Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210159 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Maharisa Audria
"Penelitian ini menjelaskan mengenai kata sapaan jeng dalam bahasa Jawa. Pada kamus bahasa Jawa, Poerwadarminta (1939) hanya menjelaskan sedikit mengenai kata sapaan jeng dan terdapat perbedaan jika dibandingkan dengan kamus bahasa Jawa oleh Robson (2002). Hal tersebut menjadi pemicu dalam topik penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana perkembangan kata sapaan jeng dari segi bentuk dan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan bentuk dan penggunaan kata sapaan jeng di tahun yang berbeda-beda (1960-an—2020-an). Sumber data berupa novel dan cerita pendek dari tahun yang berbeda-beda merupakan kebaruan dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan cara penyajian informal yaitu menjelaskan dengan kata-kata tanpa adanya lambang-lambang khusus. Hasil analisis menunjukkan bahwa kata sapaan jeng memiliki bentuk lain yang lebih utuh dengan arti dan makna yang sama. Pada penggunaannya terdapat konteks di luar bahasa yang dapat menambah penjelasan untuk kata sapaan jeng. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kata sapaan jeng dengan makna yang merujuk pada perempuan muda sudah digunakan pada tahun 1930-an, tetapi hanya untuk perempuan dari golongan bangsawan Jawa. Kemudian, penggunaan kata sapaan jeng memasuki tahun 1970-an mengalami perluasan pada latar sosial mitra tutur yaitu dapat berasal dari kalangan orang biasa.

This paper explains the addressing word of jeng in Javanese. In the Javanese dictionary, Poerwadarminta (1939) only explains a little about the addressing word of jeng and there are differences when compared to the Javanese dictionary by Robson (2002). This is the trigger in the topic of this research to answer the research question of how the development of the addressing jeng in terms of its form and usage. This paper aims to determine the development of the form and usage of addressing jeng in Javanese literature such as novels and short stories. The selection of novels and short stories from different years (1960s—2020s) as sources of research data is a novelty in this paper. This research uses qualitative methods and informal presentation methods, namely explaining in words without any special symbols. The results of the analysis show that the addressing word of jeng has another, more complete form with the same meaning. In the usage section, there is a non-linguistic context that can add an explanation for the addressing jeng. The conclusion of this study is that the addressing jeng with a meaning referring to young women was used in the 1930s, but only for women from the Javanese nobility. Then, the use of the jeng addressing entering the 1970s experienced an expansion in the social background of the interlocutor who did not have to be of noble descent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisyah Adri
"ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Istilah Kekerabatan pada Alquran dan Padanannya di Bahasa Indonesia ini membahas mengenai istilah kekerabatan di dalam Alquran yang memiliki berbagai padanan di dalam bahasa Indonesia. Korpus data yang digunakan adalah Alquran dengan bahasa Indonesia terjemahan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2012. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji padanan istilah kekerabatan inti pada bahasa Arab Alquran dalam bahasa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan teori sistem kekerabatan di Arab yang dikemukakan oleh Sahlany dan Husseini (2010), teori penerjemahan teks agama dari Thawabteh (2012) dan teori padanan formal dan padanan dinamis dari Nida dan Taber (1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebuah kosakata kekerabatan Arab memiliki padanan yang berbeda di Alquran khususnya pada terjemahan bahasa Indonesia.

ABSTRACT
This thesis entitled Kinship Terms in Quran and Their Equivalent in Indonesia contains the kinship terms in Quran that have various equivalencies in Indonesia language. The corpus data used in this thesis is Quran with Indonesia translation by Ministry of Religion Affairs of Republic Indonesia. The purpose of this thesis is to describe and to analyze the Indonesia equivalencies of the core kinship terms in Arabic of Quran. In this thesis, the author uses Sahlany and Husseinis theory for Arabic kinship system, Thawabtehs theory for translation of authoritative text and Nida and Tabers theory for formal and dynamic equivalency in translation. The result of this thesis is that Arabic kinship terms in Quran have various meaning in Indonesia."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duhanita Adiarahmah
"Penelitian mengenai istilah dalam bahasa Indonesia merupakan pembahasan dalam penelitian leksikologi. Istilah yang selalu mengalami perkembangan memunculkan berbagai kosakata baru dari berbagai konsep dari suatu bidang, salah satunya yang menarik untuk dibahas adalah istilah bidang kuliner. Banyak istilah kuliner dalam bahasa asing yang digunakan dalam masyarakat, namun belum ditelaah lebih lanjut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengungkapkan bagaimana proses pemadanan istilah kuliner, yaitu penerjemahan, penyerapan, dan gabungan penerjemahan dan penyerapan dalam bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan pemadanan istilah kuliner dalam bahasa Indonesia. Penelitian mengenai pemadanan istilah kuliner dalam bahasa Indonesia merupakan penelitian kualitatif. Untuk meneliti pemadanan istilah kuliner dalam bahasa Indonesia, sumber data yang digunakan adalah majalah kuliner dan buku masak. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pemadanan istilah kuliner dalam bahasa Indonesia, paling banyak ditemukan dalam penyerapan istilah. Pada pemadanan dengan penerjemahan dilakukan berdasarkan penerjemahan langsung dan penerjemahan perekaan. Sementara itu, pada pemadanan penyerapan dilakukan dengan cara penyesuaian ejaan dan lafal, penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal, penyesuaian lafal tanpa penyesuaian ejaan, dan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Gabungan penerjemahan dan penyerapan hanya ditemukan berbentuk frasa karena satu istilah dibentuk melalui dua proses, yaitu menerjemahkan dan menyerap istilah.

Research on Indonesian terms falls under the category of lexicology. Terms that has always been through improvements from time to time produce new vocabularies from varying concept within a field, one of the examples that is intriguing to be discussed is culinary terms. Many foreign culinary terms are being used by the society. However, the terms have not been studied further. Therefore, this study reveals the process behind the loanwords of culinary terms, namely translation, borrowing, and the combination of translation and borrowing in Indonesian. The purpose of this study is to describe the loanwords of culinary terms in Indonesian. The study on the loanwords of culinary terms in Indonesian is done through qualitative method. To analyse this research, the data source being used are culinary magazines and culinary books. The findings suggest that loanwords on culinary terms in Indonesian are mostly found on terms borrowing. Loanwords of translations are done based on direct translation and invent translation. Meanwhile, loanwords of borrowing is done by spelling and pronounciation adjustment, spelling adjustment without pronounciation adjustment, pronounciation adjustment without spelling adjustment, and without spelling and pronounciation adjustment. The combination of translation and borrowing can only be found in a form of phrase because one term is formed through two processes, which are translation and borrowing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Asim Gunarwan
"ABSTRAK
Pandangan yang berterima di kalangan pakar pragmatik (dan juga di kalangan pakar sosiolinguistik) setakat ini ialah bahwa jika kita berbicara atau mengeluarkan ujaran (apakah ujaran itu berupa kalimat, frase atau kata), apa yang keluar dari mulut kita itu dapat dianggap sebagai tindakan. Tindakan itu dapat disebut sebagai tindakan berbicara, tindakan berujar atau tindakan bertutur. Istilah yang sekarang lazim dipakai untuk mengacu ke tindakan itu ialah tindak tutur, yang merupakan terjemahan dari istilah Inggris speech act. Yang lebih penting, yang juga berterima di kalangan pakar pragmatik, adalah pendapat bahwa di dalam melakukan tindak tutur itu, si penutur tidaklah asal buka mulut (kecuali jika ia memang abnormal, gila, sedang mabuk atau tidak radar). Artinya, sebelum melakukan meta tindak tutur, si penutur perlu mempertimbangkan beberapa hal, misalnya bagaimana hubungan sasial di antara si penutur dan si petutur, di mana peristiwa kominikasinya berlangsung, untuk apa tindak tutur itu dilakukan; tentang apa tindak tutur itu; dsb.
Faktor-faktor seperti mitra bicara dan latar komonikasi itulah yang perlu dipertimbangkan penutur sebelum bertutur. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan itu dapat juga bersumber dari prinsip kesantunan bertutur (kesopanan. berbahasa) yang berlaku di dalam masyarakat tutur atau masyarakat bahasa yang si penutur adalah anggotanya Prinsip kesantunan ini tentunya berkaitan dengan nilai-nilai budaya masyarakat itu, dan berdasarkan hal ini dapat kita sebutkan kesamaan pendapat di kalangan sosiolinguis bahwa perilaku berbahasa anggota -anggota suatu masyarakat tutur mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat itu. Dengan perkataan lain, ada hubungan di antara perilaku berbahasa dan nilai budaya atau kebudayaan itu sendiri. Walaupun ini bukan hal yang baru, tampaknya akan menarik untuk mengetahui seberapa jauh hal itu didukung oleh data empiric.
Setakat ini, tampakaya di Indonesia belum ada kajian yang membandingkan perilaku berbahasa dua (atau lebih) kelompok etnis dengan mengaitkannya dengan nosi kebudayaan. Ini dugaan. Yang tampaknya memang benar adalah bahwa setakat ini di Indonesia balum ada tulisan yang dipublikasikan yang melaporkan hasil penelitian mengenai topik tersebut (yakni perbandingan perilaku berbahasa sebagai cerminan perbedaan pandangan hidup) dengan pendekatan pragmatik. Jika asumsi ini benar, penelitian tampaknya mempunyai kemaknawian (significance) yang cukup.
Dipilihnya kelompok etnis Jawa dan Batak sebagai objek penelitian bukanlah tanpa alasan. Pemilihan itu berdasarkan pendapat awam bahwa, pada umumnya, di dalam perilaku berbahasa orang Batak itu lebih langsung (dalam anti lebih berterus terang) daripada orang Jawa Bahwa pendapat itu sudah "berterima" di kalangan masyarakat awam tidak berarti bahwa topik ini tidak boleh Jika kita bersikap ilmiah, pendapat itu perlu dibuktikan dengan mencari data empiris. Yang juga perlu didukung oleh data empiris ialah apakah perbedaan perilaku berbahasa orang Jawa dan orang Batak itu signifikan atau tidak dan, jika signifikan, berapakah derajat signifikansinya lagipula, perlu diketahui kemungkinan adanya keterpengaruhan budaya, yang dapat diinferensikan dengan membandingkan perilaku-perilaku berbahasa kelompok-kelompok Jawa Jakarta vs Batak Jakarta, Jawa Jakarta vs Jawa Semarang & Yogyakarta, Batak Jakarta vs Batak Medan, misalnya Di samping itu perlu dicari data empiris yang mungkin mendukung dugaan bahwa ada penibahan perilaku berbahasa menurut dimensi umur pada kedua kelompok etnis ini.
1.2 Permasalahan
Seperti halnya istilah perkampungan mengacu ke sejumlah kampung (jadi bukan satu kampung), istilah permasalahan di dalam penelitian ini diartikan sebagai merujuk ke sejumlah masalah, yakni sejumlah masalah penelitian. Di dalam hal ini, sesuai dengan uraian di dalam buku-buku penelitian yang baik, permasalahan dibagi menjadi beberapa masalah tambahan, yang kesemuanya berkaitan dengan masalah utama tersebut.
Masalah utama dalam penelitian ini, di dalam bentuk pertanyaan, ialah: adakah perbedaan realisasi tindak tutur melarang di antara orang Jawa dan orang Batak pada umuinnya seperti yang tersirat dari pendapat awam bahwa orang Batak cenderung lebih berterus terang dalam mengungkapkan pikiran mereka daripada orang Jawa? Dengan menggunakan istilah pragmatik, pertanyaan itu dapat diparafrasekan .menjadi: adakah perbedaan di dalam hal kelengkungan/kelurusan garis ilokusi melarang di kalangan orang Batak dan di kalangan orang Jawa?
Masalah (utama) itu dapat dijabarkan menjadi sub-submasalah, yaitu:
1. Jika memang ada, seberapa signifikankah perbedaan itu?
2. Di mana letak perbedaannya (dan juga kesamaannya, jika ada)?
3. Apakah perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan di dalam world view yang wujud di dalam perbedaan struktur sosial?
4. Adakah indikasi yang mengisyaratkan adanya pergeseran atau perubahan perilaku berbahasa? "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>