongkan ke dalam 6 (lima) bagian. Dan keenam peraturan pidana tersebut dapat diategorikan sebagai suatu pembatasan yang bersifat universal, karena telah sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Konvensi Internasional Tentang Kebebasan Alas Informasi. Sedangkan perihal sistem pertanggunjawaban pidana pers, telah terjadi tiga kali perubahan dengan dua sistem pertanggungjawaban pidana pers selaina ini, Diawali dengan sistem pertanggungjawaban pidana pers berdasar KUHP yang menitikberatkan pada ajaran penyertaan dan kesalahan.
Dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, maka sistem pertanggungjawaban pidana pers bersifat "air terjun/waterfalls system" yang bersifat fiktif dan suksesif. Dan akhirnya berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers sistem pertanggungjawaban pers kembali didasarkan pada KUHP yang menitikberatkan pada unsur kesalahan dan penyertaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsono Suwardi
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993
323.445 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>