Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Widia
"Permasalahan yang ditakutkan akan memiliki dampak besar pada keberhasilan program KB dalam mengendalikan jumlah penduduk Indonesia adalah kejadian putus pakai kontrasepsi. Data SDKI 2017 melaporkan sekitar 29% perempuan dengan bermacam metode kontrasepsi memutuskan untuk menyudahi penggunaan alat kontrasepsi setelah 12 bulan pemakaian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat perbedaan determinan kejadian putus pakai kontrasepsi pada wanita usia subur (15-49 tahun) antara Wilayah Barat Indonesia (Sumatera) dan Wilayah Timur Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesi tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (15-49 tahun). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu putus pakai kontrasepsi, sedangkan variabel independent penelitian ini adalah umur, paritas, preferensi fertilitas, tingkat pendidikan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, indeks kekayaan, metode kontrasepsi yang dihentikan, penggunaan internet, dan kepemilikan ponsel. Regresi logistic multivariable digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berhubungan dengan putus pakai kontrasepsi di kedua wilayah tersebut. Tingkat putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera mencapai 45,7% dan di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua mencapai 41,2%. Alasan paling umum untuk seorang wanita putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah karena efek samping/masalah kesehatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan (OR 2,63) merupakan determinan terbesar terhadap putus pakai konrasepsi di Wilayah Sumatera diikuti oleh daerah tempat tinggal (OR 1,13). Sedangkan determinan terbesar terhadap putus pakai kontrasepsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah daerah tempat tinggal (OR 1,42). Konseling dan edukasi terkait metode kontrasepsi dan efek samping/masalah kesehatan yang mungkin muncul perlu digencarkan terutama pada kelompok tingkat pendidikan tinggi dan tinggal di perkotaan.

The problem that is feared will have a major impact on the success of the family planning program in controlling the population in Indonesia is the incidence of discontinuation of contraceptive use. The 2017 IDHS data reported that around 29% of women with various contraceptive methods decided to stop using contraceptives after 12 months of use. This study aim to describe the comparison of determinants of contraceptive discontinuation between the Western Region of Indonesia (Sumatera) and the Eastern Region of Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). This study uses Indonesia Demography Health Survey (IDHS) 2017. The population for this study is a women of childbearing age 15-49 years old. The dependent variable in this study is the contraceptive discontinuation, while the independent variable of this study are age, parity, fertility preferences, level of education, occupation, area of residence, wealth index, discontinued contraceptive method, internet use, and mobile phone ownership. Multivariable logistic regression was used to identify the predictors of contraceptive discontinuation. The proportion of respondent who discontinue using contraceptive was 45,7% (Sumatera) and 41,2% (Nusa Tenggara, Maluku and Papua). The most common reason for discontinuation in Sumatra and Nusa Tenggara, Maluku, Papua is because of side effects/health problems. The results of the multivariate analysis showed that the variable level of education (OR 2,63) was the largest determinant of contraceptive discontinuation in Sumatra, followed by area of residence (OR 1,13). Meanwhile, the biggest determinant of discontinuation of contraceptive use in Nusa Tenggara, Maluku, Papua is the area of residence (OR 1,42). Counseling and education related to contraceptive methods and side effects/health problems that may arise need to be intensified, especially in the group with higher education levels and living in urban areas."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyarsih Oktaviana
"Latar belakang: Total Fertility Rate (TFR) di perdesaan masih di atas TFR nasional yaitu 2.8 berbanding 2.6. Wanita perdesaan memiliki ketergantungan tinggi terhadap layanan kesehatan umum untuk mendapatkan pelayanan keluarga berencana. Total kebutuhan pelayanan kontrasepsi di wilayah perdesaan Indonesia adalah 72.5%. Wanita perdesaan perlu mendapat perhatian khusus karena 50.2% penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan.
Metode: Penelitian menggunakan data SDKI 2012 dengan besar sampel 15.416 orang. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik binomial, dengan subjek penelitian wanita berstatus kawin yang tinggal di daerah perdesaan, sedangkan wanita yang tidak dapat hamil atau sedang hamil saat survei dilakukan tidak diikutsertakan.
Hasil: Wanita di perdesaan yang belum menggunakan kontrasepsi sebanyak 36%. Ada hubungan antara usia, status pekerjaan suami, riwayat anak meninggal, paritas, usia menikah pertama, kunjungan petugas KB, aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, keinginan memiliki anak, interaksi antara akses biaya dan akses jarak terhadap status penggunaan kontrasepsi oleh wanita berstatus kawin di perdesaan. Faktor yang paling dominan adalah status pekerjaan suami (OR=3.471, CI 95% 2.671-4.510), usia menikah pertama (OR1=3.277 CI 95% 1.705-6.296; OR2=2.774, CI 95% 1.444-5.328), dan akses biaya (OR=2.623, CI 95% 1.822-3.776).
Kesimpulan: Fokus sasaran peningkatan prevalensi pengguna kontrasepsi di perdesaan adalah wanita menikah di bawah usia 21 tahun, memiliki suami yang tidak bekerja, memiliki riwayat anak meninggal, dan paritas dua anak. Determinan penggunaan KB di perdesaan adalah aksesibilitas (jarak, biaya, informasi) dan keinginan memiliki anak.
Rekomendasi kebijakan dan program: melibatkan praktek bidan swasta dalam sistem jaminan kesehatan, bimbingan KB bagi pasangan menikah di bawah usia 21, pemetaan segmentasi sasaran pelayanan KB perdesaan, dan pemberdayaan petugas KB sebagai ?marketing sales? alat kontrasepsi.

Background: Total Fertility Rate ( TFR ) in rural areas is still above the national TFR is 2.8 compared to 2.6. Rural women is highly dependent on public health institutions in acquiring family planning services. Total need of contraceptive services in rural areas of Indonesia is 72.5%. Rural women need special attention because they constitute 50.2% of Indonesian women.
Method: This research used data from IDHS 2012 with a sample size of 15,416 subjects. Statistical test used was binomial logistic regression. Married women who lived in rural areas are included in the study while infertile women or pregnant women are excluded.
Results: 36% of women in rural areas have never used any contraceptive method. Age, husband's working status, history of deceased offspring, parity, age at first marriage, visit by family planning officer, accessibility to health facility, desire for more children, interaction between mobility and financial accessibility are associated with usage of contraception by married women in rural areas. The most dominant factors are husband's working status (OR=3.471, CI 95% 2.671-4.510), age at first marriage (OR1=3.277 CI 95% 1.705-6.296; OR2=2.774, CI 95% 1.444-5.328), and financial accessibility (OR=2.623, CI 95% 1.822-3.776).
Conclusion: The focus of efforts to increase the prevalence of contraception user in rural areas are married woman who is below 21 years old at first marriage, has an unemployed husband, has a history of deceased children, and has delivered children twice. Determinants of conrraception usage in rural areas are accessibility (financial, mobility, and information) and desire for more children.
Program and policy recommendation: inclusion of private practice midwives in health insurance system, compulsory family planning counseling for married pair below 21 years old, mapping of family planning target segmentation in rural area, and empowerment of family planning workers as "salesman" for contraception."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paskalinda Maria Yosefa Bandur
"Preferensi jumlah anak ideal dan preferensi kontrasepsi remaja saat ini dapat mempengaruhi fertilitas dan pemakaian kontrasepsi dimasa yang akan datang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan preferensi jumlah anak ideal dan preferensi pemakaian kontrasepsi pada remaja usia 15-24 tahun, belum menikah di Indonesia tahun 2017 dengan menggunakan analisis data SDKI-KRR tahun 2017. Penelitian menggunakan desain cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi jumlah anak ideal yaitu sebanyak 69,9% dan preferensi pemakaian kontrasepsi yaitu sebanyak 82,5%. Berdasarkan model multivariat preferensi jumlah anak ideal pada remaja dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, status ekonomi, akses intenet dan diskusi dengan teman sebaya. Pada preferensi pemakaian kontrasepsi pada remaja dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, status ekonomi, akses internet dan diskusi dengan tokoh masyarakat. Dengan demikian, diharapkan kepada pemerintah dalam pelaksanaan program remaja dapat difokuskan pada faktor-faktor tersebut.

The ideal number of child preferences and current adolescents contraceptive preferences can affect fertility and contraceptive use in the future. The purpose of this study was to determine the determination of the number of child preferences and preferences for contraceptive use in adolescents aged 15-24 years, unmarried in Indonesia in 2017, using data analysis of SDKI-KRR in 2017. The design of this study was cross sectional. The results of this study indicate that the ideal number of children preference is 69.9% and the preference for contraception use is 82.5%. Based on the multivariate model, the ideal number of children preference in adolescents is influenced by age, gender, education, knowledge about reproductive health, economic status, internet access and discussions with peers. The preference for contraception among adolescents is influenced by age, sex, education, knowledge about reproductive health, economic status, internet access and discussions with community leaders. Thus, it is expected that the government in creating and implementing youth programs can refer to these factors."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiah Rahma
"Indonesia terus mengalami perkembangan yang dinamis. Indonesia merupakan negara ke 4 penduduk terbanyak di dunia yaitu 275 juta jiwa. Keluarga Berencana adalah upaya pengendalian jumlah anak yang dilahirkan, jarak dan umur lahir yang ideal. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan metode yang dinilai paling efektif mencegah kehamilan. Angka penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 13,4%. Provinsi Banten memiliki tingkat kesertaan MKJP terendah sebesar 7,4% diikuti oleh provinsi Aceh 7,7%. Beberapa provinsi juga mengalami penurunan penggunaan MKJP, seperti provinsi riau pada tahun 2017 8,3% sedangkan tahun 2012 sebesar 8,5%, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 18,6% pada tahun 2012 21,1%. Media informasi kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran akan suatu penyebab atau topik dengan menyebarkan data dan informasi yang relevan kepada khalayak luas. Penggunaan internet di rumah mencapai 78,18% pada tahun 2020. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan akses media informasi dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjangpada wanita usia subur di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel wanita usia subur berstatus kawin dan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang terpilih menjadi responden dalam SDKI tahun 2017 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 18.263 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara akses media informasi dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (p value <0,001). Wanita usia subur yang akses media informasi sebanyak 3.188 responden (25,5%) memiliki kemungkinan untuk menggunakan MKJP 1,2 kali (95% CI: 1,1-1,8) lebih tinggi dibandingkan dengan wanita usia subur yang tidak akses media informasi.

Indonesia continues to experience dynamic development. Indonesia is the 4th most populous country in the world, namely 275 million people. Family planning is an effort to control the number of children born, spacing and ideal birth ages. The Long Term Contraceptive Method (MKJP) is the method that is considered the most effective in preventing pregnancy. The rate of use of long-term contraceptive methods (MKJP) in Indonesia in 2017 was 13.4%. Banten province has the lowest MKJP participation rate at 7.4% followed by Aceh province at 7.7%. Several provinces also experienced a decrease in the use of MKJP, such as Riau Province in 2017 8.3% while in 2012 it was 8.5%, Yogyakarta Special Region Province in 2017 18.6% and in 2012 21.1%. Health information media is to increase awareness of a cause or topic by disseminating relevant data and information to a wide audience. Internet use at home reached 78.18% in 2020. The aim of this research was to determine the relationship between access to information media and the use of long-term contraception methods among women of childbearing age in Indonesia. This study used a cross-sectional design with a sample of women of reproductive age who were married and used long-term contraceptive methods who were selected as respondents in the 2017 IDHS and met the inclusion and exclusion criteria of 18,263 respondents. The research results show that there is a relationship between access to information media and the use of long-term contraceptive methods (p value <0.001). Women of childbearing age who had access to information media as many as 3,188 respondents (25.5%) were 1.2 times more likely to use MKJP (95% CI: 1.1-1.8) compared to women of childbearing age who did not have access to information media."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Dewi Bunga
"Keberadaan son preference dipengaruhi oleh dua hal yakni kondisi sosial ekonomi orang tua dan sistem kekerabatan yang berlaku. Bagi perempuan yang memiliki tingkat son preference yang kuat, keputusan reproduksi yang meliputi penggunaan kontrasepsi dan kemungkinan peningkatan paritas akan bergantung pada jumlah dan komposisi gender anak yang diinginkan. Dengan menggunakan data SDKI 2017, studi ini membahas bagaimana perilaku perempuan yang memiliki preferensi terhadap kelahiran anak laki-laki dalam memutuskan penggunaan kontrasepsi dan kemungkinan peningkatan paritas berdasarkan proporsi anak laki-laki pada paritas terakhir sebagai proxy dari son preference. Hasil pada studi ini menemukan bahwa efek proporsi anak laki-laki terhadap penggunaan kontrasepsi adalah positif dan signifikan, namun diikuti dengan efek (proporsi anak laki-laki)2 yang negatif dan signifikan. Sedangkan efek proporsi anak laki-laki terhadap probabilitas peningkatan paritas adalah negatif dan signifikan, namun diikuti dengan efek (proporsi anak laki-laki)2 yang positif dan signifikan. Hal ini tidak lepas dari kondisi preferensi gender di Indonesia yang cenderung mengarah kepada kondisi seimbang bukan preferensi terhadap anak laki-laki.

The existence of son preference is influenced by two things such as the socio-economic status of the parents and the prevailing kinship system. For women who have a strong son preference level, reproductive decisions involving the use of contraception and the possibility of increasing parity will depend on the desired number and gender composition of children. Using the 2017 IDHS data, this study discusses the behavior of women who have a preference for the birth of a son based on the proportion of sons in the last parity as a proxy for son preference. The results of this study found that the effect of the proportion of sons on contraceptive use was positive and significant, but was followed by the effect (proportion of sons)2 which was negative and significant. While the effect of the proportion of sons on the probability of increasing parity is negative and significant, but it is followed by the effect (proportion of sons)2 which is positive and significant. This is inseparable from the condition of gender preference in Indonesia which tends to lead to a balanced preference condition.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Dea Aulia
"Program KB ditetapkan sebagai program pemerintah sejak tahun 1970, awal mulanya program ini hanya fokus pada masalah kesehatan. Namun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan kesehatan reproduksi, KB selanjutnya digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Namun berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, tertera bahwa cakupan KB di Indonesia baru mencapai 62,5%. Sementara metode yang dipilih oleh masyarakat Indonesia masih didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP) yaitu sebanyak 80%. Hal ini belum sesuai dengan target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan MKJP pada wanita usia 15-49 tahun di Indonesia dengan menggunakan data SDKI tahun 2017, yang menggunakan desain studi cross-sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 10.813 dari 49.627 wanita usia subur yang memenuhi kriteria : wanita berusia 15-49 tahun, berstatus kawin, dan memakai kontrasepsi. Uji chi square digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah anak hidup, indeks kekayaan, pekerjaan, keterpaparan informasi, dan sumber pelayanan KB dengan penggunaan MKJP. Diharapkan agar BKKBN dapat menyebarkan informasi mengenai KB khususnya MKJP melalui media sosial secara lebih masif dan lebih intens

Family Planning program (KB) in Indonesia has been stated as government’s operational plan since 1970. At the beginning of this program, the focus was only on health care purpose. However, along with the increasing number of the Indonesian populations, mother’s death, and the needs of reproduction health, this family planning program has been used as one of the way to suppress the number of population’s growth and the health of mothers and babies. Nonetheless, based on Indonesian health profile data in 2019, it is stating that this program coverage has only reached 62.5% of all the mothers in the age of productive range. Moreover, the method is chosen by the people is dominated by short-term contraception method with the number of 80%. This number has not matched yet with the number of stated target by the government. This study is aiming for the purpose of knowing all the related factors with the usage of Long Acting Reversible Contraceptive (LARC) among the women with productive ages in Indonesia using IDHS’s data in 2017, and using cross-sectional studies design. The sample of the study was 10.813 of 49.672 productive women that fulfill the criteria; in the age of 15- 49, with married status, and using contraception. This study was assisted by chi-square method to analyze the correlation of each variable. The analysis shows that there is correlation between the number of living child, wealth index, occupation, information disclosure, and the source of family planning program services using LARC. It is hoped that BKKBN could broadcast the information about this family planning program (especially LARC) through social media in more massive and intensive way"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tien Ihsani
"ABSTRAK
Nama : Tien IhsaniProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Peran Pengambil Keputusan Terhadap Penggunaan MKJP diIndonesia Analisisis Data Sekunder SRPJMN 2017 Pembimbing : Dra. Caroline Endah Wuryaningsih, M.KesMetode Kontrasepsi Jangka Panjang merupakan jenis kontrasepsi yang efektif dari segibiaya dan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, namun peningkatanpenggunaan MKJP di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan sangat lambat.Pengambil keputusan ber-KB merupakan target dalam sasaran program komunikasi KB.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran pengambil keputusanterhadap penggunaan MKJP. Desain penelitian adalah cross sectional. Sampelpenelitian ini adalah akseptor kontrasepsi modern yang diambil data sekunder hasilSurvei Indikator Kinerja Program KKBPK RPJMN tahun 2017 sejumlah 20.109 orang.Data dianalisis dengan regresi logistik ganda. Pengambilan keputusan yang dilakukansecara bersama oleh akseptor bersama pasangan atau bersama penyedia layanan secarasubstansi mempunyai peluang yang lebih besar terhadap penggunaan MKJP. Hubunganpengambil keputusan dengan penggunaan MKJP berbeda menurut sumber layanansetelah dikontrol variabel umur, pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak, rencana punyaanak, sumber layanan dan konseling KB. Pada sumber layanan pemerintah peluangpenggunaan MKJP menjadi kecil pada pengambilan keputusan yang dilakukan bersamadaripada pengambilan keputusan yang dilakukan oleh akseptor sendiri. Disarankanuntuk dapat meningkatkan peran pasangan odan penyedia layanan untuk mendiskusikanpemilihan alat kontrasepsi dengan akseptor.Kata kunci: Pengambil keputusan, sumber layanan, MKJP.

ABSTRACT
Name Tien IhsaniStudy Program Public Health ScienceTitle The Role of Decision Makers Against MKJP Use inIndonesia Advanced Data Analysis of SRPJMN 2017 Counsellor Dra. Caroline Endah Wuryaningsih, M.Sc Dr.Martya Rahmaniati, S.Si, M.SiLong Acting and Permanent Method Contraceptives are a cost effective type ofcontraception and to prevent unwanted pregnancies, but increased use of MKJP inIndonesia in recent years has been very slow. Decision makers of family planning arethe targets in the target family planning communication program. The purpose of thisstudy is to know how the role of decision makers against the use of MKJP. The studydesign was cross sectional. The sample of this research is acceptors of moderncontraception taken secondary data result of Performance Indicator Survey KKBPKRPJMN program in 2017 number 20109 people. Data were analyzed by multiplelogistic regression. Decision making jointly by acceptor with partner or with serviceprovider has substantially greater chance to use LAPM. Decision making relationshipswith the use of MKJP differ by service source after controlling by age, education,shelter, number of children, desire for more children, source of FP services and FPcounseling. At government service sources, the opportunities for MKJP use to be smallon joint decision making rather than decisions made by the acceptor themselves. It issuggested to increase the role of spouses and service providers to discuss the selectionof contraceptives with acceptors.Keywords Decision maker, FP service source, LAPM"
2018
T51379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Agrianti
"Latar belakang: Meningkatnya angka pemakaian kontrasepsi tidak diikuti tingginya angka kelangsungannya. Angka putus pakai, kegagalan, dan penggantian alat/cara kontrasepsi di Indonesia meningkat. SDKI 2012 melaporkan putus pakai lebih tinggi pada pil (41%) dan suntik (25%) dibandingkan IUD (6%) dan susuk (8%). Kegagalan dan penggantian alat/cara kontrasepsi juga lebih tinggi pada pil (masing-masing 20% dan 11%). Di Indonesia, putus pakai, kegagalan, dan penggantian alat/cara kontrasepsi bervariasi antar wilayah karena adanya perbedaan aksesibilitas, ketersediaan, dan penerimaan berbagai metode kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pola dan perbedaan perilaku putus pakai, kegagalan, dan penggantian alat/cara kontrasepsi menurut wilayah di Indonesia dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Penelitian ini menggunakan data SDKI 2012 dengan jenis penelitian semi deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Informasi tentang putus pakai, kegagalan, dan penggantian alat/cara kontrasepsi diperoleh dari data kalender SDKI 2012.
Hasil: Putus pakai kontrasepsi ditemukan lebih tinggi di wilayah Bali & Nusa Tenggara, Maluku & Papua dibandingkan Sulawesi. Kegagalan kontrasepsi ditemukan lebih tinggi di wilayah Sulawesi, Sumatera dan Jawa dibandingkan Kalimantan. Sedangkan penggantian alat/cara kontrasepsi lebih tinggi Sulawesi, Jawa, dan Kalimantan dibandingkan Bali & Nusa Tenggara.
Simpulan: Adanya pola dan perbedaan putus pakai, kegagalan, dan penggantian alat/cara kontrasepsi antar wilayah di Indonesia, maka perlu upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reprodukstif dalam hal konseling KB, meningkatkan kemampuan petugas KB, memperluas akses dan memastikan ketersedian berbagai metode kontrasepsi khususnya IUD dan susuk KB.

Background: Increasing contraceptive prevalence rate are not followed by a high rate of survival. The contraceptive drop out, failure, and swtiching in Indonesia increased. IDHS 2012 reported drop out rate for the method of pil (41%) and injection (25%) are more higher than IUD (6%) and implant (8%). The contraceptive failure and switching was also higher for the method of pil (20% and 11%, respectively). In Indonesia, contraceptive drop out, failure, and switching show the patterns and differences across regions due to differences in the accessibility, availibilty, and accpetance of contraceptive methods. The presents study examines the patterns and differences contraceptive drop out, failure, and switching by region in Indonesia and the factors that affect it.
Methods: Data used from Indonesia Demographic Health Survey 2012. This study uses a semi descriptive analitic with cross sectional approach. Information about contraceptive drop out, failure, and switching obtained from calender data IDHS 2012.
Results: The contraceptive drop out are higher for married women living in Bali & Nusa Tenggara, Maluku & Papua than in Sulawesi. Contraceptive failure are higher for married women living in Sulawesi, Sumatera, and Java than in Kalimantan. Contraceptive switching are higher for married women living in Sulawesi, Java, and Kalimantan than in Bali & Nusa Tenggara.
Conclusion: Findings point that the presence of patterns and differences contraceptive drop out, failure, and switching by regions in Indonesia. Therefore, it necessary to improving quality of family planning and reproductive health care services across regions, improving skill providers, expanding access and ensure availibility of contraceptive methods espcesially for IUD and implant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arafat Patria
"Penggunaan kontrasepsi Suntik dan Pil terus meningkat dibandingkan penggunaImplan dan IUD. Masalah alat kontrasepsi adalah kejadian putus pakai dan ganticara salah satunya disebabkan oleh efek samping penggunaan alat kontrasepsi yangberdampak pada stagnan angka Total Fertility Rate, mortalitas morbiditas maternalneonatal serta kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian bertujuan untukmengetahui pengaruh pengalaman efek samping alat kontrasepsi sebelumnyaterhadap kejadian putus pakai alat kontrasepsi terakhir. Desain penelitian ini adalahdesain penelitian cohort retrospectif, dengan menggunakan analisis survival danjumlah sampel 12.467 responden. Hasil penelitian, pada pengguna IUD memilikirisiko kecepatan lebih rendah untuk putus pakai pada lebih 36 bulan dan penggunaPil memiliki risiko kecepatan lebih rendah pada sosial ekonomi miskin padapengguna dengan pengalaman efek samping alat kontrasepsi sebelumnya. Padapengguna Suntik memiliki risiko kecepatan putus pakai lebih tinggi pada tahun kedua. Pada pengguna Implan risiko lebih rendah pada tahun pertama, ketiga dankeempat namun secara statistik tidak bermakna. Perlu pencatatan kohor penggunaImplan setelah satu tahun, pengguna IUD setelah tiga tahun, pengguna Suntiksetelah satu tahun dan pengguna Pil pada tingkat Sosial Ekonomi Miskin agarpengguna alat kontrasepsi tersebut tidak mengalami putus pakai.

The use of Injectable contraceptives and Pills continues to increase compared to users of Implans and IUDs. The problem of contraception is the incidence of discontinuation and change the way one of them is caused by the side effects of contraceptive use that affect the stagnant number of Total Fertility rate, mortality of neonatal maternal morbidity and unwanted pregnancy. The study aims to determine the effect of previous contraceptive side effects experiences on the last use of contraceptive use. The design of this study was a cohort retrospectif study design,using survival analysis and sample number of 12.467 respondents. The results of the study, on IUD users had lower risk risk for breaking out at over 36 months and users of Pills had lower risk risk in poor socioeconomic in users with previous experience of contraceptive side effects. Injecting users have the risk of breaking speed is higher in the second year. In users of Implan risk is lower in the first year,third and fourth but statistically not meaningful. Recording of user cohorts Implans after one year, IUD users after three years, injection users after one year and users of Pill at the level of Poor Social Economics, so that users of contraceptive continuation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Leksokumoro
"Tujuan: Mengetahui status asam folat dan perilaku tentang asupan asam folat pada akseptor KB, sehingga dapat dipertimbangkan perlu tidaknya suplementasi asam folat pada akseptor KB, khususnya akseptor pil.
Tempat: RW 014 Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Bahan dan Cara: Penelitian crows-sectional dan subjek penelilian adalah semua akseptor KB yang memenuhi kriteria penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi data sosio demografi, pola makan, asupan giri (makro matrial dan asam folat), status kadar asam folat serum dan sel darah merah (SDM).
Hasil: Tidak didapatkan kadar asam folat serum < 3 ag/ml. Status asam folat serum subjek tidak berhubungan dengan pemakaian pil, karakteristik demografi, asupan gizi dan status gizi. Persentase kadar asam folat SDM < 160 mg/ml. adalah 3,5%. Kadar asam folat SDM subjek pil tidak berbeda dengan subjek bukan pil, namun ada kecenderungan kadar asam folat SDM subjek pil lebih rendah dari subjek bukan pil. Secara bermakna kadar asam folat SDM subjck bcrhubungan dengan kebiasaan mengkonsumsi sayur hijau dan kelompok umur. Perbedaan dalam mengolah sayur menyebabkan perbedaan bermakna pada jumlah subjek yang mempunyai kadar asam folat SDM < 160 mg/ml. Rata-rata asupan zat-zat gizi subjck penelitian di bawah AKG yang dianjurkan. Subjek pil mempunyai rata-rasa asupan asam folat lebih rendah bermakna dari subjek bukan pil, namun tidak didapatkan korelasi antara asupan asam folat dengan kadar asam folat serum dan SDM subjek penelitian.
Kcsimpulan: Status asam folat serum dan SDM subjek penelitian tidak berhubungan dengan pemakaian pil dan bukan pil, sehingga belum diperlukan suplementasi pada subjek penelitian khususnya subjek pil.

Objective: To determine the folic acid slates and the behavior of folic acid intake in contraceptive users. This is in order to decide whether folic acid supplemeration is necessary, especially for pill users.
Location: RW 014 Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Methods: cross-sectional study and subjects were all contraceptive users who fulfill study criteria. Data ' collected were socio-demographic, eating paucrn, nutritional intake (macro nutrient and folic acid), nutritional status, serum and RISC folic acid level.
Results: Serum folic acid level of < 3 mg/ml, was not found, Scrum folic acid level was not associated with using pill or non pill, socio-demographic, eating pattern, nutritional intake and nutritional status. The percentage of RISC folic acid level of N 160 mg/ml, was 3.5%. RISC folic acid level was not associated with using pill or non-pill, but there was a tendency Chef ItBC folic acid level in pill users was lower than non-pill users, There was a significant correlation between R13C folic acid level wish the frequency of green vegetables consumption and age group, 'Ihe difference in the manner of cooking significantly associated with the number of subject with RBC folic acid level of 160 mg/ml. Nutritional intake was under RDl level in almost subjects. Pill users had in average significant lower folic acid intake compare to non-pill users, but there was no correlation between folic acid intake with scrum and RBC folic acid level.
Conclusions: Serum and RHC folic acid stains is not associated with using pill or non-pill. From this study it is still not necessary for folic acid supplementation, especially for pill users.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T4024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>