Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farhan Hibatullah
"Penelitian ini menganalisa Liberalisasi Ekonomi Arab Saudi melalui Visi Saudi 2030 Sebagai Sekuritisasi Kepentingan Politik Muhammad bin Salman. Perekonomian Kerajaan Arab Saudi sangat bergantung pada sektor minyak dan gas bumi. Permasalahannya, sektor minyak dan gas bumi bukan merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dan sektor minyak dan gas bumi mengalami fluktuasi harga. Hal tersebut membuat stabilitas ekonomi Kerajaan Arab Saudi sangat rentan. Guna menanggalkan ketergantungan terhadap sektor minyak dan gas bumi maka Muhammad Bin Salman selaku Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi menginisiasi program Visi Saudi 2030. Yi Feng mengatakan bahwa instabilitas ekonomi dapat mempengaruhi stabilitas politik. Berdasarkan pernyataan tersebut maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana Visi Saudi 2030 sebagai liberalisasi ekonomi dapat mengamankan kepentingan politik Muhammad bin Salman? Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan teori liberalisasi ekonomi serta teori keamanan rezim diharapkan mampu menjawab pertanyaan penelitian. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Visi Saudi 2030 sebagai liberalisasi ekonomi Arab Saudi merupakan upaya untuk mengamankan kepentingan politik Muhammad bin Salman.

This study analyzes Saudi Arabia's Economic Liberalization through Saudi Vision 2030 as a Securitization of Political Interests of the Muhammad bin Salman Regime. The economy of the Kingdom of Saudi Arabia is highly dependent on the oil and gas sector. The problem is that the oil and gas sector is not a renewable resource and the oil and gas sector experiences price fluctuations. This makes the economic stability of the Kingdom of Saudi Arabia very vulnerable. In order to get rid of dependence on the oil and gas sector, Muhammad Bin Salman as the Crown Prince of the Kingdom of Saudi Arabia initiated the Saudi Vision 2030 program. Yi Feng said that economic instability could affect political stability. Based on this statement, the question of this research is how the Saudi Vision 2030 as economic liberalization can secure the regime of Muhammad bin Salman? By using qualitative research methods and using the theory of economic liberalization and regime security theory, it is expected to be able to answer research questions. This paper concludes that the Saudi Vision 2030 as Saudi Arabia's economic liberalization is an effort to secure the regime of Muhammad bin Salman."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zelvio Apri Verit
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa Indonesia menyepakati liberalisasi perdagangan pada sektor perikanan dalam kerja sama Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA). Penelitian ini menggunakan dua konsep. Pertama adalah Society Centered Approached yang dikemukakan oleh Thomas Oatley kemudian yang kedua adalah Two Level Game yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam. Adapun metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi literatur dan wawancara sebagai instrumen dalam pengumpulan data. Penelitian ini menemukan bahwa kelompok kepentingan untuk tujuan umum membentuk aksi kolektif berupa siaran pers bersama yang ditujukan kepada Pemerintah Indonesia guna meninjau kembali kesepakatan sektor perikanan dan IE-CEPA. Berdasarkan negosiasi yang dilakukan oleh kelompok kepentingan dengan pemerintah dapat dilihat bahwa perjanjian yang disepakati mencerminkan kepentingan kelompok ekonomi. Berdasarkan preferensi negosiator Indonesia liberalisasi perdagangan yang dibentuk dalam IE-CEPA dilandaskan pada tiga alasan utama. Pertama, EFTA merupakan kelompok negara yang memiliki daya beli yang tinggi. Kedua, IE-CEPA merupakan milestone Indonesia untuk memasuki pasar Kawasan Eropa. Kemudian yang terakhir berdasarkan request dan offer pada sektor perikanan, negosiator Indonesia memfokuskan negosiasinya pada peningkatan kapasitas guna meningkatkan mutu perikanan Indonesia di pasar Kawasan Eropa dan Amerika. Berdasarkan hal tersebut pada akhirnya mendorong Indonesia untuk meliberalisasi sektor perikanan dalam kerjasama IE-CEPA.

This study aims to analyze the reason of Indonesia agreed toward liberalization of the fisheries sector in the Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE- CEPA). This study uses two concepts. The first is the Society Centered Approach proposed by Thomas Oatley then the second is the Two Level Game that proposed by Robert D. Putnam. The methodology used in this study is a qualitative method with literature studies and interviews as instruments in collecting the data. This study found that interest groups for the general purpose are forming a collective action in the form of a joint press release addressed to the Government of Indonesia to review the fisheries sector agreement and the IE-CEPA. Based on the negotiations conducted by the interest groups with the government, the agreements reflect the interests of the economic groups. Based on the preferences of Indonesian negotiators, the trade liberalization established in the IE-CEPA is based on three main reasons. First, EFTA is a group of countries that have high purchasing power. Second, IE-CEPA is a milestone for Indonesia to enter the European Region market. Then finally, based on requests and offers in the fisheries sector, Indonesian negotiators focused their negotiations on capacity building to improve the quality of Indonesian fisheries in the European and American markets. Based on the result, it encourages Indonesia to liberalize the fisheries sector in the IE-CEPA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif
"Artikel ini menjelaskan penetrasi industri gula swasta dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat pedesaan di Probolinggo pada kurun waktu 1870 hingga 1908. Penelitian-penelitian terdahulu, baik yang dilakukan sarjana asing maupun Indonesia hampir tidak menyentuh wilayah Probolinggo sebagai ruang lingkup kajian mereka. Hanya R.E. Elson (1984) yang menyinggung Probolinggo dalam kajiannya mengenai industri gula di karesidenan-karesidenan di Ujung Timur Jawa. Setelah pemerintah kolonial Hindia-Belanda membuka Jawa bagi investasi swasta pada tahun 1870, Probolinggo hadir sebagai salah satu wilayah yang menjadi target ekspansi industri gula swasta. Kombinasi dari kesuburan tanah, ketersediaan sawah yang dapat dijadikan perkebunan tebu, dan jumlah penduduk yang besar menjadi alasan mengapa Probolinggo dijadikan salah satu wilayah target penetrasi industri gula swasta. Dengan menggunakan metode sejarah, artikel ini menemukan bahwa di tengah-tengah penetrasi industri gula swasta, masyarakat pedesaan di Probolinggo adalah pihak yang terdampak langsung kebijakan eksploitasi, sebagai akibat terserapnya tanah dan tenaga kerja mereka ke dalam sistem ekonomi perkebunan yang kapitalistik. Berbagai beban baru yang harus ditanggung oleh masyarakat pedesaan pada gilirannya menimbulkan gerakan protes di antara mereka yang ditandai dengan munculnya perlawanan dalam bentuk pembakaran perkebunan tebu.

This article explains the penetration of the private sugar industry and its impact on the lives of rural communities in Probolinggo in the period 1870 to 1908. Previous research, both by foreign and Indonesian scholars, barely touched the Probolinggo area as the scope of their studies. Only R.E. Elson (1984) mentioned Probolinggo in his study of the sugar industry in residencies in the Eastern End of Java. After the Dutch East Indies colonial government opened Java to private investment in 1870, Probolinggo emerged as one of the areas targeted for expansion of the private sugar industry. The combination of soil fertility, availability of rice fields that can be used as sugar cane plantations, and a large population were the reasons why Probolinggo is one of the target areas for private sugar industry penetration. Using historical methods, this article finds that in the midst of the penetration of the private sugar industry, rural communities in Probolinggo were directly affected by exploitation policies, as a result of their land and labor being absorbed into the capitalist plantation economic system. The various new burdens that had to be borne by rural communities in turn gave rise to a protest movement among them which was marked by the emergence of resistance in the form of burning sugar cane plantations."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan
"Keberpihakan kepada petani yang dianggap sebagai kelompok rentan seringkali digunakan sebagai pertimbangan populis dalam menjustifikasi lahirnya kebijakan protektif dari pengaruh eksternal. Contoh yang paling sesuai dapat dilihat pada kasus liberalisasi perdagangan beras di kawasan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) di mana hingga saat ini masih menyisakan konsensus samar-samar tentang dampaknya terhadap capaian ketahanan pangan hingga pengaruhnya terhadap eksistensi petani beras yang sejatinya memiliki peran unik. Peran tersebut mencakup sebagai produsen maupun konsumen sehingga menjadikan langkah pemerintah semakin dilematis dan kompleks dalam rangka menjamin pangan bagi masyarakatnya. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak liberalisasi perdagangan ASEAN terhadap ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pada kasus beras. Untuk menjawab tujuan tersebut digunakan gabungan pendekatan, yaitu Model Global Trade Analysis Project (GTAP) untuk menangkap perilaku perdagangan beras di kawasan ASEAN dan Model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) untuk menyentuh dinamika perubahan konsumsi dan kesejahteraan pada kelompok rumah tangga petani beras. Di samping kedua model tersebut, beberapa pendekatan dikombinasikan untuk mendukung simulasi kebijakan yang dirancang, misalnya penggunaan Model Gravitasi dan simulasi Monte Carlo. Data yang digunakan berjenis data sekunder yang berasal dari basis data GTAP, Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas), World Bank, Food and Agriculture Organization (FAO), World Integrated Trade Solution (WITS), dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan ASEAN berdampak positif terhadap ketahanan pangan (beras) di Indonesia dibandingkan ketika restriksi perdagangan diterapkan. Kemajuan yang positif ini akan terekskalasi apabila diikuti dengan efisiensi biaya produksi padi/beras. Transmisi kondisi positif tersebut secara konsisten tidak hanya terjadi pada level nasional namun juga bermuara pada level rumah tangga petani padi/beras. Bahkan kelompok rumah tangga petani net produsen dan net konsumen beras menghadapi situasi better off, baik berupa peningkatan konsumsi beras, perbaikan pola konsumsi pangan, maupun welfare gaining ketika liberalisasi perdagangan ASEAN diberlakukan. Di sisi lain, agenda liberalisasi perdagangan ASEAN tidak hanya menyasar pada keterbukaan berkompetisi tetapi juga tawaran berkolaborasi melalui stok beras regional. Simulasi terkait stok beras tersebut ternyata mampu mendukung pencapaian ketahanan pangan nasional dan sekaligus mendorong peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani padi/beras. Penelitian ini akhirnya mematahkan keyakinan umum yang memandang remeh peran liberalisasi perdagangan beras terhadap upaya penyediaan pangan masyarakat dan kehidupan petani.

There is an irony that occurs when trade liberalization is rejected in favor of pursuing national food security to protect farmers. This irony is farmers are worse off under national food security than they are under trade liberalization. Various concerns that have arisen were addressed with popular policies, especially the protection and raising of food prices. So why does commitment to trade liberalization seem to be a prestigious ambition only on paper. This study investigates this phenomenon as it occurs in the case of the impact of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) trade liberalization on Indonesian food (rice) security and rice farmers. We use a combined approach to solve it comprehensively. Our approach brings together the Global Trade Analysis Project (GTAP) Model, Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) Model, Gravity Model, and Monte Carlo. These approaches rely on secondary data sourced from the GTAP database, National Socio-Economic Survey, World Bank, Food and Agriculture Organization (FAO), World Integrated Trade Solution (WITS), and others.
The findings of our research show that the ASEAN trade liberalization would have a positive impact on Indonesian food (rice) security if compared with trade restricted policies. These positive effects would be enhanced if the open market were to be followed by actions to increase efficiency and reduce the cost of rice. Furthermore, to see the consistency of these impacts, we scrutinize at rice farming households as net rice producers or net rice consumers. They are the nucleus of food security and saw improvements in rice consumption, food consumption pattern, and welfare gains when trade liberalization took place. Besides the vigorous competition that would result from trade liberalization, collaboration through regional rice stocks could help us to achieve national food security and farmer welfare. This research objectively defies common belief that underestimates the role of rice trade liberalization for feeding the nation and farmers life."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saeful Fitriana
"Tesis ini membahas tentang kontinuitas pragmatisme dalam politik luar negeri Arab Saudi pada masa pemerintahan Raja Salman 2015-2017 dari perspektif liberalisme. Pandangan liberalisme secara umum berasumsi bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual dan percaya terhadap kemajuan. Meskipun demikian, politik luar negeri Saudi yang telah berubah menjadi proaktif untuk mewujudkan keamanan, stabilitas dan kemakmuran di tingkat regional dan internasional masih menghadapi ancaman ekstrimisme, terorisme dan ekspansi Iran hingga saat ini. Kontradiksi antara asumsi liberalisme dan fakta-fakta yang terjadi dianalisis menggunakan teori interdependensi kompleks yang mencoba untuk mensintesis perspektif realisme dan liberalisme.
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengambil data melalui telaah dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontinuitas pragmatisme politik luar negeri Saudi pada masa Raja Salman disebabkan oleh peran sang raja yang melakukan sentralisasi kekuasaan kepada anaknya, Muhammad bin Salman MbS . Di usianya yang masih sangat muda, MbS telah menegaskan perannya sebagai pembuat kebijakan keamanan dan ekonomi kerajaan. Sikap pragmatis dalam politik luar negeri Saudi terlihat jelas pada kebijakannya yang lebih didasarkan atas pengalaman, cita-cita, pertahanan dan keamanan, kepentingan politik dan ekonomi ketimbang ideologi yang dianut oleh kerajaan.

This thesis discusses the continuity of pragmatism in Saudi Arabian foreign policy in the reign of King Salman 2015 2017 from the perspective of liberalism. The view of liberalism is generally assumed that international relations can be cooperative rather than conflictual and along with believing in progress. Nevertheless, the Saudi foreign policy, which has become proactive in achieving security, stability and prosperity at the regional and international levels, continues to face threats of extremism, terrorism and Iranian expansion to the present time. The contradiction between the existing assumption and the facts that have occurred has been analyzed by the theory of complex interdependence which have to synthesize the perspectives of realism and liberalism.
The method used by the researcher is the qualitative method by taking data through document review. The results of this study shows that the continuity of pragmatism in Saudi Arabia 39 s foreign policy under King Salman bin Abdulaziz is caused by the role of King Salman who has given his centralized power to his son, Muhammad bin Salman MbS . At a very young age, MbS has asserted its role as a royal security and economic policy maker. The pragmatism of Saudi foreign policy is clearly reflected in its policy of experience, expectation, defense and security, political and economic interests rather than the Islamic principle adopted by the Kingdom.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T50149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiya Azahra Hidayat
"Kerajaan Arab Saudi mempunyai sejarah yang panjang dalam menerapkan hukum Islam sebagai acuan pada kebijakan-kebijakan negara. Modernisasi yang terjadi di Arab Saudi tentunya bersinggungan dengan Wahabisme yang diterapkan sebagai ideologi utama di Kerajaan Arab Saudi. Penelitian ini membahas tentang modernisasi di Arab Saudi yang digagas oleh Muhammad bin Salman dalam Visi 2030. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis dan menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan. Teori yang digunakan adalah teori fungsional struktural yang digagas oleh Talcott Parsons dengan pendekatan decision making process dan teori modernisasi oleh Inglehart dan Welzel. Hasil dalam penelitian ini adalah masa kepemimpinan Raja Salman dan Kerajaan Arab Saudi yang menerapkan Visi 2030 sebagai bentuk modernisasi oleh Muhammad bin Salman. Terdapat perubahan yang signifikan dalam pemerintahan Arab Saudi dari masa ke masa. Masyarakat yang dulu dikenal konservatif dapat dengan cepat menerapkan reformasi ekonomi dan sosial yang mulai mengarah pada sistem liberal. Hal tersebut dikarenakan kuatnya kekuasaan yang dipimpin oleh raja dan terjaminnya kesejahteraan negara.

The Kingdom of Saudi Arabia has a long history of applying Islamic law as a reference for state policies. The modernization that has taken place in Saudi Arabia is of course intersect with Wahabism which is applied as the main ideology in the Kingdom of Saudi Arabia. This study discusses modernization in Saudi Arabia which was initiated by Muhammad bin Salman in Vision 2030. The research method that the author uses is a qualitative research method with a descriptive analysis approach and uses library data collection techniques. The theory used is the structural functional theory initiated by Talcott Parsons with a decision making process approach and modernization theory by Inglehart and Welzel. The results in this study are the reign of King Salman and the Kingdom of Saudi Arabia who implemented Vision 2030 as a form of modernization by Muhammad bin Salman. There have been significant changes in the government of Saudi Arabia from time to time. Societies that were once known to be conservative were able to quickly implement the economic and social reforms that began to lead to a liberal system. This is due to the strong power led by the king and the guarantee of state welfare."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Mutiara Putri Heriandita
"Penelitian ini membahas upaya diplomasi yang dilakukan Arab Saudi guna mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan juga membangun citra Arab Saudi menuju tercapainya Saudi Vision 2030. Hal ini membuat Arab Saudi mencari jalur alternatif baru untuk melakukan diplomasinya. Salah satu cara Arab Saudi melakukan diplomasi melalui diplomasi olahraga yaitu dengan menyelenggarakan ajang balap Formula 1. Penelitian ini dikaji menggunakan teori diplomasi olahraga dan konsep Multi-Track Diplomacy atau jalur-jalur diplomasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik studi pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya praktik diplomasi olahraga yang dilakukan oleh Arab Saudi dengan memanfaatkan jalur-jalur diplomasi baru untuk mencapai tujuan utamanya yaitu diversifikasi ekonomi dan membangun citra melalui enam dari sembilan jalur diplomasi.

This research discusses the diplomatic efforts undertaken by Saudi Arabia to reduce dependence on petroleum and also build Saudi Arabia's image towards achieving Saudi Vision 2030. This has made Saudi Arabia look for new alternative routes to carry out its diplomacy. One way Saudi Arabia carries out diplomacy through sports diplomacy is by holding a Formula 1 racing event. This research was studied using sports diplomacy theory and the concept of Multi-Track Diplomacy or diplomatic pathways. The research method used is a qualitative research method with library study techniques. The result of this research is the discovery of sports diplomacy practices carried out by Saudi Arabia by utilizing new diplomatic channels to achieve its main goals, namely economic diversification and image building through six of the nine diplomatic channels."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Rizki Amalsyah
"Visi 2030 Arab Saudi merupakan kebijakan yang diinisiasikan oleh Mohammed Bin Salman (MBS) untuk mendiversifikasi ekonomi negara tersebut. Salah satu sektor yang menjadi fokus pengembangan adalah pariwisata. Kebijakan publik sektor pariwisata Arab Saudi berfungsi sebagai landasan peraturan untuk mencapai visi 2030. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi kebijakan MBS di bidang pariwisata, jenis wisata baru yang diperkenalkan, pelonggaran hukum syariah yang dilakukan, dan dampak perubahan sosial terhadap masyarakat Arab Saudi. Penelitian ini menggunakan teori kebijakan publik yang dikemukakan oleh Nasucha dan Pasolong, serta metode kualitatif deskriptif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Arab Saudi telah mengimplementasikan kebijakan MBS dengan mengembangkan destinasi wisata unik di seluruh negara tersebut. Wisata baru yang diperkenalkan mencakup proyek-proyek inovatif yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Pelonggaran hukum syariah dilakukan untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip keagamaan. Dampaknya mencakup perubahan signifikan dalam pola pikir dan gaya hidup masyarakat, dengan peningkatan toleransi dan pemahaman lintas budaya.

Saudi Arabia's Vision 2030 is a policy that Mohammed Bin Salman (MBS) initiated to diversify the country's economy. One of the sectors that is the focus of development is tourism. The public policy of Saudi Arabia's tourism sector serves as a regulatory cornerstone to achieve Vision 2030. This study examines the implementation of SBM policies in tourism, new types of tourism introduced, the easing of sharia law carried out, and the impact of social change on Saudi society. This research uses the public policy theory proposed by Nasucha and Pasolong and descriptive qualitative methods. Research findings show that the Saudi Arabian government has implemented SBM policies by developing unique tourist destinations nationwide. The new tours introduced include innovative projects that are a major tourist attraction. The easing of sharia law is carried out to support the development of the tourism sector without compromising religious principles. The impact includes significant changes in people's mindsets and lifestyles, with increased tolerance and cross-cultural understanding."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Fadilla
"Rekonsiliasi hubungan diplomatik telah dilakukan oleh Arab Saudi dengan Qatar pada tanggal 5 Januari 2021 setelah terjadinya pemutusan hubungan diplomatik sejak tanggal 5 Juni 2017. Penelitian ini membahas tentang sejarah hubungan diplomatik negara Arab Saudi dengan Qatar, faktor yang melatarbelakangi rekonsiliasi hubungan diplomatik, dan menjelaskan kebijakan rekonsiliasi hubungan diplomatik dalam tinjauan sekuritisasi. Penelitian ini disusun dengan metode kualitatif dan menggunakan teori sekuritisasi yang berasal dari Mazhab Kopenhagen yang dicetuskan oleh Barry Buzan, Ole Wæver, dan Jaap de Wilde. Hasil dari penelitian diketahui bahwa dalam sejarah hubungan diplomatik Arab Saudi dengan Qatar pernah mengalami beberapa kali pemutusan hubungan diplomatik dan terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi rekonsiliasi hubungan diplomatik yakni mediasi yang dilakukan oleh Kuwait dan Amerika Serikat, ancaman dari Iran beserta kelompok yang terafiliasi dengannya, dan kerugian ekonomi. Rekonsiliasi dilakukan untuk melakukan tindakan sekuritisasi terhadap kepentingan masing-masing. Sekuritisasi yang dilakukan oleh Arab Saudi yakni menjaga stabilitas keamanan dan stabilitas politik di kawasan regional, membendung pengaruh Iran di Timur Tengah, dan memperkuat hubungan dengan negara GCC sebagai mitra penting. Sedangkan sekuritisasi yang dilakukan oleh Qatar yakni menjaga keamanan dan stabilitas politik di kawasan regional, menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga dan juga negara anggota GCC, dan bagi kepentingan ekonominya.

The reconciliation of diplomatic relations was carried out by Saudi Arabia with Qatar on 5 January 2021, after the termination of diplomatic relations on 5 June 2017. This study discusses the history of diplomatic relations between the state of Saudi Arabia and Qatar, the factors behind the reconciliation of diplomatic relations, and explains the policy of reconciliation of diplomatic relations in the securitization review. This research was structured using qualitative methods and used securitization theory originating from the Copenhagen School initiated by Barry Buzan, Ole Wæver, and Jaap de Wilde. The results of the study are known that in the history of diplomatic relations Saudi Arabia with Qatar has experienced several terminations of diplomatic relations and there are three factors behind the reconciliation of diplomatic relations, namely mediation carried out by Kuwait and the United States, threats from Iran and its affiliated groups, and economic losses. Reconciliation is carried out to carry out securitization actions against the interests of each of them. Securitization carried out by Saudi Arabia is to maintain security stability and political stability in the region, stem Iran's influence in the Middle East, and strengthen relations with GCC countries as important partners. Meanwhile, the securitization carried out by Qatar is to maintain security and political stability in the regional region, maintain good relations with neighboring countries and also GCC member states, and for their economic interests."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Della
"Penelitian ini menganalisis fenomena meningkatnya permintaan produk mi instan Indonesia di Arab Saudi. Bahkan mi instan Indonesia menduduki peringkat pertama di antara produk mi atau pasta yang masuk ke pasar Arab Saudi. Penelitian ini berargumentasi bahwa mi instan Indonesia telah menjadi salah satu strategi gastrodiplomasi Indonesia di negara tersebut. Selanjutnya dengan metode kualitatif deskriptif, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor pendorong (push factors) dan penarik (pull factors) masuknya mi instan Indonesia ke negara tersebut. Data kualitatif akan diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara dan studi literatur dengan memanfaatkan informasi digital dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Wawancara secara langsung dilakukan dengan pihak produsen mi instan di Jeddah untuk menganalisis push factors. Wawancara jarak jauh (e-interview) dilakukan menggunakan platform zoom meeting atau video-call dengan informan masyarakat Arab dan warga negara Indonesia yang tinggal di negara Arab Saudi.  Wawancara jarak jauh ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan diterima dan populernya mie instan Indonesia di negara Arab. Data juga diperoleh melalui pengamatan terhadap informasi digital, salah satunya video iklan berbahasa Arab tentang mie instan Indonesia. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui citra apa yang dibangun tentang mie instan Indonesia bagi masyarakat Arab. Temuan penelitian ini membuktikan argumentasi bahwa gastrodiplomasi melalui mie instan merupakan diplomasi budaya yang dapat menaikkan citra Indonesia dalam hubungannya dengan negara Arab Saudi.

This research analyzes the phenomenon of increasing demand for Indonesian instant noodle products in Saudi Arabia. In fact, Indonesian instant noodles are ranked first among noodle or pasta products entering the Saudi Arabian market. This research argues that Indonesian instant noodles have become one of Indonesia's gastrodiplomacy strategies in the country. Furthermore, using a descriptive qualitative method, this research will analyze the push factors and pull factors of the entry of Indonesian instant noodles into the country. Qualitative data will be obtained using interview techniques and literature studies by utilizing digital information in Indonesian and Arabic. Direct interviews were conducted with instant noodle producers in Jeddah to analyze push factors. Remote interviews (e-interviews) were conducted using the zoom meeting or video-call platform with informants from the Arab community and Indonesian citizens living in Saudi Arabia.  These remote interviews were conducted to analyze the factors that led to the acceptance and popularity of Indonesian instant noodles in the Arab country. Data was also obtained through observation of digital information, one of which was an Arabic-language video advertisement about Indonesian instant noodles. This observation aims to find out what image is built about Indonesian instant noodles for the Arab community. The findings of this research will prove the argument that gastrodiplomacy through instant noodles is a cultural diplomacy that can improve Indonesia's image in its relationship with Saudi Arabia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>