Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145369 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Kusharisupeni Djokosujono
"Growth faltering pada bayi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Bayi lahir di Indramayu di ukur berat dan panjang lahirnya dan panjang badan pada umur-umur berikutnya yaitu umur 1,2,3,4,5,6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan. Kohor selama 2 tahun ini terdiri dari 720 bayi yang dapat diukur saat lahir, 534 bayi yang dapat diukur pada umur hingga 3 bulan, 408 bayi hingga umur 6 bulan dan 271 bayi hingga umur 12 bulan. Dari 720 bayi lahir itu, 516 adalah bayi normal, 63 prematur dan 141 IUGR. Growth faltering diukur setiap 2 bulan sekali. Studi ini menunjukkan bahwa growth faltering sudah terjadi pada umur dini bayi dan dalam keadaan lingkungan yang buruk, kelompok bayi yang paling terkena dampak growth faltering adalah kelompok bayi lahir normal namun derajat growth faltering yang terbesar (cm) dialami oleh kelompok IUGR API.

Infant Growth Faltering at the District of Indramayu, West Java. Newborns in Indramayu were examined for their birth weight and length and their subsequent at the age of 1, 2,3,4,5,6 mpnth, 9 and 12 month, This 2 years cohort study included 720 newborns who were able to be measured at birth, 534 newborns up to 3 months of age, 408 newborns up to 6 mopnths of age and 271 newborns up to 12 months of age. Out of 720 newborns, there were 516 normal babies, 63 preterms and 141 IUGR.Growth faltering was calculated bi monthly up to 6 months old. This study suggested that growth faltering had started at early stage of life and in an inconvenient environment normal babies suffered most, but the IUGR API babies had the highest degree of faltering (cm)."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Luthfi Syafei
"ABSTRAK
Di Indonesia angka kematian bayi (AKB) cukup tinggi bahkan paling tinggi di Asia Tenggara. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu bangsa.
Kematian bayi neonatal (0-30 hari) di Indonesia memberikan proporsi terbesar dibanding dengan proporsi segmen kematian bayi lain dalam angka kematian bayi 0-1 tahun. Secara nasional proporsinya ± 40% (Depkes RI, 1991). Di Kabupaten lndramayu 1990 proporsi kematian bayi neonatal itu ± 47% dari kematian bayi 0-1 tahun.
Salah satu kemungkinan penyebab yang berhubungan dengan kematian neonatal adalah anemia ibu hamil.
Masalah anemia pada ibu hamil sudah menjadi masalah nasional dan prevalensi anemia ibu hamil di Indonesia antara 50 - 70% (SKRT,I992).
Penelitian ini bertujuan ingin mendapatkan gambaran tentang seberapa besar hubungan anemia ibu hamil dengan kematian bayi neonatal di Kecamatan Sliyeg dan Gabus Wotan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Penelitian ini dilakukan dengan disain kohort retrospektif dengan data sekunder yang diambil dari data hasil penelitian Study Prospektif KB-Kes oleh PUSKA III di Kecamatan Sliyeg dan Gabus Wotan, Kabupaten lndramayu, Jawa Barat tahun 1991-1992.
Penelitian ini menemukan bahwa bayi yang dilahirkan oleh :
- Ibu hamil dengan anemia berat mempunyai resiko kematian bayi neonatal lebih tinggi 3,36 kali dibanding dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu hamil dengan anemia ringan. Hubungan ini bermakna secara statistik dengan p=0,O2.
- Ibu hamil dengan anemia berat mempunyai resiko kematian bayi neonatal lebiih tinggi 1,88 kali dibanding dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu hamil tidak anemia.
Dari hasil analisis stratifikasi didapatkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang merupakan faktor resiko dan dapat mempengaruhi hubungan ibu hamil dengan anemia berat dan ibu hamil tidak anemia yaitu antara lain : jarak kelahiran, berat bayi lahir, pelayanan antenatal , umur ibu.

ABSTRACT
Infant mortality is still high in Indonesia and even the highest in Southeast Asia. Infant mortality rate constitute one of significance factors to find out a prosperous rank of a nation.
Proportion of neonatal mortality (0-30 days) in Indonesia is the highest among other mortality within the first year of life. The proportional is 40% at national wide (Department of Health of the Republic of Indonesia, 1991). Meanwhile, by 1990, neonatal mortality proportion at district Indramayu was 47% of the infant mortality. One factor that is contributory to neonatal mortality is anemia in pregnant mother. The anemia of pregnant mother is a national problem with prevalence between 50% - 70% (SKRT, 1992).
The objective of this research is to find out relationship between pregnant mother with anemia and neonatal death at both sub-district Sliyeg and Gabus Wetan, District of Indramayu - West Java.
This research is conducted through a cohort retrospective design with secondary data taken from the result of Study Prospective of Family Planning and Health conducted by PUSKA UI at the two sub-districts in 1991-1992.
Research findings are babies delivered by:
- Pregnant mother who is suffering severe anemia has neonatal death risk about 3,36 times higher than those born by mother suffering from mild-anemia, and this correlation is statistically significant with p=0,02.
- Pregnant mother who is suffering severe anemia has neonatal death risk about 1,88 times higher then those born by mother without suffering from anemia.
Other factors which are considered as other risk factors and influencing the correlation of pregnant mother with severe anemia and those without anemia and neonatal mortality are: birth distance period, weight of delivery baby, antenatal care, mothers age of delivery.;Infant mortality is still high in Indonesia and even the highest in Southeast Asia. Infant mortality rate constitute one of significance factors to find out a prosperous rank of a nation.
Proportion of neonatal mortality (0-30 days) in Indonesia is the highest among other mortality within the first year of life. The proportional is 40% at national wide (Department of Health of the Republic of Indonesia, 1991). Meanwhile, by 1990, neonatal mortality proportion at district Indramayu was 47% of the infant mortality. One factor that is contributory to neonatal mortality is anemia in pregnant mother. The anemia of pregnant mother is a national problem with prevalence between 50% - 70% (SKRT, 1992).
The objective of this research is to find out relationship between pregnant mother with anemia and neonatal death at both sub-district Sliyeg and Gabus Wetan, District of Indramayu - West Java.
This research is conducted through a cohort retrospective design with secondary data taken from the result of Study Prospective of Family Planning and Health conducted by PUSKA UI at the two sub-districts in 1991-1992.
Research findings are babies delivered by:
- Pregnant mother who is suffering severe anemia has neonatal death risk about 3,36 times higher than those born by mother suffering from mild-anemia, and this correlation is statistically significant with p=0,02.
- Pregnant mother who is suffering severe anemia has neonatal death risk about
1,88 times higher then those born by mother without suffering from anemia.
Other factors which are considered as other risk factors and influencing the correlation of pregnant mother with severe anemia and those without anemia and neonatal mortality are: birth distance period, weight of delivery baby, antenatal care, mothers age of delivery.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Tri Waluyanti
"Kejadian malnutrisi pada balita menjadi perhatian besar karena menyangkut investasi sumber daya manusia. Indonesia menghadapi triple burden status gizi balita yang menjadi beban negara. Berbagai
upaya dilakukan untuk menurunkan prevalensi kurang gizi balita. Growth faltering sebagai indikator
awal risiko terjadinya stunting menjadi titik awal intervensi intensif dilakukan untuk mencegah stunting. Upaya mengatasi growth faltering dilakukan melalui intervensi spesifik terutama pemberian makan bayi dan anak pada baduta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas brief intervention terhadap praktik pemberian makan responsif pada bayi growth faltering usia 6-23 bulan. Desain penelitian ini adalah pre-experimental study dengan sampel 33 responden di kelompok kontrol (mendapatkan intervensi konseling pemberian makan bayi dan anak/PMBA dan kelompok intervensi (mendapatkan intervensi konseling PMBA dan brief intervention). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan intervensi cenderung meningkatkan skor total pemberian makan responsif dan skor active feeding, meskipun tidak ditemukan signifikansi (pValue > 0,05); sedangkan pad kelompok kontrol selisih skor menunjukkan penurunan. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara kelompok yang mendapat intervensi konseling PMBA dengan kelompok yang mendapatkan intervensi PMBA dan brief intervention “Mentari”. Rekomendasi pelayanan menunjukkan bahwa konseling PMBA tetap dapat menjadi intervensi mengubah praktik pemberian makan.

The incidence of malnutrition in children under five is a big concern because it involves investing in human resources. Indonesia faces a triple burden on the nutritional status of children under five. Various efforts were made to reduce the prevalence of malnutrition. Growth faltering as an early indicator of the risk of stunting is the starting point for intensive interventions to prevent stunting. Efforts to overcome growth faltering are carried out through specific interventions, especially infant and young child feeding practices. This study aims to identify the effectiveness of the brief intervention on responsive feeding practices in growth-faltering infants aged 6-23 months. The design of this study was a pre-experimental study with a sample of 33 respondents in the control group (getting infant and young child feeding counselling interventions/IYCF and intervention groups (getting IYCF counselling interventions and brief intervention). The results of this study showed that the group that received the intervention tended to improve the total responsive feeding score and active feeding score, although no significance was found (pValue > 0.05); Meanwhile, in the control group, the difference in scores
showed a decrease. These results showed no significant difference between the group that received IYCF counselling intervention and the group that received IYCF intervention and brief intervention. Service recommendations suggest that IYCF counselling can still be an intervention to change feeding practices.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Tri Waluyanti
"Kejadian malnutrisi pada balita menjadi perhatian besar karena menyangkut investasi sumber daya manusia. Indonesia menghadapi triple burden status gizi balita yang menjadi beban negara. Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan prevalensi kurang gizi balita. Growth faltering sebagai indikator awal risiko terjadinya stunting menjadi titik awal intervensi intensif dilakukan untuk mencegah stunting. Upaya mengatasi growth faltering dilakukan melalui intervensi spesifik terutama pemberian makan bayi dan anak pada baduta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas brief intervention terhadap praktik pemberian makan responsif pada bayi growth faltering usia 6-23 bulan. Desain penelitian ini adalah pre-experimental study dengan sampel 29 responden di kelompok kontrol (mendapatkan intervensi konseling pemberian makan bayi dan anak/PMBA dan 27 responden kelompok intervensi (mendapatkan intervensi konseling PMBA dan brief intervention). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan intervensi cenderung meningkatkan skor total pemberian makan responsif dan skor active feeding, meskipun tidak ditemukan signifikansi (pValue > 0,05); sedangkan pada kelompok kontrol selisih skor menunjukkan penurunan. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok yang mendapat intervensi konseling PMBA dengan kelompok yang mendapatkan intervensi PMBA dan brief intervention “Mentari”. Rekomendasi pelayanan menunjukkan bahwa konseling PMBA tetap dapat menjadi intervensi mengubah praktik pemberian makan.

The incidence of malnutrition in children under five is a big concern because it involves investing in human resources. Indonesia faces a triple burden on the nutritional status of children under five. Various efforts were made to reduce the prevalence of malnutrition. Growth faltering as an early indicator of the risk of stunting is the starting point for intensive interventions to prevent stunting. Efforts to overcome growth faltering are carried out through specific interventions, especially infant and young child feeding practices. This study aims to identify the effectiveness of the brief intervention on responsive feeding practices in growth-faltering infants aged 6-23 months. The design of this study was a pre-experimental study with a sample of 29 respondents in the control group (getting infant and young child feeding counselling interventions/IYCF and 27 respondents in the intervention groups (getting IYCF counselling interventions and brief intervention). The results of this study showed that the group that received the intervention tended to improve the total responsive feeding score and active feeding score, although no significance was found (pValue > 0.05); Meanwhile, in the control group, the difference in scores showed a decrease. These results showed no significant difference between the group that received IYCF counselling intervention and the group that received IYCF intervention and brief intervention. Service recommendations suggest that IYCF counselling can still be an intervention to change feeding practices."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Nugroho
"Penelitian ini dilakukan karena masih tingginya angka kematian bayi di Kec.Sliyeg dibandingkan di Kec. Gabus Wetan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang beberapa karakteristik apakah yang menyebabkan masih tingginya angka kematian bayi di Kec. Sliyeg dibandingkan dengan di Kec. Gabus Wetan Kab. Indramayu Jawa Barat. Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan kasus adalah ibu yang mengalami kematian bayi pada periode Januari 1989 - Desember 1991, yang tercatat pada survey monitoring kerjasama antara Pusat Kelangsungan Hidup Anak (PUSKA), BKKBN dan DEPKES pada periode waktu yang sama. Data sekunder yang diperoleh dari PUSKA diolah secara statistik dengan teknik analisis distribusi frekuensi, uji kai kuadrat dan logistik regresi. Dari 8 karakteristik yang diteliti yaitu faktor ibu (Umur ibu, paritas ibu dan pendidikan ibu), faktor pelayanan pencegahan perorangan dan karakteristik lingkungan rumah tangga. ternyata pada uji gabung analisis bivariate hampir semuanya karakteristik menunjukan perbedaan bermakna terhadap risiko mengalami peristiwa kematian bayi kecuali pada karakteristik penolong persalinan ibu hamil tidak menunjukan perbedaan yang bermakna.
Hasil analisis hubungan antara beberapa karakteristik dengan kematian bayi, dengan teknik multivariate logistik regresi didapatkan bahwa tempat persalinan dan pemberian imunisasi bayi dengan kematian bayi bermakna. Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa faktor pelayanan kesehatan dan pencegahan perorangan sangat penting untuk diperhatikan dalam hubungannya dengan masih tingginya angka kematian bayi di Kec. Sliyeg dibandingkan dengan di Kec. Gabus Wetan. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana penanganan masalah pelayanan kesehatan dan pencegahan perorangan di Kec. Sliyeg dan di Kec. Gabus Wetan. Beberapa saran yang dapat kami ajukan adalah yang pertama kali dalam jangka pendek; untuk meningkatkan intensitas program imunisasi bayi dalam pemberantasan penyakit-penyakit 6 besar pada bayi. Kedua adalah jangka panjang; memberikan suatu materi gerakan untuk penyuluhan ibu-ibu di dua kecamatan dengan disesuaikan pendidikan ibu di lokasi mengenai arti pentingnya kesehatan dan pemberian imunisasi bayi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusharisupeni Djokosujono
"Pertumbuhan optimal merupakan hak dasar manusia (Rohde, 1988); pertumbuhan tidak saja memantau status gizi dan penyakit infeksi, tetapi juga kualitas lingkungan, peluang-peluang ekonomi, distnbusi pendapatan, dan keseluruhan pendidikan dalam masyarakat (Rohde dan Lucas, 1988).
Menurut Villar et al (1988), pertumbuhan bayi berhubungan dengan karakteristik fisik saat lahir, yang tergantung pada berat lahir dan masa kehamilan. Neonatus cukup bulan dengan berat badan kurang masa kehamilan mempunyai lebih banyak masalah di kemudian hari jika dibandingkan dengan neonatus cukup bulan dengan berat badan sesuai dengan masa kehamilan (Davied, et al 1988). Kelompok neonatus cukup bulan dengan berat badan kurang masa kehamilan ini lambat dalam pertumbuhannya dengan insiden kecacatan mental meningkat dan mempunyai masalah dalam sikap (Villar et al. 1984; Davied et al, 1988; Suse, Reily, dan Walde, 1994).
Pada kenyataannya beberapa karakteristik saat lahir sangat penting, yaitu:
1. Bayi lahir dengan masa kehamilan 37 minggu atau lebih, dengan berat lahir sama atau lebih dari 2500 gram (kelompok lahir normal= neonatus cukup bulan dengan berat lahir sesuai dengan masa kehamilan)
2. Bayi lahir dengan masa kehamilan < 37 minggu atau > 37 minggu dengan berat lahir < 2500 gram (kelompok bayi berat lahir rendah). Kelompok bayi ini terdiri atas tiga kelompok dengan karakteristik lahir yang berbeda.
2,1 Bayi lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat lahir kurang dari 2500 gram (kelompok lahir prematur = neonates kurang bulan).
2.2 Bayi lahir dengan masa kehamilan 37 minggu atau lebih dengan berat lahir kurang dari 2500 gram dan indeks ponderal cukup (=kelompok IUGR API / simetris).
2.3 Bayi lahir dengan masa kehamilan. 37 minggu atau lebih dengan berat lahir kurang dari 2500 gram dan indeks ponderal rendah (=kelompok IUGR LPI / asimetris)
Holmes et al (1977), Georgief (1986), Lockwood dan Weiner (1986) merekomendasikan penggunaan indeks ponderal dari Rohrer untuk mengklasifikasikan bayi IUGR ke dalam IUGR API dan IUGR LPI yang di sebut di atas.
Perbedaan pola pertumbuhan antara IUGR-API dan IUGR LPI terletak pada minggu keberapa dalam kandungan janin tersebut mengalami hal-hal yang berdampak buruk terhadap pertumbuhannya (misalnya akibat ibu merokok, ibu mengalami defisiensi gizi, dan infeksi). Jika janin mengalami hal yang berdampak buruk terhadap pertumbuhannya sejak trimester pertama umur kandungan dan masih tetap bertahan hingga kelahiran, panjang ataupun berat tubuh bayi saat lahir akan lebih pendek dan ringan dari pada bayi genap bulan normal. Bayi itu tergolong ke dalam bayi yang mengalami retardasi pertumbuhan dalam uterus yang kronis atau simetrik. Apabila hal-hal yang berdampak buruk tersebut terjadi pada trimester ke-3 (umur kandungan 27-30 minggu) dan tetap bertahan hingga kelahiran, berat badan bayi akan lebih terpengaruh daripada panjang badan. Bayi itu termasuk ke dalam golongan bayi yang mengalami retardasi pertumbuhan dalam uterus yang akut atau asimetrik. Apabila hal di atas terjadi pada umur kandungan sekitar 35-36 minggu, dan kecepatan pertumbuhan janin telah melambat, cadangan lemak janin akan terpakai dan pada saat lahir hanya berat badan yang akan terpengaruh. (Villar dan Beffizan, 1982)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
D180
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>