Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shidiq Trianto
"Fly ash sebagai limbah padat dari pembangkit listrik dan senyawa karbonat hasil absorpsi CO2 belum termanfaatkan secara maksimal. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh jenis alkali aktivator dan rasio alkali aktivator dengan fly ash batubara dalam pembuatan material geopolimer. Jenis alkali aktivator yang dipakai NaOH/Na2CO3, NaOH/NaHCO3, KOH/K2CO3, KOH/KHCO3, dan NaOH/Na2SiO3. Sedangkan rasio alkali aktivator dengan fly ash (rasio AA/FA) yang digunakan adalah 0,10, 0,20, dan 0,30. Rata-rata kuat tekan pada penggunaan alkali aktivator KOH sebesar 8,431 MPa dan pada NaOH sebesar 7,923 MPa. Kuat tekan terbaik pada KOH/K2CO3 rasio 0,1 (rasio massa) dengan kuat tekan 24,284 MPa dan lebih besar 34,1% dari pada kuat tekan pada semen Portland yang hanya 18,104 MPa. Terjadinya reaksi geopolimerisasi ditanadai dengan adanya kristal moganit, ferinatrit, gehlenit, koesit, kristobalit, kuarsa, mikroklin, kiesirite, nosean, ortoenstatit, dan hematit. Ikatan geopolimer terbentuk untuk semua jenis alkali aktivator dengan adanya Si-O/Al-O, T-O-Si (T= Si/Al), dan Si-O-Si pada fingerprint region.

Fly ash as solid waste from power plants and carbonate compounds from CO2 absorption products have not been used optimally. This study aims to determine the effect of the type of alkali activator and the ratio of alkali activator with coal fly ash in the manufacture of geopolymer materials. The type of alkaline activator used is NaOH/Na2CO3, NaOH/NaHCO3, KOH/K2CO3, KOH/KHCO3, dan NaOH/Na2SiO3. While the ratio of alkali activator to fly ash (AA/FA ratio) used was 0.10, 0.20, and 0.30. The average compressive strength of KOH’s alkaline activator is 8,431 MPa and for NaOH 7,923 MPa. The best compressive strength is KOH/K2CO3 with ratio 0.1 (mass ratio) and this variation gives compressive strength result is 24.284 MPa and 34.1% higher than the compressive strength of Portland cement which is only 18.104 MPa. The geopolymerization reaction occurs by the presence of crystals of moganite, gehlenite, coesite, cristobalite, quartz, microcline, kiesirite, nosean, orthoenstatite, and hematite. Geopolymer bonds were formed for all types of alkaline activators in the presence of Si-O/Al-O, T-O-Si (T= Si/Al), and Si-O-Si in the fingerprint region."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Eviyanti Magdalena
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan electroplating sludge serta penggunaan kombinasi alkali aktivator NaOH – Na2CO3 terhadap sifat mekanis blok beton produk geopolimer. Studi ini didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan kinerja beton geopolimer dengan mengintegrasikan limbah industri, yaitu electroplating sludge. Variabel yang diuji meliputi kombinasi alkali aktivator NaOH dan Na2CO3, serta variasi konsentrasi electroplating sludge yang dicampurkan dengan fly ash dari 5% hingga 20%. Rasio alkali aktivator terhadap fly ash dipertahankan pada 0,3, dan rasio Na2CO3 terhadap NaOH diatur pada 1:1. Dalam eksperimen ini, sebanyak 11 sampel blok geopolimer dibuat dan diuji. Dua sampel dengan kuat tekan terbaik adalah sampel C3 dengan kuat tekan 15,82 MPa dan sampel C4 dengan 16,15 MPa. Absorpsi air juga diamati, dengan sampel C3 sebesar 9,764% dan sampel C4 sebesar 1,406%. Hasil kuat tekan pada kode sampel C4 dipengaruhi oleh keberadaan unsur Si (19,757%), Al (8,557%), dan Ca (21,190%) yang tinggi, dengan kristalinitas kuarsa yang dominan sebesar 45%. Uji FTIR menunjukkan pembentukan jaringan geopolimer pada bilangan gelombang 987,22 cm-1 yang meningkatkan kuat tekan produk geopolimer. Selain itu, produk geopolimer yang dihasilkan memenuhi spesifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-0961-1996, yakni minimal 8,5 MPa.

This research aims to evaluate the impact of adding electroplating sludge and the use of a NaOH – Na2CO3 alkali activator combination on the mechanical properties of geopolymer concrete blocks. The study is driven by the need to enhance the performance of geopolymer concrete by integrating industrial waste, specifically electroplating sludge. The variables tested include combinations of NaOH and Na2CO3 alkali activators and varying concentrations of electroplating sludge mixed with fly ash, ranging from 5% to 20%. The ratio of alkali activator to fly ash was maintained at 0.3, and the Na2CO3 to NaOH ratio was set at 1:1. In this experiment, a total of 11 geopolymer block samples were prepared and tested. The two samples with the highest compressive strength were sample C3 with a compressive strength of 15.82 MPa and sample C4 with 16.15 MPa. Water absorption was also observed, with sample C3 at 9.764% and sample C4 at 1.406%. The compressive strength results for sample C4 were influenced by the high presence of Si (19.757%), Al (8.557%), and Ca (21.190%), with dominant quartz crystallinity at 45%. FTIR analysis indicated the formation of a geopolymer network at a wavenumber of 987.22 cm-1, which contributed to the increased compressive strength of the geopolymer product. Additionally, the produced geopolymer met the specifications of the Indonesian National Standard (SNI) 03-0961-1996, which requires a minimum of 8.5 MPa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Ferdian
"Kekuatan flexural dari material geopolimer sangat dipenaruhi oleh molekul yang terbentuk dari reaksi geopolimerisasi. Semakin kompleks molekul yang terbentuk maka kekuatan yang dihasilkan akan meningkat. Molekul geopolimer dibentuk pada reaksi geopolomerisasi yang reaksinya sangat dipengaruhi oleh gugus aktif aluminasilikat sebagai agen pereaksi yang diperoleh dari pelarutan oleh alkali basa, sehingga semakin tinggi konsentrasi OH yang ditambahkan maka menyebabkan semakin banyak gugus aktif yang terlarut dari fly ash. Dibuktikan dari kekuatan flextural yang meningkat pada pembuatan pasta geopolimer dengan menggunakan NaOH 7 M, hingga 12 M, dengan kekuatan flexural sebagai berikut: 21,03 MPa untuk NaOH 7 M dan 33,71 MPa untuk NaOH 12 M. Peningkatan dari OH terlarut ternyata juga berpengaruh pada kelarutan CaO dalam membentuk Ca(OH)2 sehingga menurunkan kelrutan partikel fly ash karena berkurangnya ion OH untuk pelarutan Si dan Al, dan meningkatnya laju pengerasan pasta sehingga pasta mengeras sebelum semua partikel fly ash sempat bereaksi. Dibuktikan dari sampel dengan NaOH 16 M yang memiliki kekuatan flexural yang lebih rendah yaitu sebesar 26,68 MPa. Selain dari peningkatan konsentrasi NaOH, penambahan Na2SiO3 juga menyebabkan peningkatan rasio Si/Al karena mengakibatkan peningkatan SiO2 terlarut. Semakin tinggi rasio Na2SiO3/NaOH maka akan mengakibatkan peningkatan rasio Si/Al terlarut. Pada rasio Na2SiO3/NaOH 1,25 hingga 2,25 kekuatan flexural meningkat dari mula-mula 25,69 MPa menjadi 32,91 MPa. Hubungan kekuatan flexural pasta geopolimer ini selanjutnya dinalisa berdasarkan pada struktur molekul yang terbentuk dan ikatan kimia di dalam molekulnya. Adanya fasa quartz dan mullite di dalam matriks geopolimer menandakan terdapat partikel fly ash yang tidak ikut bereaksi. Kekuatan ikatan kimia dan intensitas dari ikatan dalam membentuk molekul geopolimer juga merupakan indikasi keberhasilan reaksi geopolimerisasi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42461
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Aryasatiana Azzahra
"Geopolimer adalah bahan bangunan ramah lingkungan sebagai subtitusi semen portland. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimal dalam proses pembentukan geopolimer untuk mencapai nilai kuat tekan terbaik. Fokus penelitian ini adalah pada pengaruh suhu pelarutan aktivator, yaitu NaOH dan Na2SiO3, dengan variasi suhu pelarutan 30°C, 40°C, dan 50°C, serta penambahan semen portland sebesar 5%, 10%, dan 15% terhadap berat fly ash sebagai prekursor. Nilai kuat tekan terbaik, yaitu 20,12 MPa, dicapai pada sampel dengan suhu pelarutan aktivator alkali 40°C dan substitusi semen portland sebesar 15% terhadap fly ash. Nilai tersebut lebih tinggi daripada sampel kontrol semen portland yang memiliki kuat tekan sebesar 19,42 MPa. Sampel terbaik tersebut kemudian dikarakterisasi dengan beberapa uji, yang mengindikasikan pembentukan beberapa kristal baru seperti kuarsa, okenite, faujasite-Na, anortit, dan aluminocoquimbite yang memiliki tingkat kekerasan mineral cukup tinggi. Selain itu, terdeteksinya ikatan-ikatan seperti Si-O-Si dan Al-O-Si yang lebih kuat pada sampel dengan nilai kuat tekan tertinggi.

Geopolymer is an environmentally friendly building material used as a substitute for Portland cement. This research aims to determine the optimal conditions in the geopolymer formation process to achieve the best compressive strength value. The focus of this research is on the influence of the dissolution temperature of activators, namely NaOH and Na2SiO3, with dissolution temperature variations of 30°C, 40°C, and 50°C, as well as the addition of Portland cement by 5%, 10%, and 15% by weight of fly ash as a precursor. The best compressive strength value, which is 20.12 MPa, was achieved in samples with an alkali activator dissolution temperature of 40°C and a substitution of 15% Portland cement for fly ash. This value is higher than the control sample of Portland cement, which has a compressive strength of 19.42 MPa. The best samples were then characterized with several tests, indicating the formation of several new crystals such as quartz, okenite, faujasiteNa, anorthite, and aluminocoquimbite, which have a relatively high mineral hardness level. In addition, the presence of stronger bonds such as Si-O-Si and AlO-Si was detected in samples with the highest compressive strength value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Permatasari
"Kebutuhan energi listrik dan ketergantungan sumber energi batubara, sedangkan proses pembakaran batubara tidak terbakar habis sehingga menghasilkan limbah berupa fly ash. Kegiatan pemanfaatan limbah fly ash di industri semen dapat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa pencemaran udara. Oleh sebab itu, diperlukan konsep keberlanjutan pemanfaatan limbah fly ash sebagai alternatif bahan baku di industri semen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi dampak lingkungan pada pemanfaatan limbah fly ash menjadi semen, menganalisis manfaat finansial bagi industri semen, dan menentukan alternatif keberlanjutan pemanfaatan limbah fly ash berdasarkan konsep produksi bersih. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan metode AHP. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi partikulat pada kegiatan pemanfaatan limbah fly ash di tidak melebihi baku mutu namun berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dengan sebaran periode 24 jam sebesar 219 µg/m3, sedangkan periode tahunan tertinggi sebesar 67,2 µg/m3. Pemanfaatan limbah fly ash dapat mengurangi penggunaan bahan baku gypsum dan trass hingga 3,2 %. Manfaat finansial yang diterima industri semen adalah efisiensi biaya material sebesar Rp6.052.872.369,02 pada tahun 2018 dan Rp32.730.142.087,09 pada tahun 2022. Konsep produksi bersih sebagai alternatif keberlanjutan pemanfaatan limbah fly ash di industri semen PT ABC adalah dengan menerapkan recycle partikulat yang ditangkap oleh DC dan EP.

The demand for electrical energy and dependence on coal energy sources, while the coal combustion process does not burn out, resulting in waste in the form of fly ash. The utilization of fly ash waste in the cement industry can potentially cause environmental impacts in the form of air pollution. Therefore, the concept of sustainability of fly ash waste utilization as an alternative raw material in the cement industry is needed. The objectives of this study are to analyze the potential environmental impacts on the utilization of fly ash waste into cement, analyze the financial benefits for the cement industry, and determine alternative sustainability of fly ash waste utilization based on the concept of clean production. The research method used is quantitative method with AHP method. The results showed that particulate concentrations in fly ash waste utilization activities did not exceed quality standards but had the potential to cause environmental impacts with a 24-hour period distribution of 219 µg/m3, while the highest annual period was 67.2 µg/m3. Utilization of fly ash waste can reduce the use of gypsum and trass raw materials by up to 3.2%. The financial benefits received by the cement industry are material cost efficiency of Rp6,052,872,369.02 in 2018 and Rp32,730,142,087.09 in 2022. The concept of clean production as an alternative to the sustainability of fly ash waste utilization in the cement industry of PT ABC is to implement the recycle of particulates captured by DC and EP."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pebrida Nessya Arlis
"Semen Portland telah diteliti mampu digantikan oleh abu terbang kelas F yang memiliki kandungan tinggi aluminium dan silika, sebagai bahan dasar pada beton. Rendahnya kandungan kalsium mampu meningkatkan ketahanan beton terhadap lingkungan asam. Semakin banyak kation penyeimbang muatan anion yang terbebaskan, akan meningkatkan kompleksitas geopolimerisasi. Pada studi ini diteliti bahwa penggunaan NaOH memiliki nilai kuat tekan fleksural yang lebih tinggi, dibandingkan dengan KOH yang dicampurkan dengan aktivator natrium silikat karena ukuran molekul kalium lebih besar dari natirum. Nilai kuat tekan fleksural mampu dioptimasi sebanyak 95.79%, dari 12.2987 MPa hingga 24,0796 MPa, pada penggunaan NaOH 12M dan curing 900C. Peningkatan konsentrasi alkali akan mengakibatkan peningkatan alkalinitas seiring banyaknya OH- dan kation alkali, yang akan menyeimbangi muatannya melalui pemutusan pasangan anion. Baik kandungan H2O bebas maupun terperangkap, akan menguap membentuk pori ketika curing pada titik didihnya, yang mengakibatkan penurunan kekuatan.

Portland cement was observedly able to be replaced with F-class fly ash containing high aluminium and silica, as a raw material for concrete, since its manufacturing produces emission gas of CO2. The low calcium containing of fly ash can be increasing the high acidic environment resistance. The more charge balancing cation released as the fly ash mineral dissolution, the more complex its geopolymerization mechanism. In this study, was shown that NaOH gave higher flexural strength than KOH mixed with sodium silicate activator since sodium has a smaller molecule size than potassium does. Formulation of NaOH 12M using and 900C Curing, The flexural strength point optimizedly increase 95.79% reaching out 24,0796 MPa from 12,2987 MPa. The increasing of alkali concentration gives too high alkalinity representatively present excess OH- and its alkali cation, balancing their charge through anion pairing detachment. It?s either free H2O or trapped H2O could be evaporating leaving pores over its boiling point temperature in curing, and consequently gives strength decreasing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Fahira Jatiputro
"Pada penelitian ini, pembentukan geopolimer divariasikan rasio arang tempurung kelapa terhadap abu terbang sebagai sumber aluminasilikat sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15%.  Sumber aluminasilikat yang divariasikan kemudian dicampur dengan larutan alkali aktivator yang berupa NaOH dan water glass dengan berbagai suhu yaitu, 30oC (suhu ruang), 40oC, dan 50oC. Karakterisasi yang akan diujikan berupa analisis kuat tekan, analisis komposisi XRF, analisis kristalinitas XRD, dan analisis gugus fungsi FTIR. Kuat tekan terbaik yang dihasilkan bernilai 21,34 MPa dengan rasio bahan baku 85% abu terbang dan 15% arang tempurung kelapa, yang melalui proses pencampuran alkali aktivator pada suhu 40oC. Nilai tersebut lebih tinggi dari sampel semen Portland sebagai sampel kontrolnya yang bernilai 19,42 MPa. Dalam variasi rasio arang tempurung kelapanya, nilai kuat tekan tersebut naik 48% dibanding variasi tanpa arang tempurung kelapa. Sementara dalam variasi suhu pelarutan alkalinya, nilai kuat tekan naik 62% dari pelarutan pada suhu ruang. Hasil analisis XRF menunjukan adanya peningkatan kadar Si dan Al pada sampel geopolimer dibanding bahan bakunya. Hail analisis XRD menunjukan adanya mineral pargasite, kuarsa, girolit, dan biotit pada geopolimer. Sementara hasil analisis FTIR menunjukkan adanya ikatan Si-O/Al-O pada bilangan gelombang 1399,69 dan ikatan Si-O-Si pada bilangan gelombang 1078,67

In this study, the ratio of coconut shell ash to fly ash as a source of aluminasilicate was varied by 0%, 5%, 10%, and 15%. The various aluminasilicate sources were then mixed with an alkaline activator solution in the form of NaOH and water glass at various temperatures, such as 30oC (room temperature), 40oC and 50oC. The characterization that will be tested is in the form of compressive strength analysis, composition analysis of XRF, crystallinity analysis of XRD, and functional groups analysis of FTIR. The best compressive strength is 21.34 MPa with a ratio of 85% fly ash and 15% coconut shell ash, which is mixed with an alkaline activator at 40oC. This value is higher than the Portland cement sample as the control sample which is 19.42 MPa. In the variation of the coconut shell ash ratio, the compressive strength value increased by 48% compared to the variation without coconut shell ash. Meanwhile, with variations in the temperature of the alkaline dissolving, the compressive strength increased by 62% from dissolution at room temperature. The results of the XRF analysis showed an increase in Si and Al levels in the geopolymer samples compared to the raw materials. The results of the XRD analysis showed the presence of pargasite, quartz, gyrolite and biotite minerals in the geopolymer. While the results of FTIR analysis showed the presence of Si-O/Al-O bonds at wave number 1399.69 and Si-O-Si bonds at wave number 1078.67."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winni Rezki Wulandari
"Salah satu nutrien utama yang mengakibatkan terjadinya eutrofikasi pada sistem akuatik adalah senyawa fosfat. Jumlah fosfat yang tinggi di sistem akuatik mengakibatkan kualitas air menjadi menurun dan keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Fenomena eutrofikasi ini dapat diatasi dengan suatu metode, yaitu adsorpsi yang dipengaruhi oleh suatu adsorben. Abu terbang batubara telah menjadi perhatian oleh para peneliti untuk dijadikan sebagai adsorben dalam adsorpsi fosfat. Dalam penelitian ini, dilakukan modifikasi abu terbang dengan asam, yang terdiri dari H2SO4, HCl dan campuran kedua asam tersebut serta dilakukan modifikasi abu terbang menggunakan basa, yaitu NaOH secara hidrotermal. Hasil modifikasi abu terbang dikarakterisasi dengan menggunakan XRF, XRD, SEM, FTIR dan SSA lalu dijadikan sebagai adsorben untuk adsorpsi fosfat dan dibandingkan dengan abu terbang tanpa modifikasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi fosfat dari abu terbang termodifikasi asam dan abu terbang modifikasi basa secara hidrotermal memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan abu terbang tanpa modifikasi. Abu terbang termodifikasi asam, yaitu HCl, H2SO4 dan campuran kedua asam tersebut memiliki kapasitas adsorpsi masing-masing mencapai 0,606 mg P-PO4/g, 0,655 mg P-PO4/g, dan 0,705 mg P-PO4/g
dengan %efisiensi adsorpsi sebesar 73,58%, 79,60% dan 85,62%. Abu terbang modifikasi basa secara hidrotermal memiliki kapasitas adsorpsi mencapai 0,677 mg P-PO4/g dengan %efisiensi sebesar 82,27%. Sementara, abu terbang tanpa modifikasi memiliki kapasitas adsorpsi mencapai 0,485 mg P-PO4/g dengan %efisiensi sebesar 60,07%. Kondisi pH optimum adsorpsi fosfat diperoleh pada pH 7 untuk adsorben abu terbang yang telah
dimodifikasi dan pH 5 untuk abu terbang tanpa modifkasi. Model isoterm yang sesuai pada kelima adsorben ini adalah isoterm Freundlich.
One of the main nutrients that causes eutrophication in aquatic systems is phosphate compounds. The high amount of phosphate in the aquatic system results in decreased water quality and the balance of the ecosystem is disturbed. This eutrophication phenomenon can be overcome by a method, namely adsorption which is influenced by an adsorbent. Coal fly ash has been of interest by researchers to be used as an adsorbent in phosphate adsorption. In this study, fly ash was modified with acid, consisting of H2SO4, HCl and a mixture of the two acids and modified fly ash using a base, namely NaOH hydrothermally. The modified fly ash was characterized using XRF, XRD, SEM, FTIR and AAS and then used as an adsorbent for phosphate adsorption and compared with fly ash without modification. The results showed that the phosphate adsorption capacity of acid modified fly ash and base modified fly ash hydrothermally had a higher value than unmodified fly ash. Acid-modified fly ash, namely HCl, H2SO4 and a mixture of the two acids had adsorption capacities of 0.606 mg P-PO4/g, 0.655 mg P-PO4/g, and 0.705 mg P-PO4/g respectively.
with % adsorption efficiency of 73.58%, 79.60% and 85.62%. Hydrothermal base modified fly ash has an adsorption capacity of 0.677 mg P-PO4/g with an efficiency of 82.27%. Meanwhile, unmodified fly ash has an adsorption capacity of 0.485 mg P-PO4/g with an efficiency of 60.07%. The optimum pH conditions for phosphate adsorption were obtained at pH 7 for fly ash adsorbents that had been modified and pH 5 for fly ash without modification. The suitable isotherm model for these five adsorbents is the Freundlich isotherm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Nurul Iman
"Beton merupakan material bangunan yang sering digunakan dan salah satu bahan bakunya adalah semen. Namun produksi semen memberi dampak tidak baik berupa emisi (CO2) yang mana setiap ton mengeluarkan hingga 622 kg CO2. Untuk mengatasi permasalah tersebut, material geopolimer dikembangkan. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi dan rasio massa aktivator alkali dengan abu sekam padi terhadap produk geopolimer dan karakteristiknya. Jenis aktivator alkali yang digunakan yaitu NaOH/Na2SiO3 dan NaOH/NaHCO3 dengan rasio massa yang digunakan adalah 0,20, 0,25, dan 0,3 serta konsentrasi larutan 8, 10, dan 12M. Hasil yang didapatkan yaitu berdasarkan pengujian XRF, komposisi yang dominan pada abu sekam padi berupa SiO2 sebesar 97,61% dan kuat tekan terbaik yang didapatkan sebesar 1,61 MPa menggunakan aktivator alkali NaOH/Na2SiO3 dengan rasio massa 0,3 dan konsentrasi 12M. Setelah proses reaksi geopolimerisasi, terdeteksi kristal-kristal yang baru yang terbentuk seperti zeolite (Na2Al2Si2O8. xH2O), anorthite (Ca(Al2Si2O8)), albite high (Na(AlSi3O8)), felspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8), coesite (SiO2), dan diiron(III) tri(sulfate(IV)). Serta reaksi geopolimerisasi yang terjadi juga ditunjukkan dengan adanya ikatan geopolimer yang terbentuk pada fingerprint region seperti Si-O/Al-O dan Si-O-Si.

Concrete is a building material that is often used and one of the raw materials is cement. However, cement production has an unfavorable impact in the form of emissions (CO2) which each ton emits up to 622 kg of CO2. To overcome these problems, geopolymer materials were developed. This study aims to determine the effect of concentration and mass ratio of alkaline activator with rice husk ash on geopolymer products and their characteristics. The type of alkaline activator used is NaOH/Na2SiO3 and NaOH/NaHCO3 with the mass ratios used are 0.20, 0.25, and 0.3 and the solution concentrations are 8, 10, and 12M. The results obtained are based on XRF testing, the dominant composition of rice husk ash in the form of SiO2 is 97.61% and the best compressive strength obtained is 1.61 MPa using alkaline activator NaOH/Na2SiO3 with a mass ratio of 0.3 and a concentration of 12M. After the geopolymerization reaction, new crystals were detected such as zeolite (Na2Al2Si2O8. xH2O), anorthite (Ca(Al2Si2O8)), high albite (Na(AlSi3O8)), feldspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8), coesite (SiO2), and diiron(III) tri(sulfate(IV)). And the geopolymerization reaction that occurs is also indicated by the presence of geopolymer bonds formed in the fingerprint region such as Si-O/Al-O and Si-O-Si."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Pujilestari
"The use of coal as fuel for the electricity industry also continues to increase as it is driven by the National Energy Policy (NEP). Environmental problems from coal combustion are to produce coal ash waste (fly ash, bottom ash) which accumulates on ash disposal. Marine environment is one of the environmental components that receive the impact of coal dust dispersion containing metals. At present environmental management and monitoring often ignores the pathways of metal contaminants. The objectives of this study were (1) to know the total metal, the potential for leaching, and the most dominant toxic metals from the coal combustion process to ash disposal. (2) Modeling metal marine pathways based on the most dominant metals. (3) Assessing potensial application of models to the marine environment. Methods of study used a sample of coal and coal ash of Sumatra type. Then metal determination was then carried out with ICP-MS and CV-AFS. Leaching potential uses TCLP testing and Leaching Ratio (LR) calculations. Data processing used statistical analysis, numerical models of 3D metal transport with simulations for 20 years of operating industry. This study dicovered that the largest total metal occurred after the coal turned into fly ash waste, while the largest Leaching Ratio (LR) occurred when it was still in the form of coal. The order of metals with the largest LR value from coal and coal ash in Sumatra is Sn> Pb> CrVI> Mo> Cu> Zn> li> Co> V> B> Ni> Cd. It is also known that the dominant toxic metal from the Sumatra type is Pb. The pathways model shows the dynamics of metals plunging into the sea, absorbed into floating sediments, and finally decomposes in the sediments. It then re-dissolves (leaching) at sea. The simulation results also show that lead (Pb) contribution from coal and coal ash at Teluk Palabuhanratu as a continuous source, from 2012-2015 was 50.4%. This study concludes that the model of metal pathways can be applied in the marine environment, as it show the inviolable location for the benefit of marine use.

Penggunaan batubara sebagai bahan bakar industri listrik juga terus meningkat karena didorong oleh Kebijakan Energi Nasional (KEN). Permasalahan lingkungan dari pembakaran batubara adalah dihasilkannya limbah abu batubara (fly ash, bottom ash) yang semakin menumpuk di ash disposal. Lingkungan laut merupakan salah satu komponen lingkungan yang menerima dampak dari sebaran abu batubara yang mengandung logam. Saat ini pengelolaan dan pemantauan lingkungan seringkali mengabaikan pathways dari kontaminan logam. Tujuan studi ini adalah (1) menganalisa total logam, potensi leaching, logam toksik yang paling dominan dari proses pembakaran batubara sampai ash disposal. (2) Membangun model pathways logam di laut berdasarkan logam yang paling dominan. (3) Mengkaji potensi penerapan model terhadap lingkungan laut. Metode studi menggunakan sampel batu bara dan abu batubara jenis Sumatera. Kemudian penentuan logam dilakukan dengan ICP-MS dan CV-AFS. Potensi leaching mengunakan uji TCLP dan perhitungan Leaching Ratio (LR). Pengolahan data menggunakan model numerik transpor logam 3D dengan simulasi selama 20 tahun industri beroperasi. Studi ini menemukan total logam terbesar terjadi setelah menjadi limbah fly ash, sedangkan LR terbesar terjadi ketika masih berbentuk batubara. Urutan logam dengan nilai LR terbesar dari batubara dan abu batubara Sumatera adalah Sn > Pb > CrVI > Mo > Cu > Zn > li > Co > V > B > Ni > Cd. Hasil model pathways menunjukkan dinamika logam yang jatuh ke laut, terserap di sedimen melayang, akhirnya terdeposisi di sedimen dasar, kemudian kembali terlarut di laut. Hasil simulasi juga menunjukkan, kontribusi logam dari sumber batubara dan abu batubara yang jatuh ke Teluk Palabuhanratu sebagai sumber kontinyu, dari Tahun 2012-2015 sebesar 50,4%. Studi ini menyimpulkan model pathways logam dapat diterapkan di lingkungan laut, karena dapat menunjukkan lokasi aman dari polutan untuk kepentingan penggunaan wilayah laut."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2552
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>