Ditemukan 123399 dokumen yang sesuai dengan query
Amatory Pramesti Tandungan
"Toraja terkenal dengan rumah adatnya yaitu, Tongkonan dan juga upacara kematiannya yakni Rambu Solo’. Dalam pelaksanaan Rambu Solo’ tidak terlepas aturan-aturan yang terdapat dalam kepercayaan Aluk Todolo sebagai warisan leluhur masyarakat Toraja secara khusus kosmologinya. Pengaruh tersebut juga terlihat di rumah adat Toraja, yakni tongkonan. Dalam rambu solo’ sendiri ada beberapa tingkatan dengan berbagai macam kegiatan. Dalam skripsi ini dibahas mengenai keselarasan pola ruang yang ada dalam tongkonan dan juga rambu solo’. Data-data didapatkan melalui penelusuran studi literatur, survey langsung, wawancara, dan dilengkapi dengan menonton video dokumentasi. Untuk memperjelas keselarasan yang ada antara tongkonan dan rambu solo’ digunakan variabel yang sama untuk analisis organisasi ruangnya yakni, organisasi spasial, orientasi, sirkulasi, dan juga sumbu. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa keselarasan antara tongkonan dan rambu solo’ terlihat di organisasi spasial, orientasi dan juga sumbunya.
Toraja is famous for its traditional house, the Tongkonan, and its death ceremony, Rambu Solo'. The implementation of Rambu Solo' cannot be separated from the rules contained in the belief of Aluk Todolo as the ancestral heritage of the Toraja people, specifically its cosmology. This influence can be seen in the Toraja traditional house, namely the tongkonan. In rambu solo' itself, there are several levels with various kinds of activities. This thesis discusses the alignment of the spatial patterns in the tongkonan and the rambu solo. The datas are collected through literature study, direct surveys, interviews, and equipped with watching video documentation. To clarify the interrelationship between tongkonan and rambu solo', the same variables are used to analyze the spatial organization, such as spatial organization, orientation, circulation, and axes. Based on the analysis conducted, it can be concluded that the alignment between the tongkonan and the rambu solo' is seen in the spatial organization, orientation, and also the axis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Salupuk, Rensianti Tia A
"Rambu solo’ merupakan ritual upacara kematian yang dimaknai sebagai bentuk penghormatan dan pemujaan kepada arwah nenek moyang oleh masyarakat Suku Toraja. Rambu solo’ juga memiliki kaitan dengan sistem stratifikasi sosial, yaitu pelaksanaannya yang harus memperhatikan status sosial orang yang akan diupacarakan. Namun, pelaksanaan upacara adat pemakaman rambu solo’ tampaknya mulai mengalami perubahan secara perlahan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan dinamika agama dan status sosial-ekonomi yang berpengaruh terhadap perubahan pelaksanaan rambu solo’ dari masa ke masa dan implikasinya terhadap respon masyarakat Toraja dalam melihat upacara rambu solo’. Penulis menggunakan metode studi pustaka dengan melakukan telaah terhadap kajian-kajian mengenai fenomena sosial budaya yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga melibatkan wawancara mendalam sebagai bentuk validasi dalam melihat perubahan pelaksanaan rambu solo’ di masa sekarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rambu solo’ mulai mengalami perubahan pada masa pasca-kemerdekaan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh masuknya agama Kristen dan adanya aktivitas merantau yang turut mengubah status sosial-ekonomi masyarakat Toraja. Lebih lanjut, perubahan tersebut kemudian menimbulkan tiga respon dan sikap yang berbeda di antara masyarakat Toraja terhadap pelaksanaan rambu solo’, yakni 1) Pelaksanaan rambu solo’ tetap pada aturan lama, dan disesuaikan dengan status sosial, 2) Pelaksanaan rambu solo’ tidak lagi hanya berdasarkan status sosial, tetapi juga kemampuan ekonomi, dan 3) Pelaksanaan rambu solo’ mulai ditinggalkan karena dianggap tidak lagi relevan, menjadi ajang adu gengsi/prestise, dan hanya bentuk pemborosan. Pada akhirnya, keberadaan upacara rambu solo’ yang semakin meningkat memicu munculnya berbagai pandangan terhadap pelaksanaannya yang juga dilakukan dengan cara berbeda-beda.
Rambu solo' is a death ceremony which is interpreted as a form of tribute to and worship of ancestral spirits by the Toraja people. Rambu solo' also associated with the social stratification system, that is, its implementation must be taken into account the social status of the person to be held the ceremony for. However, the implementation of the traditional rambu solo' funeral ceremony seems to be slowly changing. The purpose of this study is to reveal the dynamics of religion and socio-economic status that affect the changes in the implementation of rambu solo' from time to time and the implications towards the perception of the Toraja people in seeing the rambu solo’ ceremony. The author uses the literature study method by conducting a research of literatures on socio-cultural phenomena that have been carried out previously. This research also involves interviews as forms of validation in seeing changes in the implementation of rambu solo' in the present. The results showed that the implementation of rambu solo' began to change in the post-independence period. This change was influenced by the entry of Christianity and the existence of wandering activities that changed the socio-economic status of the Toraja people.. Furthermore, this change then stir different responses among the Toraja people towards the implementation of rambu solo', namely 1) the implementation of rambu solo' remained on the old rules, and was adjusted to social status, 2) the implementation of rambu solo' was no longer based solely on social status, but rather economic capability, and 3) The implementation of rambu solo’ is starting to be abandoned because it is considered no longer relevant, becomes an arena for prestige competition, and is just a form of waste. In the end, the existence of rambu solo' ceremony which keep increasing triggered the emergence of various perspectives on its implementation which was carried out in different ways."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Glenn Peter Thomas
"
ABSTRAKDalam masyarakat pertanian yang ada di desa-desa, ternyata pertukaran sosial maupun ekonomi dilakukan secara ekstensif, meliputi berbagai aspek kehidupan. Salah satu arena dimana pertukaran sosial terwujud ialah dalam upacara sekitar daur hidup (life cycle) Salah satu upacara daur hidup ialah upacara kematian. Dalam upacara kematian, pertukaran sosial dapat berbentuk saling memberikan tenaga bantuan, benda-benda, termasuk hewan, dalam hal kerbau dan babi yang dipergunakan sebagai hewan sesaji dalam pelaksanaan upacara kematian tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elisa Tiku Dudung, Author
"Masyarakat Toraja pada praktiknya mengenal dua jenis upacara adat yakni Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Rambu solo’ sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi orang telah meninggal. Tulisan ini membahas tentang pengaruh pandemi dalam aspek budaya terhadap tradisi yakni Rambu Solo’ atau upacara pemakaman. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan teknik pengumpulan data; observasi partisipan, wawancara mendalam dan studi literatur. Penelitian ini berupa autoetnografi karena bersumber dari budaya penulis sendiri. Pandemi Covid-19 yang dimulai sejak akhir tahun 2019 menjadi tantangan baru bagi pelaksanaan Rambu solo’. Beberapa praktik dalam Rambu solo’ bertentangan dengan protokol kesehatan. Panitia pelaksana dihadapkan dengan tantangan pandemi dan kewajiban melakukan ritual. Sehingga muncul beberapa bentuk modifikasi agar Rambu solo’ dan protokol kesehatan tetap berjalan beriringan. Modifikasi yang dilakukan hanya sebagai respons terhadap tantangan di situasi darurat yakni pandemi Covid-19. Bentuk - bentuk modifikasi dilakukan dengan cara menyederhanakan kegiatan seperti; membatasi acara ma’badong dan adu kerbau, menyiapkan atribut protokol kesehatan baik masker, tangki pencucian tangan, memberi label silang pada pondok, membatasi waktu tamu di lokasi, dan penggunaan wadah plastik. Modifikasi yang dilakukan merupakan sebuah kebiasaan baru bagi masyarakat Toraja yang tentunya disertai dengan ketegangan oleh beberapa pihak. Konsep inovasi dari Rogers (2003) menuntun penulis dalam mengelaborasi modifikasi pelaksanaan Rambu solo’ di masa pandemi. Perilaku modifikasi sebagai bagian dari inovasi pada akhirnya dievaluasi oleh adopter. Adopsi merupakan keputusan yang diambil untuk menerapkan inovasi dan memberlakukan ide atau perilaku yang berbeda dengan yang sebelumnya. Inovasi dapat berlanjut atau berhenti ditentukan oleh kesesuaiannya dengan nilai, keyakinan dan pengalaman masa lalu sistem sosial.
Toraja people in practice recognize two types of traditional ceremonies, namely Rambu Tuka 'and Rambu Solo'. Rambu solo' as a form of final respect for people who have died. This paper discusses the influence of the pandemic in the cultural aspect of the tradition, namely Rambu Solo' or funeral ceremonies. This research was conducted qualitatively with data collection techniques; participant observation, in-depth interviews and literature study. This research is in the form of autoethnography because it comes from the author's own culture. The Covid-19 pandemic which began at the end of 2019 became a new challenge for the implementation of Rambu solo'. Some practices in Rambu solo' are against health protocols. The organizing committee is faced with the challenges of a pandemic and the obligation to perform rituals. So there are several forms of modification so that Rambu solo' and health protocols continue to go hand in hand. The modifications were made only in response to challenges in an emergency situation, namely the Covid- 19 pandemic. Modifications are made by simplifying activities such as; limiting ma'badong and buffalo fighting events, preparing health protocol attributes such as masks, hand washing tanks, cross-labeling huts, limiting guest time on location, and using plastic containers. The modifications made are a new habit for the Toraja people, which of course is accompanied by tension by several parties. The concept of innovation from Rogers (2003) guides the author in elaborating the modification of Rambu solo' implementation during the pandemic. Behavior modification as part of the innovation is ultimately evaluated by the adopter. Adoption is a decision taken to implement an innovation and adopt an idea or behavior that is different from the previous one. Innovation can continue or stop determined by its compatibility with the values, beliefs and past experiences of the social system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dian R.T.L. Syam
"Sastra sebagai cerminan kondisi masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Saat ini ada banyak karya sastra yang mengangkat kebudayaan dalam sastra dengan tema kedaerahan. Salah satunya adalah cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Cerpen tersebut mampu memberikan gambaran yang baik mengenai upacara Rambu Solo’ sebagai kebudayaan masyarakat Toraja yang masih dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan warna lokal dan representasi sistem kepercayaan aluk todolo masyarakat Toraja dalam cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska memuat beberapa hal terkait warna lokal. Pertama, adanya penggunaan nama diri yang mengacu pada hari dan tempat kelahiran, serta bentuk panggilan yang digunakan masyarakat Toraja. Kedua, cerpen “Rambu Solo’” bertema proses perjuangan keluarga Raiya untuk menyelenggarakan upacara Rambu Solo’ bagi Ambe. Ketiga, latar tempat dalam cerpen adalah Tongkonan, sumbung, dan dapur. Selain itu, warna lokal juga ditunjukkan dengan adanya motivasi masyarakat Toraja saat mempersembahkan hewan ternak dalam Rambu Solo’, mata pencarian, prosesi pemakaman dalam Rambu Solo’, dan makna ukiran bagi masyarakat Toraja. Representasi sistem kepercayaan aluk todolo dalam cerpen “Rambu Solo’” dihadirkan melalui adanya objek penyembahan, pokok ajaran aluk, dan hukum dalam aluk todolo.
Literature as a reflection of the condition of society cannot be separated from culture. Currently there are many literary works that raise culture in literature with regional themes. One of them is the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. The short story is able to provide a good picture of the ceremony Rambu Solo’ as a Toraja culture which is still practiced today. This study aims to explain the local color and representation of the belief system of aluk todolo people of Toraja in the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. This study uses a qualitative descriptive method with a sociology of literature approach. The results showed that the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska contained three things related to local colors. First, there is the use of self-names that refer to the day and place of birth, as well as the form of calling used by the Toraja people. The short story “Rambu Solo’” is themed on the process of the Raiya family's struggle to hold a ceremony Rambu Solo’ for Ambe. Second, the setting in the short story is Tongkonan, sumbung, and the kitchen. Third, the local color is also shown by the motivation of the Toraja people when offering livestock in the ceremony Rambu Solo’, livelihood, funeral processions in the ceremony Rambu Solo’, and the meaning of carving for the Toraja people. Representation belief system aluk todolo in the short story “Rambu Solo’” presented through their object of worship, the basic teachings of aluk and the law in aluk todolo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Dian R.T.L. Syam
"Sastra sebagai cerminan kondisi masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Saat ini ada banyak karya sastra yang mengangkat kebudayaan dalam sastra dengan tema kedaerahan. Salah satunya adalah cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Cerpen tersebut mampu memberikan gambaran yang baik mengenai upacara Rambu Solo’ sebagai kebudayaan masyarakat Toraja yang masih dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan warna lokal dan representasi sistem kepercayaan aluk todolo masyarakat Toraja dalam cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerpen “Rambu Solo’” karya Sulfiza Ariska memuat beberapa hal terkait warna lokal. Pertama, adanya penggunaan nama diri yang mengacu pada hari dan tempat kelahiran, serta bentuk panggilan yang digunakan masyarakat Toraja. Kedua, cerpen “Rambu Solo’” bertema proses perjuangan keluarga Raiya untuk menyelenggarakan upacara Rambu Solo’ bagi Ambe. Ketiga, latar tempat dalam cerpen adalah Tongkonan, sumbung, dan dapur. Selain itu, warna lokal juga ditunjukkan dengan adanya motivasi masyarakat Toraja saat mempersembahkan hewan ternak dalam Rambu Solo’, mata pencarian, prosesi pemakaman dalam Rambu Solo’, dan makna ukiran bagi masyarakat Toraja. Representasi sistem kepercayaan aluk todolo dalam cerpen “Rambu Solo’” dihadirkan melalui adanya objek penyembahan, pokok ajaran aluk, dan hukum dalam aluk todolo.
Literature as a reflection of the condition of society cannot be separated from culture. Currently there are many literary works that raise culture in literature with regional themes. One of them is the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. The short story is able to provide a good picture of the ceremony Rambu Solo’ as a Toraja culture which is still practiced today. This study aims to explain the local color and representation of the belief system of aluk todolo people of Toraja in the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska. This study uses a qualitative descriptive method with a sociology of literature approach. The results showed that the short story “Rambu Solo’” by Sulfiza Ariska contained three things related to local colors. First, there is the use of self-names that refer to the day and place of birth, as well as the form of calling used by the Toraja people. The short story “Rambu Solo’” is themed on the process of the Raiya family's struggle to hold a ceremony Rambu Solo’ for Ambe. Second, the setting in the short story is Tongkonan, sumbung, and the kitchen. Third, the local color is also shown by the motivation of the Toraja people when offering livestock in the ceremony Rambu Solo’, livelihood, funeral processions in the ceremony Rambu Solo’, and the meaning of carving for the Toraja people. Representation belief system aluk todolo in the short story “Rambu Solo’” presented through their object of worship, the basic teachings of aluk and the law in aluk todolo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Putu Ayu Pramanasari A.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48209
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fiera Saffana
"Pembagian peran gender di dalam ruang sudah terlihat jelas dari tata letak bangunan tradisional Jawa, yang mencerminkan budaya patriarki di mana laki-laki dianggap berada pada level yang lebih tinggi dibanding perempuan. Batasan dan norma gender ini juga tercermin dalam bentuk tata ruang Bathub Solo. Penelitian ini menggunakan metode arkeologi oleh Deetz yang terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Menjelaskan dengan menyajikan fakta-fakta berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan melibatkan analisis terhadap data lapangan yang telah dikumpulkan. Tahap terakhir yaitu penafsiran data tata ruang Bathub Solo diinterpretasikan dengan mempertimbangkan tata ruang dan konteks gendernya. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana pemahaman rekonstruksi aspek gender yang tercermin dalam wujud sistem tata ruang pada Bathub Solo yang dibangun oleh Mangkunegaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender, meskipun merupakan sebuah konstruksi sosial yang abstrak, ternyata memiliki manifestasi nyata dalam tata ruang bangunan yang dapat diamati melalui berbagai aspek. Ruang yang diperuntukkan bagi laki-laki mengandung nilai-nilai primer dan maskulin serta memiliki karakter yang terbuka, sedangkan ruang bagi perempuan mengandung nilai-nilai sekunder, feminin, dan bersifat tertutup. Penelitian ini juga menemukan bahwa penataan ruangan tidak hanya mencerminkan status sosial tetapi juga hierarki gender.
The division of gender roles in space is already evident from the layout of traditional Javanese buildings, which reflects a patriarchal culture where men are considered to be at a higher level than women. These gender boundaries and norms are also reflected in the spatial form of Bathub Solo. This research uses the archaeological method by Deetz which consists of data collection, data processing, and data interpretation. Explaining by presenting facts based on data obtained in the field, then data processing is carried out by involving analysis of the field data that has been collected. The last stage is the interpretation of data on Bathub Solo. The spatial layout is interpreted by considering the spatial and gender context. This research aims to understand how the understanding of the reconstruction of gender aspects is reflected in the form of a spatial system in Bathub Solo built by Mangkunegaran. The results of this study show that gender, although an abstract social construction, has a real manifestation in the spatial layout of the building that can be observed through various aspects. The space designated for men contains primary and masculine values and has an open character, while the space for women contains secondary, feminine and closed values. This research also found that the spatial arrangement reflects not only social status but also gender hierarchy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
392.598 34 IND u
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Hinijati Widjaja
"Penelitian dan konservasi terhadap bangunan tradisional masyarakat keturunan Cina belum dilaksanakan pemerintah daerah Tangerang. Bangunan tradisional tersebut merupakan salah satu hasil kebudayaan, yang dapat meningkatkan peran pariwisata. Penelitian ini memfokuskan perubahan fungsi dan makna bentuk pola tata ruang rumah tradisional keturunan Cina dengan metode komparatif di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di dua unit ekologi yang berbeda yakni, di desa Marga Mulya Tanjung Kait dan kota Tangerang. Kedua tempat tersebut telah berubah tatanan sosial kulturalnya, karena berkembangnya lingkungan sekitarnya menjadi kawasan industri dan hunian yang padat. Dan perubahan pola pikir masyarakat keturunan Cina pada generasi baru yang lebih ke arah praktis dan modern.
Di rumah tradisional di kota mengalami perubahan yang besar karena adanya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal anaknya yang baru menikah, sedangkan rumah tradisional di desa tidak terlalu mengalami perubahan yang berarti, karena demi menghormati amanat leluhur yang menginginkan rumah tradisionalnya tetap tidak boleh dirubah. Persamaannya terletak pada pembagian pola rata ruang bangunan tradisional yang mempunyai fungsi dan makna yang sama.
Secara umum penelitian ini bertujuan memberi masukan kepada PEMDA Tangerang, dengan mengidentifikasikan proses perubahan fungsi dan makna pada rumah tradisional masyarakat keturunan Cina di Tangerang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10176
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library