Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8022 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Vevie Damayanti
"Tesis ini menggunakan teori yang menghubungkan antara pasar, negara, masyarakat dan lingkungan dengan memberikan penekanan pada kerjasama sebagai konsep utama dan selanjutnya dipakai sebagai landasan berpikir penulisan ini. Perspektif neoliberalis digunakan untuk menjelaskan kerjasama pengelolaan ikan tuna yang terjadi di kawasan Pasifik Selatan karena perspektif ini : (1) tidak menyangkal keberadaan konflik dalam dunia politik namun konflik ini sebenarnya dapat dihindari ataupun tidak harus ada; (2) adanya penekanan pada peran institusi untuk membantu menjelaskan mengapa kerjasama tersebut dilembagakan; (3) memfokuskan pada isu-isu ekonomi politik internasional dan lingkungan. Dalam hal ini, perspektif neoliberalis akan mengatakan bahwa kerjasama pengelolaan ikan tuna di kawasan Pasifik Selatan tidak hanya merupakan faktor politik dan lingkungan dimana negara menempati peran penting dalam membuat keputusan (baca: sebagai otoritas hukum), melainkan juga melibatkan pasar dan sebenarnya dari sinilah kerjasama pengelolaan ikan tuna ini bermula.
Negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang pada umumnya lemah sumber dana, manusia dan teknologi dianugerahi oleh alam dengan kekayaan ikan tuna yang berada di wilayah perairannya. Masyarakal yang berada di kawasan Pasifik Selatan menjadikan ikan tuna selain untuk memenuhi kebutuhan protein hewani juga menjadikan ikan tuna sebagai tulang punggung perekonomian mereka karena ikan tuna di pasaran dunia berharga multi juta dollar. Dapat dipahami jika masyarakat di kawasan Pasifik Selatan, terutama yang tergabung dalam Forum Fisheries Agency (FFA) berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dari sumber daya ikan tuna yang berada di wilayah perairan mereka dan sekaligus menjaga serta melestarikan ikan tuna agar senantiasa dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang.
Menyadari bahwa negara-negara anggola FFA ini tidak bisa mengelola sendiri kekayaan ikan tuna yang berada di wilayah perairan mereka, maka mereka melakukan kerjasama pengelolaan ikan tuna dengan negara-negara penangkap ikan jarak jauh (Distant Water Fishing Nations - DWFNs) namun kecenderungannya jumlah tangkapan ikan tuna DWFNs dari tahun ke tahun meningkat dan jumlah tersebut melampaui batas yang telah diperjanjikan sebelumnya. Negara-negara anggota FFA sangat memperihatinkan keadaan tersebut namun mereka tidak dapat berbuat banyak.
Kelahiran United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) dan adanya pengakuan yurisdiksi nasional negara pantai sejauh 200 mil memacu negara anggota FFA untuk melakukan terobosan baru dengan melakukan kerjasama pengelolaan ikan tuna dalam ruang lingkup yang lebih luas. Kerjasama ini dimungkinkan karena selain diantara para pihak lama terjalin kerjasama baik dalam lingkup bilateral, multilateral maupun regional, faktor itikad baik dan adanya keinginan untuk senantiasa mendapatkan keuntungan serta melestarikan ikan tuna membawa mereka untuk duduk bersama dalam satu meja.
Terobosan ini membuahkan hasil dengan diadakannya pertemuan I- VII Multilateral High Level Conference (M1.ILC). Pertemuan selama 6 (enam) tahun ini menghasilkan Convention on the Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stocks in Western and Central Pacific.
Rentang waktu yang panjang untuk membentuk konvensi ini menunjukkan bahwa suasana sidang diwarnai dengan perdebatan dan tarik menarik terhadap suatu isu. Walaupun tidak semua pihak puas dengan hasil sidang namun semua pihak sepakat untuk melaksanakan isi konvensi tersebut. Pertemuan tersebut juga mencerminkan bahwa telah dilakukan saling bagi pengalaman dan tanggung jawab untuk mengelola ikan tuna di kawasan Pasifik Selatan antara pihak yang mempunyai banyak keterbatasan obyektif dengan pihak yang relatif tidak mempunyai keterbatasan obyektif.
Terbentuknya konvensi menunjukkan bahwa negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang mempunyai keterbatasan obyektif ternyata mempunyai tawar menawar dengan negara-negara yang lebih kuat baik dari segi dana, teknologi maupun manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Leonard Felix
"Tantangan besar yang kini dihadapi oleh kawasan Asia Pasifik adalah bagaimana mengatur situasi yang masih penuh ketidakpastian di kawasan pasca Perang Dingin. Dalam menghadapi situasi dan lingkungan semacam itu, berbagai cara ditempuh oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menjamin keamanan mereka, misalnya memanfaatkan kemajuan ekonomi untuk memodernisir kapabilitas pertahanan mereka atau mengembangkan kebiasaan dialog. Cara yang disebut terakhir ini kelihatannya menjadi Cara yang paling banyak ditempuh oleh negara-negara di kawasan, meskipun dialog itu sendiri tidak menjamin penyelesaian akhir suatu masalah.
Sasaran utama dari proses dialog ini adalah mencari pola terbaik untuk menata kembali lingkungan politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik pasca Perang Dingin, sehingga stabilitas yang berkelanjutan dapat dipertahankan.
Tesis ini mencoba memahami lebih lanjut prospek pengaturan keamanan multilateral di kawasan Asia Pasifik dengan studi kasus ASEAN Regional Forum (ARF) Seberapa jauh prinsip Asean Way dapat dikatakan akan efektif dan bisa diterapkan pada forum yang lebih luas seperti dalam kerja sama keamanan Asia Pasifik. Apakah multilateralisme dan prinsip keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF dapat memberikan jaminan jangka panjang bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan pertanyaan di atas, tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas apakah pendekatan cooperative security dalam ARF efektif untuk menyelesaikan konflik di Asia Pasifik dan mengetahui prospek ARF sebagai instrumen penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik pada masa yang akan datang.
Multilateralisme dan prinsip-prinsip yang ada dalam konsep keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF tidak dapat memberikan jaminan keamanan jangka panjang. Hal ini terbukti dari pendekatan bilateral lebih diutamakan daripada pendekatan multilateral oleh banyak negara di kawasan Asia Pasifik, terutama untuk mencad perimbangan kekuatan (balance of power}. Kawasan Asia Pasifik secara alamiah merupakan suatu kompleks keamanan (security complex) yang memiliki beberapa kondisi yang dapat menghambat terwujudnya suatu wadah pengaturan keamanan multilateral.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prospek ARF sebagai wadah pengaturan keamanan multilateral pada masa yang akan datang masih harus melalui proses evolusi yang lama dan gradual dan bahkan fluktuadf dalam perkembangannya. Setidaknya diperiukan prasyarat-prasyarat institusi formal agar ARF dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di kawasan Asia Pasifik secara lebih efektif. Namun ARF sebagai suatu institusi yang masih embrionik, melalui tahapan confidence building dan preventive diplomacy, jelas menunjukkan suatu upaya meletakkan landasan kebersamaan (common understanding) menuju pembentukan suatu model rejim keamanan regional di kawasan Asia Pasifik."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supartono
"Kawasan Pelabuhan Bitung memiliki sejumlah potensi yang dapat berdampak pada struktur keamanan nasional dan pertahanan negara karena memiliki konsep gesotrategi bagi Kawasan Indo – Pasifik. Kawasan Pelabuhan Bitung sebagai international hub port, tertuang dalam Kepmenhub Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan teknik analisis data menggunakan interactive of model analysis. Penelitian ini menganalisis konsep Geostrategi Kawasan Pelabuhan Bitung sebagai bagian dari strategi keamanan nasional guna penguatan pertahanan negara berdasarkan sisi keamanan maritim Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum analisis geostrategi kawasan Pelabuhan Bitung dalam kajian keamanan maritim untuk keamanan nasional dan pertahanan negara, menunjukan beberapa hal: 1) kondisi strategis kawasan Pelabuhan Bitung perlu didukung dengan kebijakan strategis dan terintegrasi antara pemerintah Pusat dengan Provinsi Sulawesi Uatara dan pemerintah Kota Bitung; 2) pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memerlukan akselerasi pelaksanaan kebijakan secara berkelanjutan dan dukungan penuh dari sisi anggaran, untuk memperkuat basis kewilayahan dalam konsep geostrategi; dan 3) perlu ada upaya pendekatan terhadap masyarakat dalam mendukung terwujudnya wilayah strategis Kota Bitung, Sulawesi Utara. Terpenuhinya persyaratan tersebut, menjadikan kawasan Pelabuhan Bitung mampu mendukung geostrategi melalui kajian keamanan maritim yang strategis dan implikasi ekonomi, karena berada di Kawasan Indo – Pasifik sebagai pusat pertahanan politik dan ekonomi sehingga mampu memperkuat keamanan nasional dan Pertahanan negara."
Bogor: Universitas Pertahanan, 2020
355 JDSD 10:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Hamid
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1996
320.916 4 ZUL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tety Mudrika Hayati
"ABSTRAK
Kajian ini berusaha mengemukakan kebijakan yang dilakukan ASEAN dan kepentingan negara-negara besar di bawah Asia Pasifik dalam upaya membangun masalah-masalah keamanan di kawasan tersebut.
Kajian ini untuk menjelaskan bagaimana ARF pada saat ini sebagai realisasi yang paling dekat dalam konsep keamanan kooperatif. Dengan menjelaskan konsep itu sendiri dan usulan Australia tentang keamanan kooperatif dengan menjelaskan bagaimana ARF dibangun berdasarkan pengalaman ASEAN sebagaimana ASEAN mengadopsi usulan Australia tentang keamanan kooperatif begitu juga upaya-upaya yang telah di lakukan ARF.
Kajian ini melihat bahwa situasi keamanan pasca perang dingin di negara-negara besar, yang menimbulkan ketakutan dan ketidakpastian dan hal ini membuktikan bahwa kawasan Asia Pasifik masih kurang mempunyai kerangka multilateral, adanya perlombaan senjata serta isu-isu teritorial dan kedaulatan.
ASEAN menyadari perlu mempraktekkan sejumlah elemen dari keamanan kooperatif dalam hubungan antar negara. Australia dengan didukung oleh negara-negara besar telah sepakat untuk menjadikan PMC dalam mempromosikan usulan-usulan mereka. Oleh karena itu ARF memberikan bobot politis untuk merealisasikan pemikiran keamanan kooperatif.
Kajian ini menyimpulkan bahwa ARF merupakan realisasi dari konsep keamanan kooperatif. Keamanan kooperatif menjadi konsep yang paling baik bagi isu-isu keamanan di kawasan Asia Pasifik dan ARF sebagai wahana terbaik untuk membahas isu-isu tersebut.
Kajian ini juga merekomendasikan bahwa ARF harus mengembangkan peranannya melalui dialog-dialog yang tidak resmi serta pertukaran informasi untuk mencapai ketahanan dan keamanan di kawasan. Hal yang terpenting adalah apabila ARF mampu mencapai hasil yang nyata."
2002
T2467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>