Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10445 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Endang Prihatini
"Daerah Aliran Sungai Serayu dengan luas 418.168 hektar ineinpunyai curah hujan rata-rata tahunan > 2000 mm, kemiringan lereng rata-rata > 15% dan sebagian besar jenis tanahnya latosol yang agak peka terbadap erosi. Dengan keadaan demikian maka DAS tersebut merupakan daerah yang memungkinkan untuk terjadinya erosi. DAS Serayu terbagi menjadi 9 Sub DAS, dua diantaranya adalah Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajuin. Kedua Sub DAS tersebut merupakan daerah tangkapan waduk Tajum (Sub DAS Tajum) dan waduk Gajah Ming (Sub DAS Sapi).
Dengan adanya erosi di kedua Sub DAS tersebut akan mengakibatkan dangkalnya waduk Tajuin dan waduk Gajah Ming. Sehubungan dengan dasar pemikiran di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui erosi yang terjadi di Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajuin dan kemungkinan meluasnya erosi di kedua Sub DAS tersebut. Adapun masalah yang dibahas adalah: dimana saja terjadi erosi di Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajum dan kemana kemungkinan meluasnya erosi di kedua Sub DAS tersebut'?
Yang dimaksud dengan meluasnya erosi dalam penelitian ini adalah bertarnbahnya luas daeràh yang tererosi dan juga munculnya daerah baru yang tererosi.
Dalam menentakan kemungkinan meluasnya erosi selain kondisi lereng, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan tanah yang sama dengan daerah yang tererosi digunakan juga variabel kerapatan tanaman.
Hipotésa dari permasalah di atas adalah pada daerah dengan kondisi lereng, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan tanah yang sama dengan kondisi daerah yang tererosi tetapi mempunyai kerapatan tanaman berbeda (lebih rapat) maka pada daerah tersebut mempunyai kemungkinan untuk meluasnya erosi."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rusdayani Amin
"Erosi menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan hidup, antara lain: menurunnya produktivitas tanah, memburuknya kualitas air, pelumpuran dan pendangkalan waduk yang menyebabkan memendeknya umur waduk, timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru yang menunjang bertambahnya lahan kritis.
Erosi di DAS Ciliwung hulu dikategorikan sudah sangat berat, yaitu 192,23 ton per hektar per tahun (Lembaga Penelitian IPH 1990). Ini jauh lebih besar dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan, yaitu 16,75 ton per hektar per tahun.
Sebagian besar penggunaan lahan di sub-DAS Ciliwung tanaman semusim, 28% tanaman perkebunan dan 21% hutan (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1991).
Tanaman semusim yang banyak diusahakan adalah sayuran dengan berbagai pola tanam, yaitu 1)pola tanam tunggal wortel; 2)pola tanam tumpangsari wortel + bawang daun; 3)pola tanam tunggal kol; 4)pola tanam tumpangsari kol+bawang daun. Penggunaan lahan seperti ini akan memperbesar erosi karena lahan lebih sering terbuka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pola tanam terhadap erosi di sub-DAS Ciliwung hulu dengan tujuan khusus 1) mengukur besarnya erosi masing-masing pola tanam; 2) menentukan beda nyata erosi diantara pola tanam; 3) menentukan bentuk hubungan antara umur pola tanam dengan besarnya erosi; 4) memilih pola tanam yang sesuai untuk konservasi tanah di sub-DAS Ciliwung hulu.
Penelitian dilaksanakan di sub-DAS Ciliwung hulu, Desa Tugu Utara, Cisarua Bogor, selama lima bulan dari bulan Oktober 1991 hingga Maret 1992. Jenis tanah Asosiasi Andosol coklat dan Regosol coklat, curah hujan rata-rata 10 tahun terakhir 3083,33 mm per tahun, dan kelerengan 2% hingga lebih dari 70% (Bakosurtanal 1991; BPP Cisarua 1991).
Penelitian bersifat eksperimen dengan menggunakan Rancangan Faktorial jenis "Dua faktor dalam rancangan kelompok lengkap teracak". Pola tanam sebagai perlakuan adalah: 1) pola tanam tunggal wortel; 2) pola tanam tumpangsari wortel+bawang daun; 3) pola tanam tunggal kol; 4) pola tanam tumpangsari kol + bawang daun dan 5) pola tanpa tanaman sebagai kontrol. Sebagai kelompok adalah kelerengan 20% dan 35%, karena tanaman sayuran banyak diusahakan pada kelerengan ini.
Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Keragaman (ANOVA), uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 1% dan 5% untuk menentukan beda nyata diantara perlakuan, analisis regresi dan korelasi sederhana untuk menentukan hubungan antara pola tanam dengan erosi.
Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa terdapat beda nyata diantara pola tanam. Erosi dari pola tanam tunggal wortel, tumpangsari wortel+bawang daun, tumpangsari kol+bawang daun lebih rendah dan berbeda sangat nyata dari erosi gala tanpa tanaman (tanah terbuka). Erosi dari pola tanam tunggal kol lebih tinggi, tetapi tidak berbeda nyata dari pola tanpa tanaman.
Hubungan antara umur pola tanam dengan besarnya erosi berbentuk linear dengan persamaan regresi, sebagai berikut:
Pola tanam tunggal wortel: Y= 8,6544-0,6064X.
Pola tanam tunggal kol Y=16,7129-1,0761X.
Pola tanam tumpangsari wortel+bawang daun: Y= 6,7077-0,4744X
Pola tanam tumpangsari kol+bawang daun: Y=13,9400-0,9699X
Pola tanpa tanaman: Y= 9,7374-0,3484X
Y= besarnya erosi (ton/ha)
X= umur pola (minggu)
Bentuk hubungan itu berarti besarnya erosi turun dengan bertambahnya umur pola tanam. Ini disebabkan karena luas penutupan tajuk bertambah dengan bertambahnya umur, sehingga erosi turun.
Laju erosi dari pola tanam tunggal wortel, tumpangsari wortel+bawang daun, pola tanam tunggall kol, tumpangsari kol+bawang daun sudah melampaui laju erosi yang masih dapat dibiarkan, bahkan tingkat bahaya erosi pola tanam kol dan tumpangsari kol+bawang daun tergolong tinggi yang sama dengan tingkat bahaya erosi tanah terbuka.
Pola tanam sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di sub-OAS Ciliwung hulu khususnya pada kelerengan 20% hingga 35% tidak sesuai untuk konservasi tanah karena menyebabkan erosi yang besarnya melampaui laju erosi yang masih dapat dibiarkan.

Erosion creates negative impact on the environment such as decrease of soil productivity, decrease of water quality, shorten the lifetimes of dam and support the extending of critical lands.
Erosion in the upper Ciliwung catchments area is categorized very heavy, that is 192,23 ton per hectare per year (Lembaga Penelitian IPB 1990). The erosion rate is beyond the erosion tolerance, that is 16,75 ton per hectare per year.
Land use of the upper Ciliwung sub catchments area mainly area annual plant land 51%, perennial plant land 28% and forest land 21% (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1991). The main annual plant grown in this area vegetable crop with mono and multiple cropping systems, that is 1) mono cropping of carrot; 2) multiple cropping of carrot plus onion; 3) multiple cropping of cabbage plus onion; 4) mono cropping of cabbage. . Land use like this will be to increase erosion.
The objective of this study is to investigate how far the effect of cropping system on erosion in the upper Ciliwung sub catchments area, with specific objectives: 1) to measure erosion rates of fields with different cropping system; 2) to determine significant difference of the erosion rates among the cropping system; 3) to determine relationship between the cropping system age and the erosion rate; and 4) to select the cropping system that is more favorable for soil conservation in the upper Ciliwung sub catchments area.
The area of study is located in Tugu Utara village area, Cisarua, Bogor, West Jawa. The field activities of study are provided from October 1991 to March 1992. The soil type is brown Regosol and brown Andosol Association, rainfall average during the last ten year is 3083,33 mm per year, and 2% to over 70% inclination (Bakosurtanal 1991); BPP Cisarua 1991).
The design of the study is: "A two-factor experiment in randomized complete block design". The treatments are: 1) mono cropping of carrot; 2) mono cropping of cabbage; 3) multiple cropping of carrot plus onion; 4) multiple cropping of cabbage plus onion; and 5) bare soil (control). Block is 20% and 35% inclination, because of a lot of vegetable crop is cultivated in this area.
Analysis of variance is implemented in data processing. Least Significant Difference Test (LSD Test) 1% and5% is used to determine the erosion significance of difference among treatments while simple regression and correlation analysis are used to determine relationship between the cropping system age and erosion rates.
Statistical analysis shows that there is significant difference on erosion rate between cropping system. Erosion of field mono cropping of carrot, multiple cropping of carrot plus onion, multiple cropping of cabbage plus onion were significant different and lower than the erosion of bare soil. Erosion rate of mono cropping of cabbage is higher and isn't significantly different to erosion of bare soil. Erosion of mono cropping of carrot, multiple cropping of carrot plus onion were significantly different and lower than erosion of mono cropping of cabbage and multiple cropping of cabbage plus onion. This difference is because of difference of plant canopy, crop density and crop management.
Relationship between the cropping system age and erosion follow linear regression equation as follows:
Mono cropping of carrot: Y= 8,6544-0,6064X
Mono cropping of cabbage: -Y=16,7129-1,0761X
Multiple cropping of carrot plus onion: Y= 6,7077-0,4744X
Multiple cropping of cabbage plus onion: Y=13,9400-0,9699X
Bare soil: Y= 9,7374-0,3484X
Y is erosion (ton/ha), X is system age {week)
The relationship shows a decreasing tendency of erosion due to the increase of cropping system age. This is because of canopying cover increase that reduce the erosion rate.
Erosion rate of soil of mono cropping of carrot, multiple cropping of carrot plus onion, mono cropping of cabbage, multiple cropping of cabbage plus onion each is higher than the erosion tolerance. In addition, erosion hazard index of mono cropping of cabbage and multiple cropping of cabbage plus onion are categorized high that same with bare soil.
Cropping system of vegetable that largely practiced by the local farmer in the upper Ciliwung sub catchments area particular of field with inclination of 20% and 35% is favorable to soil conservation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Johana Wynne Mulyo
"Batupasir Formasi Jatiluhur merupakan lapisan yang merupakan analogi singkapan yang baik dari salah satu lapangan migas di Cekungan Jawa Barat Utara. Aktivitas tektonik sejak Miosen Tengah telah menyebabkan lapisan ini pecah, terlipat, dan terpapar ke permukaan, yang menyebabkan lapisan ini mengalami proses diagenesis secara bertahap. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tahapan dan proses diagenesis yang terjadi serta pengaruhnya terhadap porositas batuan. Data dalam penelitian ini berasal dari pengukuran potongan stratigrafi yang kemudian dimasukkan ke dalam laboratorium petrografi dan SEM. Hasil analisis petrografi menunjukkan bahwa batupasir Formasi Jatiluhur telah mengalami proses diagenesis berupa pemadatan, pelarutan, dan sementasi. Pemadatan meliputi penataan kembali butiran sedimen dan rekahan dalam sampel batuan. Sementasi terlihat pada analisis SEM yang menunjukkan bahwa semen pada batupasir adalah kalsit, ilit, smektit, dan pirit mineral autigenik. Pelarutan sampel batuan membentuk porositas sekunder, sehingga meningkatkan bilangan porositas. Porositas berkisar antara 1-20%. Variasi nilai porositas ini disebabkan oleh proses sementasi dan pelarutan yang intensif. Dari hasil integrasi analisis petrografi dan SEM, disimpulkan bahwa batupasir Formasi Jatiluhur telah mengalami regim mesogenesis diagenesis.

The Jatiluhur Formation Sandstone is a layer which is an analogy of a good outcrop from one of the oil and gas fields in the North West Java Basin. Tectonic activity since the Middle Miocene has caused this layer to break, fold, and be exposed to the surface, which causes this layer to undergo a gradual diagenetic process. This research was conducted to determine the stages and processes of diagenesis that occur and their effect on rock porosity. The data in this study came from measurements of stratigraphic pieces which were then entered into the petrographic laboratory and SEM. The results of petrographic analysis show that the sandstones of the Jatiluhur Formation have undergone diagenetic processes in the form of compaction, dissolving, and cementation. Compaction includes the rearrangement of sediment grains and fractures in rock samples. Sementation can be seen in SEM analysis which shows that the cement in the sandstones is calcite, illite, smectite, and autigenic mineral pyrite. The dissolving of rock samples forms secondary porosity, thereby increasing the porosity number. The porosity ranges from 1-20%. This variation in the porosity value is caused by the intensive cementation and dissolving processes. From the results of the integration of petrographic and SEM analysis, it is concluded that the sandstones of the Jatiluhur Formation have undergone a mesogenesis diagenesis regime.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalumi Rahminadini M.
"Banjir adalah sebuah peristiwa terendamnya suatu daratan karena volume air yang melebihi kapasitas aliran dan daya serap lahan kering disekitarnya. Penyebab banjir salah satunya adalah kegiatan manusia yang berdampak pada perubahan tutupan lahan. Sub DAS Cikapundung Kota Bandung mengalami fenomena perubahan tutupan lahan. Tujuan dari penelitian ini terdapat tiga poin, yaitu: 1) mengkaji perubahan tutupan lahan sub DAS Cikapundung Kota Bandung pada tahun 2010, tahun 2015, dan tahun 2020 terkait banjir, 2) mengkaji tutupan lahan Sub DAS Cikapundung Kota Bandung tahun 2030, dan 3) mengkaji persebaran tingkat bahaya banjir Sub DAS Cikapundung Kota Bandung di tahun 2030. Metode yang mendukung untuk prediksi perubahan tutupan lahan adalah Cellular Automata-Markov Chain. Sedangkan metode yang digunakan untuk melihat tingkat bahaya bencana banjir adalah overlay. Hasil penelitian menunjukan perubahan tutupan lahan vegetasi menuju lahan terbangun dapat berakibat banjir. Prediksi tutupan lahan bagian sub DAS Cikapundung Kota Bandung tahun 2030 masih didominasi oleh lahan terbangun dan prediksi tingkat bahaya banjir menunjukan bahwa sub DAS Cikapundung Kota Bandung didominasi oleh tingkat bahaya tinggi banjir.

Flooding is an event that land is submerged due to the volume of water that exceeds the flow capacity and absorption capacity of the surrounding dry land. One of the causes of flooding is human activities that have an impact on land cover changes. Sub-watershed Cikapundung Bandung City experienced the phenomenon of land cover changes. The purpose of this study is to have three points, namely: 1) assessing land cover changes in the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2010, 2015, and 2020 related to flooding, 2) assessing land cover for the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2030, and 3) studied the distribution of flood hazard levels in the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2030. The method that supports the prediction of land cover changes is Cellular Automata-Markov Chain. While the method used to see the level of flood hazard is overlay. The results showed that changes in vegetation land cover to built-up land could result in flooding. The prediction of land cover for the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2030 is still dominated by built-up land and the prediction of the flood hazard level shows that the Cikapundung sub-watershed in Bandung City is dominated by a high level of flood hazard. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Galih Rakasiwi
2007
T39426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Setiyawan
"Penelitian dilakukan di sub-DAS Tinalah, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY. Penelitian ini bertujuan untuk mengelola resiko tanah longsor di daerah penelitian. Tiga metode diterapkan dalam penelitian ini. Pertama, statistik-probabilistik diterapkan untuk mendapatkan tingkat kerawanan tanah longsor. Statistik multivariat dengan model regresi logistik dieksekusi. Lereng, bentuk lahan, tanah, geologi, dan penggunaan lahan, adalah variabel yang digunakan dalam analisis. Kedua, survei kuesioner dilakukan untuk mendapatkan tingkat kerentanan dari elemen-elemen beresiko. Pemukiman dan jaringan jalan adalah elemen beresiko yang dianalisis. Stratified random sampling diterapkan pada penilaian kerentanan. Ketiga, matriks resiko diterapkan untuk memperoleh tingkat resiko longsor di daerah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 59,4 tingkat kerawanan longsor di sub-DAS Tinalah dikategorikan ke dalam tingkat sedang. Probabilitas longsor masa depan lebih besar dari 0,6. Persamaan regresi logistik membuktikan bahwa geologi adalah faktor yang paling berperan pada longsor di daerah penelitian. Tingkat kerentanan permukiman dikategorikan dalam tingkat sedang, sementara jaringan jalan dalam rentan tinggi. Berdasarkan matriks resiko, tingkat risiko tanah longsor di daerah penelitian dikategorikan sebagai tingkat sedang.

The study was conducted in sub watershed Tinalah, District Samigaluh, Kulonprogo Regency, Yogyakarta Province. This study aims to manage the risk of landslides in the study area. The three methods applied in this study. First, the statistical probabilistic applied to obtain the level of vulnerability to landslides. Multivariate statistical logistic regression model was executed. Slope, landform, soils, geology, and land use, the variables used in the analysis. Second, a questionnaire survey conducted to gain a level of vulnerability of elements at risk. Settlements and road network are at risk of the analyzed elements. Stratified random sampling was applied to the assessment of vulnerability. Third, the risk matrix is applied to obtain the level of risk of landslides in the study area. The results showed that 59.4 level of vulnerability to landslides in the sub watershed Tinalah are categorized into levels. The probability of future landslides greater than 0.6. Logistic regression equation to prove that geology is the factor most responsible for the landslides in the study area. The vulnerability of settlements are categorized in level, while the road network in high vulnerable. Based on the risk matrix, the risk of landslides in the study area is categorized as moderate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T48659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Setyo Pambudi
"Berkurangnya fungsi Waduk Sengguruh karena erosi di hulu Sungai Brantas (kawasan sub DAS Lesti) menggangu perannya dalam pengendalian banjir, pasokan air untuk irigasi dan pasokan sebagian besar tenaga listrik tenaga air di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendugaan erosi, menganalisis keterkaitan faktor-faktor penyebabnya serta memberikan arahan konservasi berwawasan lingkungan. Metode penelitian menggunakan metode gabungan (mixed methods). Metode kuantitatif laju erosi dilakukan dengan perhitungan Modify Universal Soil Loss Equation yang didukung dengan tools SIG. Metode kualitatif dilaksanakan dengan kuisioner dan wawancara di kawasan sub DAS Lesti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju erosi terkini dalam setiap ha lahan (laju erosi rata-rata) di Sub DAS Lesti adalah 153,868 ton/ha/tahun (melebihi laju erosi yang dapat ditoleransi yaitu 30 ton/ha/tahun). Laju erosi di sub DAS Lesti selalu naik dalam 14 tahun terakhir. Dari 12 kecamatan di DAS Lesti, sebanyak 6 kecamatan diidentifikasi memiliki Tingkat Bahaya Erosi tinggi sehingga menjadi prioritas untuk ditangani, yaitu di Kecamatan Wajak, Tirtoyudo, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Gedangan dan Bantur. Kecamatan Dampit, Kecamatan Turen dan Kecamatan Gondanglegi juga menghadapi masalah perilaku dan tekanan penduduk yang tinggi dibanding kecamatan lainnya. Penelitian juga menunjukkan ada keterkaitan antara erosi dengan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam bentuk tekanan penduduk dan pola penggunaan lahan. Arahan konservasi berwawasan lingkungan disarankan untuk difokuskan pada 6 kecamatan ini melalui penerapan konservasi tanah dan air. Hasil analisis spasial pada lokasi prioritas menyarankan tindakan konservasi berupa penegakan hukum atau penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui pemberian akses terhadap sumberdaya, pendidikan, dan pelatihan.

The reduced function of the erosion of the Sengguruh Reservoir at the headwaters of the Brantas River (Lesti Subwatershed area) has disrupted its role in flood control, water supply for irrigation and the supply of most of the hydroelectric power in East Java Province. This study aims to estimate erosion, analyze the interrelation of the causal factors and provide environmental conservation direction.The research method uses mixed methods. The quantitative method of erosion rates is done by calculating Modify Universal Soil Loss Equation which is supported by GIS tools. The qualitative method was carried out with questionnaires and interviews in the Lesti Subwatershed area. The results showed that the current erosion rate in each hectare of land (average erosion rate) in the Lesti Subwatershed was 153,868 tons/ha/year (exceeding the tolerable erosion rate of 30 tons/ha/year). The rate of erosion in the Lesti Subwatershed has always increased in the last 14 years. Of the 12 Subdistricts in the Lesti Subwatershed, as many as 6 Subdistricts were identified as having high levels of Erosion Hazard so they were a priority to be addressed, namely in the Wajak, Tirtoyudo, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Gedangan and Bantur Subdistricts. Dampit Subdistrict, Turen Subdistrict and Gondanglegi Subdistrict also face behavioral problems and high population pressure compared to other Subdistricts. Research also shows that there is a relationship between erosion and knowledge, attitude and community behavior in the form of population pressure and land use patterns. It is recommended that environmental directives for conservation be focused on these 6 Subdistricts through the application of vegetative soil and water conservation. The results of spatial analysis at this priority location also require conservation such as law enforcement or counseling, and community empowerment to increase the ability and independence of the community through providing access to resources, education, and training."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagastio Ramadhan
"Keberagaman litologi serta struktur sedimen yang terbentuk pada Formasi Jatiluhur dapat membantu menceritakan bagaimana kondisi dari lingkungan pengendapan pada saat proses pengendapan terjadi. Formasi Jatiluhur merupakan formasi yang terbentuk pada Miosen Tengah yang dibentuk oleh litologi berupa dominasi batulanau dan batupasir, disertai keberadaan batugamping pada beberapa tempat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan litofasies dan fasies sedimentasi yang terbentuk pada bagian bawah dari Formasi Jatiluhur, serta menentukan lingkungan pengendapan yang terbentuk pada bagian bawah dari Formasi Jatiluhur. Penelitian ini menggunakan data hasil pengukuran penampang stratigrafi, serta analisis sampel batuan berupa analisis petrografi dan analisis mikropaleontologi. Hasil analisis mikropaleontologi untuk data umur relatif tidak dapat ditentukan, namun menghasilkan informasi kedalam dan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian yang berada pada middle shelf hingga outer shelf. Sedangkan analisis petrografi dilakukan untuk melihat kandungan batuan dan menentukan nama batuan dari lapisan batuan pada daerah penelitian. Klasifikasi litofasies didasari dari karakteristik litologi pada daerah penelitian dan sebanyak delapan belas (18) litofasies pada daerah penelitian yang dapat diidentifikasi. Setelah itu ditentukannya satuan asosiasi fasies berdasarkan analisis litofasies, mikropaleontologi dan petrografi dan ditemukan adanya sembilan (9) asosiasi fasies yang terbentuk pada daerah penelitian. Asosiasi-asosiasi fasies yang ditemukan berupa endapan sandy-offshore transition; endapan offshore; endapan offshore transition hingga offshore; endapan shoreface hingga offshore transition; endapan muddy-offshore transition; endapan inner fan hingga mid-fan; endapan offshore; endapan inner fan; dan endapan mid-fan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daerah penelitian terbentuk lingkungan pengendapan yang mencerminkan lingkungan pengendapan berupa laut dangkal yang ditandai oleh lingkungan shoreface hingga laut dalam yang ditandai oleh lingkungan mid-fan.

The diversity of lithology and sedimentary structures that formed in the Jatiluhur Formation can help tell how the conditions of the depositional environment occurred during the deposition process. The Jatiluhur Formation is a formation formed in the Middle Miocene which is formed by lithology in the form of the dominance of siltstone and sandstone, accompanied by the presence of limestone in several places. This study aims to determine the lithofacies and sedimentation facies that form at the bottom of the Jatiluhur Formation, as well as determine the depositional environment that forms at the bottom of the Jatiluhur Formation. This study uses data from measurements of stratigraphic sections, as well as analysis of rock samples in the form of petrographic analysis and micropaleontological analysis. The results of the micropaleontological analysis for the relative age data cannot be determined, but it provides information on the depth and environment of deposition in the study area which is from the middle shelf to the outer shelf. Meanwhile, petrographic analysis is carried out to see the rock content and determine the rock name of the rock layers in the study area. The lithofacies classification is based on the lithological characteristics of the research area and as many as eighteen (18) identifiable lithofacies in the research area. After that, the facies association unit was determined based on lithofacies analysis, micropaleontology and petrography and it was found that there were nine (9) facies associations formed in the study area. The facies associations found were sandy-offshore transition deposits; offshore deposit; offshore transition to offshore deposits; shoreface to the offshore transition deposits; muddy-offshore transition deposits; inner fan to mid-fan deposits; offshore deposits; inner fan deposits; and mid-fan deposits. The results of this study indicate that the research area is formed a depositional environment which reflects the depositional environment in the form of shallow seas characterized by the shoreface to the deep sea which is characterized by the mid-fan environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>