Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasim
"Pertumbuhan penduduk perkotaan, seperti Jakarta dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, merupakan realita yang penting untuk dicermati. Pentingnya permasalahan tersebut, bukan hanya karena berhubungan dengan mekanisme pembagian dan pemanfaatan sumber daya yang ada. Namun, juga menyangkut persoalan penyediaan lapangan pekerjaan yang produktif bagi mereka. Kecenderungan selama ini, menunjukkan bahwa perkembangan lapangan pekerjaan pada sektor formal kurang mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja. Tanpa disadari kondisi tersebut berdampak terhadap tumbuhnya secara cepat kegiatan/usaha perekonomian sektor informal di perkotaan.
Sektor Informal sebagai istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas perekonomian berskala kecil, mempunyai keterkaitan yang erat dengan masalah kemiskinan di perkotaan. lronisnya justru seiring dengan maraknya program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan beberapa tahun terakhir ini, kegiatan/usaha ekonomi sektor informal sebagai sumber penghidupan mayoritas masyarakat miskin di perkotaan tidak terakomodasikan secara memadai. Sehingga hampir keseluruhan program pemberdayaan masyarakat dalam kerangka pengentasan kemiskinan bersifat bias terhadap eksistensi kegiatan/usaha perekonomian dimaksud.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Jadi dalam pelaksanaannya tidak menguji suatu teori atau pun hipotesis tertentu. Melainkan hanya mempelajari hubungan antara kategori yang menjadi fokus kegiatan penelitian ini. Dalam rangka mencapai maksud tersebut, dipergunakan pendekatan fenomenologis.
Adapun sasaran penelitian ini yaitu masyarakat miskin di perkotaan yang beraktivitas/usaha ekonomi sektor informal, khususnya para penerima manfaat program pemberdayaan dalam konteks pengentasan kemiskinan, dengan satuan kajian keluarga. Sedangkan proses pengumpulan informasi/ data ditempuh melalui studi dokumentasi, pengamatan, dan wawancara.
Hasil penelitian mununjukkan bahwa latar belakang sosial sebagian besar mereka yang terlibat kegiatan/ usaha perekonomian sektor informal di perkotaan merupakan masyarakat urban. Karenanya memiliki tingkat mobilitas sosial yang tinggi, meskipun baru terbatas pada mobilitas sosial secara horizontal. Sebab pada kenyataannya, hanya sebagian kecil diantara mereka yang mengalami peningkatan status sosialnya.
Pesatnya perkembangan kegiatan/ usaha perekonomian sektor informal pada masa kini, merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di perkotaan. Terutama bagi tenaga kerja yang berpendidikan rendah serta mempunyai kualifikasi kemampuan dan keterampilan terbatas. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pada sektor dimaksud yang cenderung mengarah ke sistem sosial-ekonomi tradisional. Perkembangan sektor informal juga mempunyai dampak sosial yang cukup berarti terhadap sistem kehidupan perkotaan secara menyeluruh. Bukan hanya perubahan yang menyangkut aspek sosial-ekonomi, tetapi termasuk politik dan budaya.
Sejauh ini, peran kelembagaan terhadap kegiatan/ usaha perekonomian sektor informal masih sangat bias. Ketidak jelasan itu ada hubungannya dengan persepsi masyarakat terhadap pemahaman dan penggunaan istilah "sektor informa.? Meskipun demikian, apabila dicermati secara teliti, kebijakan yang diterapkan oleh berbagai lembaga, baik pemerintah kota setempat, instansi teknis terkait, swasta maupun NGO, dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pada satu pihak bersifat promotif, serta di pihak lain sifatnya represif. Dalam banyak kasus, munculnya kebijakan yang kontradiktif itu membingungkan masyarakat. Akibatnya justru memperburuk kondisi kesejahteraan sosial masyarakat secara lebih luas.
Kondisi di lapangan memperlihatkan bahwa pola-pola yang ditempuh oleh lembaga pemberdaya untuk mengembangkan kegiatan/ usaha ekonomi sektor informal belum mampu menembus kebijakan pembangunan perkotaan yang cenderung deskriminatif terhadap aktivitas dimaksud. Bentuk pekerjaan/ usaha sebagai hasil program pemberdayaan yang diupayakan juga masih menampakkan wujud kegiatan ekonomi yang bersifat subsistensi. Demikian pula langkah-langkah yang dijalankan belum sepenuhnya mengarah pada pentingnya kelembagaan sebagai "kendaraan pengangkut" yang akan mewadahi berbagai hal dalam proses transformasi. Disamping pola sikap dan prilaku masyarakat pendukungnya juga belum menampakkan tanda-tanda perubahan yang mengarah pada melemahnya proses sosialisasi budaya kemiskinan (culture of poverty) di kalangan mereka. Dalam keadaan seperti itu, masyarakat akan tetap mengalami keterbatasan untuk dapat mengakses sumber daya, sehingga dapat dibilang bahwa strategi yang ditempuh itu, masih jauh dari harapan untuk dapat mengatasi permasalahan kemiskinan di perkotaan secara tuntas.
Berdasarkan hasil penelitian tadi, dipandang penting bagi semua pihak untuk dapat menyamakan persepsi terhadap eksistensi kegiatan/ usaha ekonomi sektor informal. Dengan begitu, bisa diharapkan tercipta komunikasi, kerjasama dan koordinasi yang, produktif dalam rangka ,pembinaannya, dengan tetapi memperhatikan dimensi pemberdayaan, guna menunjang upaya pengentasan kemiskinan di perkotaan secara kontinue dan terintegrasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Hastuty
"Partisipasi masyarakat dalam penerapan program pemberdayaan masyarakat menarik untuk diteliti karena telah banyak program pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan tetapi belum menunjukkan hasil yang maksimal. Banyak program yang telah dilakukan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan namun belum berperan optimal untuk pemberdayaan masyarakat dan hanya sebagai penonton dan berada di luar sistem yang ada.
Dominannya peranan pihak-pihak di luar masyarakat dalam menjalankan program pembangunan tetapi partisipasi masyarakat belum terlaksana sebagaimana diharapkan. Padahal partisipasi masyarakat merupakan salah satu aspek dari keberhasilan program penanggulangan kemiskinan.
Penelitian ini menagunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Informan yang diwawancarai adalah anak dan dewasa yang dikelompokkan dari 4 wilayah yang mendapatkan dampingan secara intensif dan 3 wilayah yang tidak mendapatkan dampingan secara intensif (non intensif).
Hasil analisis data dari wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pembuatan rencana program di Proyek Susukan relatif sudah cukup baik karena sudah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaannya sehingga masyarakat mengetahui peran serta apa yang dibutuhkan dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan. Namun, tidak seluruh unsur yang ada di masyarakat turut dalam proses perencanaan.
Adapun dalam pelaksanaan kegiatan lebih banyak lagi masyarakat yang terlibat, tidak hanya sebagai peserta tetapi juga turut andil dalam memberikan sumberdaya yang mereka miliki untuk keperluan program. Sedangkan dalam monitoring dan evaluasi terhadap program, masyarakat juga telah terlibat di dalamnya. Bentuk keterlibatan masyarakat adalah dengan memberikan penilaian terhadap program yang berlangsung di Proyek melalui forum-forum diskusi atau menyampaikan langsung kepada pihak proyek.
Partisipasi masyarakat dalam program proyek dipengaruhi oleh kebijakan Proyek yang mensyaratkan masyarakat untuk terlibat dalam setiap proses pada program yang dilakukannya disamping kesadaran masyarakat untuk memperoleh manfaat dari program yang ada. Selain itu faktor-faktor pendorong masyarakat untuk berpatisipasi adalah karena faktor komunikasi yang baik, faktor kesadaran, faktor penyuluhan dan pelatihan serta faktor kebutuhan dari masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, penulis menyarankan mengurangi bantuan yang sifatnya karitatif sehingga akan terlihat motivasi masyarakat yang sesungguhnya apakah karena adanya bantuan atau karena ingin meningkatkan kualitas hidup. Dalam perencanaan juga perlu melibatkan lebih banyak unsur dari masyarakat agar program yang dihasilkan lebih representatif dan menjawab kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.M. Sasanti
"Program IDT adalah salah satu pogram pembangunan yang berorientasi pada usaha pemberdayaan kemampuan masyarakat yang bertujuan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin dalam meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka dan mengembangkan berbagai usaha ekonomis produktif yang sesuai dengan kemampuannya.
Orientasi program ini mengarah kepada kemandirian dan otonomi masyarakat dalam mengembangkan usahanya melalui kelompok. Di dalam kelompok tersebut diharapkan mereka dapat menghidupkan modal-modal sosial yang telah dimilikinya guna mengembangkan modal usaha yang telah diberikan. Hal tersebut sesuai dengan paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat atau juga dapat dikatakan pembangunan yang berorientasi pada "bottom up policy".
Tulisan ini mempelajari aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin lewat bantuan modal usaha yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah Khusus ibukota Jakarta melalui program Impres Desa Tertinggal Non Regular In Gub di kelurahan Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat dengan unit analisanya yaitu individu-individu penerima bantuan modal usaha yang tergabung didalam kelompok usaha yang` dinamakan pokmas (kelompok masyarakat).
Konsep teoritik utama yang mendasari penelitian ini adalah konsep pemberdayaan (empowerment) yang menekankan pada kemandirian, kemampuan dan potensi masyarakat pelaksana program. Dalam proses ini kelompok masyarakat (pokmas) diberi "power" untuk dapat menggunakan potensi dirinya dalam mengembangkan modal usaha yang diberikan. Mereka dipacu, diberi motivasi melalui pendampingan yang intensif, dibina dan dididik untuk keluar dari lilitan kemiskinan. Berbagai modal sosial yang mereka miliki digunakan secara intensif dalam bentuk kerja sama yang sehat, kreatif dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan.
Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian menitikberatkan pada dua kelompok masyarakat pelaksana program yakni kelompok masyarakat yang berhasil dan kelompok masyarakat yang tidak berhasil. Indikatornya adalah perubahan gaya hidup periode sebelum program dan sesudah dlaksanakannya program. Dari wawancara dan pengamatan secara intensif dan terus menerus terhadap kegiatan kedua kelompok ini diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat dapat memberdayakan dirinya apabla diberi kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensinya. Program pembangunan direkomendasikan agar tidak lagi bersifat "top down policy", tetapi sudah harus bersifat "bottom up policy"."
2000
T7716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Mangara
"Terjadinya krisis moneter yang terus berkepanjangan hingga saat ini, telah menambah jumlah angka kemiskinan di Indonesia. Krisis tersebut selain berdampak pada perubahan tatanan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Badan Pusat Statistik (2000) mencatat, dalam kurun waktu 1997-1999 angka pengangguran terbuka naik dari 4,79% menjadi 6,4%, suatu gambaran kenaikan yang relatif tajam. Kondisi ini telah membuat jumlah kelompok miskin semakin bertambah seperti pada tahun 1998 jumlah kelompok miskin sebanyak 34,5 juta menjadi 49,5 juta jiwa pada tahun 1999. Bahkan diprediksikan pada tahun 2001 penduduk miskin meningkat menjadi 80 juta-an jiwa (30%). Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai program pembangunan yang bertujuan menanggulangi kemiskinan seperti program TAKESRA, KUKESRA, KUT, IDT, dengan pendekatan sentralistik dan top-down yang kurang memperhatikan kondisi daerah.
Untuk mengatasi dampak krisis ekonomi tersebut terhadap masyarakat miskin, maka pemerintah melakukan berbagai program seperti Jaring Pengaman Sosial (JPS), Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Krisis Ekonomi (PDMKE), maupun bantuan sembako melalui pasar murah. Semuanya lebih bersifat darurat dan mengarah pada pola konsumtif. Berkaitan dengan masalah kemiskinan tadi, pemerintah melakukan perubahan pendekatan dengan menganut pendekatan "pemberdayaan" yang lebih berorientasi pada peningkatan kemampuan masyarakat miskin dengan penguatan institusi lokal. Salah satu program yang dimunculkan adalah "Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan" (P2KP) sebagai program pemberdayaan masyarakat miskin, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri (self-help).
Proses pemberdayaan ini menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kewenangan, kekuatan dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin agar mereka lebih berdaya. Dengan kata lain proses pemberdayaan ini harus mampu menyerap aspek-aspek pemberdayaan dalam setiap kegiatan pelaksanaan P2KP seperti (1) perencanaan program tumbuh dari KSM; (2) KSM sebagai aktor utama pelaksana program ; (3) adanya partisipasi dan swadaya KSM; dan; (4) Implementasi program lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Bila dikaitkan dengan konsep pemberdayaan tadi, maka permasalahan dalam pelaksanaan P2KP sebagai pemberdayaan masyarakat miskin adalah "apakah sudah terserap aspek-aspek pemberdayaan dan sasaran program adalah orang miskin?. Permasalahan ini memunculkan pertanyaan penelitian yaitu: (1) Aspek-aspek pemberdayaan apa yang diserap dalam pelaksanaan P2KP; (2) Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat miskin; (3) Peranan fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin; (4) Hambatan apa yang dijumpai dan usaha mengatasinya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan informasi-informasi tentang data-data proses pemberdayaan masyarakat miskin yang dilaksanakan melalui P2KP. Pemilihan informan dilakukan ,dengan metode "purposive sampling" yang meliputi Kabid.Pemberdayaan Ekonomi Bapade, Kasi Kesos, Sekretaris kelurahan, Faskel, Ketua BKM, Ketua KSM Cemara V dan anggota maupun Ketua KSM Papaya dan anggota. Untuk mendapatkan informasi dari informan penelitian ini melakukan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa terdapat aspek-aspek pemberdayaan dalam P2KP sebagai salah satu kebijakan penanggulangan kemiskinan. Tetapi pada tataran implementasi di lapangan penerapan aspek-aspek pemberdayaan dalam pelaksanaan P2KP di Kelurahan Margahayu masih rendah. Ini dapat dilihat dari dominannya fasilitator, RW/RT maupun pengurus BKM dalam pembentukan dan pemilihan pengurus kelompok, perencanaan program/pembuatan proposal usaha serta perguliran dana. Dalam tataran ini KSM hanya pelaksana pasif tanpa ikut terlibat. Sasaran program belum mengakses kelompok miskin yang mengalami kerentanan sosial dan ketidakberdayaan, karena 90 % dari anggota KSM adalah warga masyarakat yang telah memiliki usaha awal walaupun masih disebut "warga miskin".
Dalam tataran pelaksanaan P2KP yang terjadi adalah pemberdayaan program pada tingkat BKM. Ini dilihat dari upaya-upaya pencapaian target ekonomis saja yang selalu mengutamakan hasil daripada proses. Pada hal dalam kebijakan makronya, kegiatan P2KP tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga bersifat sosial seperti peningkatan SDM masyarakat miskin.
Berdasarkan temuan lapangan yang direkomendasikan adalah: BKM dalam perguliran dana P2KP lebih memberdayakan masyarakat miskin dengan cara merubah kebijakannya yang lebih memprioritaskan warga yang telah memiliki usaha awal ke arah masyarakat miskin yang memerlukan bantuan usaha modal. Hal ini agar sasaran program P2KP sebagai upaya pengentasan kemiskinan dapat terwujud. Selain orientasi ekonomi, proses perguliran dana juga dapat diarahkan pada kegiatan sosial seperti upaya peningkatan SDM serta pemberian beasiswa SD terhadap anak-anak dari keluarga miskin. Untuk meningkatkan kemampuan fasilitator dalam pengembangan masyarakat perlu upaya peningkatan pengetahuan tentang teknik-teknik pengembangan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan teknik pendampingan masyarakat serta dilanjutkan dengan peninjauan lapangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defina
"Program pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk menanggulangi masyarakat miskin sudah banyak dilaksanakan di Kelurahan Klender, seperti IPS, PPK dan In-Gub. Namun program tersebut dianggap belum berhasil dan belum optimalnya partisipasi masyarakat. Jumlah penduduk miskin masih banyak di Kelurahan Klender, malah paling banyak di Jakarta Timur. Pada tahun 2001, Kelurahan Klender menjadi Salah satu pilot project dari 25 kelurahan untuk pelaksanaan PPMK di DKI Jakarta. Tujuan PPMK hampir sama dengan program sebelumnya, namun program ini sangat memerhatikan prinsip partisipasi.
Bagaimana partisipasi masyarakat pada ketiga bina PPMK (bina sosial, fisik, dan ekonomi) dan kendala partisipasi masyarakat dalam PPMK menjadi tujuan penelitian ini. Untuk memperoleh gambaran partisipasi masyarakat dan kendalanya, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Gambaran partisipasi masyarakat pada PPMK dianalisis dengan definisi partisipasi yang dikemukan oleh Adi yaitu keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah, pelaksanaan hasil keputusan dan evaluasi pada suatu kegiatan pembangunan.
Partisipasi masyarakat yang besar hanyalah pada tahap assessment dan pelaksanaan pada tahun 2002, 2004 dan 2005. Hal ini terlihat pada ketiga bina yang dilaksanakan dalam PPMK, yaitu: bina sosial, fisik dan ekonomi. Pada tahap perencanaan, peranan masyarakat hanya ada pada dua bina saja, yaitu sosial dan fisik. Sedangkan pada bina ekonomi, masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan. Partisipasi masyarakat tidak ada sama sekali adalah pada tahap evaluasi. Masyarakat dalam berpartisipasi temyata mengalami kendala. Kendala yang dihadapi tersebut terutama sekali ada dalam diri individu, seperti superego yang kuat, seleksi ingatan dan persepsi, dan sikap ketergantungan. Sedangkan kendala di luar diri individu yang menghambat warga untuk berpartisipasi adalah peraturan PPMK yang telah ditentukan oleh Pemerintah DKI Jakarta, yakni tentang pihak yang bertanggung jawab terhadap evaluasi program, dan mekanisme peminjaman dana bergulir.
Agar partisipasi masyarakat ada pada semua bina dan tahap, pedoman pelaksanaan PPMK perlu direvisi. Masyarakat diberikan pelatihan kewirausahaan sehingga dana bergulir yang digunakan bisa maksimal dan mereka yang terkena musibah banjir sehingga menunggak, dipinjamkan lagi modal melalui seleksi. Memberikan modal kembali kepada korban musibah banjir dan pelatihan kewirausahaan akan membuat masyarakat berpartisipasi dalam bina ekonomi. Hal ini juga membuat masyarakat berpatisipasi dalarn bina sosial dan fisik. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, masyarakat dibatkan dari awal sarnpai akhir, yaitu dari tahap assessment sampai evaluasi program. Masyarakat dilibatkan mulai dari pertemuan tingkat RT sampai pada pertemuan tingkat kelurahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyamsu
"Model pembangunan ekonomi yang berpusat pertumbuhan, menempatkan pendapatan perkapita sebagai indikator keberhasilan, tanpa melihat apakah pendapatan tersebut terdistribusikan kepada masyarakat secara seimbang, telah melahirkan banyak permasalahan sosial, seperti kesenjangan sosial, pengangguran, gelandangan dan pengemis, anak jalanan dan lain-lain tennasuk permasalahan kemiskinan. Berbagai fakta empirik menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pembangunan ekonomi lebih bersifat sentralistik, dimana masyarakat dijadikan obyek dari program-program pembangunan. Konsep trickle down effect yang cenderung top-down pun tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berangkat dari kebijakan otonomi yang memberikan keleluasaan daerah untuk melaksanakan program pembangunannya, Pemerintah DKI Jakarta mencoba pendekatan pembangunan yang cukup inovatif di kelurahan-kelurahan yang ada di wilayahnya. Proyek ini bernama Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Program ini merupakan produk pemikiran yang merupakan hasil pengalaman cukup panjang dari pelaksanaan berbagai Program Jaring Pengaman Sosial dan program pengentasan kemiskinan yang telah lalu.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan tujuan untuk menghasilkan data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan PPMK di Kelurahan Bintaro, kendala yang ada dalam pelaksanaan PPMK, kemudian upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kendala tersebut. Pemilihan informan bersifat purposive sampling yang meliputi, ketua BPM Kodya, Camat, Lurah, Ketua Dekel, UPKMK, TPK-RW, RT, LSM Pendamping, tokoh masyarakat, warga dan pemanfaat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan PPMK di Kelurahan Bintaro, mencakup proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta pengawasan. Dalam pelaksanaan PPMK terdapat peningkatan kondisi masyarakat, dilihat dari elemen-elemen pemberdayaan yang dilakukan tidak hanya untuk ekonomi, tetapi juga pemberdayaan terhadap lembaga kemasyarakatan (RT/RW). Institusi RT/RW telah melaksanakan peran pembimbing, pendamping dan pengawas. Peningkatan kondisi masyarakat setelah memperoleh bantuan PPMK ditunjukkan dengan beberapa perubahan, yaitu: omset usaha meningkat, pengetahuan pemanfaat terhadap usahanya bertambah, adanya tabungan, mengenal sistem sumber. SeIain perubahan dari sisi ekonomi, terdapat perubahan dari sisi sosial, berupa meningkatnya keakraban antar warga, yang mengakibatkan tumbuhnya kepedulian dan kegotongroyongan pada komunitas RW. Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan PPMK berkaitan dengan adanya dana macet/tunggakan dana bergulir, keberadaan kantor TPK-RW yang tidak memadai, lemahnya sanksi yang diberikan kepada penunggak.
Berdasarkan temuan lapangan, penulis mengajukan saran, yaitu adanya penguatan institusi lokal (RTIRW) melalui pembinaan dan pelatihan secara berkala pada komunitas RT/RW, untuk memberdayakan komunitas tersebut, yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas yang merata pada seluruh level RT/RW di Kelurahan Bintaro. Kondisi ini ditopang oleh pengadaan atau pembenahan sekretariat di level RW, sebagai tempat pelaksanaan proses pemberdayaan. Hal ini untuk lebih menunjang pelaksanaan pemberdayaan di level komunitas RT/RW tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Julius
"Tesis ini membahas tentang upaya pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan yang dilakukan ADP Wahana Visi Indonesia di Kelurahan Cilincing Jakarta Utara terhadap kelompok dampingan kesehatan dan pengembangan ekonomi serta mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat keterlibatan kelompok dampingan dalam kegiatan pemberdayaan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam seluruh tahapan program telah dilakukan upaya melibatkan warga dampingan dan pemangku kepentingan secara sengaja untuk mengoptimalkan proses pemberdayaan tersebut dan menyarankan agar komite proyek dapat diberikan peran dan tanggungjawab yang lebih besar lagi dalam pengelolaan program memasuki fase transisi program.

The focus of this study is about empowerment effort toward urban poor community in the area of health and economic development held by ADP in Cilincing village of North Jakarta City and to identify supporting and obstacle factor of targeted group?s participation in its community development activities. This research is qualitative descriptive interpretive.
The result of the research showed that in every step of the program, ADP has deliberately involved targeted community and stakeholder to take part in its activities and suggested that bigger role and responsibility given to project committee to manage the program as it enters to transisition phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T32749
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmani
"Berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan di RW 04 Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung-Jakarta Timur telah dilakukan. Namun, program-program tersebut kurang menyentuh masyarakat Iokal lapis bawah, terutama dalam hal bantuan atau akses modal usaha yang terbentur pada persoalan persyaratan dan kelayakan usaha.
Pemberdayaan Masyarakat meialui Program Pengembangan Keluarga (selanjutnya disingkat Probangga) yang dilakukan oleh Yayasan BMS merupakan solusi allernatif terhadap penanggulangan kemiskinan yang terjadi di RW O4 Kelurahan Setu, Cipayung-Jakarta Timur. Melalui Probangga, 11 (sebelas) kegiatan yang telah terealisasi dari 13 (tiga belas) kegiatan yang direncanakan menunjukkan adanya upaya pemutusan kemiskinan melalui pendampingan keiuarga dengan fokus utama pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberdayaan masyarakai melalui Probangga, hambatan-hambatan dan penanggulangannya serta hasil atau perubahan yang dicapai dari proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh BMS di RW 04 Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung-Jakarta Timur. Pendekatan yang digunakan dalam rangka pendeskripsian proses pemberdayaan tersebut adalah pendekatan kualitatif.
Ditinjau dari penyebabnya, kemiskinan yang terjadi di RW O4 Kelurahan Setu terdiri dari dua faktor utama. Pertama, budaya masyarakat lokal secara turun temurun yang mengekalkan kernlskinanl Hal tersebut ditunjukan dengan kebiasaan atau pola hidup yang konsumtif dan penggunaan uang secara berlebihan yang tidak layak jika dibandingkan dengan asset dan keuangan yang mereka miliki Budaya ataupun pola hidup yang demikian diistilahkan ?Biar Tekor Asal Nyohor" disertai perilaku malas dan iidak kreatif. Kedua, kebijakan pelebaran kawasan Mabes TNI yang membuat lahan perkebunan dan pertanian masyarakat Iokal semakin menghilang dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang kurang menyentuh masyarakat yang paling bawah dan tidak berdaya.
Kedua faktor dominan tersebut menyebabkan masyarakat lokal kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai akibat dari tingkat pendidikan yang mereka miliki, dimana 70,7% berada pada tingkat sekolah dasar. Dalam kondisi demikian, masyarakat lokal tidak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan baik pada sektor formal maupun informal dan pada akhirnya menjadi miskin. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan krisis multi-dimensi yang melanda Bangsa Indonesia.
Proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan BMS dikategorikan dengan mengacu pada pendapat Adi (2001), yang terdiri dari, tahap persiapan; tahap assessment; tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan; tahap formulasi rencana aksi; tahap pelaksanaan; tahap evaluasi; dan tahap akhir. Hambatan-hambatan yang ditemui selama proses pemberdayaan antara lain, persepsi negatif masyarakat lokal terhadap kehadiran BMS dengan Probangganya; Penentuan terget group; Partisipasi target group; Keterbatasan dana dan tenaga pendamping. Upaya penanggulangan hambatan-hambatan tersebut dinilai sudah cukup optimal dan cukup berhasil yang disertai dengan usaha pengembangan.
Pemberdayaan yang telah berjalan selama setahun (periode 2003-2004) telah memberikan pengaruh para kondisi hidup target group, balk dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Perubahan pada bidang ekonomi yang ditandai dengan (1) Meningkatnya pendapatan keluarga dari hasil pengembangan usaha keluarga/akumulasi modal (50% dari peminjam), (2) Pengembalian cukup lancar dan tidak macet, (3) Dapat meringankan beban ekonomi keluarga (4) Manajemen usaha dan Pengaturan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), (5) Tumbuhnya jiwa kewirausahaan, perintisan usaha baru dan pengembangan usaha Iama. Sedangkan perubahan pada bidang sosial budaya ditandai dengan: (1) Meningkatnya motivasi, minat dan kesempatan anak untuk melanjutkan sekolah (35 orang anak telah mendapatkan beasiswa), (2) Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan anak dalam bidang bahasa lnggris, (3) Meningkatnya kemampuan membaca anak melalui kegiatan kelompok belajar, (4) Bertambahnya wawasan dan pengetahuan umum dari kalangan orangtua dalam hal pendidikan, manajemen usaha dan Pengaturan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), serta jender, (5) Terkikisnya budaya konsumtif, (6) Anak telah mampu menggunakan komputer tingkat dasar, (7) Tumbuhya budaya belajar dikalangan anak, (8) Semakin eratnya hubungan ketetanggaan dan tumbuhnya rasa kebersamaan dalam suasana pluralitas melalui belajar berorganisasi yang mengarahkan untuk melakukan aksi-aksl kolektif (collective action).
Mengacu atas hasil penelitian dan analisisnya, dapat dikelompokkan menjadi dua hal pokok permasalahan dan sekaligus upaya pemecahannya atau solusi yang diberikan untuk segerah dilakukan oleh BMS dalam upaya pengoptimalan pemberdayaan, yakni pertama, upaya peningkatan pendapatan keluarga anggota Probangga melalui Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif dengan berbasis kelompok. Kedua, penambahan tenaga pendamping atau fasilitator lapangan dan optimalisasi volunteer disertai dengan adanya alokasi dana buat mereka."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T21689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrul
"Kemiskinan yang kita hadapi dan harus ditanggulangi bersama merupakan masalah pembangunan yang bersifat multidimensi. Keterbelakangan dan pengangguran yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan, baik antar golongan penduduk, antar sektor, maupun antar daerah adalah wujud nyata dari keadaan kemiskinan.
Menyadari adanya kelemahan dari strategi yang telah dikembangkan, maka pada saat memasuki Pelita VI, pemerintah dengan segala kemampuannya memperkecil kelemahan tersebut dengan pembangunan sosial melalui pembaharuan. Strategi yang memadukan antara pertumbuhan dan pemerataan pada dasarnya mempunyai tiga arah. Pertama pemihakan dan pemberdayaan masyarakat, Kedua, pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan di daerah, dan Ketiga, modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah perubahan struktur sosial, ekonomi, dan budaya.
Dalam mengatasi dampak krisis ekonomi, sejak tahun anggaran 1998/1999 pemerintah telah mengambil kebijakan dan Iangkah-langkah dalam bentuk berbagai program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Salah satu bentuk program JPS untuk menanggulangi dampak krisis ekonomi maka pemerintah telah mengambil kebijaksanaan dan langkah-Iangkah strategis dalam bentuk program CBEC (Community Based Development Dealing With Economic Crisis). Program CBEC dimaksudkan sebagai pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan masyarakat dalam rangka penanganan akibat krisis di 15 kelurahan di DKI Jakarta. Adanya program CBEC dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan, jumlah keluarga pra KS dan KS-I cenderung meningkat, pengangguran dan PHK Sangat tinggi, terlalu banyaknya program top down approach sehingga menimbulkan kurangnya partisipasi masyarakat. Disamping itu Iembagalembaga masyarakat di kelurahan seperti LKMDIK, PKK kurang berfungsi, dan adanya keterbatasan aparat baik secara kuantitas maupun kualitas untuk melakukan pendampingan secara intensif dalam pemberdayaan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan.
Program CBEC bertujuan untuk membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, membantu memelihara sanitasi dan prasarana dasar, membantu memelihara kesehatan, pangan dan pendidikan, dan membantu penguatan peran masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, serta mengembangkan model pembangunan di kelurahan. Salah satu kelurahan yang menjadi sasaran Program CBEC adalah kelurahan Jelambar Kecamatan Grogol Jakarta Barat. Dalam penelitian ini akan diketahui mengenai: proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui program CBEC, serta tahapan pemberdayaan dari tahap persiapan sampai pada tahap terminasi.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini ada tahapan yang harus dilalui yaitu: tahap persiapan, tahap assessment, tahap perencanaan alternatif kegiatan, tahap pemformulasian rencana aksi, tahap pelaksanaan kegiatan, tahap evaluasi serta tahap terminasi.
Penelitian ini dilakukan di wilayah sasaran CBEC di Kelurahan Jelambar dengan difokuskan di RW 04, RW 05, RW 07 serta RW 08. Adapun alasan pemilihan wilayah tersebut karena dari 11 RW lainnya keempat RW tersebut merupakan yang paling kumuh dibandingkan dengan RW lainnya, penduduknya sangat padat, tingkat mata pencahariannya sebagai pedagang kecil paruh waktu,banyak penduduk yang terkena program PHK, serta banyak penduduk yang tergolong Pra KS dan KS 1.Penelitian dilakukan selama 6 bulan terhitung dari Bulan September 2000 sampai dengan Bulan Februari 2001.
Dari permasalahan yang ada di wilayah sasaran program, maka intervensi yang dilakukan adalah dengan pemberian pinjaman dana bergulir kepada masyarakat, pembenahan fisik serta pelatihan untuk pengurus Unit Pemberdayaan Masyarakat (UPM). Untuk menjaga independensi program pasca proyek maka telah dibentuk forum warga, pembentukan alur pertanggungjawaban UPM, serta adanya kesepakatan untuk melakukan pendampingan dari pihak independen.
Selanjutnya penelitian ini menyimpulkan dan merekomendasikan mengenai program yang telah dijalankan. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada, kepada pihak terkait dengan pelaksanaan program CBEC yaitu kepada pengurus UPM, LKM dan Forum warga serta kepada pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>