Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186253 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Eva Roria
"Preeklamsia dibagi menjadi preeklamsia awitan dini (PEAD) jika terjadi pada usia kehamilan < 34 minggu dan preeklamsia awitan lanjut (PEAL) pada kehamilan > 34 minggu. Intoleransi imun diduga menyebabkan penolakan imun terhadap fetus di plasenta. Dendritic cell 10 (DC-10) dan sel T regulator CD4+CD25+FoxP3 (Treg) di desidua berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang tolerogenik selama kehamilan. Namun, peran spesifik dalam patomekanisme PEAD dan PEAL serta faktor-faktor nutrisi yang berperan dalam regulasi DC-10 dan Treg, yaitu seng, vitamin A, dan vitamin D belum diteliti secara jelas. Penelitian ini bertujuan untuk memahami patomekanisme penolakan imun pada preeklamsia melalui jumlah DC-10 dan sel Treg desidua serta hubungannya dengan vitamin A, vitamin D, dan seng.
Desain penelitian ini adalah studi potong lintang komparatif antara kehamilan dengan PEAD, PEAL, dan NT antara Oktober 2019 dan Desember 2021. Subjek penelitian direkrut dari RSUP Fatmawati (Jakarta), RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta), dan RSUD Karawang (Jawa Barat). Kriteria penerimaan adalah semua ibu hamil 20–40 minggu yang menjalani persalinan dengan seksio sesaria dan setuju untuk dilibatkan dalam penelitian. Kriteria penolakan meliputi pasien dengan penyulit obstetrik, plasenta previa, memiliki riwayat penyakit kronik, hipertensi sebelum kehamilan 20 minggu, terdiagnosis COVID-19, demam dan leukosit >15.000 /mL pada saat pemeriksaan dan kematian janin dalam rahim. Spesimen desidua diperoleh dengan kuretase tajam setelah seksio sesaria. Jumlah DC-10 dan sel Treg dihitung dengan flow cytometry. Konsentrasi faktor nutrisi diperiksa dengan metode ICP-MS dan LC-MS. Perbandingan median dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis, sedangkan koefisien korelasi diperoleh dengan uji korelasi Spearman. Subjek penelitian adalah 14 ibu hamil untuk setiap kelompok (total 42 kasus). Jumlah DC-10 lebih rendah secara bermakna pada PEAD dibandingkan NT (p < 0,001) dan lebih rendah secara bermakna pada PEAL dibandingkan NT (p = 0,015). Sebaliknya, sel Treg FoxP3+CD25+ lebih tinggi secara bermakna pada PEAD dibandingkan NT (p = 0,015). Tidak terdapat korelasi antara faktor nutrisi dan jumlah faktor tolerogenik pada kelompok preeklamsia (PE). Namun, terdapat korelasi sedang antara konsentrasi seng desidua dan DC-10 di kelompok NT (r = 0,656; p = 0,011) dan korelasi kuat antara konsentrasi retinol desidua dan DC-10 juga di kelompok NT (r = 0,746; p = 0,002). Korelasi sedang didapatkan antara konsentrasi vitamin D dan jumlah sel Treg FoxP3+CD25+ di kelompok NT (r = 0,590; p = 0,026). Disimpulkan bahwa jumlah DC-10 pada PEAD lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan NT, sedangkan jumlah sel Treg pada PEAD secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan NT. Konsentrasi faktor nutrisi desidua tidak berkorelasi dengan jumlah DC-10 atau Treg desidua pada preeklamsia (PEAD dan PEAL). Namun, pada kelompok NT terdapat korelasi positif antara seng dan DC-10, retinol dan DC-10, serta vitamin D dan jumlah sel Treg desidua.

Preeclampsia is categorized as early-onset preeclampsia (EOPE) at < 34 week of gestation and late-onset preeclampsia (LOPE) at > 34 week of gestation. Immune intolerance is thought to be the underlying cause of immune rejection to the fetus in the placenta. Decidual dendritic cell-10 (DC-10) and T regulator cell CD4+CD25+FoxP3 (Treg) play important role to create a tolerogenic environment during pregnancy. However, the specific role in the pathomechanism of EOPE or LOPE and nutritional factors that play role in the regulation of DC-10 and Treg, i.e. zinc, vitamin A, and vitamin D have not been widely studied. This study was aimed to know the pathomechanism of immune rejection in preeclampsia through the number of decidual DC-10 and Treg cell and their correlations with vitamin A, vitamin D, and zinc.
The study design was cross-sectional comparative among EOPE, LOPE, and NT pregnancies between October 2019 and December 2021. Study subjects were recruited from Fatmawati General Hospital (Jakarta), Cipto Mangukusumo National General Hospital (Jakarta), and Karawang Regional Public Hospital (West Java). Inclusion criteria were all pregnant women between 20–40 weeks of gestation who underwent cesarean delivery and gave their written consent to be included in the study. Exclusion critera were patients with obstetric complications, placenta previa, history of chronic disease, hypertension before 20 weeks of gestation, was diagnosed with COVID-19, fever and leukocyte count of >15.000 /mL at the time of examination and presence of intrauterine fetal death. Decidual specimens were obtained by curettage after the cesarian section. The number of DC-10 and Treg cells were counted using flow cytometry. Concentrations of nutritional factors were assayed using ICP-MS and LC-MS method. Median comparison among groups was analyzed using Kruskal-Wallis test, while correlation coefficient was obtained by using the Spearman correlation test. Study subjects were 14 pregnant women for each group (42 cases in total). The DC-10 was significantly lower in EOPE compared to NT (p < 0.001) and significantly lower in LOPE compared to NT (p = 0.015). On the other hand, Treg FoxP3+CD25+ cells were significantly higher in EOPE compare to NT (p = 0.015). No correlation between nutritional factors and the number of tolerogenic factors in the preeclampsia group. However, there was a moderate correlation between decidual zinc concentration and DC-10 in the NT group (r = 0.656; p = 0.011) and a strong correlation between decidual retinol concentration and DC-10 also in NT group (r = 0.746; p= 0.002). A moderate correlation was found between vitamin D concentration and Treg FoxP3+CD25+ cells in the NT group (r = 0.590; p = 0.026). To conclude, the number of DC-10 in EOPE is lower than NT pregnancy, whereas the number of Treg cells in EOPE is higher than NT pregnancy. Concentrations of dedicual nutritional factors do not correlate with the number of decidual DC-10 or Treg cells in preeclampsia (EOPE and LOPE). However, in NT group, there is positive correlation between decidual zinc and DC-10, retinol and DC-10, and vitamin D and Treg cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harits Ahmad Khalid
"Pendahuluan: Preeklampsia adalah kelainan kehamilan yang ditandai dengan hipertensi yang diikuti oleh proteinuria, disfungsi organ, atau hambatan pertumbuhan janin pada wanita yang sebelumnya normotensif. Berdasarkan timbulnya gejala, preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi awal (<32 minggu), menengah (32-36 minggu), dan terlambat (> 36 minggu). Kekurangan vitamin D ibu dan kondisi resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan risiko preeklampsia. Vitamin D memiliki kemampuan untuk meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin, sehingga kondisi resistensi insulin dapat diperbaiki. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara vitamin D dan kadar glukosa pada jaringan preeklampsia selama kehamilan 36 minggu.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dengan desain cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan plasenta preeklampsia selama kehamilan 36 minggu. Sebanyak 7 sampel diperoleh dari RSUPN Cipto Mangunkusumo pada 2016-2017. Data kadar vitamin D dan glukosa pertama kali diuji normalitas dengan menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson.
Hasil: Berdasarkan uji normalitas, data kadar vitamin D dan glukosa normal (p> 0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang kuat antara vitamin D dan glukosa meskipun data tidak signifikan secara statistik (r = 0,688, p = 0,087).
Diskusi: Ada korelasi positif yang kuat antara vitamin D dan kadar glukosa pada jaringan plas preeklampsia selama kehamilan 36 minggu. Namun, studi lebih lanjut perlu dilakukan dengan 17 sampel untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif.

Introduction: Preeclampsia is a pregnancy disorder characterized by hypertension followed by proteinuria, organ dysfunction, or fetal growth restriction in previously normotensive women. Based on the onset of symptoms, preeclampsia can be classified into early (<32 weeks), intermediate (32-36 weeks), and late (> 36 weeks). Maternal vitamin D deficiency and insulin resistance conditions are associated with an increased risk of preeclampsia. Vitamin D has the ability to increase tissue sensitivity to insulin, so that the condition of insulin resistance can be improved. This study was conducted to determine the relationship between vitamin D and glucose levels in preeclampsia tissue during 36 weeks of pregnancy.
Method: This study was a preliminary study with a cross-sectional design. The sample used in this study was placental tissue preeclampsia during 36 weeks gestation. A total of 7 samples were obtained from Cipto Mangunkusumo Hospital in 2016-2017. Data on vitamin D and glucose levels were first tested for normality using the Shapiro-Wilk normality test and continued with the Pearson correlation test.
Results: Based on normality tests, data on vitamin D and glucose levels were normal (p> 0.05). The Pearson correlation test results show that there is a strong positive correlation between vitamin D and glucose even though the data are not statistically significant (r = 0.688, p = 0.087).
Discussion: There is a strong positive correlation between vitamin D and glucose levels in preeclampsia plas tissue during 36 weeks' gestation. However, further studies need to be done with 17 samples to get more representative results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Maharani
"Preeklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal-perinatal. Plasentasi abnormal menyebabkan hipoksia plasenta dan gangguan regulasi responss imun sehingga mengakibatkan perubahan mikroskopik struktur plasenta berupa penurunan syncytial bridge. Penelitian ini bertujuan mengetahui toleransi imun dan nekrosis pada preeklamsia berdasarkan gambaran syncytial bridge, jumlah sel Treg, konsentrasi LDH serta profil vitamin 1,25(OH)2D3, dan seng.
Penelitian potong lintang ini dilakukan pada bulan Februari–Agustus 2019 di RS Budi Kemuliaan dan RSUD Koja, Jakarta. Subjek penelitian adalah ibu hamil normotensi dan preeklamsia yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan. Subjek dibagi tiga kelompok yaitu: normotensi/NT (n = 20), preeklamsia tanpa komplikasi/PE (n = 21), dan preeklamsia dengan komplikasi/PEK (n = 20). Semua subjek dilakukan pengukuran. jumlah syncytial bridge plasenta (HE), jumlah sel Treg (flowcytometric dan IHK), konsentrasi LDH (enzymatic colorimetric dan ELISA), vitamin 1,25(OH)2D3 (LC-MS/MS) dan seng (ICP-MS) darah maternal dan plasenta. Data diolah menggunakan SPSS versi 2 dan dianalisis dengan uji test-tidak berpasangan dan Mann-Whitney.
Jumlah syncytial bridge pada kelompok PE (10,52/LPB) dan PEK (6,33/LPB) lebih rendah bermakna dibanding NT (14,71/LPB). Syncytial bridge PEK lebih rendah bermakna dibanding PE. Jumlah Treg plasenta kelompok PE (2,89/LPB) dan PEK (2,94/LPB) lebih rendah bermakna dibanding NT (4,11/LPB). Konsentrasi LDH maternal pada PEK (418U/L) lebih tinggi dibanding NT (167,5 U/L), dan PEK lebih tinggi dibanding PE (204 U/L) secara bermakna. Kkonsentrasi 1,25(OH)2D3 maternal kelompok PE (55 pg/mL) dan PEK (41,3 pg/mL) lebih rendah dibanding NT (63,5 pg/mL). Konsentrasi 1,25(OH)2D3 maternal PEK lebih rendah bermakna dibanding PE. Tidak ada perbedaan bermakna konsentrasi seng maternal dan plasenta pada ketiga kelompok.
Sel Treg plasenta kelompok syncytial bridge sangat rendah (SSR) 2,86/LPB dan syncytial bridge rendah (SR) 3,09/LPB lebih rendah secara bermakna dibanding syncytial bridge normal (SN) 3,87/LPB. Konsentrasi LDH maternal SSR (318 U/L) lebih tinggi bermakna dibanding SR (213 U/L) dan SN (168 U/L). Konsentrasi vitamin 1,25(OH)2D3 maternal pada SSR (39 pg/mL) lebih rendah dibandingkan SR (53,85 pg/mL) dan SN (58,10 pg/mL). Peningkatan konsentrasi LDH maternal, penurunan konsentrasi 1,25(OH)2D3 maternal dan sel Treg plasenta merupakan faktor risiko berkurangnya jumlah syncytial bridge. Disimpulkan berkurangnya jumlah syncytial bridge menggambarkan beratnya proses nekrosis yang berhubungan dengan penurunan toleransi imun dan konsentrasi 1,25(OH)2D3 maternal.

Preeclampsia is a specific condition in pregnancy as the main cause of maternal-perinatal morbidity and mortality. Abnormal placentation causes placental hypoxia and disturbances in the regulation of the immune response, thereby resulting in the microscopic structure of the placenta in the form of syncytial bridges. The present study aimed to determine the immune tolerance and necrosis in preeclampsia, on the basis of the syncytial bridge characteristic, Treg cell count, LDH concentration and vitamin 1,25(OH)2D3, and zinc profiles.
This cross-sectional study was carried out from February to August 2019 at RS Budi Kemuliaan and RSUD Koja, Jakarta. The subjects were pregnant women who met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. The subjects were divided into three groups, namely the normotensive (NT) group (n = 20), the uncomplicated preeclampsia (PE) group (n = 21), and the complicated preeclampsia (PEC) group (n = 20). All subjects underwent the following examinations: placental syncytial bridge count (HE), Treg cell count (flowcytometric and IHC), LDH (enzymatic colorimetric and ELISA), 1,25(OH)2D3 (LC-MS/MS) and zinc (ICP-MS) concentration in maternal blood and placenta. The data were processed using SPSS version 20 and analyzed by means of the unpaired t and Mann-Whitney tests.
The syncytial bridge count in groups PE (10.52/HPF) and PEC (6.33/HPF) was significantly lower compared with NT (14.71/HPF). PEC syncytial bridge count was significantly lower than PE. Placental Treg count in groups PE (2.89/HPF) and PEC (2.94/HPF) were significantly lower than that of the NT (4.11/HPF). Maternal LDH concentration in PEC (418U/L) was significantly higher than in NT (167.5 U/L), and PE (204 U/L). Maternal 1,25(OH)2D3 concentration in groups PE (55 pg/mL) and PEC (41.3 pg/mL) was lower compared with NT (63.5 pg/mL). Maternal 1,25(OH)2D3 concentration in group PEC was significantly lower than in PE. There were no significant differences in maternal blood and placental zinc concentration in the three groups. Placental Treg cell counts in the very low syncytial bridge count (VLSB) group (2.86/HPF) and the low syncytial bridge count (LSB) (3.09/HPF) were significantly lower than in the normal syncytial bridge count (NSB) (3.87/HPF). Maternal blood LDH in group VLSB (318 U/L) was higher than those in LSB (213 U/L) and NSB (168 U/L). Maternal 1,25(OH)2D3 concentration in group VLSB (39 pg/mL) was lower compared with LSB (53.85 pg/mL) and NSB (58.10 pg/mL). Increased maternal LDH concentration, decreased maternal 1,25(OH)2D3 concentration and placental Treg cell count were risk factors for decreased syncytial bridge count. It was concluded that the decrease in syncytial bridge count depicts the severity of the necrotic process that is associated with decreased immune tolerance and maternal 1,25(OH)2D3 concentration.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Maasnika Adham
"Preeklamsia merupakan penyebab tersering kematian ibu dan janin di dunia, terutama pada negara berkembang. Di Indonesia, preeklamsia berat dan eklamsia menjadi penyebab 1,5-25% kematian pada masa kehamilan dan 50% penyebab kematian janin. Penelitian di RSUP Palembang, menunjukkan 70% pesalinan dini akibat preeklamsia terjadi pada usia kehamilan 32-36 minggu. Kadar vitamin D serum ibu dikaitkan dengan penyebab terjadinya preeklamsia, namun belum ada penelitian yang mengukur kadar vitamin D pada plasenta. Kadar vitamin D pada preeklamsia juga berkaitan dengan keadaan resistensi insulin. Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara kadar vitamin D dan glukosa pada plasenta yang mengalami yang mengalami preeklamsia pada usia kehamilan 32-36 minggu. Desain penelitian ini adalah potong lintang. Sampel merupakan jaringan plasenta tersimpan di Laboratorium Biokimia FKUI. Jaringan plasenta diambil dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Data vitamin D dan glukosa dianalisis korelasinya dengan Pearson. Kadar vitamin D pada plasenta preeklamsia adalah 0,0069 ± 0,00232 ng/mg protein dan kadar glukosa pada plasenta preeklamsia adalah 0,0000025 ± 0,000002 ng/mg protein. Dari hasil ini dilakukan uji korelasi Pearson dengan hasil r = -0,688 dan p = 0,065. Korelasi antara konsentrasi vitamin D dan glukosa cenderung negatif kuat pada plasenta yang mengalami preeklamsia pada usia kehamilan 32-36 minggu.

Preeclampsia is the most common cause of maternal and fetal death in the world, especially in developing countries. In Indonesia, severe preeclampsia and eclampsia cause 1.5-25% of deaths during pregnancy and 50% of fetal death. Research at the Palembang General Hospital showed that 70% of early delivery due to preeclampsia occurred at 32-36 weeks' gestation. Studies have measured assosiation between maternal serum vitamin D and preeclapmsia but not vitamin D levels in the placenta. Vitamin D levels in preeclampsia are associated with insulin resistance. This study aimed to find a correlation between vitamin D and glucose levels in the placenta who experienced preeclampsia at 32-36 weeks gestation. The design of this study is cross sectional. Samples are placental tissue stored in the FKUI Biochemistry Laboratory. Placental tissue was taken from Cipto Mangunkusumo Hospital. Data on vitamin D and glucose were analyzed for correlation with Pearson. Vitamin D and glucose levels in preeclampsia placenta are 0.0069 ± 0.00232 ng/mg protein and 0.0000025 ± 0.000002 ng/mg protein. Pearson correlation test was carried out with the results r=-0.668 and p=0.065. The correlation between vitamin D and glucose concentrations tends to be strongly negative in the placenta who has preeclampsia at 32-36 weeks gestation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andi Iqbal Maulana
"Pendahuluan: Di Indonesia, kasus preeklamsia menyebabkan tingginya angka kematian bayi dan anak, yaitu 40% untuk kematian ibu dan 30-50% untuk kematian perinatal. Defisiensi vitamin D diduga mempengaruhi patogenesis preeklamsia. Selain itu, vitamin D diketahui mempengaruhi sensitivitas insulin secara linier, namun pernyataan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, terutama pengaruh vitamin D pada preeklamsia. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar vitamin D dan kadar glukosa pada jaringan plasenta preeklamsia terutama di bawah 32 minggu, untuk melihat pengaruh vitamin D terhadap kadar glukosa jaringan plasenta. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dan menggunakan desain cross sectional. Sampel plasenta preeklamsia yang digunakan adalah sampel simpanan yang diambil dari RSU Cipto Mangunkusumo dengan rentang tahun 2016-2017, dengan nomor etik: 0878/UN2.F1/ETIK/2018. Sampel plasenta preeklamsia sebanyak 10 sampel. Kadar vitamin D diukur menggunakan kit Elabscience, sedangkan kadar glukosa diukur menggunakan kit Ransel Randox, menggunakan metode spektrofotometri. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode Pearson. Hasil: Kadar vitamin D dan kadar glukosa pada jaringan plasenta preeklampsia di bawah 32 minggu berhubungan terbalik secara lemah berdasarkan korelasi Pearson (p = -0,180). Namun, korelasi ini tidak signifikan menurut uji signifikansi 1-ekor (p = 0,310). Kesimpulan: Korelasi vitamin D dan glukosa pada jaringan plasenta preeklamsia di bawah 32 minggu adalah negatif lemah.

Introduction: In Indonesia, cases of preeclampsia cause high infant and child mortality rates, namely 40% for maternal deaths and 30-50% for perinatal deaths. Vitamin D deficiency is thought to influence the pathogenesis of preeclampsia. In addition, vitamin D is known to affect insulin sensitivity linearly, but this statement still requires further research, especially the effect of vitamin D on preeclampsia. This study aims to compare vitamin D levels and glucose levels in preeclampsia placental tissue, especially under 32 weeks, to see the effect of vitamin D on placental tissue glucose levels. Methods: This research is an analytic study and uses a cross sectional design. The preeclampsia placenta sample used was a deposit sample taken from Cipto Mangunkusumo General Hospital with a range of 2016-2017, with an ethic number: 0878/UN2.F1/ETIK/2018. There were 10 samples of preeclampsia placenta. Vitamin D levels were measured using the Elabscience kit, while glucose levels were measured using the Randox Backpack kit, using the spectrophotometric method. The data obtained were then analyzed by the Pearson method. Results: Vitamin D levels and glucose levels in preeclamptic placental tissue under 32 weeks were weakly inversely related based on the Pearson correlation (p = -0.180). However, this correlation was not significant according to the 1-tailed significance test (p = 0.310). Conclusion: The correlation of vitamin D and glucose in preeclampsia placenta tissue under 32 weeks is weak negative."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Deviana Nawawi
"Usia lanjut berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D, sedangkan vitamin D memiliki efek protektif terhadap massa otot. Penurunan massa otot dan fungsinya disebut dengan sarkopenia. Prevalensi sarkopenia sangat tinggi pada usia lanjut yang tinggal di panti wreda, kondisi ini disebabkan gaya hidup sedentari pada penghuni panti wreda. Deteksi dini sarkopenia dapat dilakukan dengan mengukur fungsi otot, salah satunya adalah mengukur performa fisik dengan tes short physical performance battery (SPPB). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk melihat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di lima panti wreda yang terdaftar di Kota Tangerang Selatan. Pengambilan subjek dilakukan dengan cara proportional random sampling, didapatkan 100 usila yang memenuhi kriteria penelitian. Pemeriksaan kadar vitamin D menggunakan kadar kalsidiol serum dengan metode chemiluminescence immunoassay (CLIA). Pemeriksaan massa otot menggunakan bioelectric impedance analysis Tanita SC-330. Analisis korelasi menggunakan uji nonparametrik. Didapatkan nilai tengah usia subjek adalah 74,89 tahun dan 72% subjek adalah perempuan. Terdapat  85% subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang dan  94% subjek memiliki skor pajanan sinar matahari yang rendah, serta seluruh subjek masih memiliki massa otot yang normal. Nilai tengah kadar vitamin D serum  adalah 15,50(4-32) ng/mL, dengan 72% subjek mengalami defisiensi vitamin D. Nilai tengah performa fisik adalah 9(3-12) dan sebanyak 47% subjek mengalami performa fisik yang buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di panti wreda (r=0,130; p=0,196).

Elderly individuals have a risk of vitamin D deficiency, whereas vitamin D has a protective effect on muscle mass. Decrease in muscle mass and function is called sarcopenia. The prevalence of sarcopenia is very high in the elderly who live in nursing homes, this condition is due to the sedentary lifestyle. Early detection of sarcopenia can be done by measuring physical performance with short physical performance battery (SPPB) test. This cross-sectional study aimed to explore the correlation between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in five nursing homes registered in South Tangerang. A hundred subjects who fulfilled study criteria gathered using proportional random sampling method. Examination of vitamin D levels using calcidiol serum with the chemiluminescence immunoassay (CLIA) method. Muscle mass was measured using bioelectric impedance analysis Tanita type SC-330. Nonparametric correlation was used for correlation analysis. Median age of subjects was 74.89 years old and 72% were female. Eighty-five percent of subjects had low vitamin D intake, 94% of subjects had low sun exposure score, and all subjects had normal muscle mass. Mean level of vitamin D serum was 15.50 (4-32) ng/mL, with 72% of subjects had vitamin D deficiency. Mean score of physical performance was 9(3-12) and 47% of subjects had low physical performance. This study showed that there was no correlation found between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in nursing homes (r=0.130; p=0.196)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Haryanto
"Prevalensi penyakit kardiovaskuler (PKV) meningkat seiring dengan proses penuaan. Aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan diikuti peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Vitamin D merupakan vitamin yang memiliki efek antiinflamasi dan dapat menurunkan kadar hsCRP. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin D dengan kadar hsCRP pada usia lanjut (usila). Penelitian dilakukan di Pusat Santunan Keluarga (Pusaka) 12 di Tomang dan Pusaka 39 di Senen pada pertengahan bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara cluster random sampling, dan didapatkan 71 orang subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara meliputi data usia, asupan vitamin D dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) semikuantitatif serta total skor pajanan sinar matahari mingguan. Pengukuran antropometri untuk menilai status gizi dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi kadar vitamin D dan hsCRP. Didapatkan median usia 69 (60-85) tahun dan 80,3% subyek adalah perempuan. Malnutrisi terdapat pada 71,8 % subyek. Asupan vitamin D menunjukkan 98,6% subyek memiliki asupan vitamin D kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Sebanyak 97,2% subyek memiliki skor pajanan sinar matahari rendah. Nilai rerata kadar vitamin D 38,02±12,94 nmol/L dan 78% subyek tergolong defisiensi vitamin D. Nilai median kadar hsCRP 1,5 (0,1-49,6) mg/L, dan 67,6% subyek tergolong risiko PKV sedang dan tinggi. Didapatkan korelasi positif tidak bermakna antara kadar vitamin D serum dengan kadar hsCRP pada usila (r=0,168, p=0,162).

The prevalence of cardiovascular disease (CVD) increases in the elderly. Atherosclerosis is a major cause of CVD which stimulate inflammation and followed by increase production of C-reactive protein (CRP). Vitamin D is a vitamin which has anti-inflammatory effects and may reduce level of hsCRP. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between serum vitamin D level and hsCRP in elderly. Data collection was conducted during December 2012 to January 2013 on 2 selected Pusaka, Pusaka 12 (Tomang) and Pusaka 39 (Senen). Subjects were obtained using cluster random sampling method. A total of 71 elderly subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews including age, vitamin D intake and weekly score of sunlight exposure. Anthropometry measurements to assess the nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of vitamin D and hsCRP. Majority of the subjects were female (80,3%), median age was 69 (60-85) years. Malnutrition was occured in 71.8% of the subjects. Intake of vitamin D showed 98.6% of the subjects were less than recommended dietary allowances (RDA). Majority of the subjects had low score of sunlight exposure (97,2%). Mean of vitamin D levels 38,02±12,94 nmol/L, while 78% the of subjects were categorized as vitamin D deficiency. Median of hsCRP levels 1,5 (0,1-49,6) mg/L, while 67,6% subjects were at moderate and high risk of CVD. No significant correlation was found between serum vitamin D levels and hsCRP levels (r=0,168, p=0,162).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isa Rosalia Ruslim
"Hipovitaminosis D selama masa kehamilan dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan dan pada janin. Selain itu data mengenai status vitamin D pada ibu hamil terutama trimester 1 di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalsidiol serum pada ibu hamil trimester 1 dan korelasinya dengan asupan vitamin D dan skor paparan sinar matahari.
Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang pada ibu hamil sehat usia 20-35 tahun dengan usia kehamilan <12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan rerata usia subyek 27,36+3,91 tahun dengan median usia kehamilan 9 minggu. Sebagian besar subyek berpendidikan tinggi (68,1%), status bekerja (70,2%) dengan pendapatan >UMP (59,6%) dan rerata IMT 23,74+3,83 kg/m2. Asupan lemak, protein, dan kalsium subyek
Median skor paparan sinar matahari adalah 14 (0-42) dengan median lama paparan 17,41 (0-85,71) menit. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar kalsidiol serum dengan kelompok lama paparan sinar matahari 5-30 menit dan >30 menit (p=0,033). Rerata kadar kalsidiol serum 39,26+10,25 nmol/mL (insufisiensi) dengan 100% subyek memiliki kadar kalsidiol serum < 80 nmol/L yang menggambarkan keadaan hipovitaminosis D.
Tidak terdapat korelasi antara kadar kalsidiol serum dengan skor paparan sinar matahari (r=0,087; p=0,562), dan asupan vitamin D (r=-0,049; p=0,745). Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester 1 di Jakarta mengalami hipovitaminosis D sehingga perlu segera diatasi melalui konseling dan edukasi gizi.

Vitamin D deficiency could be related to several complications to pregnancy`s outcomes, both for mother and fetus. Besides, there is limited data regarding to vitamin D status among pregnant women in Indonesia especially during the first trimester. Therefore this study was performed to determine serum calcidiol on the first trimester of pregnancy and its correlation to vitamin D intake and sun exposure score.
The methode in this study was cross-sectional study among healthy pregnant women aged 20-35 years old on their first trimester of pregnancy. Average age of the subjects was 27.36±3.91 years old with median gestational age of 9 weeks. Most of the subjects was well educated (68.1%), working (70.2%) with monthly income equal and more than the province minimum salary (59.6%), and with BMI average of 23.74±3.83 kg/m2. Mostly the subjects had fat, protein, and calcium intake below its RDA with the average intake of 44.49±22.22 g/day; 45.07±19.35 g/day; 661.93±405.91 mg/day, respectively. Vitamin D intake was mostly below its RDA with a median of 2.9 mcg/day and ranged from 0.3 to 15.6 mcg/day.
The median score of sun exposure score was 14 that ranged from zerro to 42, with a median for its duration of 17.41 minutes that ranged from zerro to 85.71 minutes. In this study, there was significant differences between serum calcidiol and sun exposure duration in 5-30 minutes and more than 30 minutes groups (p=0,033). As the main finding, it reveals that the average of serum calcidiol was 39.26±10.25 nmoL/mL or classified as insufficient where all of the subjects (100%) had serum calcidiol less than 80 nmol/L (hypovitaminosis D).
However, there were no significant correlations between serum calcidiol with sun exposure score and vitamin D intake (r=0.087 and p=0.562; r=-0,049 and p=0.745, respectively). In conclusion, all of the pregnant women in Jakarta, especially in their first trimester had low vitamin D status. Therefore, intervention is needed, i.e. through prenatal counselling and nutrition education regarding to natural sources of vitamin D.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami Ningsih
"Kadar vitamin D dapat menurun pada penggunaan OAE lebih dari 6 bulan karena mengaktivasi pregnane x receptor (PXR) yang selanjutnya akan meningkatkan regulasi 24-hydroxylase. Hal ini dapat memicu perubahan vitamin D menjadi metabolit inaktif. Karbamazepin (CBZ), fenitoin (PHT), fenobarbital (PHB) dan asam valproat (VPA) merupakan jenis OAE generasi pertama yang banyak digunakan di RSCM. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kadar vitamin D dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan OAE generasi tunggal
Metode. Desain penelitian berupa studi potong lintang dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Subyek penelitian adalah orang dengan epilepsi yang mengkonsumsi CBZ, PHT, PHB dan VPA minimal 6 bulan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada subyek dilakukan wawancara, pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, recall makanan dan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kadar vitamin D.
Hasil. Dari 59 subyek diperoleh subyek lelaki : perempuan (1,4:1). Sebagian besar subyek menggunakan karbamazepin (45,8%) dengan durasi penggunaan OAE berkisar 6 bulan – 35 tahun. Lebih banyak subyek yang mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup lebih banyak dibandingkan yang kurang. Prevalensi kadar vitamin D rendah, yaitu, 30,5%. Median vitamin D yaitu, 36,9 ng/ml.
Kesimpulan. Kadar vitamin D pada penggunaan OAE generasi pertama tunggal lebih dari 6 bulan adalah normal. Kadar vitamin D tidak dipengaruhi oleh jenis OAE, durasi penggunaan OAE dan asupan vitamin D. Namun kadar vitamin D pada orang dengan epilpesi dipengaruhi oleh jumlah paparan sinar matahari.

Level of vitamin D can be decreased by first generation anti epileptic anti epileptic drugs (AEDs) due to pregnane x receptor (PXR) activated and increase of 24-hydroxylase regulation. Carbamazepine (CBZ), phenytoin (PHT), phenobarbital (PHB) or valproic acid (VPA) are first generation AEDs that are common used at Cipto Mangunkusumo Hospital. Therefore, the aim of this study is knowing vitamin D level in patients that have been treated by those AEDs more than 6 months.
Method. This was a cross-sectional study with consecutive sampling. Subjects were people with epilepsy taking CBZ, PHT, PHB, or VPA for at least 6 months and fulfilled both inclusion and exclusion criteria. All subjects were interviewed, food recalled and underwent physical examination and measurements of vitamin D level.
Result. Among 59 subjects, male:female ratio is 1.4:1. Most subjects using carbamazepine (45.8%) with duration of OAE therapy is 6 months - 35 years. Prevalence of hipovitaminosis D is 30.5%. Median of vitamin D is 36.1 ng / ml.
Conclusion. Vitamin D level is normal among people with epilepsy (PWE) and not influenced by AEDs type, duration of medication and food intake. However, vitamin D level is influenced by sun exposure in PWE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Luther Holan Parasian
"Vitamin D adalah salah satu mikronutrien yang penting bagi manusia terlebih lagi pada ibu hamil. Di beberapa Negara kekurangan vitamin D menjadi masalah yang terabaikan terutama di negara Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Ibu hamil yang kekurangan vitamin D dapat berisiko lebih tinggi untuk mengalami pre eklampsia. Pada bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kekurangan vitamin D dapat lahir dengan berat badan yang rendah dan kedepannya dapat mengalami gangguan pada organ penting seperti otak dan tulang. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan sedini mungkin dari trsimester pertama. Namun terbatasnya fasilitas untuk mengukur tersebut mendorong untuk mencari tahu faktor yang berperan penting dalam kadar vitamin D seperti asupan harian.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2013 sampai 2014 dengan subjek ibu hamil trimester pertama yang tinggal di Jakarta.
Metode penelitian menggunakan pengukuran 25-hidroxivitamin D terstandar untuk memperoleh kadar vitamin D dalam darah subjek serta food-frequency questionnaire (FFQ) untuk mengetahui asupan harian vitamin D subjek. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan piranti lunak SPSS for Windows 20.0 lalu dianalisis dengan uji Spearman. Didapatkan bahwa persentase subjek hipovitaminosis vitamin D adalah sebesar 43,5% (27 orang, n = 62) dan seluruh subjek memiliki asupan vitamin D harian yang rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antara asupan harian vitamin D dengan kadar 25-hidroxivitamin D. Banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya adalah sinar matahari.

Vitamin D is one of the important micronutrients for humans especially pregnant women. In some countries, deficiency of vitamin D is one of neglected health problem, especially in South-East countries including Indonesia. Pregnancy women with deficiency vitamin D may be higher risk for having preeclampsia. In infants born from mother who have deficiency vitamin D may be born with low birth weight. Some important organs development will interference such as brain and bone. Therefore, prevention from deficiency vitamin D should be conducted as early as possible from first trimester pregnancy. But there are limitation in vitamin D measurement facilities so these research purpose is to elaborate the others factor that influencing vitamin D in blood and the most important factor is diet vitamin D. These research aims to determine whether a correlation between vitamin D intake and value of vitamin D in blood.
Running a cross-sectional study design, this research uses secondary data from a former research by Faculty Medicine of University Indonesia conducted in 2013 ? 2014 with pregnant women living in Jakarta.
The research method comprised a 25-hydroxyvitamin D measurement and the usage of food-frequency questionnaire (FFQ) to obtain subject's vitamin D in blood and vitamin D intake respectively. Using SPSS for Windows 20.0 software, data is then analyzed by Spearman, resulting 43.5% (n = 62) of subjects being hypovitaminosis D (<10 ng/mL) and the whole subjects receiving under the boundary value of vitamin D (12 mcg/day).
This research shows that no correlation could be found between vitamin d intake and value of vitamin D in blood.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>