Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54563 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satya Bimantoro
"Agropolitan selain merupakan konsep berpikir, cara pandang, atau strategi untuk melakukan pembangunan di daerah, baik di perkotaan (urban) maupun sub perkotaan (sub urban) dengan pertanian berkelanjutan, juga merupakan pendorong proses restrukturisasi pedesaan oleh masyarakat dan berkemampuan membangun interdepensi antara pembangunan pedesaan dan perkotaan secara serasi dan saling mendukung. Dengan melihat potensi pertanian di Kabupaten Kulon Progo maka pengembangan agribisnis di daerah seharusnya tidak hanya puas pada pemanfaatan kelimpahan sumber daya yang ada (factor driven) atau mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) seperti sekarang tetapi secara bertahap harus dikembangkan ke arah agribisnis yang didorong oleh capital driven dan kemudian kepada agribisnis yang didorong oleh inovasi (innovation driven,). perkataan lain, ke unggulan komparatif agribisnis pada setiap daerah ditransformasi menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage) melalui pengembangan mutu sumber daya manusia, teknologi, kelembagaan dan organisasi ekonomi lokal yang telah ada pada masyarakat daerah Kabupaten Kulon Progo.
Dengan menelusuri kondisi dan struktur perekonomian yang memenuhi asumsi bagi penetapan kebijakan agropolitan sebagai pilihan kebijakan dalam pembangunan pertanian dan menganalisis apakah penetapan kebijakan agropolitan secara empiris dimungkinkan serta menganalisis apakah kebijakan perencanaannya memberikan daya dukung yang memadai bagi efektivitas kebijakan agropolitan. Studi ini dimulai dengan melakukan penghitungan terhadap sektor- sektor dan sub sektor yang membentuk PDRB baik Kabupaten propinsi maupun Nasional, dengan menggunakan metode dan analisa Pertumbuhan, Kontribusi Sektoral, Penghitungan Nilai LQ, ShiftShare dan Multiplier serta melakukan pembobotan untuk menentukan prioritas sektor unggulan dan Keunggulan Komparatif yang terdapat dalam perekonomian Kabupaten Kulon Progo. Dari situ telah dapat diambil kesimpulan apakah struktur perekonomian kab KP memenuhi asumsi bagi penetapan kebijakan Agropolitan dan dimungkinkan untuk tumbuh secara kondusif. Sedangkan untuk mengetahui apakah kebijakan perencanaan kabupaten ikut mendorong bagi efektivitas penetapan kebijakan agropolitan. Digunakan kerangka analisis manajemen strategis. Pendekatan ini ternyata dapat memberikan alternatif kebijakan yang terpilih sebagai kebijakan strategis atas dasar bobot yang dimiliki.
Dari hasil analisis dan identifkasi kebijakan strategis dapat disimpulkan bahwa perekonomian Kabupaten Kulon Progo memliki potensi yang memenuhi asumsi bagi penetapan kebijakan agropolitan karena sektor yang memiliki prioritas tinggi sebagai sektor andalan adalah subsektor perkebunan, peternakan dan perikanan. Oleh karenanya kebijakan agropolitan secara empiris dimungkinkan sebagai kebijakan yang memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian kabupaten dari sektor pertanian. Disamping itu hasil identifikasi strategi kebijakan perencanaan pengembangan potensi agropolitan memberikan pilihan kebijakan yang dapat dipergunakan untuk menilai apakah perencanaan kebijakan yang selama ini berlangsung di Kabupaten Kulon progo memberikan dukungan bagi terciptanya domain agropolitan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T1133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ratri Annisa Putri
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menimbulkan gangguan pada saluran pernapasan, di Indonesia, jumlah kasus baru penyakit tuberkulosis sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017. Eliminasi TB merupakan salah satu dari 3 fokus utama pemerintah dalam bidang kesehatan. Tuberkulosis seringkali dihubungkan dengan lingkungan perumahan yang memiliki lokasi di daerah kumuh dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Beberapa faktor yang berdampak pada prevalensi TB seperti tingkat ekologi, geografi, iklim, dan faktor sosial ekonomi. Perencanaan strategi penemuan, pencegahan, dan pengobatan TB paru dengan lebih cepat dan tepat sasaran sangat diperlukan. Salah satunya adalah menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membantu programer TB paru untuk memperoleh gambaran spasial kasus TB paru. Sehingga dapat dilakukan identifikasi mengenai faktor risiko yang berkaitan dengan informasi spasial (faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan), demografi, dan geografi terhadap penyebaran penyakit TB paru, yang kemudian dapat memberikan petunjuk pada intervensi kesehatan masyarakat yang efektif. Diharapkan dapat memudahkan petugas dalam menganalisis persebaran penderita TB dan memantau endemik TB, menjadi sarana untuk merekam dan menyimpan informasi mengenai lingkungan, populasi, dan tren demografis, mengidentifikasi dan menyelidiki pola spasial, serta sebagai bahan perencanaan untuk menangani masalah kesehatan, khususnya tuberkulosis di masyarakat.
Tujuan : Sebagai perencanaan strategis dalam penemuan kasus TB di Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan data primer untuk mentukan titik koordinat kasus dan suspek tuberkulosis, serta data sekunder yang terkait dengan faktor determinan tuberkulosis tahun 2016-2018 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis statistik serta analisis spasial dengan buffer dan overlay.
Hasil : Jumlah kasus tuberkulosis di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2016-2018 menunjukkan angka yang fluktuatif, dimana kasus tertinggi terdapat pada tahun 2017 dan kecamatan dengan kasus tertinggi secara signifikan setiap tahunnya adalah Kecamatan Wates. Probabilitas penemuan pasien tertinggi terdapat pada jangkauan 200 meter, namun dalam analisis statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara kategori kasus dengan jangkauan. Secara umum kepadatan penduduk, fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan keadaan lingkungan berpengaruh terhadap jumlah kasus TB di Kabupaten Kulon Progo. Dalam perhitungan statistik menunjukkan adanya korelasi antara kepadatan penduduk dengan jumlah kasus TB dan antara keadaan lingkungan dengan kasus TB. Namun tidak ada korelasi antara jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dengan jumlah kasus TB.

Tuberculosis (TB) is one of the infectious diseases caused by the bacterium Mycobacterium Tuberculosis which can cause respiratory problems, in Indonesia, the number of new cases of tuberculosis is 420,994 cases in 2017. The elimination of TB is one of the 3 main focuses government in the health sector. Tuberculosis is often associated with a residential environment that has locations in slums with high population density. Several factors have an impact on TB prevalence such as the level of ecology, geography, climate, and socio-economic factors. Planning strategies for finding, preventing and treating pulmonary TB more quickly and precisely is needed. One of them is using a Geographic Information System (GIS) to help pulmonary TB programmers to obtain a spatial picture of pulmonary TB cases. So that it can be identified about risk factors related to spatial information (environmental factors and health services), demographics, and geography on the spread of pulmonary TB disease, which can then provide guidance on effective public health interventions. It is expected to make it easier for officers to analyze the distribution of TB patients and monitor TB endemics, as a means to record and store information on the environment, population and demographic trends, identify and investigate spatial patterns, as well as planning material to deal with health problems, especially tuberculosis in the community.
Objective : As a strategic plan for finding TB cases in Kulon Progo Regency using a Geographic Information System.
Research Method : This study uses primary data to determine case and suspected tuberculosis coordinate points, as well as secondary data related to tuberculosis determinant factors in 2016-2018 obtained from the Central Statistics Agency and Kulon Progo District Health Office. In this study used the method of statistical analysis and spatial analysis with buffers and overlays.
Results : The number of tuberculosis cases in Kulon Progo Regency in 2016-2018 showed a fluctuating figure, where the highest cases were found in 2017 and the districts with the highest cases significantly each year were Wates District. The highest probability of patient discovery is in the 200 meter range, but in the statistical analysis there is no significant difference between the categories of cases with range. In general, population density, health care facilities, health workers, and environmental conditions affect the number of TB cases in Kulon Progo Regency. In the statistical calculation shows a correlation between population density and the number of TB cases and between environmental conditions and TB cases. However, there is no correlation between the number of health care facilities and health workers with the number of TB cases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernawa Suryatmaja
"Sungai adalah salah satu bagian terpenting dalam mendukung kehidupan masyarakat baik secara ekonomi dan sosial. Berbagai pemanfaatan sungai sebagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam telah dilakukan contohnya penambangan pasir illegal sebagai salah satu nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar. Penambangan pasir secara illegal dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah diantaranya kerusakan sungai akibat para penambang modern maupun manual.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi air lokasi penambangan pasir di Sungai Progo Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, menganalisis persepsi masyarakat terhadap penambangan pasir di Sungai Progo Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, dan mengusulkan pemanfaatan alternatif berkelanjutan dari kawasan bekas penambangan pasir illegal.
Metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data sekunder, data primer persepsi masyarakat, wawancara dengan stakeholder. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif-kuantitatif dan analisis SWOT untuk menentukan kriteria pemilihan alternatif pemanfaatan lahan berkelanjutan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi air di sungai Progo, Desa Gulurejo berstatus buruk berdasarkan metode IKA-NSF akibat dari penambangan pasir ilegal dan persepsi masyarakat terkait penambangan pasir illegal dinilai menguntungkan secara ekonomi. Sedangkan, untuk pemanfaatan lahan pasca tambang pasir, masyarakat setuju untuk dimanfaatkan untuk menggantikan kegiatan penambangan pasir illegal.
Pemanfaatan alternatif yang berkelanjutan sebagai budidaya udang kurang tepat karena kondisi air sungai yang tidak bisa dimanfaatkan karena statusnya yang buruk sehingga dapat dialihkan menjadi pemanfaatan lahan lainnya yang disesuaikan dengan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Air sungai Progo di desa Gulurejo termasuk dalam kategori tingkat II sehingga pemanfaatannya dapat untuk mencuci atau mendukung aktivitas pemanfaatan lahan alternatif yang sesuai dengan aspek keberlanjutan.

The river is one of the most important parts in supporting people's lives both economically and socially. Various uses of the river as a form of utilization of natural resources have been carried out for example illegal mining of sand as one of the economic values for the surrounding community. Illegal sand mining can cause severe environmental damage including river damage due to modern and manual miners.
The purpose of this study is to analyze the water conditions of sand mining locations in the Progo River Gulurejo Village, Lendah District, Kulon Progo Regency, analyze people's perceptions of sand mining in Progo River Gulurejo Village, Lendah District, Kulon Progo Regency, and propose the use of sustainable alternatives from the former area illegal sand mining.
The method used in this research is quantitative and qualitative methods using secondary data, primary data on public perception, interviews with stakeholders. The analysis used is descriptive-quantitative analysis and SWOT analysis to determine alternative selection criteria for sustainable land use.
The results showed that the water conditions in the Progo river, Gulurejo Village were of poor status based on the IKA-NF method as a result of illegal sand mining and people's perceptions regarding illegal sand mining were considered to be economically beneficial. Meanwhile, for the use of land after mining sand, the community agreed to be used to replace illegal sand mining activities.
The use of sustainable alternatives as shrimp culture is not appropriate because of the condition of river water that cannot be utilized because of its poor status so that it can be transferred to other land uses that are adapted to environmental, economic, and social aspects. Progo river water in Gulurejo village is included in the level II category so that its use can be used for washing or supporting alternative land use activities that are relevant to the sustainability aspect.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T55386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Diaz Hidayati
"Pembangunan Yogyakarta International Airport mendorong pergeseran aktivitas maupun pertambahan aktivitas terhadap tanah-tanah yang berada di sekitarnya. Kawasan sekitar bandara akan ikut berkembang dan dimanfaatkan sebagai investasi terutama pada lahan yang mempunyai prospek dan menghasilkan keuntungan bagi berbagai pihak. Fenomena terjadinya perubahan harga tanah disekitar bandara tak dapat dihindari akibat tingginya permintaan terhadap tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan harga tanah yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo dengan adanya Yogyakarta International Airport serta faktor lainnya yang mempengaruhi perubahan harga tanahnya. Metode yang digunakan penelitian adalah deskriptif komparatif dengan membandingkan sebelum dan setelah dibangunnya bandara. Diketahui pada klasifikasi jarak kelas jarak dekat, perubahan harga tanah didominasi oleh kelas perubahan harga tanah yang tinggi. Harga tanah disekitar bandara sangat tinggi kemudian menurun seiring menjauhnya jarak terhadap bandara namun akan meningkat kembali pada saat mendekati pusat-pusat kegiatan. Selain jarak terhadap pusat-pusat kegiatan, harga tanah dipengaruhi oleh jenis penggunaan tanah dan aksesibilitas dari tanah itu sendiri.

The development of Yogyakarta International Airport making a shift in activities and increased activity to the it surrounding. The area around the airport will be developed and will be use as an investment, especially in land that has prospects and generates profits for various parties. The phenomenon of land price changes around the airport is inevitable due to high demand for land. This study aims to find out the changes in land prices that occur in Kulon Progo Regency with the presence of Yogyakarta International Airport and other factors that influence the change in land prices. The method used by the research is comparative descriptive by comparing before and after the construction of the airport. In the classification of near distances classification, land price changes are dominated by high classification. Land prices around the airport are very high then decrease as the distance away from the airport but will increase again when approaching another centers area. In addition to the distance to the centers of activity, the price of land is affected by the type of land use and accessibility.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Imam Fitriantoro
"Penelitian ini membahas tentang analisis faktor-faktor penyebab munculnya konflik dalam pembangunan infrastruktur perkotaan dalam kasus pembangunan mega proyek New Yogyakarta Internantional Airport di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Penulis menggunakan teori land-based elite domination dalam mesin pertumbuhan kota dan teori faktor-faktor penyebab dalam konflik pembangunan proyek infrastruktur. Temuan penulis membuktikan bahwa konflik dalam pembangunan tersebut dilatarbelakangi oleh konflik sumber daya lahan yang muncul karena konteks ekonomi politik yang terbangun oleh ambisi pemerintah untuk merespon kuatnya tekanan pembangunan suatu wilayah rural menjadi sistem wilayah urban/perkotaan dengan konsep aerotropolis dan MICE. Tekanan tersebut muncul dari kepentingan kelompok elit ekonomi politik baik elit pusat maupun daerah. Alih-alih adanya fakta dominasi kepemilikan lahan oleh elit politik lokal di DIY. Hal ini membuat konflik yang terjadi tidak semata-mata konflik pembangunan infrastruktur melainkan juga konflik lahan yang mengakar di dalam kebijakan pembangunan perkotaan. Adapun faktor-faktor lainnya yakni faktor buruknya tata kelola proyek dan faktor sosial. Faktor-faktor tersebut turut berkontribusi pada ekskalasi dan kontinyuitas konflik dari tahun 2012-2018. Oleh karenanya penulis mengelompokkan tiga kategori analisis yakni kebijakan pembangunan proyek yang bersifat elitis, faktor tata kelola proyek, dan faktor sosial.

This study discusses the factors causing conflict in the construction of the New Yogyakarta International Airport mega project in Temon, Kulon Progo. To support this research analitically, the author uses the theory of land-based elite domination in urban growth machine and the theory of causal factors in the conflict of infrastructure project development. The author's findings show that conflict in the development project is motivated by land conflicts that arise from political economy interest of government to respond the strong pressure of regional development into urban systems with the concept of aerotropolis and MICE. The pressure comes from economic elite institutions both central and regional. Instead it includes the fact that there were land domination by local political elite in DIY. This creates conflicts that occur not only in the scope of infrastructure building project but also in the scope of urban development policies. The other factors are poor project governance and social factors. These factors contributed to the escalation and prolongation of the conflict between 2012-2018. So the authors classifies three categories of analysis that consist of elitist project development policies, governance driver of conflict, and social driver of conflict."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suksestioso
"Bagi masyarakat awam pada umumnya kurang mengenal tentang P3A singkatan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air. Demikian pula di kalangan petani. Namun bagi masyarakat Kabupaten Kulon Progo, P3A ternyata sudah dikenal. P3A bisa dikatakan organisasi petani yang dibentuk oleh pemerintah melalui kebijakan yakni Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1984. Karena dibentuk pada masa pemerintahan Orde Baru, maka kesan `adanya keseragaman' masih melekat. Kesan ini terbukti pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Hal lain yang menonjol pada P3A adalah berasaskan Pancasila di setiap daerah yang terdapat tanaman padi baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.
Penelitian ini tidak bermaksud menggugat keberadaan organisasi tersebut yang notabene sudah terbentuk, khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Melainkan ingin mengidentifikasi, mengenali, dan mengetahui keberhasilan maupun kegagalannya setelah diberdayakan. Istilah yang lazim dipakai bagi P3A adalah sudah berkembang, sedang berkembang, atau belum berkembang? Berdasarkan penelitian yang menelusuri faktor kesejarahannya, maka teridentifikasi tiga unsur yakni kelembagaan P3A kurang dinamis, pengetahuan tentang teknis operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi kurang menguasai, dan iuran air/anggota kurang lancar. Dari ketiga unsur inilah pemerintah berupaya memberdayakan P3A melalui Tim Pendamping Petani/TPP dan pelatihan-pelatihan.
Tujuan pemberdayaan antara lain agar organisasi P3A yang sudah berbadan hukum merasa kuat, sehingga posisinya sama seperti perusahaan-perusahaan lain. Dari segi teknis agar P3A mampu mengelola jaringan irigasi, meskipun hanya pada taraf jaringan sekunder atau tersier. Berbadan hukum di sini berarti organisasinya legal, diakui keberadaannya oleh aparat maupun masyarakat.
Sehingga ke depan mempunyai bargaining position terhadap pihak-pihak yang ingin bekerjasama dengan P3A. Kecuali itu P3A diwajibkan memiliki nomor rekening sendiri untuk menyimpan uang hibah, bantuan dari Pemerintah/Pemda, dan hasil iuran para anggotanya. Ketiga kekuatan seperti organisasi, teknis, dan keuangan inilah diharapkan P3A mampu mengelola dirinya sendiri, organisasinya, dan lingkungannya untuk menuju pada pembangunan secara berkelanjutan yang pada akhimya kegiatan-kegiatan P3A merupakan ketahanan bagi daerahnya. Apalagi Kabupaten Kulon Progo memiliki 228 P3A unit yang sangat memungkinkan untuk melakukannya.

The term of P3A, stands for Perkumpulan Petani Pemakai Air (Water User Association/WUA) is not well-known by people in general, even by farmers themselves as the relevant parties. However, we can find different view in Kulon Progo district, where the people have reached eligible understandings on the P3A. The association was initiatialy established by the central government under Presidential Instruction No. 2 of 1984. As it was established in the era of the New Order (Orde Baru) with top-down approach, the impression of "uniformity" is unavoidable, as figure out in the Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) the management adopted.
Besides, it is in general for any WUA with paddy field -both inside and outside Java Island- to adopt the Pancasila as their organizational ideological base.
This research is not aimed to argue the existence of the established organization, especially in Kulon Progo District. It is mainly intended to identify, comprehend, and find out the successes and failures of the organization after implementation for operational review purposes. With respect to performance of the organization, terminology of developed, developing and under develop is commonly use. Based on a specific research discovering the historical existence of the organization, we find three main problems faced by the organization management, such as: (1) institutional arrangement of WUA is inadequately dynamic, (2) insufficient knowledge of irrigation operation and maintenance, and (3) a great number of feesarrear. To deal with the above-mentioned problems and to empower the association, the central government provides technical assistance by establishing the Tim Pendamping Petani/TPP (Farmer Counterpart Team) and required trainings.
To empowerment role played the central government is intended to empower any WUA with established legal status for being in the same level of capability with other enterprises. It is also intended to create WUA with eligible capability to manage overall irrigation scheme which they are responsible to the stakeholders In case of a WUA has had established legal status, it is recommended to have a bank account for fee collection from members, to finance sustainable operation. The Kulon Progo District with 228 WUA's is very competent to execute it.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Puji Astuti
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai manajemen pendapatan daerah di Kabupaten Kulon progo khusunya terhadap retribusi objek wisata di Kabupaten Kulon Progo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen retribusi objek wisata di Kulon progo yang dikerjasamakan dengan pihak masyarakat dengan menggunakan teori administrasi pendapatan daerah yang dikemukakan oleh McMaster, serta menganalisis kendala yang timbul dalam memanajemen retribusi objek wisata di Kabupaten Kulon progo. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan metode pengumpulan data studi lapangan dan studi literatur dengan teknik analisis data secara kualitatif. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, hasil yang diperoleh menyatakan bahwa terdapat 8 dari 17 indikator yang belum sesuai dengan teori administrasi pendapatan daerah oleh McMaster dalam pemungutan retribusi objek wisata di Kabupaten Kulon Progo. Kendala yang timbul dalam memanajemen retribusi objek wisata diantaranya kurangnya kesadaran wajib retribusi dalam membayar retribusi objek wisata, kurangnya jumlah sumber daya manusia, sarana dalam memungut retribusi yang belum memadai serta kondisi geografis objek wisata di Kabupaten Kulon Progo yang kurang mendukung proses pemungutan retribusi.

ABSTRACT
This study analyzes the management of local revenue in Kulon Progo especially towards the tourist attraction charge in Kulon Progo Regency. The purpose of this research are to analyze the management of tourist attraction charge in Kulon progo which is collaborated with the local community based on theory of local tax and charge management by McMaster, and also analyzing the obstacle that arise in managing tourist attractions charge in Kulon progo regency.The research rsquo s approach is quantitative approach, the method of data collection is literature research and field research with qualitative data analysis technique, the results of this study state that in the management system of tourist attractions charge, there are 8 out of 17 indicators that have not been in accordance with the theory of local tax and charge management by McMaster. Obstacles that arise in managing tourist attractions charge are lack of awareness of attractions visitors to pay the charge, lack of human resources, limited amount of facilities and geographical conditions of tourist attractions in Kulon Progo that are not support the process of levy collection."
2017
S67460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achilles Yuska Wicaksono
"[Skripsi ini membahas bagaimana peran kepemimpinan Bupati Hasto Wardoyo dalam menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo sehingga muncul kebijakan penanggulangan kemiskinan yang berbasis local wisdom mendayagunakan potensi sosial melalui kegiatan Bela Beli Kulon Progo dan mampu menurunkan angka kemiskinan di Kulon Progo yang cukup signifikan pada tahun 2013. Teori yang digunakan adalah Teori Peran Pemimpin menurut Henry Mintzberg. Penelitian dilakukan dengan menggunakan paradigma post positivist. Dengan menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumen peneliti memperoleh hasil bahwa peran kepemimpinan Bupati Hasto Wardoyo secara umum sudah memenuhi ketiga peranan yaitu peran dalam hubungan antar individu peran sebagai pemroses informasi dan peran sebagai pengambil keputusan. Peran Kepemimpinan Bupati Hasto Wardoyo yang mendominasi dalam upaya menanggulangi kemiskinan adalah peran penghubung antar individu dan peran sebagai pengambilan keputusan Namun kelemahan dari peran kepemimpinan Bupati Hasto Wardoyo adalah pada peran pengatur gangguan dalam hal ketidakseimbangan perhatian antara ke masyarakat dan pegawai.

This thesis discusses about how Hasto Wardoyo Regent leadership role in tackling poverty in Kulon Progo that appear based poverty reduction policies of local wisdom utilizing social potential through the Bela Beli Kulon Progo and were able to reduce poverty in Kulon Progo significant in 2013. The theory used is the Leadership Role Theory by Henry Mintzberg. The research is done by post positivist approach By using in depth interviews and document study researchers obtained results that leadership role Hasto Wardoyo Regent generally already meet all three roles the interpersonal role the informational role and the decisional role Leadership role Hasto Wardoyo Regent who dominated in efforts to overcome poverty is the interpersonal role and the decisional role But the weakness of the leadership role Hasto Wardoyo Regent is the distrubance handler role in terms of the imbalance of attention disorders among all public and employees.;This thesis discusses about how Hasto Wardoyo Regent leadership role in tackling poverty in Kulon Progo that appear based poverty reduction policies of local wisdom utilizing social potential through the Bela Beli Kulon Progo and were able to reduce poverty in Kulon Progo significant in 2013 The theory used is the Leadership Role Theory by Henry Mintzberg The research is done by post positivist approach By using in depth interviews and document study researchers obtained results that leadership role Hasto Wardoyo Regent generally already meet all three roles the interpersonal role the informational role and the decisional role Leadership role Hasto Wardoyo Regent who dominated in efforts to overcome poverty is the interpersonal role and the decisional role But the weakness of the leadership role Hasto Wardoyo Regent is the distrubance handler role in terms of the imbalance of attention disorders among all public and employees , This thesis discusses about how Hasto Wardoyo Regent leadership role in tackling poverty in Kulon Progo that appear based poverty reduction policies of local wisdom utilizing social potential through the Bela Beli Kulon Progo and were able to reduce poverty in Kulon Progo significant in 2013 The theory used is the Leadership Role Theory by Henry Mintzberg The research is done by post positivist approach By using in depth interviews and document study researchers obtained results that leadership role Hasto Wardoyo Regent generally already meet all three roles the interpersonal role the informational role and the decisional role Leadership role Hasto Wardoyo Regent who dominated in efforts to overcome poverty is the interpersonal role and the decisional role But the weakness of the leadership role Hasto Wardoyo Regent is the distrubance handler role in terms of the imbalance of attention disorders among all public and employees ]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armansyah Gatot Subroto
"Kebijakan pembangunan pertanian di Kabupaten Kulon Progo tidak lagi bertumpu pada peningkatan produksi saja, tetapi lebih luas lagi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mengembangkan agribisnis, serta mengisi dan memperluas pasar melalui pertanian yang maju, efisien, dan tangguh.
Kebijakan pembangunan pertanian tersebut akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mampu menggerakkan partisipasi berbagai pihak, utamanya masyarakat petani dalam pelaksanaan program-program pertanian.
Dalam rangka penggerakan partisipasi masyarakat petani, maka program penyuluhan pertanian memainkan peran yang sangat vital. Agar penyuluhan pertanian dapat dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pembangunan pertanian, maka disamping diperlukan adanya dukungan kelembagaan, sarana dan bahan-bahan penyuluhan sesuai standar pelayanan prima, diperlukan pula adanya dukungan sumber daya manusia tenaga penyuluh pertanian yang prima.
Kinerja prima dari tenaga penyuluh pertanian merupakan hasil dari interaksi antara kemampuan dan motivasi (kepuasan kerja) dari para penyuluh pertanian tersebut. Motivasi dan kepuasan kerja, sama pentingnya dengan kemampuan dalam menyurnbang terhadap kinerja prima dan para penyuluh pertanian.
Kajian kepuasan kerja pada Penyuluh Pertanian menarik untuk diteliti, karena peran mereka yang amat vital untuk menggerakkan partisipasi masyarakat petani guna keberhasilan pembangunan pertanian. Kajian mengenai kepuasan kerja pada umumnya telah banyak dilakukan, namun tetap aktual dan menarik karena akhir-akhir ini banyak dibicarakan masalah pemogokan kerja, untuk rasa, dan sejenisnya, yang apabila diteliti dan ditelusuri penyebab yang cukup menonjol adalah adanya rasa ketidakpuasan pegawai.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain: gaji, pekerjaan itu sendiri, gaya supervisi, kesempatan promosi, rekan kerja, kondisi kerja, kebijakan organisasi, kepribadian, nilai-nilai pegawai, berbagai karakteristik individu seperti usia, masa kerja, pendidikan, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini dilihat hubungan antara karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja secara umum dari para Penyuluh Pertanian yang didasarkan pada Teori Perancangan Ulang Pekerjaan dari Hackman dan Oldham (1980).
Menurut Hackman dan Oldham (1980), dalam upaya untuk meningkatkan motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja perlu diperhatikan adanya lima dimensi karakteristik inti pekerjaan, yaitu: variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan batik. Hackman dan Oldham (1980) juga menjelaskan adanya beberapa moderator yang mempengaruhi hubungan antara karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja secara umum, yaitu: knowledge and skill, growth need strength, dan context satisfaction.
Penelitian ini melihat peran dari variabel moderator growth need strength dalam mempengaruhi hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja secara umum pada para Penyuluh Pertanian. Diasumsikan bahwa Penyuluh Pertanian yang memiliki growth need strength yang tinggi akan merespon secara lebih positif terhadap pekerjaannya dibandingkan Penyuluh Pertanian dengan growth need strength yang rendah.
Subyek penelitian yang dipilih adalah para Penyuluh Pertanian pada BIPP Kabupaten Kulon Progo dengan populasi sebanyak 48 orang. Pada penelitian ini seluruh populasi diambil sebagai sampel (total sampling). Kepada para penyuluh Pertanian tersebut diberikan kuesioner yang diadaptasi dari kuesioner Job Diagnostic Survey dari Hackman dan Oldham (1980) untuk mengungkap variabel-variabel di atas.
Sebelum alat ukur ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada 30 orang responden untuk melihat apakah alat ukur tersebut valid dan reliabel. Perhitungan validitas menggunakan metode konsistensi internal, sedangkan reliabilitas menggunakan metode alpha Cronbach. Hasil perhitungan menunjukkan alat ukur valid dan reliabel sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini.
Metode analisis menggunakan teknik uji korelasi tata jenjang Kendall (tau) karena data penelitian diasumsikan berskala ordinal. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan bermakna antara karakteristik pekerjaan secara keseluruhan dengan kepuasan kerja secara umum, namun kekuatan hubungannya pada tingkat sedang (tau = 0, 543). Sementara itu hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positip dan bermakna antara masing-masing lima dimensi inti karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja secara umum.
Untuk melihat ada-tidaknya pengaruh growth need strength terhadap hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja secara umum, dilakukan korelasi parsial Kendall (tau). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan angka korelasi (dari tau = 0,543 menjadi 0,470). Ini bermakna bahwa growth need strength mempengaruhi (dalam hal ini memperkuat) hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kepuasan keija secara umum. Hasil uji korelasi berganda juga mendukung kesimpulan tersebut dimana interaksi antara karakteristik pekerjaan dan growth need strength secara berskma-sama menunjukkan hubungan dengan kepuasan kerja secara umum yang lebih kuat (dari tau = 0,543 menjadi 0,672).
Pengujian moderator dilakukan dengan melihat perbandingan korelasi Kendall (tau) antara karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja secara umum pada kelompok growth need strength yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi kendall (tau) pada kelompok responden dengan growth need strength tinggi (tau = 0, 414) lebih kuat dibandingkan pada kelompok responden dengan growth need strength rendah (tau = 0,357).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel growth need strength merupakan moderator yang mempengaruhi hubungan antara karakteristik pekeijaan dan kepuasan kerja secara umum dari para Penyuluh Pertanian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>