Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170848 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nasution, Achmad Remy
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0228
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Sumodiningrat
Jakarta: PAU Studi Ekonomi Universitas Indonesia, 1991
338.1 GUN e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cons. Tri Handoko
"Tulisan ini menjabarkan tentang perkembangan tato ditinjau dari aspek motif, makna, maupun fungsinya di kalangan
narapidana di Yogyakarta sejak tahun 1950an. Narasumber adalah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Yogyakarta, mantan narapidana, dan seniman tato yang memahami seluk beluk perkembangan tato menato di
Yogyakarta. Motif tato di kalangan narapidana meliputi tumbuhan, binatang, potret manusia, horor, tato tribal, ikon
hati, tipografi, biohazard dan biomechanical, juga alam benda. Tampilan motif tato ada dua, yaitu berdiri sendiri dan
perpaduan beberapa motif. Setiap motif mempunyai makna tertentu. Teknis menatonya menggunakan peralatan
sederhana berupa benang, jarum, dan norit (merek obat sakit perut) dan mesin tato mekanik. Tato dan kegiatan menato
di kalangan narapidana mempunyai dua fungsi utama yaitu pribadi dan sosial. Fungsi pribadi berkaitan dengan tato
sebagai karya seni. Dalam batasan ini, tato berfungsi sebagai ekspresi pengalaman hidup yang berfungsi juga sebagai
pengingat akan peristiwa tertentu dan hiasan tubuh, sebagai ekspresi religiositas, terapi dan relaksasi, jimat, daya tarik
seks, keamanan diri, serta untuk menutupi luka atau tato yang dianggap tidak bagus. Fungsi pribadi lainnya adalah
sebagai pendapatan bagi narapidana yang mampu menato. Fungsi sosial tato adalah lambang kelompok, sarana
sosialisasi dan menumbuhkan rasa percaya diri individu dalam kelompok, baik di dalam maupun di luar Lembaga
Pemasyarakatan.
This article describes about the developments of the motifs, meaning, and functions of the tattoo among the convicts
and detainees in Yogyakarta since 1950s. The research respondents were the convicts and detainees in the Socialization
Institution of Class IIA Yogyakarta, ex-convicts, and tattoo artists who understood about the developments of tattooing
in Yogyakarta. The Motifs of tattoo among the convicts and detainees were flora, fauna, people portraits, horror, tribal
tattoo, heart iconics, typography, biohazard and biomechanical, also still life. There were two appearances of the motif,
standed alone and mix motifs. Each motif had particular meaning. The tattoing technique used simple equipment as
wool, needle, and norit (a brand of stomach-ache medicine) and mechanical tattoo machine. Tattoo and tattooing
activities among the convicts consist of two major functions, individual and social. As individual function, tattoo is an
artwork. In this term, tattoo has a function as the expression of experiences, included as a reminder of specific
experiences and body decoration. Others as a religious expression, therapy and relaxation, talisman, sex appeal, selfprotection
and to cover up the wounds and other tattoo which were not good. Another individual function was job
opportunity for anyone who had ability in tattoing. The social function of tattoo was as a group symbol, a medium of
socialization and enhancing individual self-confidence in the group either inside or outside the Socialization Institution."
Universitas Kristen Petra. Fakultas Seni dan Desain, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Cahyono
"ABSTRAK
Skripsi ini berusaha melihat peranan politik GUPPI di dalam sistem politik Indonesia selama periode 1971 sampai 1980. Masa tersebut ditandai dengan pasang naik dan dari peranan politik GUPPI. Pada kurun waktu 1971-1974, GUPPI peranan politik yang cukup besar. Sementara surut memainkan kurun waktu berikutnya, 1975-1980, tingkat peranan politik GUPPI mengalami penurunan. Skripsi mempengaruhi tingkat peranan politik GUPPI. Dengan demikian politik GUPPI berlaku sebagai variabel terikat, sebagai variabel bebas, yang akan menundukkan apa terjadi pada variabel terikat, digunakan tiga variabel konsesi pemerintah yang diberikan kepada ini mengkaji faktor-faktor apa saja yang peranan Sedangkan yang yaitu: GUPPI, kekuatan internal GUPPI, serta konstelasi politik nasional. Ada tiga hipotesa yang digunakan di dalam skripsi ini, yaitu semakin besar konsesi pemerintah kepada GUPPI maka peranan politik GUPPI akan semakin besar, semakin besar kekuatan internal GUPPI maka peranan politik GUPPI semakin besar, serta semakin terciptanya konstelasi politik nasional yang menguntungkan GUPPI maka peranan politik GUPPI semakin besar."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. Ambar Wulan
"ABSTRAK
Transportasi, sebagai alat pengangkutan merupakan sa_lah satu sarana yang panting dalam kehidupan manusia. Transportasi ini akan terus berkembang bergandengan dengan tuntutan kabutuhan manusia yang senantiasa bertambah pula. Pada mulanya orang hanya cukup menggunakan kepala, pungngung, pinggang dan pundaknya sendiri untuk menyelenggarakan transportasi. Keadaan yang lebih maju membuat orang akan terus-menerus mencari cara bagaimana menyelenggarakan transportasi yang cepat dan lancar.
Bertambahnya angkutan yang semakin berat dan banyak meriyebabkan beberapa jenis hewan seperti, kuda, onta dan kerbau mulai dimanfaatkan tenaganya untuk menarik kereta atau gerobak. Lama-kelamaan orang menggunakan rel sebagai jalan khusus bagi kereta atau gerobak tersebut, sehingga keadaan ini telah membantu meringankan beban hewan-hewan dalam menarik angkutannya.
Perkembangan usaha pengangkutan melalui jalan rel menjadi maju terutama setelah ditemukannya mesin uap pada...

"
1985
S12163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana Suhendra
"Es besteht einen engen Zusammenhang zwischen Kontext und Kontextbedeutung. Wenn wir die Bedeutung von einem Wort wissen wollen, mussen wir den Kontext beachten. Es gibt 2 Arten von Kontext, namlich : Mikrokontext und Makrokontext. Makrokontext besteht aus typisierten Vorstellungen, Kontext (Situation), und individuellen Vorstellungen. Mikrokontext besteht aus stellung im Sprachsystem.. Die Analyse in dieser Arbeit beschaftigt sich in erster Linie mit dem Makrokontext. Als theoretische Grundlage verwende ich die Theorie von Hannappel/Melenk, da diese Theorie bietet eine ausfuhr_liche Analysemethode des Makrokontexts an. Diese Arbeit ist eine empirische Arbeit. Die Quelle der Daten sind Artikel aus den zeitschriften und Buchern. Nach der Analyse in dieser Arbeit kann man einen schlu_ ziehen, da_ eine grundliche Analyse der Elementen des Makrokontextes zum Verstandnis der Kon_textbedeutung sehr nutzlich ist."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S14730
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton S. L. Rampen
"Salah satu golongan cacing yang merupakan masalah
kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang adalah
cacing-cacing usus yang ditularkan melalui tanah. Disebut
demikian karena telur-telur atau larva-larva dari golongan
casing ini hanya akan menjadi infektif setelah suatu masa
inkubasi dalam tanah. Manusia mendapat infeksi bila menelan
telur infektif atau bila larva infektif menembus kulit.
Cacing-cacing golongan ini umum terdapat di seluruh dunia
dan mempunyai angka prevalensi yang tinggi terutama di negara
berkembang serta pada sebagian besar dunia menyebabkan
insidens tertinggi penyakit manusia. Salah satu spesies
yang termasuk dalam golongan ini adalah cacing Ascaris
lumbricoides. Cacing ini di Indonesia merupakan salah satu
cacing yang tersebar luas, kadang-kadang sampai 90% (1,2).
Prevalensi dan derajat infeksi daripada cacing ini banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan tanah, keadaan
lingkungan serta kebiasaan penduduknya. Di daerah
yang mengandung tanah liat prevalensi Ascaris lumbricoides
biasanya lebih tinggi. Di kampung-kampung di daerah Jakarta
semua anak yang telah mencapai umur dua tahun pada umumnya
telah kena infeksi A. lumbricoides."
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Ba'Agil
"Penelitian ini memaparkan kemunculan dan dinamika sebuah komunitas film independen bernama Bale Films yang berada di Desa Cibanteng, daerah pinggiran yang dianggap bukan sebagai pusat dari industri kreatif dan teknologi. Melalui participant observation dan wawancara mendalam ditemukan demokratisasi teknologi memainkan peranan penting untuk menjelaskan kemunculan dan dinamika komunitas film independen di Desa Cibanteng. Demokratisasi teknologi membuat teknologi untuk memproduksi film menjadi murah. Walaupun begitu, kata “murah” begitu relatif di tiap kelas sosial yang ada, perlu proses yang panjang untuk Bale Films memiliki berbagai teknologi produksi film skala kecil. Ditemukan juga, keadaan ini yang membuat teknologi semakin murah menguntungkan perusahaan besar industri film arus utama juga, dengan modal besar perusahaan arus utama mampu membuat film beranggaran besar yang menyingkirkan penawaran dari film independen yang beranggaran rendah, terlokalisasi, dan unik. Kesenjangan antara independen dengan dominasi industri mendorong perdebatan yang bermuara pada kritik budaya yang dilakukan oleh Bale Films sebagai komunitas film independen terhadap dominasi budaya film industri (film nasional arus utama). Kritik-kritik ini berada pada tataran wacana, wacana-wacana berupa film independen merdeka, bebas, jujur, seni di atas uang.

This research show the emergence and dynamics of an independent film community called Bale Films located in Cibanteng village, a suburb that is considered not as the center of creative industry and technology. Through participant observation and in-depth interviews, founds that the democratization of technology plays an important role in explaining the emergence and dynamics of the independent film community in Cibanteng Village. The democratization of technology makes the technology for producing films cheaply. Although word “cheap” is so relative in every existing social class, it takes a long process for Bale Films to have various small-scale film production technologies. Also, this situation makes technology increasingly profitable for the big film industry companies as well, with the large capital of mainstream companies being able to make big-budget films that block the offerings of low-budget, localized, unique independent films. The gap between independent and the domination of the industry, encourages contention which leads to the cultural criticism carried out by Bale Films as an independent film community against the cultural domination of the film industry (mainstream national films). These criticisms are at the level of discourse, discourses in the form of independent, free, honest films, art over money."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cons. Tri Handoko
"Tulisan ini menjabarkan tentang perkembangan tato ditinjau dari aspek motif, makna, maupun fungsinya di kalangan narapidana di Yogyakarta sejak tahun 1950an. Narasumber adalah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta, mantan narapidana, dan seniman tato yang memahami seluk beluk perkembangan tato menato di Yogyakarta. Motif tato di kalangan narapidana meliputi tumbuhan, binatang, potret manusia, horor, tato tribal, ikon hati, tipografi, biohazard dan biomechanical, juga alam benda. Tampilan motif tato ada dua, yaitu berdiri sendiri dan perpaduan beberapa motif. Setiap motif mempunyai makna tertentu. Teknis menatonya menggunakan peralatan sederhana berupa benang, jarum, dan norit (merek obat sakit
perut) dan mesin tato mekanik. Tato dan kegiatan menato di kalangan narapidana mempunyai dua fungsi utama yaitu pribadi dan sosial. Fungsi pribadi berkaitan dengan tato sebagai karya seni. Dalam batasan ini, tato berfungsi sebagai ekspresi pengalaman hidup yang berfungsi juga sebagai
pengingat akan peristiwa tertentu dan hiasan tubuh, sebagai eksp resi religiositas, terapi dan relaksasi, jimat, daya tarik seks, keamanan diri, serta untuk menutupi luka atau tato yang dianggap tidak bagus. Fungsi pribadi lainnya adalah sebagai pendapatan bagi narapidana yang mampu menato. Fungsi sosial tato adalah lambang kelompok, sarana sosialisasi dan menumbuhkan rasa percaya diri individu dalam kelompok, baik di dalam maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan.

Abstract
This article describes about the developments of the motif s, meaning, and functions of the tattoo among the convicts and detainees in Yogyakarta since 1950s. The research respondents were the convicts and de
tainees in the Socialization Institution of Class IIA Yogyakarta, ex-c
onvicts, and tattoo artists who understood about the developments of tattooing in Yogyakarta. The Motifs of tattoo among the convicts and deta inees were flora, fauna, people portraits, horror, tribal tattoo, heart iconics, typography, biohazard and biomechanical, also still life. There were two appearances of the motif, standed alone and mix motifs. Each motif had particular meaning. The tattoing technique used simple equipment as
wool, needle, and norit (a brand of stomach-ache medicine) and mechanical tattoo machine. Tattoo and tattooing activities among the convicts consist of two major functions, in dividual and social. As indivi dual function, tattoo is an artwork. In this term, tattoo has a function as the expression of experiences, included as a reminder of specific experiences and body decoration. Others as a religious expression, therapy and relaxation, talisman, sex appeal, self-protection and to cover up the wounds and other tattoo which were not good. Another individual function was job
opportunity for anyone who had ability in tattoing. The social function of tattoo was as a group symbol, a medium of socialization and enhancing individual self-confidence in the group either inside or outside the Socialization Institution."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Universitas Kristen Petra. Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Petra. Fakultas Seni dan Desain], 2010
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>