Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168511 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Basuki Rachmad
"ABSTRAK
Penelitian tentang keanekaragaman dan pendugaan kepadatan stok
ikan demersal dengan metode sapuan di perairan Aru, Propinsi Maluku,
dilakukan sejak tanggal 4 sampai 9 Nopember 2006, menggunakan pukat
dasar (bottom trawl). Pengambilan data dilakukan melalui survei pukat
dasar menggunakan KR. Bawal Putih dengan lokasi pengambilan contoh
ditetapkan sebanyak 36 stasiun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
indeks keanekaragaman (H?), indeks dominansi spesies (C), indeks
kemerataan (J), komposisi hasil tangkapan, laju tangkap, pendugaan
kepadatan stok, dan biomassa spesies ikan demersal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa komposisi hasil tangkap ikan demersal adalah 65,9 %
(6.065,9 kg) dari total hasil tangkap, yang terdiri dari 132 spesies dan 56
famili. Ikan demersal yang banyak tertangkap adalah famili Leiognathidae
(50,8%) diikuti Apogonidae (16,5%) dan Mullidae (8,3%). Tiga spesies yang
banyak tertangkap yaitu Leiognathus bindus (26,3%) Apogon sp.(16,5%)
dan Leiognathus leusiscus (15,8%) yang umumnya tertangkap pada dasar
perairan dengan kedalaman 20-30 m.
Kisaran indeks keanekaragaman (H?) adalah 0,4940-2,5138 dengan
nilai tertinggi pada kedalaman 40-50 m, indeks dominansi (C) adalah
0,0618-0,8041 dengan nilai tertinggi pada kedalaman 10-20 m, dan
indeks kemerataan (J?) adalah 0,0553-0,4236 dengan nilai tertinggi pada
kedalaman 40-50 m sehingga dapat dikatakan bahwa keanekaragaman spesies ikan demersal di perairan Aru adalah sedang dengan tidak ada
spesies yang mendominasi dan penyebarannya tidak merata.
Nilai laju tangkap ikan demersal adalah 173,2 kg/jam dengan nilai
laju tangkap tertinggi pada perairan di kedalaman 20-30 m, (Leiognathus
bindus 27,1 kg/jam tertinggi pada kedalaman 20-30 m, Apogon sp. 18,8
kg/jam tertinggi pada kedalaman 50-60 m, dan Upeneus sulphureus 8,9
kg/jam pada kedalaman 20-30 m; Arius thalassinus 87,4 kg/jam tertinggi
pada kedalaman 30-40 meter, Lutjanus malabaricus 12,2 kg/jam,
kedalaman 50-60 meter tertinggi, dan Epinephelus sexfaciatus 6,9 kg/jam,
tertinggi di kedalaman 40-50 meter). Dugaan kepadatan stok ikan
demersal di perairan Aru adalah 4,4±0,2 ton/km2 (Leiognathus bindus, 0.7
ton/km2, Apogon sp. 0,5 ton/km2, dan Upeneus sulphureus 0,2 ton/km2;
Arius thalassinus 2,4 ton/km2, Lutjanus malabaricus 0,3 ton/km2, dan
Epinephelus sexfaciatus 0,2 ton/km2). Total biomassa ikan demersal di
Perairan Aru diduga adalah sebesar 193.975±257 ton (Leiognathus
bindus, 29.076 ton, Apogon sp. 20.769 ton, dan Upeneus sulphureus
10.138 ton; Arius thalassinus 0,2 ton, Lutjanus malabaricus 0,1 ton, dan
Epinephelus sexfaciatus 0,1 ton)."
2007
T39453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hery Choerudin
"Kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Laut Cina Selatan harus didasari oleh hasil kajian stok sebagai bukti ilmiahnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi jenis, sebaran dan kepadatan stok ikan demersal serta keterkaitannya dengan aspek lingkungan. Hasil penelitian menunjukan ikan demersal yang tertangkap terdiri dari 62 Famili 180 jenis dan yang mendominasi adalah famili Nemipteridae dengan jenis ikan kurisi Nemipterus furcosus dan Nemipterus thosaporni. Struktur populasi ikan demersal yang tertangkap didominasi ikan muda dengan tingkat kematangan gonad yang belum matang immature. Perbandingan kelamin ikan demersal jantan dan betina didapatkan dalam keadaan seimbang dengan kecenderungan lebih banyak didapatkan ikan jantan. Penyebaran ikan demersal hampir merata pada berbagai kedalaman dan pada beberapa area dengan konsentrasi kepadatan yang cukup tinggi di kedalaman 40-60 m di sekitar kepulauan Anambas, Tambelan, Subi, dan Midai. Kepadatan stok ikan demersal didapatkan berkisar antara 68,9 kg/km2 sampai dengan 5.685,9 kg/km2 dengan rerata sebesar 1.070,86 kg/km2 dan biomassa sebesar 188.765,14 ton. Suhu, salinitas dan kedalaman perairan di LCS tidak berpengaruh signifikan terhadap kepadatan stok ikan demersal.

The policy of a sustainable demersal resources management and utilization in South China Sea should be based on stock assesment results as its scientific evidence. The research aimed to analyze the species composition, distribution and demersal stock density, and its relation with environmental aspect. The research result showed that demersal fish caught consist of 62 family, 180 species and dominated by family of Nemipteridae as dominant species is Nemipterus furcosus and Nemipterus thosaporni. The structure of demersal population catched were dominated by younger fish with the gonad stage of maturity was immature. The ratio of male and female calculated in balance situation with male ratio higher. The distribution of demersal fish found at various depth and the height were found at depth range 40 60m around Anambas Island, Tambelan island, Subi island and Midai island. The stock density of demersal fish was estimated between 68,9 kg km2 to 5.685,9 kg km2 with average estimated about 1.070,86 kg km2 and the standing stock of demersal fish was estimated about 188.765,14 tons. The temperature, salinity and depth were not significantly influenced by the stock density."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ali Aripe
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jusuf Dharma Senoputro
"Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengidentifikasikan dan menjabarkan kondisi Selat Malaka dan bentuk-bentuk perompakan yang sesungguhnya terjadi di kawasan perairan ini guna menetapkan solusi penanganan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kegiatan penelitian dilakukan dalam kurun waktu 2003-2004, karena berdasarkan Iaporan IMB (International Maritime Bureau) pada saat ini kasus-kasus perompakan dan pembajakan di wiiayah perairan Selat Malaka meningkat dan teiah meresahkan berbagai pihak yang menggunakan laut sebagai media perhubungan, perdagangan dan transportasi.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan dua pertiga wilayahnya terdiri atas lautan. Secara geografis, Indonesia lerletak di persilangan dunia menempatkan perairannya mengalir arus lalu Iintas barang dan jasa dan ke Afrika, Timur Tengah, Timur Jauh, Australia bahkan daratan Eropa dan Amerika, oleh sebab itu bagi bangsa-bangsa di dunia, sebuah pelayaran yang aman di perairan Indonesia merupakan suatu keharusan.
Apabila alur-alur pelayaran yang ada di Indonesia terganggu, seperti perompakan dan pembajakan, maka dapat dibayangkan kerugian yang ditimbulkan baik di bidang ekonomi, iingkungan serta kerugian polilik dan diplomasi yang tentunya dapat merugikan nama baik Indonesia di mata dunia internasional, dan akan menyandang predikat perairan yang rawan.
Oleh karena itu, sejumlah pengamat menilai bahwa apabila selat yang melewati pesisir Indonesia, Malaysia dan Singapura ini terganggu, maka dapat melumpuhkan perdagangan dunia selama berbulan-bulan. Sementara masalah keamanan sepanjang selat ini adalah tanggung jawab tiga negara pantai Indonesia, Malaysia dan Singapura. Untuk itu ketiga negara tersebut sejak lama telah menjalin kerja sama pengamanan di wilayah perairan ini dalam bentuk Patroli Terkoordinasi (Patkor) Malindo antara Indonesia dengan Malaysia dan Patkor lndosin antara Indonesia dengan Singapura. Kemudian Patkor tersebut ditingkatkan dari kerjasama bilateral menjadi kerjasama trilateral yaitu Patkor Malsindo (Malaysia, Singapura dan Indonesia) yang diresmikan pada tanggal 20 Juli 2004 di Selat Malaka.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sejak digelamya Patroli Terkoordinasi tiga negara (Trilateral) antara Malaysia, Singapura dan Indonesia dengan sandi Malsindo di Selat Malaka, tingkat kejahatan di perairan tersebut mulai menurun. Dulu, para perompak leluasa beroperasi di Selat Malaka, tetapi sejak digelarnya Patroli Terkoordinasi yang melibatkan 17 kapal perang, tidak ada ruang Iagi bagi mereka. Selain itu, indikasi menurunnya tingkat kejahatan di Selat Malaka terlihat dari jumlah kasus yang dilaporkan oleh para kapal-kapal pelintas perairan tersebut. Sebelum ada Patkor Trilateral, paling sedikit ada 9 laporan kejadian tiap bulannya, sedangkan sekarang sudah menurun menjadi 4 laporan setiap bulannya.
Konsekuensi logis Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang memiliki 17.506 pulau dan luas perairan sekitar 5,8 juta km2 serta dihadapkan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis, maka Indonesia harus memiliki Angkatan Laut yang kual dan mampu menjamin tercapainya keamanan dan kedaulatan negara di laut Serta mampu melaksanakan proyeksi kekuatan apahila sewaklu-waktu dibutuhkan.
Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia, kecuali membangun dan mengembangkan Angkatan Laut yang kuat guna menegakkan kedaulatan negara dan hukum di laut, serta melindungi segenap kepentingan nasional di Iaut. Bagi negara maritim besar seperti Indonesia, Angkatan Laut yang kuat bukan merupakan sebuah kemewahan, melainkan merupakan sebuah kebutuhan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T 22153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>