Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99851 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zachlul Adly
"Adanya krisis ekonomi, telah berlakunya undang-undang no. 22 dan undangundang no. 25 tahun 1999, subsidi pemerintah yang makin menurun, jumlah dan jenis pelayanan rumah sakit yang makin meningkat, demand masyarakat yang makin meningkat, bergesernya pola penyakit, tarif sekarang masih berdasarkan Perda No. 15 tahun 1995, adanya persiapan RSUD Pariaman menjadi rumah sakit unit swadana dan telah adanya rencana stratejik RSUD Pariaman tahun 2000-2004, berdasarkan hal-hal tersebut diatas dirasa perlu ditetapkan penetapan tarif yang rasional di RSUD Pariaman, yang dalam penelitian ini dibatasi dalam penetapan tarif di instalasi rawat jalan.
Dalam menetapkan tarif rasional di instalasi rawat jalan RSUD Pariaman dilakukan penelitian biaya di unit-unit penunjang dan unit-unit produksi RSUD Pariaman, meliputi biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Data berupa data sekunder dikumpulkan dari catatan/laporan kegiatan, pengelolaan data. dilakukan dengan cara double distribution method, dan kemudian dilakukan perhitungan yang menghasilkan biaya- total dan biaya satuan. Survai kemampuan membayar masyarakat (ATP) dilakukan pada pengunjung rawat jalan dengan wawancara berupa kuiesioner yang telah disiapkan.
Persepsi stakeholders yang terkait dengan penetapan tarif dilakukan dengan wawancara mendalam. Simulasi tarif dilakukan dengan berpatokan pada biaya satuan, tarif saat ini, ATP, persepsi stakeholders dan cost recovery rate, dengan demikian didapat tarif rasional instalasi rawat jalan untuk RSUD Pariaman berkisar antara Rp. 5.000,- - Rp. 12.500,-. Hasil penelitian ditetapkan tarif pada poli umum Rp. 5.000,- dengan CRR 107,8 %, poli gigi Rp. 10.000,- dengan CRR 18,99 % dan poli spesialis Rp. 12.500,- dengan CRR 342,84 %.
Rekomendasi dari penelitian ini dalam penetapan tarif hendaknya berdasarkan tarif yang rasional, pemerintah wajib memberi subsidi pada rumah sakit dan subsidi khusus pada orang miskin.

Determination of the Rational Pricing Out Patient Installation at District Hospital Pariaman in 1999/2000.The economic crisis and decentralization era (Undang-undang No. 22 and 25 /1999) make government subsided will be decreased. The other side quantity and kind of health services are increase, community demand increase, transition of epidemiologic, the pricing on RSUD Pariaman and to be prepared to charge with auto regulation on budgeting of health services and strategic plan of RSUD Pariaman (2000-2004), according to this planning to add health the rational pricing. In this research the rational pricing will be respected on out patient.
In determining the rational pricing out patient installation at RSUD (District Hospital) in Pariaman a research in conducted regarding cost in supporting units and production units of Pariaman RSUD that includes investment cost, operating cost and maintenance cost. The secondary data are collected from notes/activities report. And the data processing is done by double distribution method, and then calculation is done to find out total cost and unit cost. The research towards the people ability to pay (ATP) is done towards the out patient through interview by using questioner prepared previously.
The perception of stakeholders related to the determination of the pricing is done through in-depth interview. The pricing simulation is done with standard of unit cost at this time, ATP, perception of stakeholders and cost recovery rate. Therefore, the rational pricing of out patients can be obtained for Pariaman RSUD that range from Rp. 5.000 - Rp. 12.500 from the result of this research the pricing determined for general policlinic is Rp. 5.000.- with CRR 107.9 % dental policlinic is Rp. 10.000,- with CRR 118.99 % and specialist policlinic Rp. 12.500,- with CRR 34.84.
The recommendation of this research in determining the pricing is that it should be based on the rational pricing, therefore the government is necessary to subsidize the hospital and special subsidy for the need."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Ismail Rivai
"Krisis ekonomi dan otonomi daerah dapat menyebabkan menurunnya subsidi pemerintah kepada rumah sakit. Disisi lain jumlah dan jenis pelayanan rumah sakit harus ditingkatkan karena demand masyarakat yang makin meningkat oleh sebab terjadinya pergeseran pola penyakit.
Tarif yang berlaku saat ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat tahun 1995 dan oleh karena adanya rencana dari RSUD Solok., untuk menjadi rumah sakit swadana, maka perlu ditetapkan tarif rasional, yang dalam penelitian ini dihatasi pada penetapan tarif di instalasi rawat inap menurut kelas rawatan.
Dalam menetapkan tarif rasional di instalasi rawat inap dilakukan penelitian biaya di unit-unit penunjang dan unit-unit produksi, meliputi biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeiiharaan. Data berupa data sekunder dikumpulkan dari catatan/laporan kegiatan, pengolahan data dilakukan dengan double distribution method, dan kemudian dilakukan perhitungan yang menghasilkan biaya total dan biaya satuan. Survey kemampuan membayar masyarakat (ATP) dilakukan pada pengunjung rawat inap dengan wawancara berupa kuesioner yang telah disiapkan. Persepsi stakeholders yangterkait dengan penelapan tarif dilakukan dengan wawancara mendalarm. Simulasi tarif dilakukan dengan berpatokan pada biaya satuan, tarif saat ini, ATP, persepsi .stakeholders, dan cost recovery ale. Dengan demikian didapat tarif rasional instalasi rawat inap menurut kelas rawatan, yaitu: Kelas Utama: Penyakit Dalam Rp. 30.000, Kelas 1 Penyakit Dalam Rp. 22.500_- , Kelas I Kebidanan Rp. 27.500, Kelas II Bedah Rp. 20.000.-, Kelas II Anak Rp. 20.000,-, Kelas 11 Penyakit Dalam Rp. 16,000,-; dan Kebidanan Rp. 22.500,-. Kelas ZFI Bedah Rp. 6,000. Anak Rp. 8.000,- , Penyakit Dalam Rp. 4.000.-dan Kebidanan Rp. 6,000, . Rekomendasi dari penelitian ini adalah masih tetap diharapkan subsidi dari pemerintah kepada rumah sakit dan masyarakat tak mampu.
Daftar bacaan : 35 (1983 - 2000)

Determining Rational Tariff of Hospital's Ward Installations that Classified by the Class Rate at Rumah Sakit Umum Daerab Solok in 1999/2000Economic crisis and district autonomy influenced government's subsidies to district hospitals. On the other side, public hospitals should improve and develop their services to respons public's demand.
Tariff of RSUD Solok was set up in 1995 (Perda) and due to the plan to become more atonomous the hospital need to determine its Rational Tariff.
In setting up Rational tariff for inpatient care costs for supporting and production units were determined including investment and operational costs, as well as maintenance cost. The secondary data was collected from hospital records, has been and analysed using double distribution method. To describe the ability to pay (ATP), interview to the patiens have been conducted, interviews with stakeholders were also conducted to obtain information on their stakeholders perception of the rational tariff Simulation had been done based on findings of unit cost, perceptions,and the cost recovery rate. Proposed tariffs for inpatient care (RSUD) Solok, are as follow. TIP (Internal Medicine) Rp. 30.000; First Class: Internal Medicine Rp. 22.500,-, Obgyn Rp. 27.500, Second Class: Surgery Rp. 20.000, Pediatric Rp. 20.000, Internal Medicine Rp. 16.000,- and Obgyn Rp. 22300, Third Class: Surgery Rp. 6.000, Pediatric Rp. 8.000, Internal Medicine Rp. 4.000,- and ObgynRp. 6.000, Based on the findings, the government need to continue to provide subsides to public hospitals and the poor.
References: 35 (1983 - 2000)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Rudianto
"Analisis kemampuan dan kemauan membayar masyarakat terhadap tarif pelayanan kesehatan bertujuan untuk mendapatkan gambaran kemampuan membayar (ATP) dan kemauan membayar (WTP) terhadap- tarif pelayanan kesehatan di Puskesmas Cikole Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, dikaitkan dengan adanya perubahan tarif dan Rp. 700,- menjadi Rp. 2000,- sesuai Perda No. X Tahun 1997. Penelitian merupakan analisis deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dengan mengadakan wawancara menggunakan kuesioner yang mengacu pada instrumen Survey Sosial Ekonomi Nasional 1995 terhadap keluarga yang pernah berobat ke Puskesmas setelah adanya kenaikan tarif. Hasil penelitian dideskripsikan melalui analisis persentase masyarakat yang "tersingkir" pada tarif tertentu. Hasil analisis antara lain terlihat masyarakat masih mempunyai kemampuan dalam membayar tarif Puskesmas sesuai Perda No. X Tahun 1997. Hal ini ditunjukkan dalam simulasi ATP1 (pengeluaran bukan makanan) dan ATP2 (pengeluaran non esensial), sedangkan bila disimulasikan dengan ATP3 (5% pengeluaran bukan makanan) maka sebesar 6% masyarakat akan "tersingkir ". Apabila biaya pelayanan berada di atas tarif yang ditetapkan yaitu misalnya ditambah dengan adanya pembebanan bagi pembelian jarum suntik, dimana tambahan biaya pembebanan juga meningkat dengan adanya kenaikan harga akibat krisis moneter akan mengakibatkan biaya pelayanan Puskesmas Cikole semakin tinggi, dan semakin banyak masyarakat yang tersingkir dari pelayanan Puskesmas. Turunnya kunjungan Puskesmas Cikole setelah diberlakukannya tarif baru - Rp.2000,- bukan sekedar disebabkan oleh adanya peningkatan tarif tersebut, tetapi merupakan dampak akumulatif dari adanya peningkatan tarif dan situasi moneter. Masyarakat yang tersingkir perlu didukung dengan program kartu sehat dan juga melaksanakan efisiensi biaya operasional untuk mengurangi pembebanan biaya pelayanan.

People's Ability to Pay and Willing to Pay Analysis upon the Health Service Tariff of Puskesmas Cikole, Kabupaten Daerah Tingkat II BandungPeople's ability to pay and willing to pay analysis upon the health service tariff' is aimed for getting the view of ability to pay and willing to pay upon the health service tariff at Puskesmas Cikole Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, related to the increasing tariff from Rp. 700,- to Rp. 2000,- according to Perda No. X /1997. This research is a descriptive analysis with cross sectional outline. The data gathered by carrying out interviews using questionaires according to " Survey Sosial Ekonomi Nasional 1995 " instrument to the families who have gone to get a medicaL treatment at the Puskesmas after the tariff increasing. The result of this reseach is described through the percentage analysis of people eliminated at a certain tariff. From the analysis, it seems that people still have the ability to pay Puskesmas tariff according to Perda No. X / 1997. This is shown in ATP 1 ( non - food expenses ) and ATP 2 ( non - essensial expenses) simulation, whereas if it was simulated by the ATP 3 ( 5% non - food expenses ), the 6 % of people will be eliminated. If the service cost is higher than the stated tariff; for example, addition with expenses for purchasing syringe, where the addition was also increased by the increasing prices as the result of monetary crisis, will make the service cost at Puskesmas Cikole higher, and more people will be eliminated from the Puskesmas services. The decreasing visits to Puskesmas Cikole after the new tariff Rp. 2000,-implemented, is not only because of the increase tariff; but also a cummulative effect from the increased tariff and monetary situation. The peoplie who are eliminated need to be supported by the " Kartu Sehat " program and also by carrying out operational cost efficiency to lessen cost burdening."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Arminsih Wulandari
"Pelayanan rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan pada umumnya, yang memerlukan penanganan dan perhatian yang seksama. Sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, rumah sakit juga merupakan tempat yang memungkinkan untuk terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit, yang disebut dengan infeksi nosokomial. Ruangan yang potensial untuk terjadi penularan antara lain kamar operasi, ruang perawatan, ruang UGD, ruang umum. Upaya pengelolaan sanitasi rumah sakit merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat umum. Salah satu upaya sanitasi lingkungan rumah sakit dalam mengontrol pertumbuhan mikroorganisme adalah kegiatan disinfeksi dan sterilisasi. Dalam mencapai visinya sampai dengan saat ini RSU Bhakti Yudha Depok belum melakukan kegiatan pemeriksaan mikrobiologi udara ruangan (pengukuran angka kuman) dimana kegiatan pengukuran ini dapat mendeteksi terjadinya infeksi nosokomial. Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efektivitas kegiatan disinfeksi dan sterilisasi pada kamar operasi dan ruang UGD dalam menurunkan jumlah total kuman di udara. Dalam pertumbuhannya mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain suhu, kelembaban, pencahayaan dan sebagainya yang mana semua itu diatur dalam Permenkes No. 9861MenkesIPerIXI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Hasil penelitian menunjukkan, jumlah koloni kuman di kamar operasi I pada minggu ke I sebelum kegiatan disinfeksi dan sterilisasi ada 2 koloni, sedangkan sesudah kegiatan ada 1 koloni sehingga efektivitas kegiatan disinfeksi dan sterilisasi adalah 50%. Sedangkan untuk minggu ke II jumlah koloni kumannya 59 koloni dimana 31 koloni diantaranya adalah bakteri. Tidak dapat dilihat efektivitasnya karena tidak dilakukan kegiatan disinfeksi dan sterilisasi. Identifikasi bakteri menunjukkan jenisnya adalah bukan sterptococcus. Faktor lingkungan yang berpengaruh disini adalah pencahayaan, hasil pengukurannya adalah berkisar antara 16-52 lux.
Jumlah koloni kuman untuk kamar operasi II sebelum kegiatan disinfeksi dan sterilisasi pada minggu ke I adalah 2 koloni, untuk minggu ke II ada 29 koloni dimana 26 koloni diantaranya adalah bakteri. Untuk kegiatan sesudah disinfeksi dan sterilisasi untuk minggu ke I tidak ada hasilnya karena tidak dilakukan kegitan, sedangkan untuk minggu ke II hasilnya adalah 3 koloni, 2 koloni diantaranya adalah bakteri. Efektivitas kegiatan ini memberikan hasil 89.66%. Parameter pencahayaan masih di bawah standar yaitu 37-186 lux. Untuk ruang UGD jumlah koloni kuman sebelum kegiatan disinfeksi adalah 60 koloni sedangkan hasil sesudah kegiatan adalah 84 koloni. Justru terjadi peningkatan pada kegiatan sesudah disinfeksi sehingga efektivitasnya memberikan hasil -44%. Untuk pencahayaan di ruang UGD juga masih di bawah standar yaitu 13-27 lux.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan disinfeksi dan sterilisasi dapat menurunkan jumlah koloni kuman udara di kamar operasi walaupun pada pada kenyataannya masih ada bakteri yang tertinggal karena faktor lingkungan yaitu pencahayaan yang masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Permenkes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Arminsih Wulandari
"ABSTRAK
Pelayanan rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan pada umumnya, yang memerlukan penanganan dan perhatian yang seksama. Sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, rumah sakit juga merupakan tempat yang memungkinkan untuk terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit, yang disebut dengan infeksi nosokomial. Ruangan yang potensial untuk terjadi penularan antara lain kamar operasi, ruang perawatan, ruang UGD, ruang umum. Upaya pengelolaan sanitasi rumah sakit merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat umum. Salah satu upaya sanitasi lingkungan rumah sakit dalam mengontrol pertumbuhan mikroorganisme adalah kegiatan disinfeksi dan sterilisasi. Dalam mencapai visinya sampai dengan saat ini RSU Bhakti Yudha Depok belum melakukan kegiatan pemeriksaan mikrobiologi udara ruangan (pengukuran angka kuman) dimana kegiatan pengukuran ini dapat mendeteksi terjadinya infeksi nosokomial. Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efektivitas kegiatan disinfeksi dan sterilisasi pada kamar operasi dan ruang UGD dalam menurunkan jumlah total kuman di udara.
Dalam pertumbuhannya mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain suhu, kelembaban, pencahayaan dan sebagainya yang mana semua itu diatur dalam Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Hasil penelitian menunjukkan. jumlah koloni kuman di kamar operasi I pada minggu ke I. sebelum kegiatan disinfeksi dan sterilisasi ada 2 koloni, sedangkan sesudah kegiatan ada 1 koloni sehingga efektivitas kegiatan disinfeksi dan sterilisasi adalah 50%. Sedangkan untuk minggu ke 11 jumlah koloni kumannya 59 koloni dimana 31 koloni diantaranya adalah bakteri. Tidak dapat dilihat efektivitasnya karena tidak dilakukan kegiatan disinfeksi dan sterilisasi. Identifikasi bakteri menunjukkan jenisnya adalah bukan sterplococcus. Faktor lingkungan yang berpengaruh disini adalah pencahayaan, hasil pengukurannya adalah berkisar antara 16-52 lux.
Jumlah koloni kuman untuk kamar operasi II sebelum kegiatan disinfeksi dan sterilisasi pada minggu ke I adalah 2 koloni, untuk minggu ke 11 ada 29 koloni dimana 26 koloni diantaranya adalah bakteri. Untuk kegiatan sesudah disinfeksi dan sterilisasi untuk minggu ke I tidak ada hasilnya karena tidak dilakukan kegitan, sedangkan untuk minggu ke II hasilnya adalah 3 koloni, 2 koloni diantaranya adalah bakteri. Efektivitas kegiatan ini memberikan basil 89.66%. Parameter pencahayaan masih di bawah standar yaitu 37-186 lux
Untuk ruang UGD jumlah koloni kuman sebelum kegiatan disinfeksi adalah 60 koloni sedangkan hasil sesudah kegiatan adalah 84 koloni. Justru terjadi peningkatan pada kegiatan sesudah disinfeksi sehingga efektivitasnya memberikan hasil -44%. Untuk pencahayaan di ruang UGD juga masih di bawah standar yaitu 13-27 lux.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan disinfeksi dan sterilisasi dapat menurunkan jumlah koloni kuman udara di kamar operasi walaupun pada pada kenyataannya masih ada bakteri yang tertinggal karena faktor lingkungan yaitu pencahayaan yang masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Permenkes."
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Maulana
"Proses perencanaan obat yang tidak optimal menyebabkan terjadinya permasalahan stok obat seperti obat kadaluarsa atau stock out. Permasalahan ini juga terjadi pada Puskesmas Kecamatan Duren Sawit terutama dalam pengendalian stock Barang Medis Habis Pakai (BMHP) dan stok barang program COVID-19.  Laporan ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan prioritas pengadaan alat kessehatan BMHP dan program COVID-19 berdasarkan analisis VEN. Metode yang digunakan adalah pendekatan retrospektif dan studi literatur. Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak ada item yang termasuk ke dalam kategori Vital (V), lalu 54 item yang termasuk ke dalam kategori Esensial (E), sedangkan yang masuk dalam kelompok Non esensial (N) adalah 61 item.

The drug planning process that is not optimal causes drug stock problems such as expired drugs or stock outs. This problem also occurs at the Duren Sawit District Health Center, especially in controlling the stock of Consumable Medical Goods (BMHP) and the stock of goods for the COVID-19 program. This report aims to find out the uses and priorities for procuring Consumable Medical Goods and the COVID-19 program based on VEN analysis. The method used is a retrospective approach and literature study. The results obtained showed that there were no items included in the Vital (V) category, then 54 items were included in the Essential (E) category, while 61 items were included in the Non-essential (N) group."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Windarti
"RSUD Palembang Bari Kota Palembang, yang sebelumnya adalah Puskesmas Panca Usaha, adalah rurnah sakit pemerintah yang diresmikan Tanggal 19 Juni 1995 dan ditetapkan sebagai rumah sakit umum kelas C pada Tanggal 10 November 1997. Bagian IGD adalah salah satu instalasi dari delapan fasilitas pelayanan yang ada di RSUD Palembang Bari.
Alat kesehatan habis pakai yang ada di RSUD Palembang Bari masih dropping dari Dinas Kesehatan Kota Palembang. Fungsi-fungsi manajemen logistiknya masih perlu dibenahi baik dalam perencanaan kebutuhan alat kesehatan habis pakai, penganggaran, pengadministrasian, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan. Kondisi yang ada sekarang bahwa penggunaan alat kesehatan yang ada belum efektif dan belum efisien karena belum dikelola dengan baik.
Dari hasil Analisa ABC ada lima jenis alat kesehatan habis pakai masuk dalam Kelompok A, yakni : Infus Set Dewasa, Spuit 5cc, Abocath No. 20, Abocath No. 22, Abocath No. 24. Dalam Kelompok A tersebut proporsi volumenya adalah 46,33 persen atau sebanyak 7.007 unit dad jumlah seluruhnya sebanyak 15.124 unit, dengan nilai investasi sebesar 26,39 persen atau sebesar 26117.980 rupiah dad total investasi sebesar 98.978.357,00 rupiah.
Terdapat perbedaan antara pengeluaran alat kesehatan yang ada di IGD dengan volume penggunaannya pada Tahun 2002 sebesar 46,76 persen atau sebanyak 3.276 unit dari total volumenya sebesar 7.007 unit, dan sisanya sebanyak 1,11 persen atau 157 unit.
Besarnya perbedaan nilai investasi antara penggunaan dan persediaan alat kesehatan habis pakai di IGD Tahun 2002 adalah sebesar 26,89 persen atau senilai 18.949.715,00 rupiah dad total sebesar 26.117.980,00 rupiah, dan sisanya sebesar 0,56 persen atau senilai 145.255,00 rupiah.
Besarnva pendapatan IGD RSUD Palembang Bari untuk Tahun 2002 sebesar 27.519.500,00 rupiah yang bersumber dari karcis sebesar 11.985.000,00 rupiah dan dari tindakan sebesar 15.534,500,00 rupiah. Profit marginnya sebesar 1.4.01520,00 rupiah jika pendapatan IGD dikurangi dengan besarnya penerimaan alat kesehatan habis pakai, dan ada efisiensi sebesar 8.569,785,00 rupiah jika pendapatan dikurangi dengan penggunaan alat kesehatan habis pakai.
Disarankan dalam rangka menuju rumah sakit swakelola dan mandiri agar RSUD Palembang Bari dapat menerapkan fungsi-fungsi manajemen logisti:, meliputi perencanaan, penganggaran, operasional dan pengawasan logistik. Pembenahan stok harus segera dilakukan terutama dalam pengadministrasian, penyimpanan, pendistribusian, serta menempatkan petugas khusus yang menangani persediaan. Supaya perbedaan antara penggunaan dengan yang dikeluarkan untuk dapat dilakukan pengawasan agar tidak hilang, dapat disadarkan stok awal priode berikutnya sehingga akan terdapat penggunaan yang efektif dan efisien.

Coincidence Of The Usage Of Medical Disposable Equipment In Emergency Installation Palembang Bari Local Hospital Palembang City, In 2002Palembang Bari Local Hospital or RSUD Palembang Bari, formerly named Panca Usaha Community Health Center, is a government hospital legitimatised on June 19, 1995, and decided by the government regulation as the type C public hospital on November 10, 1997. Emergency Installation is one of eight installations serves some facilities for health care in RSUD Palembang Bari.
Conclusion. Stock of medical disposable equipment in RSUD Palembang Bari has been supplied by Health Office of Palembang City. The functions of logistic management in Emergency Installation of RSUD Palembang Bari need some improvements in planning, budgeting, administrating, distributing, and controlling. The real condition about usage of medical disposable equipment indicates inefficiency due to inappropriate management.
ABC Analysis shows there are five kinds of medical disposable equipment which are classified as Group A, that are Adult Infus Set, Spuit 5cc, Abbocath Number 20, Abbocath Number 22, and Abbocath. Number 24. In. that A Group,. the proportion of volume of medical disposable equipment is 46,33 percent or 7.007 units, in which its total volume are 15.124 units. Investment of medical disposable equipment is 26,39 percent or 26.117.980 rupiah, where its total investment is 98.978.357,00 rupiah.
There are some differences between the volume of supply and the usage of medical disposable equipment is RSUD Palembang Bari Emergency Installation. The difference of usage in 2002 is 46,76 percent or 3.276 units of its total volume that is 7.007 units, and its remainder is 1,11 percent or 157 units.
The large difference of its investment between the supply and the usage of medical disposable equipment in RSUD Palembang Bari Emergency Installation in 2002 is 26,89 percent or 18.949.715,00 rupiah, in which its total investment is 26.117.950,00 rupiah, and its remainder is 0,56 percent or 145.255,00 rupiah.
The income Emergency Instalation of RSUD Palembang Bari received as long as 2002 is 27.519.500,00 rupiah, came from ticket is 11.985.000,00 rupiah, and came from medical action is 15.534.000,00 rupiah. Its profit margin as much as 14.01520,00 rupiah if the income used for buying medical disposable equipment, and it can be surplus as much as 8.569.785,00 rupiah if the remainders of stock can be coincided in its usage.
Recommendation. In order to achieve the private hospital, it is recommended tabat RSUD Palembang Bari to implement the functions of logistic management, such as planning, budgeting, operating, and controlling. The reminder of usage of medical disposable equipment must be controlled, and must be accounted in future stock.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggy Puspasari
"Latar belakang: Sterilisasi merupakan proses menghancurkan mikroba yang dapat dilakukan melalui proses fisik atau kimia. Vaporized hydrogen peroxide (VHP) merupakan teknologi sterilisasi cepat dengan menggunakan hidrogen peroxida (H2O2) yang bersifat antimikroba berspektrum luas. Alat ini tidak menghasilkan produk sampingan berbahaya, relatif murah, tersedia secara luas dan mudah digunakan.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas VHP Departemen THT-KL RSCM-FKUI untuk sterilisasi instrumen medis pemeriksaan fisik THT-KL.
Metode: Penelitian eksperimental ini dilakukan di Departemen THT-KL, Departemen Mikrobiologi, dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel pada penelitian ini adalah corong telinga, spekulum hidung, dan spatel lidah yang telah digunakan di unit rawat jalan dan belum disterilisasi. Instrumen medis yang telah berkontak dengan pasien ditempelkan pada media kontak agar dan kemudian disterilisasi dengan VHP dengan durasi 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap jumlah mikroorganisme pada pasca sterilisasi. Uji statistik dilakukan untuk melihat perbandingan rerata jumlah koloni pra- dan pasca-sterilisasi, serta hubungan antara durasi sterilisasi dengan efektivitas sterilisasi
Hasil: Terdapat total 27 sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini. Pada durasi sterilisasi 30 menit, 3 dari 9 sampel (33,3%) memiliki sisa mikroorganisme pasca sterilisasi. Pada durasi sterilisasi 60 menit dan 90 menit, seluruh sampel pasca sterilisasi ditemukan steril. Dari hasil analisis statistik, ditemukan perbedaan rerata jumlah koloni yang bermakna antara sebelum dan sesudah sterilisasi pada durasi 30 menit (p=0,000), 60 menit (p=0,008) dan 90 menit (p=0,008). Sementara itu, tidak terdapat hubungan bermakna antara durasi sterilisasi dengan efektivitas sterilisasi.
Kesimpulan: Metode sterilisasi instrumen medis dengan VHP terbukti efektif pada durasi 30 menit, 60 menit, maupun 90 menit. Jenis mikroorganisme yang belum mati pada sebagian sampel durasi sterilisasi 30 menit adalah Staphylococcus epidermidis dan Bacillus sp.

Background: Sterilization is a process of destroying microbes which can be done through physical or chemical means. Vaporized hydrogen peroxide (VHP) is a rapid sterilization method which involves the use of hydrogen peroxide (H2O2) with its broad-spectrum antimicrobial property. This method does not produce harmful side products, is relatively cheap, widely available and easy to use.
Objective: This study was conducted to evaluate the effectivity of VHP for the sterilization of medical instruments in Department of ENT-HNS RSCM-FKUI.
Method: This experimental study was conducted in Department of ENT-HNS and Department of Microbiology RSCM-FKUI. Sample included ear speculum, nose speculum and tongue spatula which have been used in the outpatient clinic and have not been sterilized. Medical instruments that have been in contact with patients were affixed to agar contact medium and were sterilized with VHP in 30 minutes, 60 minutes and 90 minutes. The number of microorganisms post-sterilization was also calculated. Statistical analysis was done with the aim of finding the difference between the number of colonies before and after sterilization and the association between sterilization duration and effectivity.
Results: A total of 27 samples were involved in this research. With sterilization duration of 30 minutes, 3 out of 9 samples (33,3%) had remaining microorganisms after sterilization. With sterilization duration of 60 minutes and 90 minutes, all post-sterilization samples were sterile. From statistical analysis, there were significant differences between the number of colonies after and before sterilization in 30 minutes (p=0,000), 60 minutes (p=0,008) and 90 minutes (p=0,008) duration. Meanwhile, there was no significant association between duration of sterilization and its effectivity.
Conclusion: VHP sterilization method of medical instruments were effective in 30 minutes, 60 minutes and 90 minutes duration. The types of microorganisms remaining in several samples post 30 minutes sterilization were Staphylococcus epidermidis dan Bacillus sp.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbanraja, Hotma Dumaris
"Jaminan Kesehatan Nasional yang implementasinya dimulai Januari 2014 membuat perubahan system pembayaran dari Retrospektive Paymant System ke Prospective Payment System dengan tarif INA-CBG`s. Perbedaan tarif INACBG`s dan tarif RS menjadi masalah mendasar sehingga RS harus melakukan upaya agar tercapai kendali mutu dan biaya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya yang diambil RS terkait perbedaan tarif rumah sakit pelayanan rawat jalan dengan tarif INA-CBG`s. Metode penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 645(27,1 %) kasus dari total 2384 kasus memiliki selisih negatif dan1739 (72,9%) kasus dengan selisih positif. Rerata tarif RS Rp 221.683 dan rerata tarif INA-CBG`s Rp278.676 dengan rerata selisih tarif Rp56.993. Total selisih tarif Rp135.871.933 atau 25,7% dari tarif RS.Selisih tarif positif ini sangat baik bagi RS dan dapat digunakan untuk peningkatan pelayanan dan pengembangan RS. Klaim obat penyakit kronis diluar tarif paket INA-CBG`s menambah selisih positif menjadi Rp.187.208.274 atau mendapat surplus sebesar 35,42% dari total tarif RS. Komponen tarif RS yang terbesar adalah obat sebesar 37,4%. Pihak manajemen menerapkan upaya efisiensi biaya dari mulai proses perencanaan sampai evaluasi, dengan tetap mengutamakan mutu, mempercepat penyusunan dan implementasi clinical pathway agar pelayanan lebih terstandarisasi dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan serta sistem remunerasi yang baik yang mencerminkan asas adil dan layak. Dengan upaya yang diterapkan, diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang efektif dan rasional serta bermutu dan memberikan nilai tambah bagi rumah sakit dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

There is a fundamental change of hospital`s payment system in Indonesia since the Indonesian National Health Insurance was implemented (January 2014). The former retrospective payment system was changed into prospective payment system with Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) as expense base. This change forced hospital to propose a new efforts to adjust the rate difference between the previous hospital-based-tariff system and the latter INA-CBG-basedtariff system in order to assure the health service quality. This study aims to find out hospital`s efforts to adjust the tariff difference between the hospital-basedtariff- system and INA-CBG-based-tariff-system.This is a quantitative as well as qualitative research.
There were 2384 cases analyzed, with 645 cases (27.1%) with positive tariff balance and 1739 cases (72.9%) with negative tariff balance. Tariff differences was Rp. 135.871.977 (27.5% of the total hospital tarif). Average hospital tariff was Rp. 221.683, while the average INA CBG`s tariff was Rp. 278.676 and average difference was Rp 56.993. Hospital claim for chronic disease, which was not included in INA-CBG`s list, increased the positive balance to Rp. 187.208.274 (35,42% of hospital total tariff). Medication became the biggest part of the hospital cost (37.4%). The hospital`s management had worked efficiently to control the cost and assure the quality. Cost-efficiency-efforts as well as good remuneration system had been implemented from planning to evaluation. Hospital had to arrange and implement the clinical pathway as a standardization as well as quality controlhospital`s tariff, INA-CBG`s tariff, efficiency, quality, remuneration.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T44653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Gitsya Anjani
"ABSTRAK
Skripsi ini berisi bagaimana prosedur pengadaan alat kesehatan di rumah sakit berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ruang lingkup permasalahan hukum dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan di rumah sakit serta analisis putusan No.06/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mam. Pembahasan dilakukan melalui analisis putusan No.06/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mam. Bentuk penelitian ini yuridis normatif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan Prosedur pengadan alat kesehatan di Rumah Sakit dibagi menjadi beberapa tahap. Tahapan tersebut dimulai dari perencanaan, persiapan pengadaan, pemilihan penyedia barang dan jasa hingga pelaksanaan kontrak. Pengadaan barang dan jasa dapat ditinjau dari 3 tiga aspek hukum yakni hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi Negara. Dalam putusan 06/Pid.Sus/2015/PN.Mam, Dr H. Suparman sebagai Kuasa Pengguna Anggaran menjadi terpidana kasus tindak pidana korupsi karena tidak mengkoordinasikan, memantau dan mengevaluasi kegiatan pengadaan alat kesehatan di RSUD Provinsi Sulawesi Barat dengan baik, serta menerima uang suap dari Suwardi Koeshadhi sebesar Rp 50.000.000 Lima Puluh Juta Rupiah . Saran yang dapat diberikan untuk permasalahan tersebut adalah harus menegaskan pelaksanaan E-Procurement dengan panduan teknis dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ABSTRACT
This thesis discusses how the procurement procedures of medical devices in hospitals is based on legislation in force, the scope of the legal issues in the procurement of medical equipment in hospitals as well as analysis of the Verdict Number .06 Pid.Sus TPK 2015 PN.Mam. The discussion conducted through analysis of the Verdict Number Pid.Sus TPK 2015 PN.Mam . This research form is normative juridical qualitative methods. The study concluded the procurement procedures of medical equipment in the hospital is divided into several stages. The beginning stages of planning, preparation of procurement, the selection of providers of goods and services through the implementation of the contract. Procurement of goods and services can be viewed from three 3 the legal aspects of civil law, criminal law and the law of the State administration. In its Verduct number 06 Pid.Sus 2015 PN.Mam, Dr H. Supaman as a Budget Authority convicted of corruption because he did not coordinate, monitor and evaluate the activities of procurement of medical equipment in Province Hospital of West Sulawesi quiet well, and receive bribery money from Suwardi Koeshadhi up to Rp 50,000,000 Fifty Million Rupiahs . Advice can be given to these thessi are the need to the implementation of E Procurement with the technical guidance of the legislation in force."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>