Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 241171 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauzanah Fauzan El Muhammady
"Penelitian ini dilakukan di wilayah Pasar Mayestik Jakarta Selatan dan dipilih sebagai lokasi penelitian karena terdiri dari para kaum pedagang yang berasal dari berbagai multietnik yang mana sehari-harinya mereka sering melakukan kontak budaya dan telah lama berjualan secara turun-temurun serta dapat hidup berdampingan secara damai dengan pedagang lain yang berbeda budaya.
Penelitian ini berangkat dari permasalahan bagaimana tingkat kompetensi komunikasi antarbudaya kaum pedagang di Pasar Mayestik, yakni kaum pedagang yang berasal dari etnis Padang dan pedagang etnis Sunda dalam menjalani proses interaksi, dan bagaimana pengaruh budaya asli mampu mempengaruhi pengaktualisasian kompetensinya dalam menjalani aktifitas sehari-hari di Pasar Mayestik tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi gambaran secara mendalam bagaimana tingkat kemampuan atau kompetensi kaum pedagang Pasar Mayestik khususnya etnis Padang dan etnis Sunda dalam mengaktualisasikan perilaku komunikasi antarbudayanya dalam berinteraksi, dan bagaimana peran budaya asli sangat mampengaruhi perilaku komunikasinya.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan komunikasi antarbudaya dalam lingkup penelitian berupa ideographic yang mencari "a truth"(kebenaran) dari objek penelitian dan menggunakan metode kualitatf yang berupa studi kasus. Sedangkan teknik pengumpulan datanya adalah dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis yang relevan dengan judul penelitian, menggunakan teknik wawancara, dan pengamatan dalam versi aliran interaksonisme. Adapun populasi penelitian ini adalah para informan pedagang yang berasal dari etnis yang mendominasi wilayah Pasar Mayestik yakni etnis Padang dan Sunda yang dipilih berdasarkan kriteria penilaian kualitas penelitian dan paradigma konstruktivistis, di mana tingkat kualitas kebenaran (validity) dan kepercayaan (reliability) penelitian ini menggunakan dasar kriteria "trustworthiness" (tingkat nilai kepercayaan) dan "authenticity' (keaslian).
Pada proses interaksi kaum pedagang etnis Padang dan pedagang etnis Sunda di Pasar Mayestik, terlihat suatu proses komunikasi antarbudaya yang cukup potensial. Meskipun dengan latar-belakang kultur yang berbeda dan dipengaruhi oleh faktor internal (motivasi, pengetahuan, dan keterampilan) dan faktor eksternal (Situasi lingkungan, posisi tempat berdagang, dan jenis barang dagangan), namun mereka mampu mengaktualisasikan kompetensi komunikasi antarbudayanya secara efektif (effectiveness) dan layak (appropriateness) sehingga mampu secara berdampingan hidup rukun dan damai dalam menciptakan hubungan sosial antar sesama pedagang lainnya hingga dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dengan mengaktualisasikan kompetensi komunikasi antarbudaya yang mereka miliki baik itu dari segi tie affective process, the cognitive process, dan the behavioral process, maka secara tidak langsung mereka telah mampu mereduksi hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahpahaman atau konflik dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perbedaan yang timbul dari hasil hubungan interaksi yang terjadi antar sesama pedangang dengan secara baik pula.
Dan dengan kompetensi komunikasi antarbudaya tersebut mereka mampu memahami perbedaan-perbedaan yang muncul dan pertemuan berbagai kebiasaan dan perilaku yang mereka bawa dari kultur mereka masing-masing pada saat berinteraksi, dan kemudian menciptakan nuansa-nuansa baru dalam pola-pola komunikasi tertentu antar sesama mereka sehingga pola-pola tersebut dapat mereka pahami, akui, dan disepakati secara bersama-sama sehingga membentuk suatu keselarasan dalam berkomunikasi dalam menjalani aktifitas kehidupan interaksinya.

The research is performed in Pasar Mayestik area, a traditional market in South Jakarta. The merchants of Pasar Mayestik consist of multiethnic traders who have made daily cultural contact in merchandising activities for years. Although they come from different cultural background, the merchants have stayed side by side in the community.
Beside to measure the competency level of intercultural of intercultural communication between the Padangnesse and Sundanesse merchants, this research is aimed to find out the impact of original culture in competency actualization.
This is a descriptive research using intercultural communication approach in ideographic scope. Data gathering techniques case study chosen for the research are: interview and observation. The population of the research are the Pasar Mayestik merchants coming from dominant ethnics; Padangnesse and Sundanesse. These ethnics is selected based on validity and reability level using criterion "trustworthiness" and "authenticity".
Intercultural communication between Padangnesse and Sundanesse merchants in Pasar Mayestik have been running effectively. The differences between these ethnics such as internal factors (motivation, knowledge, and skills) and external factors (environment, position, and merchandising goods) can be reduced significantly so that they can form an effective communication.
By actualizing the competency of intercultural communication through the effective process, the cognitive process and the behavioral process, these merchants can prevent the potential conflict. Furthermore, they can create a unity in difersity among the merchants come from various culture in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Uus Faizal Firdaussy
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman diplomasi sains peneliti dalam suatu kolaborasi riset internasional dan bagaimana pengalaman tersebut terkait dengan model kecerdasan kultural dari Thomas 2006 dan tiga kualitas Mindfulness dari Kaufman dan Hwang 2015 . Studi Analisis Fenomenologi Interpretatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan empat informan yang terlibat dalam sebuah kolaborasi penelitian internasional yang disebut Innovative Bio-Production Indonesia atau iBioI . Data penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kerja sama riset internasional informan menghadapi tantangan dan hambatan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan budaya. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat manifestasi kecerdasan kultural pada diri informan, walau dalam taraf yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat ditelusuri dari perbedaan manifestasi komponen kualitas kecerdasan kultural, yaitu pengetahuan antarbudaya, perhatian, dan keterampilan antarbudaya pada diri informan. Studi ini juga menjelaskan pola dalam suatu kolaborasi riset yang mindful dan empat fungsi kecerdasan kultural dalam komunikasi antarbudaya dalam konteks diplomasi sains. Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini hanya mengambil data dari peneliti Indonesia dan hanya meneliti kolaborasi di bidang ilmu hayati saja. Penelitian ini telah mampu menunjukkan bukti empiris bahwa kecerdasan kultural juga dapat membantu peneliti dalam situasi antar budaya. Selain itu, penelitian ini mendukung pernyataan penelitian sebelumnya mengenai peran penting mindfulness dalam menerjemahkan pengetahuan budaya ke dalam keterampilan antarbudaya. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi panduan bagi kolaborasi penelitian internasional lainnya. Pengembangan kecerdasan kultural pada peneliti diharapkan bisa mewujudkan tujuan diplomasi sains yang membantu memperkuat hubungan antar negara.

The purpose of this article is to find out how the researcher experience science diplomacy in an international research collaboration and how the experience is linked to the cultural intelligence model from Thomas 2006 and three qualities of Mindfulness from Kaufman and Hwang 2015 . An Interpretative Phenomenological Analysis study conducted with in depth interviews with four informants involved in an international research collaboration called Innovative Bio Production Indonesia or iBioI . Research data shows that in carrying out an international research collaboration informants face the challenges and communication barriers caused by cultural differences. This study shows that there are manifestations of cultural intelligence in informants, even at various levels. This distinction can be traced from the components of cultural intelligence, i.e. Intercultural knowledge, mindfulness, and intercultural skills. This study also explains the mindful collaborative research patterns and the four functions of cultural intelligence in intercultural communication in the context of science diplomacy. The limitation of this study is to only take data from the Indonesian researchers and examine only collaboration in the field of natural science. This research has been able to show empirical evidence that cultural intelligence can also help researchers in an intercultural situation. In addition, this study supports the previous research statement on the critical role of mindfulness in translating cultural knowledge into intercultural skills. This research is also able to show the pattern of mindful collaborative research and the function of mindfulness in an international research collaboration. This research is expected to be a guide for another international research collaborations. The development of cultural intelligence on a researcher is expected to realize the goal of science diplomacy that helps strengthen the relationship between countries."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Ebyandri Mushendra
"Tesis ini sebagai wujud hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa/Kelurahan, sebagai salah satu bentuk upaya pembangunan partisipatif yang dilakukan pada Kota Sawahlunto. Latar belakang tesis ini diasumsikan kepada sejauhmana Pemerintah Kota Sawahlunto melaksanakan pembangunan yang partisipatif dan dan dukungan masyarakat dalam berpartisipasi untuk ikut serta dalam proses pembangunan untuk mensukseskan program Pemerintah dan visi kota Sawahlunto. Partisipasi masyarakat di daerah akan sangat membantu meningkatkan kemampuan Daerah Kota atau Kabupaten dalam melaksanakan otonomi daerahnya.
Paradigma pembangunan partisipatif mengedepankan upaya untuk melaksanakan pembangunan sebuah wilayah dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pada era ini partisipasi bukan lagi sebagai ancaman namun telah menjadi slogan yang menarik secara politis dan sebagai sebuah instrumen yang lebih efektif dan efisien, serta sebagai sumber investasi baru bagi pembangunan sebuah daerah. Pembangunan sebagai proses yang panjang, sejak diawali dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap pembangunan tersebut. Dalam wacana ini, masyarakat adalah objek dan sekaligus merupakan subjek dan sasaran hingga pada saat yang sama, ia merupakan unsur yang dominan dalam keikutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan.
Penelitian tesis ini dilakukan di kota Sawahlunto dengan menggunakan metode kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling dimana informan pertama dapat memberikan petunjuk tentang informasi yang tepat dan mendalam atas informan yang berikutnya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan saluran partisipasi yang diberikan dan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan daerah, sangat tergantung dari adanya goodwill pemerintah daerahnya. Bahwa dalam rangka menciptakan Good Governance diperlukan syarat antara lain responsif yang berarti cepat tanggap dan sekaligus memberikan respon positif atas aspirasi masyarakat yang berkembang. Kemudian, metode perencanaan partisipatif adalah merupakan metode yang telah disepakati dalam perencanaan pembangunan Kota Sawahlunto. Metode partisipatif dalam pembangunan kota berarti suatu upaya melibatkan langsung masyarakat yang sebelumnya hanya menjadi objek pembangunan ke perlakuan masyarakat sebagai subjek (pelaku/pelaksana) yang sekaligus juga perencana dan pemelihara pembangunan itu sendiri. Hanya saja realisasi sepenuhnya terhadap aspirasi masyarakat tidak mungkin bisa menjadi kenyataan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki sebuah daerah. Program ini sebagai salah satu upaya untuk memenuhi aspirasi pembangunan yang tumbuh dari bawah. Program ini juga didasarkan atas asumsi segala bentuk pembangunan fisik Kota Sawahlunto dalam upaya mencapai visi kota Sawahlunto 2020 menjadi kota wisata tambang yang berbudaya pada hakekatnya adalah bermuara/berlokasi di Desa/Kelurahan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tentunya terdapat beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi seperti: SDM yang kurang mendukung, kepentingan para kontraktor yang terganggu rejekinya serta hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan kegiatan program. Namun paling tidak, program yang dilaksanakan pada tahun 2001 ini telah berhasil untuk memberikan proses belajar untuk meningkatkan rasa memiliki tanggung jawab terhadap pembangunan kota dalam mencapai visi, karena masyarakat kota telah berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan hasilnya. Meningkatkan kemampuan masyarakat (mendidik masyarakat untuk belajar membuat perencanaan dan mengelola semua proses pembangunan sesuai dengan potensi/sumber daya yang tersedia). Memberikan kewenangan dan kepercayaan yang lebih luas kepada masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di wilayahnya sendiri. Pemberdayaan tenaga kerja potensial di tingkat Desa dan membantu pengurangan beban pengangguran selama program berlangsung, serta demi meningkatkan rasa kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat.
Pembangunan partisipatif yang dilaksanakan dapat dikatakan masih berorientasi partisipatif efisiensi. Partisipatif efisiensi lebih mengarah kepada kepentingan pemerintah. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang tidak sesuai dengan konsep pembangunan partisipatif Mikkelsen dimana feed back yang diharapkan adalah adanya proses belajar sebagai kegiatan pembangunan. Asumsi dari tinjauan konsep pembangunan partisipatif dapat mengkritisi program ini sebagai kegiatan eksploitasi dan mobilisasi terhadap masyarakat kota dalam suatu kegiatan pembangunan. Pemerintah Kota Sawahlunto diharapkan dapat melakukan terobosan-terobosan untuk lebih berani memberikan kesempatan dalam berbagai bentuk dan saluran partisipasi masyarakat kota."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ende Abraham Badu
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan proses perencanaan pembangunan di tingkat akar rumput (grass roof), dimana lokasi yang dipilih adalah di Desa Kekasewa Kecamatan Ndona Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur.
Secara spesifik, penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan proses perencanaan program pembangunan di lokasi penelitian dan mengidentifikasi serta menjelaskan faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.
Melalui penelitian deskriptif kualitatif, digambarkan secara lebih akurat dari pengamatan yang dilakukan secara lengkap tentang suatu gejala atau situasi sosial diantaranya melalui pengamatan dan wawancara. Beberapa informan yang dipilih adalah aparat pemerintah, lembaga masyarakat, dan warga masyarakat. Analisis dilakukan dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber dan informan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa:
1) penerapan prinsip-prinsip partisipatoris dalam proses perencanaan program pembangunan di Desa Kekasewa dapat dikatakan berjalan meskipun tidak mengikuti sepenuhnya prinsip-prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat,
2) proses perencanaan program pembangunan di Desa Kekasewa telah dilakukan proses perencanaan program pembangunan yang partisipatoris, yang langkah-langkahnya meliputi: tinjauan keadaan atau review situasi, identifikasi kebutuhan ke depan, identifikasi ketersediaan sumberdaya, dan penyepakatan rencana.
Disamping itu, hasil yang dapat dicatat dari lapangan menunjukkan bahwa dari empat faktor pokok yang mempengaruhi proses perencanaan partisipatoris di lokasi penelitian, dua faktor diantaranya (adanya rasa saling percaya dan kesepakatan yang demokratis) terbukti merupakan faktor pendukung dalam proses perencanaan program/kegiatan pembangunan. Sedangkan untuk dua faktor lainnya (profesionalisme sumberdaya manusia dan pemahaman terhadap persoalan pembangunan sendiri) secara umum belum memperlihatkan perannya dalam mendukung kelancaran proses perencanaan program pembangunan, dan justru (saat ini) menjadi penghambat proses perencanaan.
Terhadap hasil penelitian di atas beberapa hal panting yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah:
1) mempertahankan proses perencanaan yang ada karena secara esensial sudah memenuhi prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Kalaupun harus ada langkah perbaikan, disarankan untuk mempertajam dan mempertegas fungsi dan peran forum Musbangdus dan Musbangdes sebagai wahana penyaringan/seleksi dengan menerapkan skala prioritas,
2) mempertimbangkan fungsi Musbangdus dan Musbangdes sebagai sarana atau media sosialisasi bagi usulan rencana yang ada baik yang diusulkan oleh warga maupun usulan rencana yang sektoral,
3) memanfaatkan lembaga adat melalui kesepakatan bersama dengan pemerintah desa untuk menanamkan nilai yang relevan kepada seluruh warga masyarakat untuk lebih perhatan terhadap masalah waktu, misalnya melalui wora nau yang disampaikan oleh para mosafaki sehari sebelum hari pertemuan, dan
4) peningkatan kesadaran melalui pelatihan in situ berkenaan dengan survei swadaya pengenalan potensi atau bentuk-bentuk participatory rural appraisal (PRA) lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpi Mukhdor
"Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengeloalan Sumber Daya Perikanan (Co-Fish Project) Riau, dari visi dan misinya merupakan program untuk memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Upaya ini dilakukan dengan anggapan dasar bahwa pada dasarnya setiap orang tersebut memiliki kelebihan dan mampu untuk dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan usaha alternatif untuk mengurangi ketergantungan masyarakat dan sumber daya laut yang potensi lestarinya semakin terbatas. Usaha alternatif ini merupakan usulan dari masyarakat sendiri yang kemudian dilakukan studi kelayakan oleh proyek untuk pengembangannya. Dengan proyek ini berarti merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan dan memberdayakannya.
Visi dan misi pemberdayaan yang di emban Co-Fish Project ini merupakan program nyata yang ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi aktor utama dari proyek itu, dari kenyataan ini muncul pertanyaan mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat, dan alternatif pemecahannya, proses pemberdayaan masyarakat oleh proyek serta sejauh mana proyek ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Desa Meskom Kecamatan Bengkalis. 2) Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk proses pemberdayaan yang telah dijalankan selama ini terhadap masyarakat Pesisir di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis dalam upaya pemenuhan kebutuhan ekonominya. Serta 3) Mendeskripsikan dan melihat manfaat dari Proyek Pembangunanan Pantai dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Riau dalam Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode kualitatif dengan tujuan mampu melihat permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat serta mendiskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang dilakukan proyek serta melihat manfaat dari proyek itu secara objektif.
Adapun upaya yang dilakukan proyek yaitu pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, penyadaran masyarakat penegakan hukum, penguatan kelembagaan masyarakat, perbaikan dan pemulihan kondisi lingkungan pantai, pengadaan/ perbaikan sarana prasarana sosial serta pengembangan usaha kecil dan penganekaragaman pendapatan.
Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasikan dan didiskripsikan berbagai upaya pemberdayaan yang dilaksanakan proyek serta LSM kepada masyarakat. Dan hasil wawancara mendalam dan pengamatan selama penelitian serta analisa yang penulis lakukan, dapat dikatakan proyek ini berhasil memberdayakan masyarakat. Walaupun disana sini masih perlu pembenahan dalam pelasanaan selanjutnya. Keberhasilan pemberdayaan ini salah satu indikasinya yaitu munculnya partisipasi serta swadaya lokal sebagai generator bagi pembangunan di Desa Meskom, Masyarakat terlihat pro aktif dalam menanggapi setiap proyek yang ada di desanya. Bangkitnya kesadaran masyarakat ini tercermin pula pada kesadaran yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Dan juga orang tua tidak lagi terlalu membebankan pekerjaan kepada anak-anaknya pada saat jam sekolah.
Rekomendasi dari penelitian ini kepada Co Fish Project dan LSM yaitu, memperkuat dorongannya kepada masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia, dan ini perlu di dorong secara optimal, lebih aktif mendorong masyarakat untuk menggali mata pencaharian alternatif. Untuk pemerintah direkomendasikan agar melakukan evaluasi terhadap proyek, serta bersama DPRD segera membuat perda untuk melindungi nelayan lokal, serta menindak tegas terhadap nelayan-nelayan yang merusak sumber daya perikanan."
2001
T4290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Husnan Aksa
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang terinci mengenai proses pembuatan keputusan tentang proyek pembangunan swadaya dengan memusatkan perhatian pada peranan pemimpin dalam proses tersebut. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kasus di desa Kartorejo, Lampung Selatan. Desa yang diteliti adalah desa yang dikategorikan sebagai desa Swasembada dan pernah meraih juara dalam Lomba Desa. Pengumpulan data dengan menggunakan metode pengamatan langsung terhadap kehidupan masyarakat, penelaahan dokumen dan wawancara mendalam terhadap 28 orang informan. Para informan terdiri atas pejabat pemerintah desa, pengurus LKMD, anggota LMD dan tokoh masyarakat lainnya serta penduduk biasa dan pejabat tingkat atas desa.
Pembangunan swadaya dalam penelitian ini mencakup pembangunan swadaya murni dan swadaya Inpres selama dua tahun anggaran yaitu tahun anggaran 1986/1987 dan 1987/1988. Selama dua tahun anggaran tersebut di desa penelitian terdapat tiga proyek pembangunan, yaitu rehabilitasi jembatan gantung di dusun C pada tahun anggaran 1986/1937 yang dilaksanakan dengan .swadaya-murni masyarakat dan dua buah proyek swadaya Inpres masing-masiag untuk tahun anggaran 1986/1987 dan 1987/1988.
Dari hasil penelitian ditemukan adanya perbedaan antara proses pembuatan keputusan tentang proyek pembangunan swadaya-murni dengan swadaya Inpres. Dalam proses pembutan keputusan tentang proyek pembangunan swadaya murni baik pemimpin formal maupun informal mempunyai peranan penting untuk tercapainya suatu keputusan. Keputusan ditetapkan dalam rapat dusun dan pelaksanaannya mendapat dukungan dari kalangan masyarakat atas kesadaran bersama untuk kepentingan bersama. Sedangkan proses pembuatan keputusan tentang proyek pembangunan swadaya Inpres di desa penelitian selama :dua tahun anggaran yaitu tahun anggaran 1986/1987 dan 1987/1988 pemimpin formal (Kepala Desa) berperanan dominan dengan mengesampingkan peranan pemimpin informaf, sehingga tidak melibatkan LKMD dalam perencanaannya dan musyawarah LMD dalam penetapan keputusannya. Pelaksanaan keputusan kedua proyek tersebut ternyata tidak dapat dilaksanakan secara efektif."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Harapan
"Program IDT adalah program pemberdayaan rakyat karena jika dikaji dari visi dan misinya merupakan program khusus untuk menerapkan falsafah dasar kebijaksanaan anti-kemiskinan dengan cara mempercayai orang miskin bahwa mereka dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan ekonomi rakyat yang mendapat porsi sangat besar didasarkan pandangan bahwa mengembangkan ekonomi rakyat berarti mengembangkan sistem ekonomi "dari rakyat", "oleh rakyat" dan "untuk rakyat". Dengan kata lain membangun ekonomi rakyat dalam IDT juga berarti meningkatkan kemampuan rakyat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya.
Visi dan misi pemberdayaan yang diemban Program IDT yang merupakan program cetakbiru pemerintah dan ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi subjek atau aktor utama pembangunan, dengan demikian memunculkan pertanyaan mengenai : dimensi-dimensi pemberdayaan apa yang terjadi dalam pelaksanaan program, bagaimana proses pemberdayaan itu dilakukan, serta sejauh manakah program IDT telah mampu memberdayakan para penduduk miskin dengan mengedepankan partisipasi dan keswadayaan mereka? Kemudian dengan adanya bukti-bukti fisik terjadinya akumulasi dan proses perguliran dana IDT di Kelurahan Galur, apakah dengan demikian juga berarti program tersebut telah mampu meletakkan suatu prakondisi yang mengedepankan basis lokalitas dan pribumisasi pembangunan yang menjadi fondasi bagi penduduk miskin mencapai kemandirian.
Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dimensi-dimensi pemberdayaan yang diterapkan di dalam pelaksanaan program IDT di Kelurahan Galur, {2} mengidentifikasi bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan tersebut, serta {3} mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi pemberdayaan itu diterapkan di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian kualitatif karena bertujuan untuk (a) mendeskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang terjadi, (b) mendapatkan makna subjektif dari pemberdayaan itu, dan (c) mendapatkan karakteristik khusus kajian yakni dimensi-dimensi pemberdayaan yang ada, serta hasilnya tidak untuk mendapatkan generalisasi.
Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi dan dideskripsikan berbagai dimensi pemberdayaan yang terjadi yakni pemberdayaan pendamping oleh pemerintah dan pemberdayaan para anggota pokmas oleh pendamping. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar pemberdayaan yang terjadi masih rendah walaupun berbagai target program dapat dicapai. Tercapainya target atau tujuan-tujuan antara (objectives) program dengan kadar pemberdayaan yang rendah, ternyata disebabkan oleh upaya mobilisasi yang sangat kental dalam implementasi program. Mobilisasi ini menjadi alternatif paling "tepat" dan "mendapat pembenaran" karena berbagai muatan yang terkandung dalam program. Partisipasi dan swadaya lokal yang seharusnya generator pembangunan menjadi tenggelam dan menjadi sekedar alat untuk mencapai tujuan program tadi.
Makna partisipasi dan swadaya lokal dari para pendamping dan penduduk miskin cenderung pasif, bersifat pseudo den manipulatif karena pemerintah masih berfungsi sebagai chief-protagonist atau pengambil keputusan utama. Akibatnya implementasi program di lapangan belum mampu merubah pola pembangunan klasik yang berorientasi produksi ke paradigma pembangunan berorientasi manusia dengan paradigma pembalikan dalam manajemen (reversal paradigm in management). Oleh karena itulah rekomendasi penelitian ini terutama ditujukan kepada pemerintah agar secara perlahan mengurangi peran-perannya dan mengedepankan peran, partisipasi dan swadaya pendamping dan warga lokal. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhardi
"Garin-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengamanatkan bahwa perhatian sebesar-besarnya perlu diberikan kepada peningkatan pembangunan pedesaan terutama melalui prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun yang tidak langsung diperuntukan bagi pembangunan pedesaan. Dan pembangunan pedesaan perlu terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan. Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan masyarakat pedesaan untuk berproduksi serta menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian masyarakat pedesaan makin mampu mengarahkan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya segala dana dan daya bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidup (1988: 70).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan pedesaaan tidak terlepas dari usaha empowerment (pemberdayaan) masyarakat desa (pembangunan sosial budaya), khususnya usaha peningkatan kemampunan sumber daya manusia untuk berproduksi dan menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan ekonomi keluarga.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>