Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112182 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Maitri Febrianthi
"Pendahuluan: Tuberkulosis pleura merupakan bentuk TB ekstra paru paling umum kedua setelah TB kelenjar dan merupakan penyebab utama efusi pleura di daerah endemik TB. Diagnosis dan pengobatan cepat dan tepat sangat penting dalam pengelolaan TB pleura karena dapat menjadi progresif dan mengenai organ lain. Sampai saat ini, penegakkan diagnosis TB pleura masih menjadi tantangan.
Tujuan: Mendapatkan model prediksi diagnosis TB pleura berdasarkan klinis, radiologi thoraks, analisa cairan pleura, ADA dan BTA metode sitosentrifugasi dan melakukan uji diagnostik pemeriksaan analisa cairan pleura, ADA dan BTA metode sitosentrifugasi pada pasien terduga TB pleura dengan biakan TB MGIT sebagai baku emas.
Metode: Desain penelitian potong lintang. Subjek penelitian terdiri dari 50 pasien efusi pleura terduga TB. Dilakukan pemeriksaan analisa cairan pleura, ADA dan BTA metode sitosentrifugasi. Klinis pasien dan radiologi thoraks diperoleh dari rekam medik pasien. Analisis data dilakukan untuk uji diagnosis, analisis bivariat, multivariat, dan Receiving Characteristics Operator (ROC), dan analisis bootstrapping pada Kalibrasi Hosmer-Lemeshow.
Hasil: Uji diagnosis analisa cairan pleura yaitu eksudat dengan MN>50% yaitu sensitivitas 83,3%, spesifisitas 38,6%, NPP 15,6%, NPN 94,4%. Pemeriksaan ADA yaitu sensitivitas 66,7%, spesifisitas 95,5%, NPP 66,7%, NPN 95,5%. Pemeriksaan BTA metode sitosentrifugasi yaitu sensitivitas 50%, spesifisitas 97,7%, NPP 75%, NPN 93,5%. Model prediksi diagnosis TB pleura adalah Logit (y) = -4,872+(2,025xEksudat dengan MN>50% +3,308xADA +2,438xBTA).
Kesimpulan: Determinan diagnosis dan komponen sistem skor TB pleura adalah eksudat dengan MN>50%, ADA dan BTA metode sitosentrifugasi. Sistem skor diharapkan menjadi alat bantu diagnosis TB pleura. Berdasarkan uji diagnosis, pemeriksaan analisa cairan pleura yaitu eksudat dengan MN >50% baik untuk penapisan, sedangkan pemeriksaan ADA dan BTA metode sitosentrifugasi baik untuk menegakkan diagnosis.

Introduction: Pleural tuberculosis is the second commonest form of extrapulmonary TB after Lymph node and the main cause of pleural effusion in TB endemic areas. Early diagnosis and treatment is important because of its progressivity and spread to other organs. Until now, diagnosis of pleural TB remains a challenge.
Objective: This study aims to obtain prediction model based on clinical data, chest x-ray, pleural fluid analysis, ADA, and cytocentrifuged AFB, and perform diagnostic study on pleural fluid analysis, ADA, and cytocentrifuged AFB in suspected TB patients with TB MGIT culture as the gold standard.
Methods: This is a cross-sectional study on 50 pleural effusion patients suspected with TB. Pleural fluid analysis, ADA, and cytocentrifuged AFB tests were performed. Clincal data and x-rays were obtained from patient records. Statistical analysis include bivariate and multivariate analysis, ROC analysis, and bootstrapping in Hosmer-Lemeshow calibration test.
Results: The result of exudate and MN > 50% in pleural fluid analysis yielded 83.3% sensitivity, 38.6% specificity, 15.6% PPV, and 94.4% NPV. The result of > 40 U/L in ADA test showed 66.7% sensitivity, 95.5% specificity, 66.7% PPV, and 95.5% NPV. Cytocentrifuged AFB test yielded 50% sensitivity, 97.7% specificity, 75% PPV, and 93.5% NPV. Pleural TB prediction model was Logit (y) = -4,87 2+ 2,025 x exudate with MN > 50% + 3,308 x ADA + 2,438 x cytocentrifuged AFB.
Conclusion: Diagnostic determinants and pleural TB score components are exudate with MN > 50%, ADA, and cytocentrifuged AFB. Scoring system is expected to aid pleural TB diagnosis. Based on ROC analysis, exudate with MN > 50% in pleural fluid analysis is good for screening, while ADA and cytocentrifuged AFB tests are good for diagnosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisyani Sunaryo
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Uveitis granulomatosa merupakan suatu keadaan inflamasi ocular yang tersering disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penegakkan diagnosis sulit dilakukan karena isolasi mikroorganisme langsung dari mata sulit dilakukan. Tidak terdiagnosisnya atau keterlambatan diagnosis dapat berakibat penurunan tajam penglihatan yang signifikan sampai mengakibatkan kebutaan. Foto toraks dan HRCT toraks merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis guna tata laksana yang tepat. Metode: Uji diagnostik dengan desain potong lintang menggunakan radiografi konvensional toraks dan HRCT toraks berdasarkan database populasi Indonesia, terhadap 28 subjek penelitian, menggunakan data primer dalam kurun waktu Januari 2015 sampai Juli 2015. Hasil: Didapatkan nilai sensitivitas 62,5 , spesifisitas 100 , PPV 100 , dan NPV 64,7 . Uji McNemar didapatkan nilai p 0,075 dan nilai Kappa r 0,41 antara temuan lesi pada foto toraks dan HRCT toraks. Kesimpulan: Foto toraks positif berperan dalam memprediksi kemungkinan adanya kelainan paru pada pasien uveitis, tetapi hasil foto toraks itu sendiri kurang memiliki peran dalam memprediksi tidak adanya kelainan paru pada pasien uveitis

ABSTRACT
Backgrounds and Objectives Granulomatous uveitis is ocular inflammatory condition that mostly caused by Mycobacterium tuberculosis. Certain diagnosis becomes tough due to convoluted direct isolation of the microorganism from the eyes. Delayed treatment or under diagnose may cause significant reduction of eyesight that leads to blindness. Chest x ray and HRCT are two radiological inquirements that can be done in empowering the diagnosis and giving proper treatment. Methods A cross sectional diagnostic study between chest x ray and HRCT based on population database in Indonesia, conducted in 28 subjects in the period of January 2015 to July 2015. Results Sensitivity index 62,5 , specificity 100 , PPV 100 , and NPV 64,7 . McNemar study shows p 0.075 and Kappa value r 0.41 between the lesions found by chest x ray and HRCT. Conclusions Positive chest x ray has a major role in predicting the possibility of lung abnormalities in patients with uveitis. On the other side, chest x ray has less power in excluding the lung abnormalities in patients with uveitis."
2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Novalina
"COVID-19 adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 dan dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan. Pencitraan X-Ray dapat menjadi alternatif dalam mendeteksi COVID-19 karena mampu menggambarkan kondisi paru-paru pasien. Deep learning dapat digunakan untuk menganalisis pola pada citra medis secara otomatis. Untuk itu, digunakan Convolutional Neural Network dengan teknik transfer learning menggunakan arsitektur Xception, EfficientNetB3, dan ensemble dari kedua model secara paralel untuk deteksi COVID-19 dan tingkat keparahannya dari citra X-Ray dada secara otomatis. Klasifikasi COVID-19 dilakukan untuk empat jenis kelas, yaitu: positif COVID-19, normal, pneumonia bakteri dan pneumonia virus. Pada klasifikasi COVID-19, ketiga model classifier yang diusulkan mencapai akurasi keseluruhan untuk semua kelas sebesar 94,44% untuk classifier Xception, 95,28% untuk classifier EfficientNetB3, dan 94,44% untuk classifier paralel. Nilai akurasi tersebut lebih tinggi dari nilai akurasi classifier lain. Klasifikasi tingkat keparahan COVID-19 dilakukan untuk tiga jenis kelas yaitu: ringan, sedang, dan parah. Pada klasifikasi tingkat keparahan COVID-19, ketiga model classifier yang diusulkan mencapai akurasi keseluruhan untuk semua kelas sebesar 70,00% untuk classifier Xception, 67,50% untuk classifier EfficientNetB3 dan paralel. Nilai akurasi tersebut lebih tinggi dari nilai akurasi classifier lain. Secara keseluruhan, ketiga classifier yang diusulkan dapat direkomendasikan sebagai alat yang dapat membantu ahli radiologi dan praktisi klinis dalam diagnosis dan tindak lanjut kasus COVID-19.

COVID-19 is a contagious infectious disease caused by the SARS-CoV-2 virus and can cause disorders of the respiratory system. X-Ray imaging can be an alternative in detecting COVID-19 because it is able to describe the condition of the patient's lungs. Deep learning can be used to analyze patterns in medical images automatically. For this reason, Convolutional Neural Network is used with transfer learning techniques using Xception, EfficientNetB3 architecture, and an ensemble of both models in parallel for the detection of COVID-19 and its severity level from Chest X-Ray images automatically. The classification of COVID-19 is carried out for four types of classes, namely: positive COVID-19, normal, bacterial pneumonia, and viral pneumonia. In the COVID-19 classification, the three proposed classifier models achieve overall accuracy for all classes of 94.44% for the Xception classifier, 95.28% for the EfficientNetB3 classifier, and 94.44% for the parallel classifier. The accuracy value is higher than the other classifier accuracy values. The classification of the severity level of COVID-19 is carried out for three types of classes, namely: mild, moderate, and severe. In the classification of the severity level of COVID-19, the three proposed classifier models achieve overall accuracy for all classes of 70.00% for the Xception classifier, 67.50% for the EfficientNetB3 classifier and parallel. The accuracy value is higher than the other classifier accuracy values. Overall, the three proposed classifiers can be recommended as tools that can assist radiologists and clinical practitioners in the diagnosis and follow-up of COVID-19 cases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hajar Indah Fitriasari
"Pencitraan 'X-ray' dapat digunakan sebagai alternatif penunjang diagnostik klinis untuk mendeteksi penyakit COVID-19 pada paru-paru pasien. 'Machine learning' atau 'Deep Learning' akan disematkan pada 'computer-aided-diagnosis' (CAD) untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam menangani permasalahan membedakan COVID-19 dengan penyakit lain yang memiliki karakteristik yang serupa. Beberapa sistem kecerdasan buatan berbasis 'Convolutional Neural Network' (CNN) pada penelitian sebelumnya, memiliki akurasi yang menjanjikan dalam mendeteksi COVID-19 menggunakan citra 'X-ray' rongga dada. Dalam penelitian ini, dikembangkan 'classifier' berbasis CNN dengan teknik 'transfer learning', yakni memanfaatkan model CNN pra-terlatih dari ImageNet bernama Xception dan ResNet50V2 yang dikombinasikan agar sistem menjadi lebih akurat dalam kemampuan ekstraksi fitur untuk mendeteksi COVID-19 melalui citra 'X-ray' rongga dada. 'Classifier' yang dikembangkan terdiri dari 2 jenis, yakni 'classifier' yang disusun secara serial dan paralel. Pengujian dilakukan dalam 2 skenario berbeda. Pada skenario 1, digunakan 'dataset' dan pengaturan parameter yang mengacu pada penelitian sebelumnya, sedangkan skenario 2 dilakukan dengan menambahkan sejumlah citra kedalam 'dataset' baru serta pengaturan parameter yang berbeda untuk memperoleh peningkatan akurasi. Dari pengujian untuk kelas COVID-19 pada skenario 1, diperoleh 'classifier' paralel berhasil menggungguli 'classifier' lain dengan mencapai akurasi rata-rata 93,412% serta memperoleh 'precision', 'recall,' dan 'f1-score' masing – masing mencapai 96.8%, 99.6% dan 98%. Pada skenario 2, 'classifier' paralel mencapai akurasi rata-rata yang lebih tinggi, yakni mencapai 96,678% serta memperoleh 'precision', 'recall,' dan 'f1-score' yang cukup tinggi pula, yakni masing – masing mencapai 98.8%, 99.8% dan 99.4% untuk kelas COVID-19. Adanya penambahan jumlah 'dataset' pada skenario 2 dapat meningkatkan akurasi dari 'classifier' yang dikembangkan. Secara keseluruhan, 'classifier' paralel yang dikembangkan dapat direkomendasikan menjadi alat yang dapat membantu praktisi klinis dan ahli radiologi untuk membantu mereka dalam diagnosis, kuantifikasi, dan tindak lanjut kasus COVID-19.

X-ray imaging can be used as an alternative support clinical diagnostics to detect COVID-19 in the patient's lungs. Machine learning or Deep Learning will be embedded in computer-aided diagnosis (CAD) to increase efficiency and accuracy in dealing with problems distinguishing COVID-19 from other diseases that have similar characteristics. Several artificial intelligence systems based on the Convolutional Neural Network (CNN) in previous studies have promising accuracy in detecting COVID-19 using Chest X-ray images. In this study, a CNN-based classifier with transfer learning techniques was developed, which utilizes a pre-trained CNN model from ImageNet named Xception and ResNet50V2 combined that makes the system powerful using multiple feature extraction capabilities to detect COVID-19 through Chest X-ray images. There are 2 types of classifiers developed, classifiers arranged in serial and parallel. The testing in this study was carried out in two different scenarios. In the scenario 1, the dataset and parameter settings are used referring to previous studies, while the scenario 2 was carried out by adding several images to the new dataset and setting different parameters to obtain increased accuracy. From testing of the COVID-19 class in the scenario 1, the parallel classifier succeeded in outperforming other classifiers by achieving an average accuracy in 93.412% and also obtains precision, recall and f1-score, which reached 96.8%, 99.6%, and 98% respectively. In the scenario 2, the parallel classifier achieved a higher average accuracy of 96.678%, and also obtained quite high precision, recall and f1-score, which reached 98.8%, 99.8% and 99.4% for the COVID-19 class, respectively. The addition of the number of datasets in scenario 2 can increase the accuracy of the developed classifier. Overall, the developed parallel classifier can be recommended as a tool that can help clinical practitioners and radiologists to aid them in diagnosis, quantification, and follow-up of COVID-19 cases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beatrice Yuristinovi
"Keberadaan dokter sebagai profesi yang dalam tugasnya berhubungan dengan usaha pemeliharaan kesehatan dapat ditemukan pada setiap bentuk sarana-sarana kesehatan yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu bentuk sarana kesehatan yang mudah dijumpai keberadaannya dalam masyarakat yaitu klinik praktik bersarna dokter umum. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh klinik praktik bersama dokter umum adalah bersifat sederhana atau kecil karena memang tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan medik besar (seperti: operasi) dan pelayanan rawat inap. Walaupun hanya melakukan tindakan-tindakan medik yang bersifat sederhana atau kecil, namun pelayanannya tidak hanya ditangani oleh seorang dokter tapi oleh beberapa orang dokter yang dipekerjakan oleh pemilik klinik. Banyaknya dokter yang melakukan praktik kedokteran pada klinik praktik bersama dokter umum tidak hanya terdiri dari dokter senior tapi juga dapat di temukan adanya dokter-dokter yunior yang baru lulus dari fakultas kedokteran. Seperti sarana kesehatan lain, klinik praktik bersama dokter umum pun tak lepas dari masalah-masalah pelanggaran hukum yang dapat ditemukan dalam penyelenggaraannya. Terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dalam klinik, khususnya yang dilakukan oleh para dokter, maka harus jelas diatur mengenai siapa pihak yang dapat dimintai pertanggungjawabannya. Hal pertanggungjawaban harus jelas agar posisi pasien yang datang berobat dapat terlindungi, khususnya terhadap kerugian yang mungkin dideritanya ketika memakai jasa pelayanan kesehatan pada klinik praktik bersama dokter umum. Berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban, maka dalam klinik praktik bersama dokter umum dapat ditemukan adanya dokter penanggung jawab yang dapat dimintai pertanggungjawabannya, selain tanggung jawab secara pribadi yang juga harus dimiliki oleh setiap dokter dalam menjalankan praktiknya pada klinik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabianto Santoso
"Tuberkulosis (TB) dan diabetes melitus (DM) merupakan dua penyakit yang diduga memiliki kaitan erat akibat penurunan sistem imun tubuh. Salah satu metode diagnosis tuberkulosis paru adalah melalui foto polos toraks. Permasalahan pada pasien TB dan DM adalah gambaran radiologi yang tidak spesifik sehingga menyulitkan dalam penegakkan diagnosis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran foto polos toraks pasien TB dan/atau DM di Ternate, Indonesia yang merupakan salah satu daerah yang endemis TB dan DM. Besar proporsi pasien DM-TB yang memiliki gambaran tidak spesifik adalah sebesar 80%. Namun, gambaran tidak spesifik juga dimiliki oleh pasien TB sebesar 73,53%. Hasil yang tidak berbeda bermakna ini diduga disebabkan oleh banyaknya pasien TB pasca-primer mengingat kondisi Indonesia sebagai negara endemis TB.

Tuberculosis (TB) and diabetes mellitus (DM) are two diseases that many thought to be significantly caused by the compromised immune system. One of the methods to diagnose TB is chest x-ray. One of the challenges is from the non-specific radiological images of patient with TB and DM, which hinder the diagnosis. This research’s aimed is to present various chest x-ray images of patients with TB and/or DM in Ternate, Indonesia, which is one of the most prevalent city for TB and DM in Indonesia. In the DM-TB group, the radiological images show non TB specific is at 80%. Comparably, in the TB only group show 73.53% of the non specific radiological image. These might be caused by high number of post-primary TB infection as Indonesia is an endemic country for TB."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nurhayati
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular dan dapat berakibat fatal, terutama di negara berkembang. WHO merekomendasikan penggunaan screening yang sistematis dan luas, salah satunya menggunakan citra X-ray dada. Sayangnya, jumlah ahli radiologi masih kurang dan belum terdistribusi dengan baik di negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan sistem Computer-Aided Detection (CAD) untuk membantu mendeteksi TB menggunakan analisis tekstur. Terdapat tiga tahap pada sistem, yaitu segmentasi otomatis, koreksi segmentasi manual, dan deteksi lesi TB. Hasil akhir sistem memberikan visualisasi heatmap berdasarkan probabilitas lesi TB pada citra X-ray dada.
Penelitian ini fokus pada tahap deteksi lesi TB. Analisis tekstur diimplementasi menggunakan berbagai kombinasi dari fitur tekstur Hogeweg, Gray-Level Co-occurrence matrix (GLCM), dan Gabor. Selain itu, metode reduksi dimensi juga diimplementasikan untuk mendapatkan representasi optimal. Analisis tekstur ini digunakan pada area lokal patch melalui perhitungan probabilitas untuk klasifikasi patch lesi TB dan patch normal. Klasifikasi ini dilatih menggunakan Logistic Regression, Support Vector Machine (SVM), dan Multilayer Perceptron (MLP).
Hasil terbaik dicapai oleh Logistic Regression dengan kombinasi fitur Hogeweg, GLCM, dan Gabor yang diimplementasikan PCA yang mampu mencapai nilai 0.734 sensitivity. Dokter spesialis radiologi menilai bahwa beberapa visualisasi model ini cukup baik dalam mengenali lesi TB, namun masih ada beberapa kesalahan dalam mendeteksi area normal sebagai lesi TB.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease and can be fatal, especially in developing countries. WHO recommends the use of systematic and broad screening, one of which is using chest X-ray images. Unfortunately, the number of radiologists is still lacking and not well distributed in developing countries such as Indonesia. Therefore, this study developed a Computer-Aided Detection (CAD) system to help detect TB using texture analysis. There are three stages in the system, they are automatic segmentation, manual segmentation correction, and TB lesion detection. The final result of the system provides a heatmap visualization based on the probability of TB lesions on a chest X-ray image.
This study focused on the stage of TB lesion detection. Texture analysis was implemented using various combinations of Hogeweg texture features, Gray-Level Co- occurrence matrix (GLCM), and Gabor. In addition, the dimensional reduction method is also implemented to obtain the optimal representation. This texture analysis is applied to the local area of the patch by calculating the probability for the classification of the TB lesion patch and the normal patch. This classification is trained using Logistic Regression, Support Vector Machine (SVM), and Multilayer Perceptron (MLP).
The best result was achieved by Logistic Regression with a combination of Hogeweg, GLCM, and Gabor features implemented by PCA which was able to reach a value of 0.734 sensitivity. Radiology specialists considered that some of the visualizations of this model were quite good in recognizing TB lesions, but there were still some errors in detecting normal areas as TB lesions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Haitsam Shiddiq
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik material organik pengganti fantom polymethyl methacrylate (PMMA) dan fantom air dengan parameter backscatter factor (BSF) dan koefisien atenuasi linear (m). Pengukuran BSF dan m dilakukan menggunakan mobile X-Ray dengan faktor eksposi 40-120 kV dengan dua puluh variasi kualitas berkas pada tiga luas lapangan yang berbeda (untuk pengukuran BSF). Hasilnya, fantom organik memiliki nilai BSF yang mendekati fantom standar dengan deviasi < 8% dan < 10%, berturut-turut untuk fantom ekuivalen air dan PMMA. Sementara nilai m untuk fantom-ekuivalen air pada tegangan > 60 kV memiliki tingkat kesalahan < 15% untuk fantom ekuivalen air dan < 18% untuk fantom ekuivalen PMMA.

This research aims to verify physical characteristics of water and polymethyl methacrylate (PMMA)-equivalent phantom made of organic materials in terms of its interaction with diagnostic-range radiation. Backscatter factor (BSF) and linear attenuation coefficient (m) were selected as test parameters. Measurement of BSF and m has been performed using mobile x-ray beam with the exposure factor of 40 to 120 kV. For BSF, measurement has been carried out using twenty different beam qualities in three different field sizes. The final results show similarity between water equivalent-phantom and the literature with the error below 8% and below 10% for the PMMA equivalent-phantom. The results of m measurement for water equivalent phantom in the beam voltage above 60 kV shows error below 15% compared to standard water phantom. On the other hand, PMMA quivalent-phantom shows an error below 18%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Prevalensi TB paru di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 272 per 100.000 penduduk dan dampaknya terhadap sosio-ekonomi serta kualitas hidup penderitanya membuat penyakit ini sebagai salah satu masalah kesehatan nasional. Pasien TB paru mengalami perubahan fungsi paru akibat inflamasi kronik sehingga terjadi penurunan kualitas hidup. Uji jalan 6 menit merupakan salah satu tes sederhana yang telah terstandardisasi untuk menilai kapasitas fungsional paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil uji jalan 6 menit pada pasien pasca TB paru dan hubungannya dengan gejala klinis TB serta gambaran foto X-Ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Juni 2011. Sampel penelitian berjumlah 78 orang yang dipilih dengan metode total sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner, pengukuran uji jalan 6 menit, dan pemeriksaan foto X-Ray toraks.
Rerata hasil uji jalan 6 menit pada laki-laki adalah adalah 438,19 ± 117,77 m dan pada perempuan adalah 369,56 ± 143,10 m, serta hanya 9 orang subyek (11,5%) yang mencapai hasil uji jalan 6 menit yang normal. Sebesar 56,41% subyek masih memilki gejala klinis TB dan 88,5% memiliki lesi pada gambaran foto X-Ray toraks. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara hasil uji jalan 6 menit dengan gejala klinis TB (p=0,009) dan gambaran foto X-Ray toraks (p=0,000).

The prevalence of pulmonary TB in Indonesia is high (272 in 100.000 populations). It affects sosio-economy and quality of life of the patients so TB is one of national health problems. Lung function in post pulmonary TB will decline as a result of chronic inflamation leading to decreased quality of life. The six minutes walking test is one of standardized simple tests to assess the functional capacity of the lungs.
This study aims to determine the result of six minutes walking test of the post pulmonary tuberculosis patients and whether it is associated with clinical symptoms and chest X-Ray findings of TB. This is a cross sectional study held in South Central Timor District, East Nusa Tenggara on June 2011. Seventy eight subjects were selected using total sampling and interviewed to find out any clinical symptoms left. Then, the patients were ask to complete six minutes walking test measurement and chest X-Ray examination.
The mean result of six minutes walking test for male is 438.19 ± 117.77 m and for the female is 369.56 ± 143.10 m. Nine out of 78 subjects (11.5%) achieve normal results. Percentage of subjects who still have clinical symptoms of TB is 56.41% and 88.5% shows lesions on chest X-Ray. It is concluded that there is a correlation between six minutes walking test result with the clinical symptoms of TB (p = 0.009) and chest X-Ray findings (p = 0.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>