Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23894 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Huda
"Berdasarkan analisis data satelit cuaca dan lingkungan, terlihat daerah "Heat Island" di Jakarta yang semakin melebar ke daerah sekitarnya. Kondisi ini merupakan konsekuensi logis dari meningkatnya sektor industri. Disamping adanya perubahan O2 dan O3, sejumlah ahli telah mendeteksi peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer . Hal ini perlu diwaspadai, termasuk juga zat yang membahayakan lingkungan, zat polutan, seperti NH3, timah (Pb), SOx, NOx dan H2S.
Transmisi radiasi matahari yang menjalar ke bumi akan mengalami hambatan yang disebabkan oleh adanya media penyerap seperti zat polutan dengan karakteristik dan panjang gelombang yang dimilikinya. Dengan memantau panjang gelombang ini dapat diperoleh informasi spektrum radiasi matahari yang dapat direkam menggunakan Fotometer Matahari.
Dengan memanfaatkan sarana dan peralatan yang ada di Laboratorium Optik Program Studi Opto-elektroteknika Universitas Indonesia serta menambahkan komponen pendukungnya, dapat dibentuk sebuah Fotometer Matahari.
Konstruksi Fotometer Matahari dibangun dengan peralatan teleskop, serat optik, monokromator, ihotomultiplier, dan komputer berikut program pemantauannya.
Dengan pertimbangan keterbatasan seluruh komponen pembentuknya, Fotometer Matahari mampu merekam pola spektrum panjang gelombang dari 400 sampai 1200 nm dengan sensitivitas tinggi pada daerah 700 sampai 900 nm dan waktu observasi 16 menit 56 detik.
Analisis data hasil pemantauan pada bulan Oktober 2000 yang diwakili dengan 8 had menunjukkan adanya pola spektrum radiasi matahari yang hampir sama. Puncakpuncak dominan terjadi pada panjang gelombang 712, 753, 785, 810 dan 887 nm dan lembah dominan terjadi pada 764 nm. Dan puncak-puncak spektrum ketiga daerah ini dapat diprediksi adanya polutan O2, O3 dan H2O.
Pemantauan secara berkala sebagai fungsi panjang gelombang bisa membantu untuk memperoleh data meteorologi yang berguna, tenrtarna informasi spesifik pada daerah panjang gelombang tertentu."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T2662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudia
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S28480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research was carried out to investigate the influence of building form and open space geometric toward the amount of radiation on the open space in a region located at latitude 7o....."
2008
720 JAP 3:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dhavani Ardyas Putera
"Energi terbarukan yang berasal dari radiasi matahari merupakan salah satu sumber energi potensial di Indonesia karena letak geografisnya. Hal ini dapat mendukung pemenuhan kebutuhan energi yang terus meningkat, khususnya di wilayah Provinsi Jawa Barat yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Namun, radiasi matahari bersifat intermiten karena dipengaruhi oleh kondisi atmosfer yang dinamis, sehingga diperlukan estimasi nilai radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi. Penelitian ini melakukan estimasi radiasi matahari menggunakan model Gated Recurrent Unit (GRU) pada dua lokasi, yaitu Puslitbang PLN dan BMKG Sumedang, berdasarkan skema parameter terbaik. Analisis spasial dilakukan menggunakan model Weather Research and Forecasting (WRF), serta pengujian hybrid model dilakukan untuk meningkatkan akurasi model GRU. Hasil model menunjukkan nilai relative root mean square error (rRMSE) yang tinggi untuk Puslitbang PLN (50,21%) dan BMKG Sumedang (46,19%). Berdasarkan pola sebaran radiasi matahari terhadap tutupan lahan, nilai radiasi tinggi tersebar di wilayah terbangun dan rendah pada wilayah vegetasi. Selanjutnya, integrasi data dari model WRF dilakukan untuk meningkatkan akurasi estimasi radiasi matahari. Namun, peningkatan akurasi ini hanya terjadi pada lokasi BMKG Sumedang dengan nilai rRMSE 45,05%, sementara di Puslitbang PLN tidak terdapat peningkatan yang signifikan karena kualitas data temporal yang kurang baik. Oleh karena itu, pengembangan metode serta ketersediaan data temporal berkualitas baik menjadi hal yang penting untuk menghasilkan model dengan akurasi tinggi.

Renewable energy from solar radiation is a potential energy source in Indonesia due to its geographical location. This can support the growing energy needs, especially in West Java Province, which has the highest population density in Indonesia. However, solar radiation is intermittent due to dynamic atmospheric conditions, necessitating the estimation of solar radiation reaching the Earth's surface. This study estimates solar radiation using the Gated Recurrent Unit (GRU) model at two locations: Puslitbang PLN and BMKG Sumedang, based on the best parameter scheme. Spatial analysis was conducted using the Weather Research and Forecasting (WRF) model, and hybrid model testing was carried out to improve the accuracy of the GRU model. The model results showed relatively high relative root mean square error (rRMSE) values for Puslitbang PLN (50.21%) and BMKG Sumedang (46.19%). Based on the distribution patterns of solar radiation against land cover, high radiation values were found in built-up areas and low values in vegetated areas. Furthermore, data integration from the WRF model was performed to enhance the accuracy of solar radiation estimation. However, this accuracy improvement was only observed at the BMKG Sumedang location, with an rRMSE value of 45.05%, while no significant improvement was noted at Puslitbang PLN due to poor temporal data quality. Therefore, the development of methods and the availability of high-quality temporal data are crucial to achieve high model accuracy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Puspita
"Provinsi Jawa Barat memiliki potensi yang signifikan untuk pengembangan energi surya melalui pemanfaatan radiasi matahari. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi radiasi matahari di Provinsi Jawa Barat menggunakan metode ANN untuk menemukan model konfigurasi optimal dan menganalisis distribusi spasialnya. Pengukuran radiasi matahari dilakukan di lima lokasi berbeda, dengan dua lokasi terbaik dipilih untuk pemrosesan data. Dataset yang digunakan adalah data tahun 2022, yang dibagi menjadi 70% untuk pelatihan dan 30% untuk pengujian. Hasilnya menunjukkan bahwa konfigurasi optimal 6-30-1 di lokasi Puslitbang PLN mencapai nilai RMSE sebesar 135,8 W/m², rRMSE sebesar 54,8%, MBE sebesar 15,9 W/m², dan rMBE sebesar 0,064%. Sementara itu, untuk lokasi Sumedang, konfigurasi optimal adalah 5-40-1, yang menghasilkan nilai RMSE sebesar 156,7 W/m², rRMSE sebesar 49,29%, MBE sebesar 7,75 W/m², dan rMBE sebesar 0,024%. Secara keseluruhan, model ini masih memiliki kesalahan estimasi sebesar 48-50%.Untuk meningkatkan akurasi, penelitian ini mengintegrasikan model ANN dengan WRF, yang mampu meningkatkan akurasi di Sumedang sebesar 2%. Analisis menunjukkan bahwa daerah dengan ketinggian rendah memiliki intensitas radiasi matahari yang tinggi, sedangkan daerah dengan ketinggian lebih tinggi menerima radiasi matahari yang lebih rendah

West Java Province has significant potential for solar energy development through the utilization of solar radiation. This study aims to estimate solar radiation in West Java Province using ANN methods to find the optimal configuration model and analyze its spatial distribution. Solar radiation measurements were conducted at five different locations, with the two best locations selected for data processing. The dataset used is from the year 2022, which was divided into 70% training and 30% testing. The results showed that the optimal configuration of 6-30-1 at the Puslitbang PLN location achieved an RMSE value of 135.8 W/m², an rRMSE of 54.8%, an MBE of 15.9 W/m², and an rMBE of 0.064%. Meanwhile, for the Sumedang location, the optimal configuration was 5-40-1, which produced an RMSE value of 156.7 W/m², an rRMSE of 49.29%, an MBE of 7.75 W/m², and an rMBE of 0.024%. Overall, this model still has an estimation error of 48-50%. To improve accuracy, this study integrated the ANN model with WRF, which was able to increase accuracy in Sumedang by 2%. Analysis shows that low-altitude areas have high solar radiation intensity, while higher-altitude areas receive lower solar radiation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richat Pahlepi
"Automatic Weather Station (AWS) mengalami kendala berupa kerusakan komponen dan kegagalan sistem komunikasi, sehingga menyebabkan data parameter tidak lengkap. Kerusakan komponen juga terjadi pada pyranometer. Penurunan kinerja pyranometer menghasilkan penyimpangan, ketidakpastian pengukuran intensitas radiasi matahari, serta gap data. Imputasi data menjadi salah satu solusi dalam meminimalisir penyimpangan pengukuran dan terjadinya missing data pyranometer AWS. Penelitian ini bertujuan mendesain serta menganalisis performa akurasi model imputasi data intensitas radiasi matahari pyranometer AWS multisite ketika terjadi gap data. Penelitian ini berupaya memanfaatkan kaitan spasio-temporal intensitasi radiasi matahari AWS multisite di dalam model imputasi. Algoritma Long-Short Term Memory (LSTM) digunakan sebagai estimator pada jaringan pyranometer AWS multisite. Tahap pemodelan imputasi data meliputi pengumpulan data, pra-pemrosesan data, pembuatan skenario missing data, desain LSTM dan pengujian model. Metode berbasis machine learning ini diharapkan mampu mengimputasi data AWS pada missing data dalam jangka menit maupun jam, jika AWS mengalami kerusakan sistem atau gangguan jaringan komunikasi. Nilai MAPE model LSTM untuk imputasi pyranometer AWS Cikancung untuk missing data 30 menit, 1 jam dan 3 jam berturut-turut yaitu 1,81% ; 2,72% ; dan 5,07%. Nilai MAPE model LSTM untuk AWS Cimalaka untuk missing data 30 menit, 1 jam dan 3 jam berturut-turut yaitu 0,46% ; 1,25% ; dan 3,24%. Nilai MAPE model LSTM untuk AWS Cipasung untuk missing data 30 menit, 1 jam dan 3 jam berturut-turut yaitu 2,30% ; 1,67% ; dan 0,94%.

Automatic Weather Station (AWS) experienced problems in the form of component damage and communication system failure, resulting in incomplete parameter data. Component damage also occurs in pyranometers. Decreased pyranometer performance results in deviations, uncertainty in measuring solar radiation intensity, and data gaps. Data imputation is one solution to minimize measurement deviations and the occurrence of missing AWS pyranometer data. This research aims to design and analyze the accuracy performance of the multisite AWS pyranometer solar radiation intensity data imputation model when a data gap occurs. This research attempts to utilize the spatio-temporal relationship of multisite AWS solar radiation intensity in the imputation model. The Long-Short Term Memory (LSTM) algorithm is used as an estimator in the multisite AWS pyranometer network. The data imputation modeling stage includes data collection, data pre-processing, creating missing data scenarios, LSTM design and model testing. This machine learning-based method is expected to be able to impute AWS data for missing data in minutes or hours, if AWS experiences system damage or communication network disruption. The MAPE value of the LSTM model for the AWS Cikancung pyranometer for missing data of 30 minutes, 1 hour and 3 hours respectively is 1.81%; 2.72% ; and 5.07%. The MAPE value of the LSTM model for AWS Cimalaka for missing data of 30 minutes, 1 hour and 3 hours respectively is 0.46%; 1.25% ; and 3.24%. The MAPE value of the LSTM model for AWS Cipasung for missing data of 30 minutes, 1 hour and 3 hours respectively is 2.30%; 1.67% ; and 0.94%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martino Adisuwono
"Daerah tropis seperti misalnya Indonesia, memiliki potensi energi surya yang melimpah. Akan tetapi, energi surya yang tersedia ini sering kali terganggu oleh banyaknya awan. Gangguan awan ini berpotensi menyebabkan adanya pengurangan suplai radiasi matahari dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan penurunan daya keluaran PLTS dalam waktu yang singkat. Skripsi ini menginvestigasi dan menganalisis batas maksimum penetrasi daya PLTS pada sebuah jaringan terisolasi ketika ada perubahan radiasi dengan menggunakan jaringan listrik Sumba Timur.
Gangguan awan yang disimulasikan adalah penurunan radiasi matahari dari 1000W/m2 menjadi 250 W/m2. Masa transisinya kemudian divariasikan mulai dari 1 detik hingga 5 detik, sementara besar penetrasinya divariasikan mulai dari 0% hingga 100%. Ada 2 skenario letak penetrasi pembangkit listrik tenaga surya yang digunakan, yang pertama adalah dekat dengan pusat pembangkit listrik tenaga diesel (Kambajawa), dan yang kedua adalah jauh dari pusat pembangkit listrik tenaga diesel (Nggongi). Simulasi dilakukan menggunakan DIgSILENT Powerfactory 14.1.
Hasil penelitian menunjukan bahwa gangguan awan dapat mempengaruhi batas maksimum penetrasi daya PLTS. Berdasarkan hasil simulasi dan aturan jaringan yang berlaku, batas maksimum PLTS pada Kabupaten Sumba Timur ketika terjadi gangguan awan adalah 30% untuk kedua lokasi penetrasi. Sementara tanpa gangguan awan, batas maksimum penetrasi daya PLTS pada bus Kambajawa adalah 100% dan pada bus Nggongi adalah 50%. Dalam menentukan batas penetrasi daya PLTS, studi aliran daya pada saat radiasi matahari maksimum saja tidak cukup. Skenario gangguan awan perlu diperhatikan khususnya pada daerah tropis untuk dapat menjaga kestabilan dan kehandalan sistem.

Tropical areas such as Indonesia have abundant solar energy source. However, it is often experienced that disturbances are due to a large number of fast moving clouds. These cloud disturbances can potentially cause the solar radiation to decrease in a short time, and leads to a rapid photovoltaic power output loss. This thesis investigates maximum photovoltaic penetration limit in an isolated grid under such disturbance using East Sumba grid.
The cloud disturbance that was used for this simulation was a decrease of solar radiation from 1000 W/m2 to 250 W/m2. The transition time was varied from 1s to 5s and the photovoltaic penetration was varied from 0% to 100%. There were two photovoltaic location scenarios: next to and far from the central diesel bus. This simulation was done by using DIgSILENT Powerfactory 14.1. It is shown that the cloud disturbance have effect on the photovoltaic penetration limit.
Based on the simulation and grid code, the penetration limit for both locations with such cloud disturbance is 30%. Whilst without cloud disturbance scenarios, the penetration limit for photovoltaic at Kambajawa is 100% and 50% for photovoltaic at Nggongi. In conclusion, to determine photovoltaic penetration limit, load flow study during peak hour alone is not sufficient. A cloud disturbance is an important aspect to be taken of, especially in tropical areas to ensure system stability and reliability after the penetration of the photovoltaic.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Zahrah
"Sesuai tren dan perkembangan teknologi sekarang, penerapan PLTS yang berbasis pada energi surya sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia kian hari kian meningkat. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN Tahun 2021-2030, potensi energi surya di Indonesia relatif tinggi sebesar 207.898 MW dan potensi ini merupakan potensi terbesar dibandingkan EBT lain. Namun keberadaan energi surya bersifat intermittent karena dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya cuaca dan awan, sehingga mempengaruhi energi listrik dan kualitas daya keluaran dari PLTS. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh radiasi matahari terhadap kualitas daya sistem distribusi listrik dan menganalisis variasi besaran - besaran tegangan fasa, arus fasa, daya aktif, daya reaktif, daya semu, Total Distorsi Harmonik Tegangan (THDV), Total Distorsi Harmonik Arus (THDI), dan Total Distorsi Permintaan (TDD) yang terjadi. Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung yang dilaksanakan pada Gedung Energi Puspitek dengan studi objek PLTS Rooftop On Grid 90 kWp, pengaruh radiasi surya terhadap perubahan - perubahan nilai yang relatif tidak signifikan adalah tegangan fasa, THDv dengan nilai rata - rata secara berurutan, yaitu 0,37%; 1,97% saat kenaikan radiasi matahari serta 0,29%; 2,19% saat penurunan radiasi matahari. Dan perubahan - perubahan nilai yang sangat signifikan adalah arus fasa, daya aktif, daya reaktif, daya semu, THDi, TDD dengan nilai rata rata masing - masing 89,13%; 89,98%; 89,91%; 89,97%; 32,10%; 17,08% saat kenaikan radiasi matahari serta 37,61%; 37,79%; 37,79%; 39,59%; 14,33% saat penurunan radiasi matahari.

In accordance with current trends and technological developments, the application of PLTS based on solar energy as New Renewable Energy "EBT" in Indonesia is increasing day by day. According to PT PLN's 2021-2030 Electric Power Supply Business Plan (RUPTL), the potential for solar energy in Indonesia is relatively high at 207,898 MW and this potential is the largest potential compared to other EBT. However, the existence of solar energy is intermittent because it is influenced by many factors such as weather and clouds, thus affecting electrical energy and the quality of the output power of PLTS. This study aims to analyze the effect of solar radiation on the power quality of the electrical distribution system and analyze variations in the magnitudes of phase voltage, phase current, active power, reactive power, apparent power, Total Harmonic Distortion of Voltage (THDV), Total Harmonic Distortion of Current (THDI), and Total Demand Distortion (TDD) that occurred. Based on the results of direct measurements carried out at the Puspitek Energy Building with a 90 kWp Rooftop On Grid PLTS object study, the effect of solar radiation on changes in values that are relatively insignificant is the phase voltage, THDv with an average value sequentially, namely 0,37 %; 1,97% when the increase in solar radiation and 0,29%; 2,19% when the decrease in solar radiation. And very significant changes in values are phase current, active power, reactive power, apparent power, THDi, TDD with an average value of 89,13% each; 89,98%; 89,91%; 89,97%; 32,10%; 17,08% when solar radiation increases and 37,61%; 37,79%; 37,79%; 39,59%; 14,33% when the solar radiation decreases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shita Shahifa Iqlima
"Permasalahan penggunaan energi listrik di Indonesia sudah menjadi isu yang harus dikritisi dan ditindaklanjuti. Penggunaan energi yang tidak sesuai dengan kebutuhan penduduk harus dicari alternatif lain, salah satu potensi energi yang dapat digunakan adalah energi surya sebagai sumber energi terbarukan. Di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Barat mempunyai permasalahan yang sama yaitu mengenai krisisnya energi listrik dimana provinsi Jawa Barat masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi listrik. Dampak dari fosil sendiri pasti akan sangat membahayakan lingkungan sehingga diperlukannya penggunaan energi terbarukan seperti radiasi matahari. Matahari sudah digunakan sebagai alat pembangkit listrik tenaga surya yang biasa dikenal dengan PLTS. PLTS di Indonesia masih mempunyai tantangan yang cukup besar yaitu ketidakstabilan data (intermitten) sinar matahari karena terdapat faktor hidrometeorologi. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan estimasi radiasi matahari di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan pemodelan WRF (Weather Research and Forecasting) menggunakan data yang berasal dari GFS (Global forecasting System) ds083.3 yang diambil dari NCAR (National Center for Atmospheric). Estimasi radiasi matahari yang dimulai dari pukul 00.00 - 18.00 UTC + 7 dengan 2 Domain yang diolah berdasarkan uji akurasi data model WRF dengan data lapangan (AWS) dan didapatkan nilai RMSE, MBE dan R2.  Data yang digunakan 1-3 Agustus 2022 disaat puncak musim kemarau dan keadaan clear sky. Pada penelitian ini konfigurasi yang digunakan berasal dari konfigurasi skema 1, skema 2 dan skema 3. Namun, dari beberapa konfigurasi didapatkan konfigurasi skema 1 menghasilkan lebih baik dengan nilai RMSE 267,61 dan R2 di angka 0,53 dan rRMSE di angka 69,82%. Lalu pada pola spasial persebaran GHI terdapat 3 pola persebaran yang dibagi menjadi 3 distribusi warna, masing-masing warna memperlihatkan kondisi wilayah dan juga penduduk. Sedangkan pada hasil overlay pola spasial pengaruh ketinggian terhadap dibagi menjadi 3 berdasarkan dengan 3 kategori ketinggian, didapatkan bahwa wilayah dengan ketinggian semakin tinggi maka GHI yang diterima akan semakin sedikit dan begitupun sebaliknya, semakin rendah ketinggian maka GHI yang diterima semakin tinggi.

The issue of electricity usage in Indonesia has become a matter that needs to be criticized and addressed. The use of energy that does not align with the population's needs requires finding alternative sources, one of which is solar energy as a renewable energy source. In Indonesia, particularly in West Java, there is a similar issue regarding the electricity crisis, where the province still relies on fossil fuels for electricity. The impact of fossil fuels is undoubtedly harmful to the environment, necessitating the use of renewable energy such as solar radiation. The sun has been harnessed as a source for solar power generation, commonly known as PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). PLTS in Indonesia still faces significant challenges, primarily the intermittent nature of solar radiation due to hydrometeorological factors. Therefore, this study estimates solar radiation in West Java Province using the WRF (Weather Research and Forecasting) model, with data from the GFS (Global Forecasting System) ds083.3 obtained from NCAR (National Center for Atmospheric Research). Solar radiation estimation is conducted from 00:00 to 18:00 UTC + 7 with 2 domains processed based on the accuracy test of WRF model data with field data (AWS), resulting in RMSE, MBE, and R² values. The data used are from August 1-3, 2022, during the peak of the dry season and under clear sky conditions. This study uses configurations from scheme 1, scheme 2, and scheme 3. However, among the various configurations, scheme 1 performed the best, with an RMSE value of 267.61, an R² value of 0.53, and an rRMSE of 69.82%. The spatial pattern of GHI distribution revealed three distribution patterns, each represented by a different color, illustrating the conditions of different regions and populations. Additionally, the overlay results of the spatial pattern regarding the influence of elevation were categorized into three height categories. It was found that regions with higher elevations received less GHI, whereas lower elevations received higher GHI.Keywords: Estimation, West Java, Solar Radiation, Weather Research and Forecasting (WRF)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Lama penyinaran matahari merupakan salah satu dari beberapa unsur
klimatologi, dan didefinisikan sebagai kekuatan matahari yang melebihi 120 W/m2.
Tulisan ini disusun sebagai upaya memperkenalkan besaran lama penyinaran
matahari kepada masyarakat umum. Dari beberapa jenis alat ukur yang ada maka
Campbell Stokes Recorder merupakan alat pengukur lama penyinaran matahari yang
secara resmi digunakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Alat ini
terdiri dari sebuah bola kaca berdiameter 10 cm yang berfungsi sebagai lensa
cembung, dan kertas pias yang diletakkan di bagian fokus bola kaca. Kekuatan insolasi
yang melebihi 120 W/m2 akan meninggalkan jejak terbakar pada kertas pias yang
panjang jejaknya berkaitan dengan lama penyinaran matahari. Pengukuran yang
dilakukan oleh Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer di Bandung pada bulan Nopember
dan Desember tahun 2013 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pola penyinaran
matahari pada kedua bulan tersebut dan dapat dikaitkan dengan berlimpahnya jumlah
uap air di udara. Bulan Desember yang ditandai dengan banyaknya curah hujan
memiliki lama penyinaran dominan 0-2 jam/hari sebanyak 12 hari, dan sisanya
merupakan lama penyinaran matahari 2-8 jam/hari, sedangkan bulan Nopember
memiliki distribusi lama penyinaran matahari yang relatif lebih merata."
620 DIR 15:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>