Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muhamad Yulianto
"Salah satu proses pada pembuatan obat-obatan dari bahan alam untuk menghilangkan kandungan airnya adalah dengan menggunakan mesin pengeringan beku vakum. Masalah utama yang dihadapi proses pengeringan beku vakum adalah konsumsi energi yang berlebih juga proses terjadinya evaporasi pada saat proses pembekuan vakum. Untuk mengatasi hal tersebut maka diusulkan penggunaan panas buang kondenser sebagai pemanas untuk mempercepat laju pengeringan dan juga penggunaan pembekuan internal dari evaporator sistem refrigerasi cascade untuk mengurangi efek evaporasi selama proses pembekuan vakum.
Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan 2 mesin pengeringan beku vakum dan simulasi numerik dengan menggunakan software MATLAB. Mesin yang pertama adalah mesin pengeringan beku vakum dengan menggunakan panas buang kondenser dari posisi atas dan bawah tanpa pembekuan internal dari sistem refigerasi tunggal. Mesin yang kedua menggunakan mesin pengeringan beku vakum dengan pemanas dari panas buang kondenser yang dililitkan pada dinding ruang pengering dan dilengkapi dengan pembekuan internal. Studi eksperimen dilakukan dengan memvariasikan temperatur pemanas pada temperatur 24oC, 26oC, 27oC, 28oC, 30oC, 32oC, 35oC, 37oC, 44oC, 47oC hal ini berdasarkan bahwa untuk mengeringkan produk yang digunakan sebagai obat tidak boleh melebihi temperatur 60oC dan temperatur pembekuan internal sebelum proses pemvakuman pada 3oC, 10oC, -10oC hal ini didasarkan pada proses pembekuan dengan kombinasi pembekuan antara vakum dengan blast freezing, lempeng sentuh maupun pembekuan celup untuk mengurangi efek evaporasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan parameter laju pengeringan, waktu pengeringan, daya yang dibutuhkan dan efek penggunaan pemanas dari panas buang kondenser dan pembekuan internal terhadap struktur material.
Berdasarkan eksperimen diketahui bahwa penggunaan pemanas dari panas buang kondenser pada posisi atas dan bawah pada temperatur 26oC dan 24oC dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 14.86% tanpa merusak struktur material sedangkan pada temperatur pemanas atas 32oC dan pemanas bawah 32oC dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 20.7% tetapi dapat merusak struktur material. Sedangkan pada penggunaan pemanas dari panas buang kondenser pada temperatur 27oC saat pengeringan primer dan 44oC saat pengeringan sekunder dan pembekuan internal pada temperatur -10oC dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 12% dan untuk pemanas 32oC pada pengeringan primer dan sekunder serta pembekuan internal 3oC dapat megurangi konsumsi energi sebesar 20.7% tanpa merusak struktur material

One of the process in the making of supplement from natural ingredients to remove the water content is by using vacuum freeze drying. The main problem of the vacuum freeze drying process is an excess of energy consumption and also the process of evaporation during the freezing by vacuum freezing method. To overcome this problem, this research proposed use waste heat from condenser to accelerate the drying and use internal freezing from evaporator of cascade refrigeration system to reduce the effect of evaporation during vacuum freezing.
The research was conducted using experimental methods with 2 vacuum freeze drying machines and numerical simulation using matlab software. The material use in this experiment are aloe vera and tentacles of jelly fish. The first machine is vacuum freeze drying which is using waste heat from condenser at the top and the bottom positions without internal freezing of the refrigeration system. The second machine use vacuum freeze drying machine with heating from waste heat condenser wrapped around the walls of the dryer and with an internal freezing. The experimental studies performed by varying the temperatur of the heater at temperatur 24oC, 26oC, 27oC, 28oC, 28oC, 30oC, 32oC, 35oC, 37oC, 44oC, 47oC this procedure based on that to drying product for basic ingredient for medicine the maximum heating input to the system is 60oC . And internal freezing temperatur before vacuum process at -10oC, 3oC, 10oC this procedure based on the experiment for combining the vacuum freezing with blast freezing and imersion cooling to reduce evaporation effect. This is conduted to get the parameters of drying rate, drying time, energy consumption and also the effect of the use of heating from condenser waste heat and freezing to the structure of material.
Based on the experiment its known that the use of heat from condenser waste heat at the top and the bottom position with temperatur 26oC and 24oC can reduce energy cosumption by 14.86% without damage material structure and then at the top and the bottom heating 32oC can reduce energy consumption by 20.7% however this behavior can damage material structure. A mean while on the use of heating condenser waste heat at temperatur of 27oC at primary drying and 44oC during secondary drying and also internal freezing 10oC can reduce energy consumption by 12%. The other side while activated heating 32oC at primary and secondary drying and also internal freezing 10oC can reduce energy consumption by 20.7% without damaging the structure of the material.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Ledakan ubur-ubur dan ktenofor yang dipicu oleh pemanasan global telah menjadi topic hangat di dunia. Fenomena ini sangat menarik karena menurunkan hasil tangkapan ikan di dunia. Beberapa spesies diduga berpotensi untuk dimanfaatkan. Dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman spesies ubur-ubur dan ktenofor di perairan Indonesia dengan mengacu pada koleksi specimen di Museum Zoologi Bogor. Perairan Sendang Biru, Malang, Jawa Timur memiliki keanekaragaman spesies terbanyak, yaitu 5 spesies ubur-ubur dan ktenofor. "
OLDI 39:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JMIPA 6 (1-3) 2001
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Barasa
"Spons merupakan invertebrata multiselular paling primitif tanpa jaringan nyata yang hidup dengan baik pada daerah terumbu karang. Spons sebagai salah satu biota laut merupakan suatu sumber senyawa-senyawa baru yang mempunyai kemampuan biosintetik berskala lebih luas dibandingkan invertebrata lainnya. Penelitian ini bertujuan sebagai skrining tingkat toksisitas ekstrak spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu dengan metode BSLT serta memperoleh pola kromatogram fraksi aktifnya. Uji BSLT terhadap fraksi etil asetat hasil fraksinasi cair-cair ternyata memiliki toksisitas paling tinggi (LC50 0,879 μg/ml) dibandingkan fraksi n-butanol dan air. Pemisahan komponen dilakukan pada fraksi etil asetat dengan kromatografi kolom menghasilkan lima fraksi gabungan. Fraksi I menunjukkan sifat paling aktif terhadap larva Artemia salina (LC50 11,888 μg/ml). Profil kromatogram fraksi I dengan eluen metanol-amonium hidroksida menghasilkan satu bercak dengan hRf 67."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S32519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rauf Achmad Sue
"ABSTRAK
Suatu penelitian telah dilakukan di laboratorium basah, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor, dimulai tanggal 20 Agustus sampai dengan 1 Desember 1991. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bahan organik dalam air terhadap pertumbuhan bakteri bercahaya pada pemeliharaan larva udang windu. Juga untuk rnengetahui Pertumbuhan jumlah bakteri dan mortalitas larva udang windu.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan enam perlakuan konsentrasi bahan organik dan tiga kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah 0 ppm(A) sebagai kontrol, 15 ppm(B), 30 ppm(C), 45 ppm (D), fi0 ppm (E) dan 75 ppm (F.).
Sebanyak 100 ekor larva udang windu stadia nauplius di masukkan ke dalam bak akuarium yang telah diberi perlakuan konsentrasi bahan organik. Isolasi bakteri bercahaya juga dinokulasikan ke dalam bak akuarium dengan kepadatan 103 sel per ml.
Pengarnbilan contoh bakteri dan air dilakukan setiap hari selama lima hari. Idetifikasi bakteri menurut metoda Cowen & Steel 1974: 17-20) ; West & Colwell (1984: 285-289). Fisika dan kirnia air seperti oksigen terlarut, karbondioksida, total bahan organik, ammonia, pH, salinitas dan temperatur air di ukur dengan menggunakan metoda standar.
Hasil penelitian menuniukkan bahwa konsentrasi bahan organik dalam air meningkat sesuai dengan rataan konsentrasi bahan organik yang dimasukkan ke dalam bak percobaan saat awal. Peningkatan konsentrasi bahan organik dalam air ternyata rata-rata meningkat. Puncak konsentrasi bahan organik perlakuan E dan F dicapai pada hari kedua sedngkan perlakuan A dan S terjadi pada hari kelima. Konsentrasi bahan organik dalam air berbeda sangat nyata terhadap pertumbuhan bakteri, bercahaya dalam air dan pada larva udang windu (P> 0.01). Jumlah total bakteri dan bakteri bercahaya lebih tinggi pada konsentrasi bahan organik yang lebih besar.
Rataan jumlah kaloni bakteri pada masing-masing konsentrasi bahan organik adalah 103.44; 99.4; 82.81 dan 82.32. Mortalitas larva udang windu lebih tinggi pada perlakuan konsentrasi bahan organik yang lebih besar. Mortalitas tersebut berturut-turut adalah 80.33%; 68.66%; 22.3%; 15.0% dan 2.3% untuk perlakuan F, E, D, C, B dan A.
Karakteristik fisika dan kimia air adalah sebagai berikut : oksigen terlarut 4.8-7.4 ppm; CO2 0-19.36 ppm; NH3 0.025-0.175 ppm; pH 7-8 ppm; temperatur air 30-31°C dan salinitas 30-32%.

ABSTRACT
An experiment was conducted at the Research Institute for Freshwater Fisheries's wet laboratory in Bogor from 20 August to 1 December, 1991. This study was done to evaluate the effect of organic matter in water to the population growth of luminescent vibrio on Penaeus monodon larval. The total number of bacterial population and the mortality of the shrimp larvae were also evaluated.
In this study a complete randomized design (CRD) was used with six different concentrations of organic matter as treatments and three replication. The treatments were 0 ppm(A) as a control, 15 ppm(B), 30 ppm(C), 45 ppm(D), 60 ppm(E) and 75 ppm(F).
One hundred shrimp larvae at nauplius stage were stocked in each aquarium contained the respective organic matter concentration.
The luminous vitro isolate were also inoculated in each aquarium at a concentration of 10 cell per ml. Sample of bacteria and water were taken every day for 5 days. The bacteria were identified according to Cowan & Steil method (1974:17-20): West & Colwell (1984:285-289). Physical and chemical of the water such as dissolved oxygen, carbon dioxide. total organic matter, ammonia, pH, salinity and water temperature were examined by the standard water measurement method.
The results indicated that the concentration of organic matter in water increased proportionally relative to the rate of initial concentration used. The higher the initial organic matter concentration applied the higher increase rate of its concentration in the water. The peak of the concentration was reached faster at the higher concentration than the lower one. The peak of E and F treatment were at the second day while A and S treatment were at the fifth day. Organic matter content in water significantly effect on the population growth of bacteria both in water and in shrimp larvae (P>0.01). The number of total bacteria and the luminous vibrio were higher at a higher concentration of organic matter. The average number of bacterial colony count at the respective organic matter concentration were 103.44; 99.4; 82.81; and 82.32.
The shrimp larvae mortalities were also higher at the higher concentration of organic matter. The percent mortality rate were : 80.33%; 68.86%; 22.3%, 15.0%, and 2.3% for F,E,D,C,B and A treatments respectively.
The physical and chemical characteristic of the water are as follows: dissolved oxygen 4.8-7.4 ppm; CO2 0-19.36 ppm; NH3 0.025-0.175 ppm; pH 7-8; temperature 30- 31°C and salinity 30-32%.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Heru Wibowo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T40174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nengah Bawa Atmadja
"The Balinese believe that Leyak or ghost is an etiology of illness. To become a Leyak or to ngleyak, one must perform black magic or pangleyakan. The method of obtaining the pangleyakan is by studying under a dukun pangleyakan or dukun pangiwa, a special indigenous medical practitioner who masters the pangleyakan. A person can also obtain the pangleyakan from his/her parent. Moreover, he or she can request the pangleyakan to Goddess Durga, the goddess of black magic. When pangleyakan is used by somebody, he/she becomes a Leyak, and will have the ability to take the shape of a certain animal, a ghostly light, a body without a head - the varieties are endless. This can only be performed at night. A Leyak disturbs other people until they are sick or even die. Nevertheless, they believe that they can cope with the Leyak through the use of amulet or by performing the magical religious ritual."
1997
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>