Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Dian Lestari
"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22 Tahun 2008 memberikan batasan hak bagi Kuasa Bukan Konsultan Pajak untuk mewakili Wajib Pajak skala besar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dasar penerbitan PMK Nomor 22 Tahun 2008 dan apakah dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk membatasi hak Kuasa Bukan Konsultan Pajak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dasar penerbitan PMK Nomor 22 Tahun 2007 dimaksudkan agar pengaturan mengenai Kuasa Wajib Pajak dilaksanakan secara tertib hukum dan PMK Nomor 22 Tahun 2007 tidak bisa dijadikan dasar hukum bagi pembatasan hak Kuasa Wajib Pajak.

Minister of Finance Regulation No. 22 of 2008 provides for the Authority not limit the right of Tax Consultants to represent large-scale taxpayers. The purpose of this study was to determine the basis of the issuance of PMK No. 22 of 2008 and whether it can serve as a legal basis to restrict the right of Power Not Tax Consultant. This study uses qualitative methods. The results of this study is that the basic issue of PMK No. 22 of 2007 regarding the regulation is intended to be carried out in the Taxpayer Authorization for the rule of law and PMK No 22 of 2007 can not serve as legal basis for restricting the right of the Taxpayer Authorization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Hilda Sulistio
"Pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperluas basis PPN melalui pengurangan fasilitas PPN menjadi objek PPN yang diberikan pembebasan. Dengan adanya perubahan peraturan ini, maka jasa asuransi memiliki kewajiban administratif baru yang harus dipenuhi sebagai pelaku kebijakan. UU HPP berlaku efektif pada 1 April 2022, dan belum ada peraturan pelaksanaannya saat penelitian selesai. Kajian ini akan menganalisis perbedaan kebijakan PPN atas jasa asuransi sebelum dan sesudah UU HPP berlaku dan akan dikaitkan dengan asas kepastian dan efisiensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terletak pada sisi administrasi dan kepastian hukum. Penerapan kebijakan ini belum memberikan kepastian bagi perusahaan asuransi karena adanya kendala dalam menentukan dasar pemungutan pajak dan waktu penerbitan faktur pajak. Karena perusahaan jasa asuransi belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka dari segi efisiensi wajib pajak, kebijakan ini tidak efisien dengan biaya material, waktu, dan psikologis yang timbul selama pelaksanaan kebijakan ini.

The enactment of the Tax Regulations Harmonization Law expanded the VAT base through the reduction of VAT facilities to become VAT objects that are granted exemptions. With the change in this regulation, insurance services have new administrative obligations that must be fulfilled as policy actors. the HPP Law effective date is on April 1, 2022, and there are no implementing regulations when the research is completed. This study will analyze the differences in VAT policies for insurance services before and after the HPP Law is effective and will be linked to the principles of certainty and efficiency. This research used a post-positivist approach with a descriptive research type. Primary and secondary data were obtained through library research and in-depth interviews. The result of the study concluded that the differences were on the administrative side and legal certainty. The application of this policy has not provided certainty for insurance companies due to constraints in determining the base of tax collection and time for issuing tax invoices. Because insurance service companies have not fully implemented their tax obligations, in terms of taxpayer efficiency, this policy is not efficient with material, time, and psychological costs that arise during the implementation of this policy. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Aiko Shiga
"Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini.

In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adisty Fahira Pribadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transaksi jasa logistik yang menjadi sengketa pajak antara PT X dan Pemeriksa Pajak mengenai saat pengakuan pendapatan serta menganalisis pelaporan PPN terkait. Sengketa pajak tersebut muncul karena Pemeriksa Pajak melakukan koreksi positif atas pengakuan pendapatan transaksi jasa logistik karena teknik pemeriksaan ekualisasi di mana penjualan dalam PPN lebih besar dari peredaran usaha dalam PPh Badan. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teori sengketa pajak, konsep penghasilan, pengakuan pendapatan, pengukuran pendapatan dan matching cost againts revenues principle. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengakuan pendapatan yang dikoreksi secara akuntansi sudah dilakukan dalam periode sebelumnya dan secara perpajakan sudah dilaporkan dalam periode sebelumnya. Secara akuntansi, pendapatan ini sudah seharusnya dilakukan pada periode sebelumnya karena telah memenuhi accrual basis, matching cost againts principle, dan PSAK 23. Secara perpajakan, pengakuan ini telah memenuhi persyaratan pembukuan dan prinsip taat asas menggunakan stelsel akrual. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan peraturan perpajakan tidak terdapat indikasi keterlambatan penerbitan faktur pajak karena terdapat opsi untuk menerbitkan faktur pajak bersamaan dengan penerbitan faktur penjualan pada periode berikutnya.

This study aims to analyze logistics service transactions that became a tax dispute between PT X and the tax authorities regarding the time of revenue recognition and analyze the related VAT reporting. The tax dispute arose because the Tax Auditor made a positive correction on the revenue recognition of logistics service transactions due to the equalization inspection technique where sales in VAT are greater than business circulation in Corporate Income Tax. The analysis in this study was carried out using dispute theory, the concept of income, revenue recognition, measurement of income and matching costs against revenues principles. The method in this study uses a qualitative method by in-dept interviews. The results of this study indicate that the corrected revenue has been recognized in the previous period and reported in the previous period. From accounting point of view, this income should have been made in the previous period because it has complied with the accrual basis, matching cost againts principle, and PSAK 23. In taxation, this recognition has complied with the bookkeeping requirements and the principles of compliance using accrual system. Furthermore, the results of the study indicate that based on tax regulations there is no indication of delay in the issuance of tax invoice because there is an option to issue tax invoices together with the issuance of commercial invoices in the next period."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
"Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan
pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di
Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut
melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui
penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan,
komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital
dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di
Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana
pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan
kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam
GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII
tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO.
Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat
diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti
adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan
tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang
menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara
anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh
Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan
diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang
mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk
mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut.

Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement
digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in
Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates
the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS.
Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory,
comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital
services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated
by law, which implements significant economic presence criteria. In the European
Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the
regulation implements ring-fencing method as well as significant economic
presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are
promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article
XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO
case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not
discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure
and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia
and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of
certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the
EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures
to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take
retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said
measure to the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
"Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan
pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di
Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut
melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui
penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan,
komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital
dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di
Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana
pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan
kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam
GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII
tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO.
Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat
diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti
adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan
tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang
menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara
anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh
Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan
diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang
mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk
mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut.

Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement
digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in
Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates
the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS.
Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory,
comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital
services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated
by law, which implements significant economic presence criteria. In the European
Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the
regulation implements ring-fencing method as well as significant economic
presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are
promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article
XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO
case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not
discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure
and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia
and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of
certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the
EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures
to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take
retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said
measure to the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Putra
"Sebagai salah satu negara yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai, Indonesia memiliki suatu sistem Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan penerapan bentuk, prinsip, metode penghitungan pajak, tarif pajak, dan perlakuan kebijakan tertentu yang diatur dalam suatu peraturan perundangan. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai dalam suatu peraturan perundangan tentunya tidak terlepas dari pemenuhan konsep teoritis dan kelaziman. Berangkat dari hal tersebut, penulis membuat tesis ini dengan tujuan menelaah Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 secara konsep teoritis dan membandingkan kelaziman penerapan ketentuan tersebut dengan yang dilakukan oleh negara lain, dengan mengacu kepada Sixth Directive yang menjadi pedoman peraturan Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yushar Catrena Putra
"Perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia yang belum stabil
mengharuskan negara selalu mengantisipasi dan mengikuti perkembangan di
dalam masyarakat dan diiringi dengan pembuatan kebijakan-kebijakan yang
sejaln dengan perkembangan di dalam masyarakat.
Tujuan penelilian untuk mengetahui apakah perubahan Undang-
undang PPN telah disosialisasikan dengan baik, yaitu yang berkaitan dengan
administrasi atas pembuatan faktur pajak_ peiaporan dan penyetoran,
mekanisme restitusi PPN dan administrasi sehubungan pendetinisian subjek
dan objek PPN, Sena menguraakan kepatuhan (compliance) vvajib Pajak
sehubungan dengan perubahan adminislrasi tersebut_
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif dengan metode pengumpulan data sample secara acak (random
sampling) dan metode analisis data dengan menggunakan analisis korelasi, regresi, koetisien penentu dan uji hipotesi§i"Hasi1 analisis menunjukan
bahwa korelasi pemnuatara faktur pajak, mekanisme restitusi PPN memiliki
hubungan yang erat terhadap kepatuhan, sedangkan terhadap indikator
kewajiban pelaporan dan penyetoran serta administrasi sehubungan
pendennisian kembali subjek dan objek PPN memiliki hubungan Iemah.
Hasil pengujian korelasi dan regresi menunjukan bahwa perubanan
kebijakan administrasi PPN secara umum adalah baik, namun di dalam
pelaksanaan administrasi cenderung tidak mudah. sehingga Pengusaha
Kena Pajak sulit untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan
dapat dikatakan kecenderungan Pengusaha Kena Pajak untuk kurang patuh_
Saran agar peraturan-peraturan yang baru dapat disosialisasikan
dengan baik kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak memiliki persepsi
yang sama dengan Fiskus didalam pelaksanaan administrasi perpajakan.
lnformasi perpajakan yang cepat, mudah dan terkini dari kantor pajak
nendaknya dapat diwujudkan sebagai suatu bentuk pelayanan kepada
masyarakat berupa penyuluhan perpajakan baik melalui pusat penyuluhan
perpajakan maupun web site yang dimiliki DJP_
Peraturan yang mudah dapat membanlu Pengusaha Kena Pajak
untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan mudah,
pengaturan administrasi PPN yang terdapat dalam perubahan Undang-
undang PPN telah memberi pengertian yang sederhana dan lebih memberi
kepastian hukum, namun masih diperlukan peraturan pelaksanaan yang
sejalan dengan Undang-undang yang berlaku untuk menegaskan tentang
tata cara penerapan lebih lanjut."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhruddin Hanif
"Skripsi ini menganalisis bagaimana kerangka undang-undang omnibus diterapkan di Indonesia dalam kurun waktu 2020-2023. Terdapat empat undang-undang omnibus yang berlaku yakni Perpu CK yang menggantikan UUCK, UUHPP, UUPPSK, dan UU Kesehatan. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Undang-undang, sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, disusun dengan menggunakan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman untuk menyusun bentuk luar, bentuk dalam, dan ragam bahasa, serta tata letak dan tata susunannya. Bentuk luar dan bentuk dalam adalah yang dimaksud para ahli sebagai kerangka peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, pengaturan mengenai kerangka peraturan perundang-undangan, khususnya undang-undang, undang-undang pencabutan, undang-undang perubahan, dan undang-undang omnibus diatur dalam Lampiran II UUPPP sebagaimana diubah UUPPP perubahan tahun 2022. Dalam definisi dan konsepnya di berbagai negara, undang-undang omnibus disebut sebagai undang-undang yang memuat materi-materi muatan yang bersifat heterogen, baik yang saling berkaitan ataupun tidak, seringkali berukuran besar dalam jumlah pasal atau kata, dan dibentuk dalam waktu yang dipersingkat atau dipercepat apabila dibandingkan dengan pembentukan undang-undang dalam bentuk lainnya. Sedangkan di Indonesia, undang-undang omnibus didefinisikan oleh Pasal 64 ayat (1b) dan angka 111b Lampiran II UUPPP perubahan tahun 2022 sebagai salah satu bentuk undang-undang yang dapat memuat tiga jenis pasal yakni pasal-pasal yang memuat materi muatan baru, pasal-pasal pengubahan materi muatan dari berbagai undang-undang lainnya, dan pasal-pasal pencabutan undang-undang yang ada secara sekaligus, dengan syarat adanya keterkaitan antara materi-materi muatan dari jenis-jenis pasal yang dimuat. Dalam konteks pengaturan dan penerapannya, kerangka undang-undang omnibus menyimpan berbagai permasalahan mulai dari masalah penggunaan istilah metode omnibus hingga masalah keberlakuan ketentuan-ketentuan definisi dan batasan pengertian dalam ketentuan umum yang dimuatnya. Untuk itu, skripsi ini hendak mengajukan solusi berupa penyederhanaan jenis pasal yang dapat dimuat, penggunaan tabel, dan penggunaan delegasi kewenangan.

This thesis analyzes how the structure of omnibus laws is implemented in Indonesia in the period of 2020-2023. There are four omnibus laws in force, namely the Job Creation Perpu (government regulation in lieu of law) of 2022 which replaces the unconstitutional Job Creation Law of 2020, Tax Regulation Harmonization Law of 2021, Financial Sector Development and Strengthening Law of 2023, and the Health Law of 2023. This thesis is prepared using the doctrinal research method. Laws, as one type of legislation, are drafted using the legislative technique which is a guideline for preparing its general outlines, internal outlines, and linguistic usage and style, as well as the its grouping and ordering. The general outlines and internal outlines are what experts refer to as the structure of law. In Indonesia, the guideline for structuring the laws, especially ordinary laws, repealment laws, amendment laws, and omnibus laws are regulated in Annex II of the Legislation Making Law of 2011 (as amended by the Second Legislation Making Amendments Law of 2022). In its definition and concept in various countries, omnibus laws are referred to as laws that contain various measures, whether interrelated or not, are often large in number of articles or words, and are formed in a expedited legislative process compared to the formation of other form of laws. Meanwhile, in Indonesia, an omnibus law is defined by Article 64 sub-arcticle (1b) and number 111b of Appendix II of the Second Legislation Making Amendments Law of 2022 as a form of law that can contain three types of articles, namely articles containing new content material, articles amending content material from various other laws, and articles repealing existing laws, provided that there is a connection between the content material of the types of articles contained. In the context of its regulation and implementation, the structure of omnibus law holds various problems ranging from the problem of using the term ‘omnibus method’ to the problem of the applicability of definitional provisions in the general provisions to the subject matter provisions, penalties, transitional provisions, and final provisions. For this reason, this thesis will propose a solution in the form of simplifying the types of articles that can be contained, the use of table of contents, and the use of delegation of the power to legislate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisya Wati
"Laporan ini menganalisis pemeriksaan pajak penghasilan badan tahun 2016 PT DEF yang disebabkan karena kompensasi kerugian fiskal serta permohonan pengajuan restitusi pajak penghasilan badan. Terdapat beberapa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa terkait SPT PPh Badan tahun 2016 milik PT DEF, yaitu peredaran usaha, objek PPh Pasal 21, serta biaya usaha lainnya. Koreksi dari hasil pemeriksaan disebabkan karena perbedaan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh Pemeriksa dan PT DEF. PT DEF menanggapi koreksi tersebut dengan menyediakan dokumen-dokumen terkait sebagai bukti bentuk kepatuhan PT DEF terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa PT DEF telah melakukan sebagian kewajiban perpajakannya dengan baik, yaitu pada biaya usaha lainnya, namun belum dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik pada hasil pemeriksaan peredaran usaha dan objek PPh Pasal 21. Sehingga pada peredaran usaha dan objek PPh Pasal 21 diperlukan pemahaman peraturan perundang-undangan perpajakan serta manajemen perpajakan yang lebih baik oleh PT DEF.

This report analyzes PT DEF's 2016 corporate income tax audit due to the compensation for fiscal losses as well as applications for corporate income tax refund. There are some corrections made by the Tax Auditor regarding the 2016 Corporate Income Tax Return of PT DEF, namely gross income, object of Article 21 Income Tax, and other operating expenses. Corrections from the results of the tax audit are due to differences in the application of tax laws and regulations applied by the Tax Auditor and PT DEF. PT DEF responded to the corrections by providing related documents as proof of PT DEF's compliance with applicable tax laws and regulations. From the results of the analysis it was concluded that PT DEF had carried out part of its tax obligations well, which is in the other operating expense, but had not been able to carry out its tax obligations in audit results of gross income and object of Article 21 Income Tax. So, in gross income and object of Article 21 Income Tax it is necessary for PT DEF to have a better comprehension on related tax laws and regulations and a better tax management."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>