Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26982 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Konsumsi kertas dalam beberapa tahun ini semakin meningkat dan pengelolaan dari limbah kertas itu sendiri belum diolah dengan baik. Limbah kertas yang dihasilkan, sebagian dijual kembali sebagai kertas bekas dan Sisanya dibakar.
Pengelolaan Iimbah kertas dengan Cara tersebut tentunya belum dapat mengatasi permasalahan akan Iimbah kertas, terutama dari segi atau dampak terhadap lingkungan. Selulosa yang merupakan komponen utama dari limbah kertas, dapat dikonversi menjadi etanol. Perubahan selulosa menjadi gula dapat dilakukan menggunakan mikroorganisme yang berupa jamur Trichoderma harzianum.
Penggunaan jamur Trichoderma harzianum ini memiliki beberapa keuntungan yaitu ekonomis dan tidak berbahaya terhadap lingkungan.
Penelitian ini mencoba untuk menghidrolisis limbah kertas menggunakan Trichoderma harzianum untuk memecah molekul-molekul selulosa menjadi glukosa, yang selanjutnya dapat diferrnentasikan menjadi etanol. Penelitian ini terbagi rnenjadi 2 tahap, yaitu percobaan awal rnenggunakan H2804 dan percobaan utama rnenggunakan Trichoderma harzianum.
Penelitian awal dengan menggunakan H2304 dilakukan dengan 2 variasi, yaitu variasi preparasi kertas dan variasi jenis kertas. .Iumlah etanol terbesar yang diperoleh untuk variasi preparasi kertas adalah 0,06 ml EtOH/gram kertas atau 4,7 % berat etanol. Jumlah etanol terbesar yang diperoleh untuk variasi jenis kertas adalah 0,2036 mL EtOH1'gram kertas atau 16,1 % berat etanol.
Penelitian utama dengan menggunakan Trichoderma harzianum dilakukan dengan variasi lama hidrolisis dan lama fermentasi. Jumlah etanol terbesar untuk variasi lama hidrolisis diperoleh pada hidrolisis selama 12 jam, yaitu 0,1424 mL EtOH/g kertas atau 11,23 % berat etanol. Jumlah etanol terbesar untuk variasi lama ferrnentasi diperoleh pada lama fermentasi selama 5 hari, untuk Trichoderma harzianum yang dibeli rnenghasilkan 0,1555 mL EtOH/gram kertas atau 12,27 %
berat etanol, sedangkan untuk Trichoderma harzianum yang dibiakkan sendiri menghasilkan 0,2346 mL EtOI-I/gram kertas atau 18,51 % berat etanol.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Iqbal
"ABSTRAK
Setiap tahun jumlah limbah organik padat selalu bertambah dengan pesat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, perkembangan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Limbah organik tersebut beium bisa ditangani karena dari waktu ke waktu terus meningkat jumlahnya, sementara lahan tempat penampungannya semakin terbatas.
Berbagai upaya untuk mengatasi menumpuknya limbah padat, cair dan gas serta cara penangananya masih terbatas. Penanganan limbah organik padat pada umumnya didasarkan pada tiga sistem yaitu pembuangan, pembakaran dan pengomposan. Dari ketiga cara tersebut, yang paling baik dan secara teknis memang sangat cocok untuk menangani limbah organik padat adalah melakukan daur ulang dengan cara pengomposan.
Mendaur ulang sampah dengan cara pengomposan akan dapat mengurangi jumlah sampah di perkotaan, dengan demikian biaya pengangkutan pun akan berkurang. Dalam proses pembuatan kompos, cacing tanah juga dapat digunakan dalam membantu proses perombakan bahan-bahan organik. Sebagai akibat dari perombakan secara biologis yang dilakukan oleh cacing tanah dan mikroorganisme adalah dihasilkannya casting yang mempunyai kandungan unsur hara.
Untuk mengetahui seberapa jauh peranan cacing tanah dalam proses dekomposisi bahan organik, maka dilakukan penelitian yang secara umum bertujuan untuk mengetahui karekteristik casting hasil pengomposan, dan secara spesifik bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara limbah organik padat dari pasar (sisa sayuran) dengan limbah RPH (isi rumen) yang optimal agar proses pengomposan dengan menggunakan cacing tanah berjalan baik dan casting yang dihasilkan mengandung unsur hara yang tinggi.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah kombinasi antara limbah pasar (sisa sayuran) dengan limbah RPH (isi rumen) yang dibuat bervariasi dalam volumenya dalam 250 gram cacing tanah, yang terdiri dari: (1) PRi - perbandingan antara limbah pasar dengan limbah RPH 100 . 0 dalam 250 gram racing tanah. (2) PR2 = perbandingan antara limbah pasar dengan limbah RPH 75 : 25 dalam 250 gram cacing tanah. (3) PR3 = perbandingan antara limbah pasar dengan limbah RPH 50 : 50 dalam 250 gram cacing tanah, (4) PR4 perbandingan antara limbah pasar dengan limbah RPH 25 .: 75 dalam 250 gram cacing tanah dan (5) PR5 = perbandingan antara limbah pasar dengan limbah RPH 0 100 dalam 250 gram cacing tanah. Rancangan yang digunakan dalam percobaan adalah rancangan acak lengkap ORAL) yang diulang tiga kali.
Limbah arganik padat dari pasar (sisa sayuran) dan limbah RPH (isi rumen) serta campuran antar keduanya dapat dirombak oleh cacing tanah menjadi casting. Limbah Organik padat yang telah berubah menjadi casting dicirikan oleh berubahnya limbah menjadi massa yang remah, berwarna caklat kehitaman, sulit dikenali lagi dari bahan asalnya dan terjadi perubahan sifat-sifat kimianya. Dilihat dari strukturnya, pada perlakuan PR1, PR2 dan PR3 casting yang diperoleh mempunyai struktur remah sedang pada perlakuan PR4 dan PR5 strukturnya padat.
Sifat-sifat biologi limbah yang telah difermentasikan selama dua minggu tetapi belum diberi racing tanah menunjukkan bahwa jenis mikroorganisme yang terdapat pada limbah pasar terdapat juga pada limbah RPH, namun jumlah totalnya berbeda. Sedangkan hasil panen cacing tanah menunjukkan bahwa perlakuan percobaan memberikan pengaruh yang nyata, dan perlakuan yang memberikan bobot cacing tanah paling tinggi adalah pada perlakuan campuran antar limbah pasar dengan limbah RPH dengan perbandingan 50:50.
Sifat-sifat kimia casting yang ditunjukkan oleh kandungan logam beratnya menunjukkan bahwa pada semua perlakuan menghasilkan casting yang mengandung logam berat sangat rendah, jauh di bawah standar lingkungan hidup yang diterapkan di Amerika Serikat (EPA Standard). Demikian juga terhadap kandungan unsur-unsur hara makro (N,P,K.) dan mikro (Fe, Mn, Al, Cu dan Zn) semua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua variabel yang diamati, kecuali terhadap unsur nitrogen.

ABSTRACT
Solid Organic Waste Utilization Into Casting Through CompostingEvery year the amount of solid organic waste always increase rapidly parallel with increased number of resident, income improvement, industrial development and other activities. Organic waste mentioned can not yet be handle because from time to time always rises its amount, while its receiver site land is more and more limited. Various attempt for overcoming accumulated solid waste, liquid and gaseous waste its handling manner is still limited. Solid organic waste its waste in general is based on three system i.e disposal, burning and composting. Whereas from the three manner mentioned, so the best one and technically is really very suitable for handling of solid organic waste namely making recycle by way of composting.
Recycling waste by means of composting will be able to reduce the amount of waste in urban, thus its transport cost will also decrease. In the compost making process, earthworm can also be used in helping the organic matters 'process of decomposition. So the result of biological decomposition that is made by earthworm and microorganism namely produced casting which has nutrient element content.
To identify what extent is the role of earthworm in the organic matter process of decomposition, then it is made a research which in general aims to know the characteristic of composting product casting, and specially aims to know the ratio between solid organic waste from market (vegetable remnant) to butcher's waste (rumen content) that is optimal so that process of fertilization by using the earthworm runs well and casting that is produced contains high nutrient element.
Materials used in the experiment is the combination between market waste (vegetable remnant) with butcher's waste (rumen content) that is made various in its volume The biological properties of waste that has been fermented during two weeks but not yet given earthworm indicate that type of microorganism which occurs on the market waste occurs also in butcher's waste, yet its total number differs. While earthworm harvest indicates that trial treatment gives obvious effect, and treatment which gives the highest earthworm is in the mixed treatment between market waste and butcher's waste with ratio 50 : 50.
The chemical properties of casting that is indicated by its heavy metal content indicate that in all treatment it produces casting that contain very low heavy metal, far under life environment standard that is practiced in the United States (EPA Standard). Similarly on the macro (N, P, K) and micro (Fe, Mn, Al, Cu and Zn) nutrient elements content all treatments give obvious effect to all variables observed, except to the nitrogen element.
in 25 grams earthworm, which consists of : (1) PR1 = the ratio between market waste to butcher's waste 100 : 0 in 250 grams earthworm; (2) PR2 = ratio between market waste to butcher's waste 75 : 25 in 250 grams earthworm; (3) FR3 ratio between market waste to butcher's waste 50 : 50 in 250 grams earthworm; (4) PR4 = ratio between market waste to butcher's waste 25 : 75 in 250 grams earthworm and (5) PR5 = ratio between market waste to butcher's waste 0 : 100 in 250 grams earthworm. The design used in experiment is completely Randomized Design (CRD) that is repeated three times.
Solid organic waste from market (vegetable remnant) and butcher's waste (rumen content) and the mixture between both can be decomposed by earthworm into casting. Solid organic waste that has changed into casting is characterized by changed waste into crumbed mass, blackish brown in color, hard to be known again from its original material and it occurs the change of its chemical properties. Observed from its structure, in the treatments PR1, PR2 and PR3 casting that is gain has moderate crumb structure and in the treatment PR4 and PR5 its structure is solid or compact.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euthalia Hanggari Sittadewi
"ABSTRAK
Indonesia memiliki lahan gambut yang sangat luas, yaitu kurang lebih 26 juta Ha. Potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, karena banyak kendala yang dihadapi. Misalnya pemanfaatan gambut untuk lahan pertanian dan areal perkebunan, usaha dibidang ini belum begitu berhasil. Hal ini dikarenakan adanya kendala kimia di tanah gambut antara lain kekahatannya akan unsur hara makro dan makro, kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi dan kejenuhan basa yang rendah.
Unsur kimia pembentuk gambut yang terutama adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), oksigen (0). Selain itu juga mengandung unsur aluminium (Al), silikon (Si), natrium (Na), sulfur (S), fosfor (P), calsium (Ca) dalam bentuk terikat. Dilihat Bari kandungan unsur kimia tersebut, gambut mempunyai potensi untuk dijadikan bahan kompos.
Kendala pengomposan gambut adalah proses perombakannya yang secara alami sangat lambat. Hal ini antara lain disebabkan karena nisbah C/N yang tinggi yang menyebabkan proses pembusukan lebih lama. Nisbah C/N yang tinggi menunjukkan adanya defisiensi nitrogen dan kandungan karbon yang tinggi.
Suatu alternatif untuk mempercepat pengomposan gambut yaitu dengan menggunakan campuran limbah kotoran ayam. Limbah kotoran ayam mengandung mikroorganisme yang berlimpah, sehingga dapat mempercepat proses pembusukan. Selain itu kotoran ayam mengandung nitrogen yang tinggi, ini berarti cukup tersedia nutrisi untuk mikroorganisme. Mikroorganisme membutuhkan sumber karbon untuk pertumbuhannya dan nitrogen untuk sintesis protein. Tingkat aktivitas biologi tergantung pada tersedianya komponen karbon dan nitrogen pada bahan.
Tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk menemukan suatu alternatif pemanfaatan gambut dan limbah kotoran ayam. Hal ini juga merupakan cara pengelolaan limbah. Dan secara khusus bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi bahan (gambut dan kotoran ayam), lama (waktu) pengomposan dan interaksi keduanya terhadap nisbah C/N, kandungan unsur hara makro. dan mikro dalam kompos yang dihasilkan. Disamping itu untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia kompos serta perbandingan campuran bahan dan waktu pengomposan yang tepat untuk terjadinya pengomposan yang efisien.
Untuk mengetahui perbandingan antara gambut dan limbah kotoran ayam yang optimal serta waktu pengomposan yang efisien, dilakukan beberapa percobaan kombinasi campuran bahan dan waktu pengomposan yang berbeda. Ada 5 kombinasi campuran bahan yang dicoba dalam percobaan ini yaitu AGO (100% kotoran ayam), A4G1 (4 bagian kotoran ayam dan 1 bagian gambut), A2G1 (2 bagian kotoran ayam dan 1 bagian gambut), A1G1 (1 bagian kotoran ayam dan 1 bagian gambut) dan AOG (gambut 100%). Waktu pengomposan yang dicoba yaitu 0 minggu, 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 3 kali ulangan. Secara umum kompos yang dihasilkan mempunyai karakteristik fisik yaitu massa yang lemah, tidak lengket menyerupai tanah berwarna coklat kehitaman sampai hitam. Kompos yang dihasilkan oleh perlakuan AOG mempunyai struktur yang hampir sama dengan struktur aslinya. Sedangkan dari perlakuan AGO, A4G1, A2G1 dan A1G1 menghasilkan kompos yang mempunyai struktur yang berbeda dengan aslinya. Perbedaan perbandingan bahan menghasilkan kompos dengan nisbah C/N, unsur hara makro (C,N,P,K,Ca) dan mikro (Fe,Cu,Zn,B) yang bervariasi. Demikian juga lama (waktu) pengomposan mempunyai pengaruh yang positif terhadap penurunan nisbah C/N, kenaikan unsur hara makro dan mikro. Penurunan nisbah C/N diikuti dengan penyusutan volume dan pengurangan bobot. Dari ke 5 perlakuan, pada perlakuan A1G1 terjadi pengomposan yang paling efisien dengan membutuhkan waktu pengomposan 8 minggu. Sampai akhir pengomposan (minggu ke-12) prosentase penurunan nisbah C/N pada perlakuan A1G1 mencapai 49,09 dan laju penurunan tertinggi dicapai pada minggu ke-8 yaitu 41.85W dengan nilai C/N = 15,814. Dari hasil analisis mikrobiologi menunjukkan bahwa mikroorganisme yang aktif dalam pengomposan ini antara lain bakteri, kapang dan khamir. Dari ke 3 mikroorganisme tersebut, bakteri adalah paling dominan.
Kompos yang dihasilkan dari penelitian ini mengandung unsur hara makro (N,C,P,K,Ca) dan unsur hara mikro (Fe,Cu,Zn,B) yang cukup tinggi. Dengan demikian diharapkan kompos tersebut dapat diaplikasikan, antara lain di bidang pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan hasi7.. Selain meningkatkan hasil, penggunaan kompos mempunyai aspek lingkungan mencegah pencemaran karena berkurangnya pemakaian pupuk buatan yang berlebihan, sehingga tanaman menjadi lebih sehat. Kompos juga dapat membantu memperbaiki struktur tanah yaitu meningkatkan porositas, sehingga tanah menjadi lebih gembur dan meningkatkan kemampuan tanah dalam penyimpanan air.

ABSTRACT
Indonesia has large areas of peat lands which covers 26 million hectares (ha). This potency has not been optimally utilized because of many constraints dealt with. For instance, the products of peat utilization for farmlands and plantations have not succeeded. This is because of peat chemical constraints such as lack of macro and micro nutrients, a high level of Cation Exchange Capacity (CEC), and a low level of base saturation.
The principal chemical substances of peat soil are carbon (C), hydrogen (H), nitrogen (N), and oxygen (0). Also, this soil contains other chemical elements including aluminum (Al), silicon (Si), sodium (Na), sulphur (S), phosphor (P), and calcium (Ca) in binding form. Based on these chemical substances, peat has a potency to be produced a compost material.
The constraint to composting peat is its destruction process which, naturally, is very gradual. This is because of a high level of a C/N ratio content which causes decomposition process longer. This C/N ratio content indicates that there have been a nitrogen deficiency and a high level of carbon content.
One of the alternatives to accelerate in composting peat is mixed up by poultry waste. Since poultry waste contains microorganism abundantly, it can accelerate the decomposition process. Furthermore, poultry waste contains a high level of nitrogen meaning that this provides enough nutrition for microorganism. Microorganism needs sources of carbon .and nitrogen for its growth and protein synthesis, respectively. The degree of biological activity depends on the availability of carbon and nitrogen components within the material.
The main objectives of this experiment is to find an alternative of utilization of peat and poultry waste mixtures. This experiment is also to find out the alternative of a peat utilization and a method of waste management. Specifically, the experiment aims to know the influence of material mixtures (peat and poultry waste), duration of a composting time, and interaction of them to the C/N ratio, macro and micro nutrient content of the compost produced. Moreover, it is to investigate the composts? physical and chemical characteristics and the comparison of material mixtures as well as duration of an appropriate composting time as an efficient composting time. To know the comparison among the optimal peat and poultry waste mixtures and the efficient composting time, several experiments of both the different material mixtures and the different composting times were done. There are five combinations of material mixtures which are tested in the experiments including: (1) AGO consisting of 100%of poultry waste; (2) A4G1 consisting of poultry waste and peat with ratio 4 to 1, respectively; (3) A2G1 consisting of poultry waste and peat with ratio 2 to 1, respectively; (4) A1G1 consisting of poultry waste and peat with ratio 1 to 1, respectively; (5) AOG consisting of 100% of peat. The duration of the composting time which had been done consists of 0 week, 4 weeks, 8 weeks, and 12 weeks. The experimental design (CRD) factorial with three time replication each.
Generally, the compost resulted has specific physical characteristics which are crumbed mass, not sticky, like soil having a color from blackish brown to black. The compost produced by AOG treatment has a structure almost the same as its original structure. However, the composts yielded through AGO, A4G1, A2G1, and AMG1 treatments have different structures compared to the original ones. The different comparisons of materials used bring forward the composts with the variation in C/N ratio contents, macro nutrients (C, N, P, K, and Ca), and micro nutrients (Fe, Cu, Zn, and B). Accordingly, the duration of a composting time has a positive influence to the decrease of the C/N ratio contents and the increase of the macro and micro nutrient contents. Reducing the C/N ratio contents is followed by the volume and weight reduction.
Out of the 5 (five) experiments, the A1G1 treatment to produce a compost is the most efficient way to which the composting time needed is eight weeks. At the end of the composting time, the twelfth week, the percentage of decreasing C/N ratio contents for the A1G1 treatment reaches 49.09% and the highest declining speed is 41.09% achieved on the eighth week with which the C/N value is equal to 15.814. The result of microbiology analysis indicates that the active microorganism in that composting process includes bacteria, yeasts, and molds. From these three microorganisms, bacteria are the most dominant one.
The compost resulted from this research contains high levels of macro nutrients (N, C, P, K, and Ca) and micro nutrients (Fe, Cu, Zn, and B). Therefore, it is expected that compost can be applied to increase and to enhance the products from farmlands and plantations. Besides increasing the product, utilizing the compost has an environmental benefit in preventing pollution because of the lessening of the extensive use of artificial fertilizer resulting in the plants to grow more prosperously. The compost also can help improve the soil to be more loose and enlarges its capability to preserve water.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enceng Sobari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos limbah baglog dan pupukkandang domba terhadap karakter pertumbuhan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2018 diJalan Cagak Desa Tambakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penelitian menggunakan (RAK) faktorial dengantiga kali ulangan. Terdapat 2 faktor yang diteliti yaitu kompos limbah baglog jamur dan pupuk kandang domba.Dosis kompos limbah baglog jamur (K) terdiri dari: K0 = tanpa kompos baglog, K1 = kompos baglog 90 gtanaman-1, K0 = kompos baglog 120 g tanaman-1. Pupuk kandang domba (P) terdiri dari: P0 = tanpa pupukdomba, P1 = pupuk domba 90 g tanaman-1, P2 = pupuk domba 120 g tanaman-1. Pengamatan dilakukan terhadapkarakter pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, indeks luas daun dan bobot keringberangkasan tanaman. hasil penelitian dosis kompos limbah baglog memberikan respon terbaik pada semuakarakter pertumbuhan dan t bobot kering berangkasan tanaman pada umur 5 MST, 10 MST. perlakuan pupukkandang domba memberikan pengaruh paling baik pada umur 14 MST."
Universitas Jenderal Soedirman. Fakultas Pertanian, 2018
630 AGRIN 22:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dannisya Alzura
"Produksi industri pakaian di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 15,29 persen. Hal ini dapat meningkatkan risiko kerusakan lingkungan akibat limbah pewarna tekstil. Pewarna tekstil bersenyawa Azo yang digunakan industri-industri tekstil adalah limbah yang sulit terurai dan pada kadar tertentu bersifat karsinogenik (Chung K. T., 2016). Diperlukan suatu cara untuk mengolah limbah perwarna tekstil. Salah satu caranya adalah memanfaatkan mikroorganisme yang menghasilkan enzim ligninolitik. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan fraksi enzim mangan peroksidase dari kultur jamur termofilik dengan purifikasi menggunakan ammonium sulfat dan kromatografi penukar anion untuk proses dekolorisasi limbah pewarna tekstil. Isolat jamur dari penelitian sebelumnya diremajakan kembali di media Potato Dextrose Agar + filtrat daun nanas. Kultivasi kultur dilakukan di campuran media Potato Dextrose Broth, serbuk daun nanas, dan trace element. Fraksi enzim MnP didapatkan dari fraksinasi dengan ammonium sulfat pada saturasi 65% dan didialisis dengan alat MW cut-off 8000-14000 Da dan enzim MnP murni dari purifikasi dengan kromatografi penukar anion menggunakan DEAE Cellulose. Hasil menunjukkan bahwa, uji aktivitas enzim dan aktivitas speksifik Enzim MnP dari purifikasi dengan ammonium sulfat sebesar 1,008 U/mL dan 48,956 U/mg ; purifikasi dengan DEAE Cellulose sebesar 1,061 U/mL dan 51,497 U/mg. Dekolorisasi limbah pewarna tekstil dilakukan di suhu 50°C, selama 144 jam, pH 5,5, dan konsentrasi enzim-substrat sebesar 1:1.

The production of the clothing industry in Indonesia experienced significant growth of 15.29 percent (Ministry of Industry, 2019). This can increase the risk of environmental damage due to textile dye waste. Azo compound textile dyes used by textile industries are waste that is difficult to decompose and to some extent carcinogenic (Chung K. T., 2016). A method is needed to process textile dye waste. One way is to utilize microorganisms that produce ligninolytic enzymes. The purpose of this study is  to obtain the fraction of Manganese peroxidase Enzyme from thermophilic mushroom culture by purification using ammonium sulphate and anion exchange chromatography for the decolorization process of textile dye waste. Fungal isolates from previous studies (Anas, 2022) were rejuvenated in Potato Dextrose Agar + pineapple leaf filtrate media. Culture cultivation was carried out in a mixture of Potato Dextrose Broth media, pineapple leaf powder, and trace elements.The MnP enzyme  fraction was obtained from fractionation with ammonium sulfate at 65% saturation and dialysis with MW cut-off 8000-14000 Da and pure MnP enzyme from purification by anion exchange chromatography using DEAE Cellulose. The results showed that the test of enzyme activity and spective activity of MnP Enzyme from purification with ammonium sulfate  of 1.008 U/mL and 48.956 U/mg; purification  DEAE Cellulose of 1.061 U/mL and 51.497 U/mg. Decolorization of textile dye waste was carried out at 50°C, for 144 hours, pH 5.5, and enzyme-substrate concentration of 1:1."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Ruhimat
"ABSTRAK
Organic waste matter is a basic material for compost production. Compost can be made from fallen leafes which are produced from abscission metabolism plant. Bogor Botanical Garden has a compost processor unit that can be used to grind litter leaves from the garden. There are three main step that are collecting litter leaves, fermenting, and filtering. Composting metode is applied in two different condition that are aerob and anaerob. Compost organic mature is used to fertilize plant collection in the garden including nursery, reintroduction, plat selling and ecopark. Quality of compost in Bogor Botanical Garden is under standard and its capacity is not sufficient to support for each unit needs. Technical composting process in Bogor Botanical Garden is presented in this article."
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, 2008
580 WKR 8:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Soybean curd factory is known as a small-scale industry which causes environmental pollution. The lack of capital and the limited knowledge of wastewater treatment technology among the soybean curd producers have caused the surrounding environment to be polluted by high organic content of the wastewater"
JKL 1:2 (2000)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suria Darma
"Lahan pertanian perlu memperoleh penggantian dan penambahan unsur hara untuk mengganti yang telah terserap dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama dengan unsur hara yang berasal dari pupuk buatan. Demikian pula diperlukan penambahan bahan-bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah dan tersedianya unsur hara mikro. Penambahan bahan-bahan organik ini dapat berupa pemupukan dengan pupuk kandang, pupuk hijau atau sisa-sisa tanaman lainnya.
Kebutuhan akan bahan organik dalam tanah, seyogyanya terus ditingkatkan sejalan dengan makin menurunnya kesuburan tanah, rusaknya sifat-sifat fisik tanah, rendahnya daya ikat terhadap air hujan dan menurunnya persediaan bahan organik dalam tanah. Mengingat kondisi yang demikian maka kompos sebagai salah satu pupuk alam (organik) akan merupakan bahan substitusi yang penting terhadap pupuk kandang dan pupuk hijau.
Limbah pasar merupakan salah satu waste dari proses pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hidupnya. Limbah pasar umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang relafif tinggi dan dapat bersifat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Potensi ini perlu dimantaatkan menjadi sumberdaya yang berguna, misalnya untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Penelitian pemanfaatan kompos limbah pasar dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan lahan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RCBD: Randomized Completed Block Design) dengan 6 taraf perlakuan pemberian kompos limbah pasar (K4) ton/ha, K1=10 ton/ha, K2=20 ton/ha, K3=30'ton/ha, K4=40 ton/ha dan K5=50 ton/ha) yang diulang sebanyak 5 kali.
Penelitian telah dilaksanakan mulai dan persiapan pada bulan November 1994 sampai selesai, pada bulan Mei 1995 di Desa Pampang, Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Ilir Kotamadya Dati II Samarinda.
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apakah limbah pasar dapat dimanfaatkan, sebagai sumber bahan organik untuk meningkatkan pemanfaatan lahan
2. Mengetahui berapa banyak bahan organik limbah pasar yang diperlukan untuk mencapai produksi tanaman uji optimum/ha lahan
3. Memberikan gambaran sebagai suatu alternatif pilihan untuk pengelolaan limbah perkotaan (khususnya limbah pasar) sebagai sumberdaya untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos limbah pasar adalah sebagai berikut :
1. Hasil analisis pengomposan limbah pasar menunjukkan bahwa jumlah kandungan hara Nitrogen tersedia adalah 1.21% (terdapat 1.21 g Nitrogen dalam 100 g kompos), Fosfat tersedia adalah 763.98 ppm (terdapat 0.076 g Fosfat tersedia dalam 100 g kompos) dan Kalium tersedia adalah 178.88 ppm (terdapat 0.017 g Kalium tersedia dalam 100 g kompos), serta bahan organic adalah 29.13% (terdapat 29.13 g bahan organik dalam 100 g kompos); lebih baik (banyak) dari jumlah kandungan hara sejenis yang terdapat di dalam tanah tempat penelitian dilaksanakan, yakni kandungan hara Nitrogen tersedia 0.07-0.08% (terdapat 0.07 g - 0.08 g Nitrogen dalam 100 g tanah), Fosfat tersedia 11.70 - 26.10 ppm (terdapat 0.0011 g - 0.0026 g Fosfat tersedia dalam 100 g tanah}, dan Kalium tersedia 101.29-158.40 ppm (terdapat 0.010 g - 0.015 g Kalium tersedia dalam 100 g tanah, serta bahan organik 0.9-1.56% (terdapat 0.9 g - 1.56 g bahan organik dalam 100 g tanah).
2. Perlakuan pemberian kompos limbah pasar menunjukkan beda sangat nyata pada rata-rata tinggi tanaman umur 1, 2 dan 3 bulan; lebar daun umur 1 bulan; panjang tongkol; diameter tongkol; berat biji perpetak, berat biji konversi ton/ha, berat 1 000 biji dan berat biomassa. Menunjukkan beda nyata pada rata-rata umur keluar bunga jantan; umur keluar bunga betina, umur panen, jumlah biji perbaris tetapi tidak untuk pada rata-rata lebar daun umur 2 dan 3 bulan; jumlah baris biji pertongkol tanaman jagung Hibrida CP-2.
3. Setelah perlakuan pemberian kompos limbah pasar meningkatkan produksi biji kering tanaman jagung Hibrida CP-2 pada lokasi Kotamadya Dati II Samarinda bila dibandingkan terhadap kontrol (tidak diberi kompos) yakni sebagai berikut: K1=5.56% (3.23 ton/ha), K2 = 26.14% (3.86 ton/ha), K3 = 51.63% (4.64 ton/ha), K4 = 43.14% (4.38 ton/ha), Ks = 38.56% (4.24 ton/ha)_ Ada kecenderungan bahwa produksi biji kering tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (30 ton kompos limbah pasar/ha).
4. Dan data produksi biji kering ton/ha, kompos limbah pasar, berpotensi dapat dimanfaatkan untuk keperluan meningkatkan pemanfaatan lahan di daerah Kotamadya Dati II Samarinda terutama untuk produksi tanaman jagung Hibrida CP-2.
5. Banyaknya kompos limbah pasar yang ditebarkan berpengaruh terhadap banyaknya produksi biji kering (economical yield) dan biomassa (biological ,yield).
6. Pemberian kompos limbah pasar berpengaruh positif terhadap produksi tanaman jagung Hibrida CP-2 pada lokasi Kotamadya Dati II Samarinda.
7. Kompos limbah pasar yang dibuat menghasilkan 29.43% bahan organik (29,43 gr bahan organik dalam 100 g kompos) dan bahan anorganik, dari segi lingkungan akan memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya meningkatkan kemampuan lahan khususnya tanah podzolik merah kuning.
Daftar Kepustakaan : 33 Buku, 24 Artikel (karya ilmiah, jurnal) (1973 - 1995)

The Use of Market Waste Compost to Optimize the Land Utilities (A Case Study at Samarinda District)Land needs nutrients changes and additional nutrients to replace the lost nutrients used in growth and development of plant, mainly by the using of artificial fertilizing_ It also needs additional organic matters to improve the physical, chemical and land biological characteristic of the soil and to make the micro nutrients available. Additional of those organic matters may be in the form of manures, green manure, and other rotten plants.
The needs of organic matters in the soil continues to increase in accordance with land fertility decreasing, the damage of physical characteristic of the soil, low water adsorb capability and the decreased of the availability of organic matters in the soil. Considering those conditions, compost is as considered an important alternative substitute to manure and green manure.
Garbage (market wastes) is one of the waste of people's fulfillment needs process impact. It usually has relatively high organic matters contain and may pollute the environment if it is not wisely managed. So this potential should be used as beneficial resources, to example to increase land productivity.
The research on the garbage compost use to optimize utility was according to RCBD (Randomized Complete Block Design) with 6 dosages level of compost, consisting of (Koh tonnage/ha, K1=10 tonnage/ha, K2=20 tonnage/ha, K3=30 tonnage/ha, K4=40 tonnage/ha and K5=50 tonnage/ha) replicated in 5 replication.
This research was carried out from November 1994 till May 1995 at Pampang Village, Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Ilir, Kotamadya Dati II Samarinda.
The purpose of this research:
1. 'lb know whether the market sewage can be used as an organic matter source to optimize the land utility.
2. To know how much compost needed to reach optimum of plant production of the test plants/ha of land.
3. To describe one alternative of the market sewage management in the use of available resources to increase land productivity.
The results of this research are :
1. The analysis of the market sewage compost that the total Nitrogen nutrient content is 1.21 % (1,21 Nitrogen in 100 g of compost), available Phosphate is 763.98 ppm (0.076 g the available Phosphate in 100 g of compost) and available of Potassium is 178.88 ppm (0.017 g the available Potassium in 100 g of compost), and 29.13 % of organic matter (29.13 g organic matter in 100 g of compost), which is higher than similar nutrient content found in the soil of the test plot, where the nutrient content of total Nitrogen is 0.07-0.08% (0.07-0.08 g of total Nitrogen in 100 g of soil), available Phosphate is 11.70-26.10 ppm (.0011-0.0026 g the available Phosphate 100 g of soil), available Potassium is 101.29﷓158.40 ppm (0.010-0.015 g the available Potassium in 100 g of soil), and organic matter is 0.9-1.56% (0.9-1.56 g organic matter in 100 g of soil).
2. The market sewage compost treatment show very significant differences at the plant height average at the age of 1, 2 and 3 months; average leaves width at the age of 1 month plant age; average cob length, average cob diameter, grain weight per-plot, grain weight in tonnage convection tonnage/ha, 1 000 grain weight and Biomass weight. Showing significant difference at the average of tasseling, the average of earring, the average of harvest, the average of grain number of row and the average of biomass weight; but not significant for leave width of the age 2 and 3 months, the average number of grain row per-cob Hybrid corn CP-2.
3. All the market sewage compost treatment increase the dry grain production of the hybrid corn CP-2 (at test plot in the district of Samarinda compare to the controlled plot (no compost treatments) with K1= 5.56 % (3.23 tonnage/ha), 1(2= 26.14 % (3.86 tonnage/ha), K3 = 51.63 % (4.64 tonnage/ha), K4 = 43.14 % (4.38 tonnage/ha), K5 = 38.56 % (4.24 tonnage/ha). There is a tendency of heighest seeds production at K3 treatment (30 ton of market sewage compost/ha).
4. Seen from the dry seeds production data of to/ha, it can be concluded that market sewage compost is potential enough to be used for increasing the land utility as it has been prove in the District of Samarinda particularly for Hybrid Corn CP-2 production.
5, The number of market sewage compost used influences the number of dry seeds production (economical yield) and the biomass weight (biological yield).
6. The use of market sewage compost has positive impact on the production of Hybrid Corn CP-2 as seen in the District of Samarinda.
7. The market waste compost that produced 29.43 % organic matters (29.43 g organic matters in 100 g compost) and anorganic matters, from the environment side, gives significant contribution to optimize the land utilities particularly for the red yellow podsolic.
Total of References : 33 books, 24 articles (Paper, Journal). (1973-1995)"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T1508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>