Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Ibrahim Idham mengulas UU Paten yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dan kemudian mencoba membandingkan dengan TRIPs
Agreement. Penulis mengulas persamaan maupun perbedaan di antara kedua peraturan tersebut. Di bagian akhir artikelnya, Penulis me-
ngajukan beberapa rekomendasi, mulai dari
perubahan nama bagian peraturan dari UU
Paten sampai kepada usulan materi peraturan
pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan UU
Paten. Penyesuain UU Paten dengan TRIPS
Agreement tidak lain dimaksudkan agar pelak-
sanaan kebijaksanaan perdagangan Indonesia
tidak mendapat keamanan dari Iuar negeri.
"
Hukum dan Pembangunan Vol. 26 No. 1 Februari 1996 : 1-9, 1996
HUPE-26-1-Feb1996-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Riris C.
"Pengaturan dibidang perundang-undangan yang mengatur Hak Milik Intelektual atau Hak atas Kekayaan Intelektual dalam jangka waktu yang relatif singkat telah banyak perubahannya. Hal ini terjadi terutama setelah ditandatanganinya Persetujuan Putaran Uruguay di Marakesh, Maroko pada tahun 1994. Semenjak itu Indonesia sebagall salah satu penandatangan persetujuan tersebut segera meratifikasinya dalam sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Dengan meratifikasi Paket Persetujuan Uruguay tersebut, maka konsekuensinya Indonesia harus berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam GATT tersebut termasuk didalamnya TRIPS yaitu Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights. Untuk itu Indonesia telah mengakomodasi ketentuan TRIPs dalam perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yakni dengan melakukan perubahan pada Undang-Undang Hak Cipta, Merek maupun Hak Paten. Di bidang paten, Pemerintah Indonesia antara lain telah mengakomodasi ketentuan dalam Pasal 31 Persetujuan TRIPs yang merupakan pengecualian terhadap perlindungan paten ke dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yakni dengan mengatur ketentuan tentang Pelaksanaau Paten oleh Pemerintah dalam Pasal 99 sampai dengan Pasal 103. Ketentuan tersebut antara lain bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat serta akses terhadap obat-obatan. Pemerintah Indonesia telah menerapkan Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah tersebut untuk memproduksi obat-obatan Anti Retroviral untuk mengatasi penyakit HIV/AIDS yang telah mengakibatkan banyak penderita meninggal dunia serta meningkatnya dengan pesat jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutajulu, Thamrin Arthata
"Tulisan ini menganalisis bagaimana konsepsi pelaksanaan paten oleh pemerintah yang
diterapkan dalam pengaturan Paten, ketika suatu paten yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden. Kemampuan membangun serta mengembangkan teknologi pertahanan dan keamanan sangat penting, bila invensi yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara akan mengakibatkan pemegang paten tidak dapat melaksanakan hak ekslusifnya, dan terdapat frasa proses dan/atau peralatan pertahanan dan keamanan negara lainnya. Dalam perkembangan berikutnya, alasan pertimbangan dalam memutus jumlah imbalan yang wajar atas pelaksanaan paten oleh pemerintah menjadi problematika. Lebih lanjut penelitian yang berfokus memberikan perlindungan terhadap inventor dan/atau pemegang paten untuk invensi maupun paten yang dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena begitu pentingnya pemahaman terkait konsepsi pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap paten yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, serta alasan pertimbangan dalam memutuskan imbalan yang wajar kepada pemegang paten, maka penelitian yang bersifat doktrinal diarahkan untuk mencari pemecahan permasalahan dan memberikan pemahaman. Setelah melakukan penelitian pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap paten yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan, terdapat beberapa syarat bila pemerintah ingin melaksanakan paten berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, tidak dapat melaksanakan hak eksklusif bukan berarti menghilangkan hak karena pemegang paten tetap berhak untuk mengajukan gugatan atas adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah atas paten miliknya. Selain itu terkait dengan imbalan yang wajar harus dilaksanakan dengan negosiasi hipotetis antara pemerintah dan pemegang paten.

This paper analyzes how the concept of government use of patent is applied in Patent regulations, when patents related to nation defense and security are implemented by the government through Presidential Regulations. The ability to build and develop defense and security technology becomes very important, when an invention related to national defense and security will result in the patent holder being unable to exercise his exclusive rights, and the phrases other processes and/or apparatus for the defense and security of the State. In further developments, the reasons for consideration in deciding the amount of reasonable remuneration for the government use of patent become problematic. Further research is focused on providing protection to inventors and/or patent holders for inventions and patents implemented by the government. Given the importance of understanding the concept of patent implementation by the government for patents related to defense and security of the state, as well as the reasons for consideration in deciding reasonable compensation to patent holders, doctrinal research is directed at finding solutions to problems and providing understanding. After conducting research on the government use of patent on patent rights related to national defense and security, there are several conditions if the government wants to implement patent rights related to national defense and security, cannot exercise exclusive rights does not mean eliminating rights because the patent holder still has the right to file a lawsuit for violations committed by the government on its patent rights. In addition, the provision of reasonable remuneration must be carried out through hypothetical negotiations between the government and the patent holder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S23017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryu Kristoforus
"Indonesia mengatur hukum paten dalam UU No. 13 Tahun 2016 yang mengacu
pada Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property. Salah satu invensi yang dapat diberi paten berdasarkan undang-undang tersebut adalah obat-obatan. Perlindungan paten terhadap obat-obatan menimbulkan permasalahan terkait akses masyarakat terhadap obat-obatan yang murah dan mudah didapatkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdapat fleksibilitas dalam pelaksanaan paten yang diatur dalam kedua konvensi internasional tersebut, yakni compulsory licensing.
Keberlakuan compulsory licensing untuk membuka akses terhadap obat-obatan
dipertegas dengan dideklarasikannya Doha Declaration on the TRIPS Agreement
and Public Health yang pada pokoknya memperbolehkan pemerintah suatu negara
peserta untuk melaksanakan sendiri paten terhadap obat-obatan demi kepentingan
masyarakat umum, atau dikenal dengan istilah government use. Skripsi ini
mengambil 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan terkait paten dan compulsory licensing di dunia dan di Indonesia, bagaimana pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat-obatan esensial di dunia dan di Indonesia, dan bagaimana dampak pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat-obatan esensial di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, yang menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan hasil penelitian berdasarkan topik terkait. Kesimpulan yang didapatkan adalah pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat-obatan di Indonesia telah berhasil mencapai tujuannya yakni guna kepentingan kesehatan masyarakat umum meskipun terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki, serta pelaksanaan paten oleh pemerintah di Indonesia yang berpotensi merugikan pemegang paten yang patennya dilaksanakan oleh pemerintah sehingga dapat menghambat pengembangan dan penelitian obat-obatan baru.

Indonesia regulates patent law in Law no. 13 of 2016 which refers to the Paris
Convention for the Protection of Industrial Property and the Agreement on Trade-
Related Aspects of Intellectual Property. One of the inventions that can be granted
a patent based on the law is pharmaceutical products. Patent protection for
pharmaceutical products raises problems related to public access to affordable and
easy to obtain drugs. To solve this problem, there is flexibility in the
implementation of patents regulated in the two international conventions, namely
compulsory licensing. The application of compulsory licensing to open access to
medicines was confirmed by the declaration of the Doha Declaration on the TRIPS
Agreement and Public Health which basically allows the government of a
participating country to apply its own patents on drugs for the benefit of the general
public, known as government use. This thesis takes 3 (three) main problems,
namely how the regulations related to patents and compulsory licensing in the world
and in Indonesia, how is the implementation of government use patents on essential
medicines in the world and in Indonesia and how is the impact of the
implementation of government use patents on essential medicines in Indonesia. The
research method used is juridical-normative, which emphasizes the use of legal
norms in writing and is supported by research results based on related topics. The
conclusion is that the implementation of government use patents on essential
medicines in Indonesia has succeeded in addressing the interests of the public's
health interests, although there are some deficiencies that need to be corrected, as
well as the implementation of government use patents on essential medicines in
Indonesia which can potentially inflict a financial loss to the patent holders whose
patents are executed by government use so that it can hold up the development and
research of new medicines.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marni Emmy Mustafa
Bandung: Alumni, 2007
346.048 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dea Melina Nugraheni
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan paten dan fleksibilitas persetujuan TRIPs di bidang farmasi di Indonesia. Terkait dengan hal ini, TRIPs mensyaratkan adanya perlindungan paten secara universal untuk setiap invensi di bidang teknologi, yang salah satu sasaran utamanya adalah di bidang farmasi. Sebelum adanya TRIPs, banyak negara-negara berkembang yang hanya memberikan perlindungan paten secara terbatas pada bidang farmasi. Kemunculan TRIPs dapat dikatakan telah membawa perubahan besar di bidang farmasi. Dalam perkembangannya, perlindungan paten di bidang farmasi menimbulkan dampak negatif, khususnya bagi negara-negara berkembang, dalam mengakses obatobatan dengan harga yang terjangkau. Harga obat-obatan yang dilindungi paten kian melambung tinggi, sehingga tidak dapat dijangkau oleh masyarakat di negara-negara berkembang. Hal ini tentunya bertentangan dengan kewajiban pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dalam hal ini berupa obat-obatan, dengan harga serendah mungkin Untuk mengatasi hal tersebut, sebenarnya dalam kerangka TRIPs telah tersedia beberapa fleksibilitas, seperti paralel impor, lisensi wajib dan pelaksanaan paten oleh pemerintah, yang dapat digunakan untuk meminimalisir dampak negatif dari perlindungan paten di bidang farmasi terhadap akses obat-obatan esensial. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten juga telah mengatur fleksibilitas yang disediakan oleh TRIPs ini dalam ketentuan pasalnya. Namun demikian, masih terdapat beberapa area yang harus diperbaiki oleh pemerintah agar fleksibilitas ini dapat digunakan secara efektif untuk menangani dampak negatif dari perlindungan paten di bidang farmasi.

This thesis explains about patent protection and the flexibilities of TRIPs agreement in the pharmaceutical sector in Indonesia. One of the prerequisite of TRIPs is the universal patent protection for every technology invention, which among others is the pharmaceutical sector. Before the existence of TRIPs, many developing countries provided only limited patent protection. TRIPs has brought a major change in this field. In its development, pharmaceutical patent protection has instigated negative effects, particularly for developing countries in accessing moderately priced medications. The price of patent protected medicine has skyrocketed, and in consequence not easily accessible to communities in developing countries. This fact is in direct contravention with the government?s obligation to provide a cheap and affordable medical care for its citizens. To resolve this situation, TRIPs has outline several flexibilities, such as parallel import, compulsory license and government use, which could be implemented to alleviate the negative impact of pharmaceutical patent protection to essential medicines accessibility. Indonesian Patent Law, Law No. 14/2001, includes the flexibilities provided by TRIPs agreement. Nevertheless, there are several areas which require improvement by the government so that the flexibilities may be used effectively to alleviate the negative impact of pharmaceutical patents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28962
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ibrahim Munsyi
Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka , 1990
915.95 MUH k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>