Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33864 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: 1976
342.05 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Peristiwa penting dalam kehidupan manusia diantaranya adalah perkawinan dan kelahiran. Dengan kemajuan teknologi dan komunikasi sekarang ini, sangat mudah bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain yang berada di wilayah negara yang berbeda, termasuk dalam hal melangsungkan perkawinan. Perkawinan ini disebut dengan perkawinan campuran. Di Indonesia, yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang ada di Indonesia, dimana salah satu pihak adalah Warga Negara Indonesia dan pihak lainnya adalah Warga Negara Asing. Hal ini menyebabkan perubahan status suami dan isteri, juga status anak hasil dari perkawinan campuran tersebut, termasuk dalam hal kewarganegaraan. Sebelum adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, peraturan yang mengatur mengenai kewarganegaraan Indonesia adalah Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 yang menganut asas ius sanguinis. Oleh karena itu, anak yang lahir dari suatu perkawinan campuran akan mengikuti kewarganegaraan orangtuanya yaitu kewarganegaraan si ayah, sehingga ia hanya memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari si ayah. Kemudian lahirlah Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 yang pada dasarnya juga menganut asas ius sanguinis, tetapi anak hasil perkawinan campuran dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari ibunya yang berkewarganegaraan Indonesia, sehingga menurut Undang-undang ini, si anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda dari kedua orangtuanya secara terbatas sampai usia 18 tahun atau sudah kawin sebelum 18 tahun dimana ia akan memilih satu dari dua kewarganegaraan yang dimilikinya itu. Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir setelah Undang-Undang ini diundangkan, tetapi juga berlaku bagi anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum Undang-Undang ini diundangkan sehingga Undang-Undang ini dapat berlaku surut. Dengan demikian, tulisan ini akan memberikan penjelasan tentang bagaimana status anak hasil perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang no. 12 Tahun 2006 ditinjau dari sudut Hukum Perdata Internasional Indonesia baik yang lahir sebelum maupun setelah Undang-Undang ini diundangkan."
Universitas Indonesia, 2007
S26183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Junarwati
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Perkawinan,perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 mengakibatkan kedudukan wanita dalam menentukan kewarganegaraannya dan kewarganegaraan anak dibatasi. Anak mengikuti kewarganegaraan ayahnya dan perempuan sebagai isteri mengikuti kewarganegaraan suami demi mencapai kesatuan hukum dalam keluarga. Indonesia tidak menghendaki adanya dwi kewarganegaraan. Implementasi dari Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 berakibat adanya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 kemudian dirubah karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan pada saat ini. Atas desakan dari para keluarga dari perkawinan campuran maka pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 dengan Undang-undang Kewarganegaraan nomor 12 Tahun 2006. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 menyatakan anak-anak mempunyai dwi kewarganegaraan terbatas sampai mereka berusia 18 tahun dan setelah usia 18 tahun mereka dapat memilih kewarganegaraannya. Undang-undang ini telah membawa perubahan dibidang kewarganegaraan terhadap status anak akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan kedudukan perempuan dalam perkawinan campuran. Tradisi Patriarki yang masih mempengaruhi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan isteri WNI mengikuti kewarganegaraan suami WNA apabila hukum dari negara suami menentukan demikian. Begitu juga sebaliknya isteri seharusnya tidak kehilangan kewarganegaraan WNInya karena menikahi WNA dan status hukum isteri seharusnya tidak diikutkan dengan status hukum suami. Hak Asasi perempuan untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta segala hak yang melekat pada status tersebut."
2007
T17050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014
344.092 IND p (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza
"Di zaman keterbukaan dan globalisasi dunia ini, suatu hal yang lumrah bila terjadi pergaulan antar warga negara yang berbeda domisili status kewarganegaraannya, dan dampak dari hal tersebut selain menimbulkan dampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak yang negatif, salah satunya, kurangnya perlindungan akan hak-hak perempuan Indonesia yang menikah dengan laki-laki asing, penyebabnya bermula dengan adanya Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 yang didalamnya tidak mengandung filosofi kesetaraan gender antara pria dan perempuan. Dengan adanya asas ius sanguinis, yaitu anak yang lahir dengan hanya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, hal tersebut sangat jelas akan merugikan bagi perempuan Indonesia yang memiliki hubungan biologis atau hubungan psikologis dengan anaknya. Hal yang lain adalah, perempuan Indonesia yang menikah dengan suami laki-laki yang berkewarganegaraan asing akan kehilangan status kewarganegaraannya jika tidak menyatakan keterangan (melapor kepada dinas terkait) tersebut dalam kurun waktu 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung.
In the era of globalization and the world, a matter that occurred when the ordinary citizens of the association between different residency status of nationality, and the impact of this addition to the positive impact, but also cause a negative impact, one of them, lack of protection of the rights Indonesian women who married to foreign men, it begins with the Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 on the philosophy does not contain gender equality between men and women. With the principle of ius sanguinis, the children are born with only have a legal relationship with his father's family, it would clearly be very detrimental for the Indonesian women who have relationships biological or psychological relationship with their children. This is the other, the Indonesian women married to husbands men foreign nationality will lose their status if they do not declare information (related to report to the office) in the period of 1 year after marriage progress."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S24819
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>