Ditemukan 53382 dokumen yang sesuai dengan query
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Mohammad Adil Dharmawan Kaboel
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Winarno Adi Gunawan
"The peninjauan kembali (revision) under Indonesian procedure law system is as an extra ordinary efforts to against the supreme court decisions. Revision is applicable to the permanent decision by involved party that ought to filing fire due to the Supreme Court (Mahkamah Agung-RI). Based on law number 4 year 2004 has stipulated condition on one revision is under circumstance an any situation under article 23 section 1 which ought to under law provisions. The author here notes that any possibly impediment appears will not technically happen in practice later. Oftenily in revision implementations the lack or weakness does exist by the applicant side's. The mostly be deficient in the relevance's legal application lo be considered upon Supreme Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
HUPE-37-1-(Jan-Mar)2007-51
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Mutiara Bulan Trisna
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
346.048 Tim h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Dian Juniar Amellya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22570
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Pane, Heikhal A.S.
"Putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun belum mempunyai kekuatan hukum tetap, atau yang diterjemahkan dari bahasa aslinya uitvoerbaar bij voorraad, merupakan suatu bentuk pengecualian yang sangat terbatas berdasarkan syarat-syarat khusus yang telah ditentukan undang-undang, sehingga putusan ini bersifat exceptioneel. Karena pada dasarnya putusan hakim atau putusan pengadilan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Syarat-syarat yang dimaksud merupakan pembatasan kebolehan untuk menjatuhkan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad,sebagaimana yang diatur dalam Pasal 180 ayat (1) H.I.R. dan Pasal 191 ayat (1) R.Bg. Selain itu, Mahkamah Agung selaku pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan Peradilan disemua lingkungan Peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, juga telah mengeluarkan beberapa surat edaran sebagai pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad. Akan tetapi, meskipun putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu telah diatur dalam H.I.R. dan R.Bg., serta surat edaran yang telah dikeluarkan Mahkamah Agung, penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad dalam praktiknya ternyata masih sangat jauh dari yang diharapkan. Oleh karenanya dalam penulisan ini akan coba dibahas lebih lanjut mengenai pengaturan serta penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad, khususnya penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad dalam Putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Tanggerang tanggal 8 Februari 2006 dengan Register Perkara Nomor: 89/PDT.G/2005/PN.TNG. sebagai contoh kasus dalam penulisan ini.
A judicial decision that can be implemented first and foremost even though it has not retained a permanent legal force, or better known from the translation of the original language uitvoerbaar bij voorraad, is a form of a very limited exception based on certain conditions determined by law, makes this judicial decision exceptioneel. Because basically a verdict or court decision can only be implemented if that decision has retained a permanent legal force (in kracht van gewijsde). The conditions referred to are limitations of the ability to give a decision that can be implemented first and foremost or better known as uitvoerbaar bij voorraad, as set in article 180 paragraph (1) H.I.R. and article 191 paragraph (1) R.Bg. Other than that, the Supreme Court acting as the highest supervisor in exertion of justice in all levels of court running in judiciary powers, has also released some circular letter as guidelines for judges for giving decisions that can be implemented first and foremost or better known as uitvoerbaar bij voorraad. However, even though judicial decisions that can be implemented first and foremost is set in H.I.R. and R.Bg., the circular letters released by the Supreme Court concerning judicial decisions that can be implemented first and foremost or uitvoerbaar bij voorraad in practice is far from what expected. Therefore in this writing, the writer will try to discuss furthermore about the settings and implementation of judicial decisions that can be implemented first and foremost or uitvoerbaar bij voorraad in Judicial Decision in First Degree Court in Tangerang, dated 8th February 2006 with registered number: 89/PDT.G/2005/PN.TNG. as a case example for this writing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22583
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Lidya Kurniawati
"Peradilan sangat diperhatikan oleh berbagai pihak karena bermunculan putusan kontroversial dari hakim. Hakim sendiri berada dalam posisi yang amat sulit sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, Mahkamah Agung, masyarakat, bangsa dan negara, dalam menjatuhkan putusan yang dapat memuaskan rasa keadilan semua pihak. Padahal putusan hakim tersebut belum tentu merupakan hasil kesepakatan mutlak dari seluruh majelis hakim. Namun masyarakat luas tidak mengetahui jika ada perbedaan pendapat antara majelis hakim sehingga muncul kekecewaan terhadap seluruh majelis hakim apabila terdapat putusan yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Untuk memberikan akuntabilitas kepada masyarakat pencari keadilan (justiabelen) inilah disediakan sarana berupa dissenting opinion bagi para hakim untuk mengungkapkan perbedaan pendapatnya dengan majelis hakim lainnya disertai argumentasi yuridisnya dan merupakan kesatuan dengan putusan. Melalui penerapan dissenting opinion ini diharapkan hakim dapat lebih bijaksana dalam memberikan pertimbangan hukum untuk memutus perkara dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberi penilaian secara obyektif terhadap putusan tersebut. Namun, penerapan dissenting opinion dalam sistem hukum Indonesia mengalami hambatan karena baik penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya belum terbiasa dengan prinsip dissenting opinion dan juga dikarenakan masih adanya perasaaan segan pada diri hakim sehingga tidak berani mengungkapkan perbedaan pendapatnya dengan hakim yang lebih senior. Dissenting opinion ini juga sulit diterapkan pada perkara dengan isu tertentu seperti isu SARA dan mengenai Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat karena hakim khawatir perbedaan pendapatnya akan menjadi masalah bagi dirinya."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2006
S22358
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Tatanusa, 2005
346.048 Tim h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta: Tata Nusa, 2002
346.048 HIM
Buku Teks Universitas Indonesia Library