Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138343 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabila Nasta Andini
"Fikosianin merupakan pigmen protein berwarna biru yang sering digunakan dalam berbagai bidang karena memiliki banyak manfaat. Oleh karena itu, penelitian mengenai jumlah fikosianin perlu dilakukan. Penelitian mengenai fikosianin dapat dilihat dari jumlah biomassa karena jumlah biomassa mempengaruhi jumlah fikosianin yang dihasilkan. Namun sering ditemukan sebuah fenomena ketika kultivasi yang disebut pembuatan bayangan atau self shading. Fenomena ini adalah fenomena dimana intensitas cahaya yang diterima oleh mikroalga berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah sel dalam tempat pembudidayaannya. Adanya fenomena ini menyebabkan hasil biomassa dan fikosianin yang dihasilkan oleh Spirulina sp. tidak optimal. Oleh karena itu, perlu ada penelitian untuk menimimalkan self-shading. Pada penelitian ini, peminimalan fenomena self shading dilakukan dengan mengatur intensitas cahaya secara berkala selama proses kultivasi. Intensitas cahaya yang digunakan untuk kultivasi tergantung dari optical density dari mikroalga tersebut pada satu titik waktu. Analisis penelitian dilakukan dengan pemanenan dan pengeringan mikroalga untuk mendapatkan biomassa. Setelah itu dilakukan ekstraksi dengan metode ultrasonikasi untuk mengetahui kandungan dari fikosianin. Hasil akhir produksi biomassa dan produksi ekstrak fikosianin lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil kultivasi dengan cahaya tetap yang menandakan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan Spirulina platensis.

Phycocyanin is a blue protein pigment that is often used in various fields because it has many benefits. Therefore, research on the amount of phycocyanin needs to be done. Research on phycocyanin can be seen from the amount of biomass because the amount of biomass affects the amount of phycocyanin produced. However, a phenomenon called self-shading is often found during cultivation. It is a phenomenon where the light intensity received by microalgae decreases with the increase in the number of cells in the cultivation site. The existence of this phenomenon causes the yield of biomass and phycocyanin produced by Spirulina sp. not optimal. Therefore, there needs to be research to minimize self-shading. In this study, the self-shading phenomenon was minimized by adjusting the light intensity periodically during the cultivation process. The light intensity used for cultivation depends on the optical density of the microalgae at one point of time. Research analysis was carried out by harvesting and drying microalgae to obtain biomass. After that, extraction was carried out using the ultrasonication method to determine the content of phycocyanin. The final yield of biomass production and the production of phycocyanin extracts were higher than those of cultivation with fixed light, which indicates that light intensity affects the growth of Spirulina platensis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najwa Eliva
"Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang memberikan warna kuning, jingga, dan merah pada tumbuhan. Karotenoid dikenal karena pigmentasinya, memiliki sifat antioksidan serta memberikan banyak manfaat terhadap kesehatan. Meskipun dapat diproduksi secara kimiawi, karotenoid alami lebih diminati karena tidak menghasilkan efek samping terhadap kesehatan. Salah satu sumber bahan alam yang dapat memproduksi karotenoid adalah mikroalga. Karena fleksibilitasnya, mikroalga memiliki potensi yang besar sebagai sumber karotenoid sehingga upaya optimasi kultivasi mikroalga banyak dilakukan. Pada kultivasi mikroalga, terdapat beberapa faktor yang penting untuk dikonsiderasi, salah satunya adalah cahaya. Penggunaan cahaya yang optimal akan meningkatkan laju fotosintesis sehingga pertumbuhan sel turut mengalami peningkatan. Seiring meningkatnya pertumbuhan mikroalga, fenomena self-shading dapat terjadi sehingga menurunkan laju pertumbuhan dan produksi biomassa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peningkatan intensitas cahaya yang disesuaikan dengan kerapatan sel mikroalga dapat dilakukan. Pada penelitian ini digunakan konsorsium mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis karena keduanya merupakan sumber karotenoid yang potensial. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada rasio konsorsium 1:1, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,39 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,9 g/L dengan cahaya konstan. Pada rasio konsorsium 1:2, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,49 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 2,01 g/L dengan cahaya konstan. Pada rasio konsorsium 2:3, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,33 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,81 g/L dengan cahaya konstan. Pada monokultur Spirulina platensis, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 1,51 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,35 g/L dengan cahaya konstan. Melihat peningkatan perolehan biomassa kering, dapat disimpulkan bahwa fenomena self-shading dapat diatasi. Kandungan karotenoid yang terkandung dari mikroalga diperoleh sebesar 0,084 – 0,099 mg/g biomassa kering, dan peningkatan intensitas cahaya tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan pada peningkatan kandungan karotenoid.

Carotenoid is a group of pigment that gives colours such as yellow, orange, and red to wide range of plants. Carotenoid is widely known for its pigmentation, antioxidant activity and lots of benefits for health. Although it can be produced synthetically, natural carotenoid is preferable because it doesn’t give additional side effects for health. One of many natural sources that can produce carotenoids is microalgae. Due to its flexibility, microalgae is stated as a very potential source of carotenoid, leading to many researches are carried out to optimize microalgae cultivation. There are several factors to consider during microalgae cultivation, one of them is light utilization. Optimal light intensity will increase photosynthetic rate and microalgae growth rate. However, the increase in microalgae growth rate can lead to a phenomenon called self-shading, that can reduce microalgae growth rate and biomass production. To overcome this problem, periodic increase in light intensity can be applied. In this study, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis consortium is used. From the conducted study, it is known that in the ratio of 1:1, increasing light intensity results in 2,39 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1,9 g/L dry biomass. In the ratio of 1:2, increasing light intensity results in 2,49 g/L dry biomass and constant light intensity results in 2,01 g/L dry biomass. In the ratio of 2:3, increasing light intensity results in 2,33 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1,81 g/L dry biomass. In Spirulina platensis monoculture, increasing light intensity results in 1,51 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1.35 g/L dry biomass. The results indicate that the self-shading phenomenon can be overcome. The carotenoid content in microalgae is reported reached 0,084 – 0,099 mg/g dried biomass, and the increasement of light intensity didn’t give a significant effect in increasing carotenoid content."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esturizqi Utami Ramadhan
"Skripsi ini memaparkan penelitian terkait optimasi parameter kultivasi dari Spirulina sp. dengan melakukan pengaturan jenis medium dan pengaturan pencahayaan terang-gelap. Fikosianin merupakan suatu pigmen fotosintetik yang banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Dengan semakin tingginya permintaan fikosianin, maka salah satu langkah pemenuhan tersebut adalah dengan perlu dilakukannya kultivasi mikroalga Spirulina sp. dengan mengoptimalkan parameter kultivasi yang mana dalam hal ini dilakukan dengan melakukan pengaturan jenis medium dan pencahayaan terang-gelap untuk mendapatkan hasil biomassa dan konsentrasi fikosianin yang optimal. Dalam penelitian ini, dilakukan kultivasi dengan 2 (dua) variasi yang berbeda, dimana yang pertama adalah perbedaan medium, yang mana dilakukan dengan 2 (dua) jenis medium berbeda yakni walne dan zarouk. Hasil biomassa tertinggi dimiliki oleh kultur dengan medium zarouk sedangkan untuk konsentrasi fikosianin kedua medium hasilnya secara berturut–turut adalah 0,045±0,00021 mg/mL dan 0,016±0,00453 mg/mL. Selanjutnya, variasi kedua berupa pengaturan pencahayaan terang-gelap dengan kontrol pencahayaan konstan, pencahayaan siang malam, variasi 16 jam terang-8 jam gelap, 18 jam terang-6 jam gelap, dan 20 jam terang-4 jam gelap. Masing–masing hasil kultivasi kemudian diekstraksi dengan sonikasi untuk menentukan kadar fikosianin. Dari hasil yang didapatkan, pencahayaan kontrol konstan (24 jam terang – 0 jam gelap) menjadi penghasil biomassa terbesar sedangkan pencahayaan kontrol siang malam (9 jam terang – 15 jam gelap) memiliki konsentrasi fikosianin terbesar sebanyak 0,027 ± 0,00071 mg/mL.

This undergradate thesis proposal reports the research about optimization cultivation experiments of Spirulina sp. by using different cultivation mediums and photoperiodic (light-dark illumination) adjusment. Phycocyanin is a photosyntetic pigments that has a lot of daily applications. One of the solution to solve the increasing of phycocyanin demand is by adjusting different cultivation mediums and light-dark illumination to obtain the optimum biomass and phycocyanin content. In this experiment, writer used 2 (two) different variations, the first variation was the medium. Writer used 2 (two) different cultivation mediums namely walne and zarouk. The highest biomass was obtained from zarrouk culture while the phycocyanin content consecutive results was 0,045±0,00021 mg/mL dan 0,016±0,00453 mg/mL. The second variation was about photoperiodic (light-dark ilumination) adjusment that consist of constant lighting, day and night lighting, 16 hours light – 8 hourd dark, 18 hours light – 6 hours dark, and 20 hours light – and 4 hours dark variation. Each cultivation sample then extracted by sonication method to determine the biomass and phycocyanin content. From the results taken, constant lighting had the highest biomass content and the control day and night lighting had the highest phycocyanin content around 0,027 ± 0,00071 mg/mL."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anondho Wijanarko
"ABSTRAK
Pemanasan global merupakan isu utama dalam berbagai jurnal pengetahuan dan pemberitaan akhir-akhir ini. Cara-cara pencegahan dan penanggulanan sudah mulai dikembangkan untuk menghindari efek yang lebih berbahaya. Salah satu cara penanggulananya adalah dengan fiksasi CO2 oleh mikroalga. Fiksasi CO2 selain dapat mengurangi kadar CO2 di udara juga dapat menghasilkan biomassa mikroalga yang memiliki nilai ekonomis seperti protein dan glukosa. Hasil biomassa ini kini telah banyak diolah untuk dikonsumsi manusia.
Proses foto sintesis merupakan proses utama berlangsungnya pembentukan biomassa selain proses enzimatis (tanpa cahaya). Penelitian sebelumnya telah membuktikan semakin besar intensitas chaya yang diberikan pada kultur mikroalga semakin besar pula biomassa yang dihasilkan. Penelitian ini diaharapkan dapat menunjukkan pengaruh variasi intensitas cahaya dan jumlah inokulum terhadap produksi biomassa dan fiksasi Co2 oleh mirkoalga.
Penelitian ini akan menggunakan Chlorella sp. Chlorerlla merupakan alga hijau (Chlorophyta) dan merupakan mikroalga yang paling banyak dikembangkan. Mikroalga ini akan dilihat pertumbuhannya dalam fotobioreaktor. Sistem reaktor yang digunakan adalah fotobioreaktor kolom gelembung."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Adrijantie
"Adanya potensi yang besar yang dihasilkan dari aktititas fotosintesis jenis mikroalga Chlorella sp seperti kandungan gizi yang lengkap dan tinggi, serta komponen kesehatan yang lengkap yang memungkinkan mampu meneegah sakit global seperti stroke, jantung koroner, kencing manis, kanker dan lain-lain, menjadikan penelitian skala laboratorium ini bertujuan mencari Intensitas cahaya yang optimum agar dihasilkan pertumbuhan Chlurella sp yang maksimum.
Faktor-faktor yang meinpengaruhi pertumbuhan mikroalgn antara lain cahaya, suhu, nutrisi, dan pH.
Penelitian mengenai produksi biomassa dan dengan jalan fiksasi CO2 dengan memanfaatkan kemampuan fotosintesis mikroalga Chlorella sp (ganggang hijau) dalam reaktor gelembung tunggal ini merupakan salah satu alternative yang diusulkan untuk rnengatasi masalah cumber makan bergizi dan masalah kesehatan.
Proses ini dilakukan dalam kultur Medium Beneck teraerasi dalam sebuah fotobioreaktor. Dengan pencahayaan kontinyu. Proses tersebut berlangsung pada kondisi suhu 29 °C , kecepatan superficial gas sebesar 2,4 m/jam, kandungan CO2 5% dalam aliran udara asupan dan dengan intensitas cahaya yang divariasikan dari 500 lux sampai dengan 10000 lux dan Jumlah set awal yang divariasikan. 500.000 set/ml sampai dengan 8.000.000 sel/ml.
Secara umum hasil yang diperoleh dalarn penelitian ini adalah :
- Mikroalga memerlukan intensitas cahaya sesuai dengan kerapatan selnya agar dapat berkembang secara maksimum, untuk kerapatan set awal sebesar 440.000 sel/ml intensitas cahaya yang dibutuhkan agar laju pertumbuhannya maksimum adalah sebesar 500 lux. Untuk kerapatan sel sebesar ± 990.000 sel/ml laju pertumbuhannya akan mencapai maksimum pada intensitas cahaya sebesar 1000 lux. Untuk kerapatan sel ± 4.590.000 set/ml pada 6000 hix dan kerapatan set ±6.940.000 Sel/ml pada 9000 lux.
- Laju pertumbuhan maksimum terbesar didapat dari kultur dengan pencahayaan alteration, maka dapat disimpulkan sistem pencahayaan alteration merupakan sistem pencahayaan yang terbaik dalam produksi biomassa Chlorella sp.
- Hasil pendekatan secara empiris yang diperoleh dari pertumbuhan Chlorella sp dan fiksasi CO2 dalam skala lab mengikuti persamaan Haldane."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anondho Wijanarko
"ABSTRAK
Masalah gas rumah kaca telah menjadi salah satu topik lingkungan yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Demikian pula dengan produksi biomassa yang telah menjadi komoditi ekonomi bernilai tinggi. Oleh karenanya penelitian mengenai proses fiksasi CO2 dengan memanfaatkan mikroalga Chlorella SP ini dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi efek rumah kaca dan juga mendapatkan kandugnan pati serta karbohidrat dari produksi biomassa yang dihasilkan oleh aktivitas forosintesis.
Proses fiksasi CO2 dan produksi biomassa dengan menggunakan mikroalga Chlorella SP ini dilakukan dalam medium benneck dalam sebuah fotobioreaktor kolom gelembung. Fotobioreaktor ini diaerasi dengan kondisi operasi: kecepatan superficial gas ±2,4 m/hr, suhu 29°C, kandungan CO2 5% dalam aliran udara inlet, intensitas cahaya 700 lux, dan variasi panjang gelombang dengan menggunakan lampu merah, biru, putih, kuning, dan hijau. Data yang diambil adalah intensitas cahaya keluar reaktor (lb), julah sel, selisih fraksi gas CO2 inlet dan outlet serta besar pH.
Hasil yang penting dikemukakan disini adalah laju pertumbuhan sel paling tinggi dicapai oleh sumber iluminasi sinar biru dan paling rendah oleh sinar hijau, sedangkan sinar putih berada ditengah-tengahnya. Laju pengurangan CO2 terbsear terjadi pada sumber iluminasi sinar biru. Hal ini ternyata sebanding dengan peningkatan jumlah sel. namun seiring dengan berjalannya waktu, ternata laju pengurangan CO2 berkurang bahkan sebelum laju pertumbuhan memasuki fase stasioner, sedangkan model pendekatan secara empiris yang paling akurat terhadap data-data yang diperoleh, didapatkan dengan menggunakan persamaan Webb."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Oksa Angger Dumas
"Apabila kita melihat kondisi lingkungan kampus Universitas Indonesia Depok, sampah daun merupakan suatu hal mudah ditemui karena kondisi lingkungan kampus memiliki banyak sekali pepohonan. Untuk memanfaatkan potensi biomassa yang sangat besar tersebut maka dilakukan penelitian untuk menemukan teknologi yang tepat untuk digunakan di lingkungan kampus UI. Fluidized Bed Combustion (FBC) merupakan salah satu teknologi pembakaran yang sangat tepat untuk digunakan di lingkungan kampus UI karena memanfaatkan prinsip fluidisasi dan turbulensi benda padat. Saat proses pembakaran, dengan adanya fenomena fluidisasi ini akan meningkatkan kemampuan perpindahan panas dan massa yang cukup signifikan. Dengan begitu proses pembakaran pun akan menjadi lebih baik. Teknologi ini pun telah bertahun-tahun dikembangkan oleh Universitas Indonesia. dimana pengembangan terus dilakukan tiap tahunnya dengan tujuan untuk meningkatkan performa dari FBC UI. Sehingga, nantinya FBC UI ini dapat dipergunakan dengan lebih baik selain sebagai sarana penelitian. Beberapa tahun terakhir, terdeteksi adanya performa kerja sistem yang masih kurang baik yaitu tidak meratanya fenomena fluidisasi yang mana fenomena tersebut merupakan hal yang sangat krusial dalam kinerja FBC itu sendiri. Fluidisasi merupakan metoda pengontakan butiran-butiran padat berupa pasir dengan fluida gas yang menyebabkan pergolakan pada pasir sampai pasir seakan memiliki sifat-sifat seperti fluida. Banyak faktor yang memengaruhi fenomena fluidisasi, antara lain diameter partikel atau pasir, densitas partikel, porositas hamparan, serta distibutor. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agra dan Sabrizal pada Tugas Akhirnya mereka membuat pemodelan distributor untuk meningkatkan kemampuan fluidisasi FBC UI. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai perbandingan kinerja dasar distributor modifikasi yang diproduksi mengikuti pemodelan distributor yang diciptakan oleh Agra dan Sabrizal dengan distributor yang terdahulu."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Nugraha Wijaya
"ABSTRAK
Penelitian ini menerapkan variasi komposisi kangdungan dari campuran HZSM-5/B2O3 dan suhu operasi untuk menganalisa efeknya terhadap yield dari senyawa monoaromatik yang diproduksi melalui proses konversi katalitik menggunakan prinsip reaktor unggun tetap. Proses konversi katalitik dilakukan dengan menggunakan 15 HZSM-5, 30 HZSM-5, and 100 katalis HZSM-5 dan dengan variasi suhu 450, 475, and 500oC. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses konversi katalitik dengan kenaikan komposisi HZM-5 akan menaikkan hasil yield senyawa aromatik berupa 15.95 , 23.11 and 63.11 untuk proses yang dilakukan pada suhu 450OC. Pada suhu 475OC akan menghasilkan 19.85 , 26.89 , and 73.21 senyawa aromatic dengan menaiknya kandungan HZSM-5 di dalam campuran katalis. Dan dengan menaiknya kandungan katalis HZSM-5, proses pada suhu 500OC akan menghasilkan 30.60 , 48.26 and 91.33 senyawa aromatic. Hasil ini mengindikasikan bahwa kenaikan kandungan HZM-5 dan suhu operasi akan menaikkan yield dari senyawa monoaromatik. Kenaikkan yield senyawa monoaromatik dengan menaiknya komposisi HZM-5 disebabkan oleh keunggulan bentuk selektif yang dimiliki oleh HZSM-5 katalis. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa katalis B2O3 tidak menghasilkan efek yang signifikan terhadap yield dari senyawa monoaromatik. Hal ini disebabkan oleh proses pencampuran HZSM-5/B2O3 tidak dilakukan dengan metode yang tepat sehingga katalis B2O3 tidak tercampur secara sempurna kedalam pori-pori dari katalis HZSM-5.

ABSTRACT
In this research, different variation of the composition of the HZSM 5 and B2O3 catalyst and different operation temperature was applied in order to analyze the effect of the catalyst composition and the operation temperature to the production of mono aromatics through catalytic conversion using the fixed bed reactor principle. The catalytic conversion process was done with composition of catalyst used were 15 HZSM 5, 30 HZSM 5, and 100 HZSM 5 under 450, 475, and 500oC. Experimental results showed that for the catalytic conversion under the temperature of 450OC, by the addition of mixture of 15 HZSM 5, 30 HZSM 5, and 100 HZSM 5 will increase the yield of monoaromatic compounds by 15.95 , 23.11 and 63.11 respectively. While the process under 475oC will yield 19.85 , 26.89 , and 73.21 with the increasing fraction of HZSM 5 catalyst inside the mixture of catalyst. Lastly, as the fraction of HZSM 5 increased, the process conducted under 500oC will yield 30.60 , 48.26 and 91.33 of monoaromatic compounds. It indicates that the yield of monoaromatics will increase as the fraction of HZSM 5 catalyst and operating temperature also increase. The increasing fraction of HZSM 5 catalyst will increase the yield of monoaromatic compounds, due to its shape selective reaction advantages. However, the presence of B2O3 have no significant effect the yield of monoaromatics because of the mixing process between HZSM 5 and B2O3 wasn rsquo t done using the proper method, so the B2O3 catalyst wasn rsquo t mixed properly in to the pores of HZSM 5 catalyst."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romy Dzaky Amin Amany
"Biomassa merupakan salah satu sumber energi terbesar setelah batubara, minyak bumi, dan gas alam. Saat ini biomassa digunakan untuk berbagai pemanfaatan, salah satunya adalah sebagai sumber dari asap cair, atau sering disebut dengan bio-oil. Bio-oil dapat diproduksi dengan berbagai metode. Metode yang cukup sering digunakan adalah pirolisis. Abdullah et al telah melakukan penelitian mengenai pirolisis biomassa menggunakan fixed bed reactor tanpa menggunakan gas penyapu [1]. Penelitian tersebut menyatakan bahwa biomassa berupa kayu kamper dapat memproduksi fraksi produk liquid sebanyak 46%wt, ketika dipirolisis dengan temperatur maksimum 500°C dan dengan pemanasan ulang di bagian zona reaksi hingga 200°C menggunakan heater 1500W. Pirolisis tersebut menggunakan Double Pipe Heat Exchanger sebagai unit Liquid Collection System (LCS). Penelitian ini akan membahas bagaimana karakteristik pengkondensasian uap yang terjadi pada LCS tersebut menggunakan program simulasi COMSOL Multiphysics. Simulasi dalam COMSOL Multiphysics akan menggunakan desain 2D axisymmetric dengan modul simulasi Fluid Flow dan Heat Transfer in Fluid. Uap pirolisis akan dianggap sebagai senyawa tunggal yang merepresentasikan campuran senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalam bio-oil sebagaimana dimodelkan oleh Hallet dan Clark [2]. Hasil dari simulasi ini menunjukkan bahwa kondensasi yang terjadi di dalam LCS yang digunakan oleh Abdullah et al terjadi secara konveksi natural dengan aliran laminar. Selain itu, hasil dari simulasi ini juga menunjukkan bahwa sebanyak ~16.93%wt uap pirolisis yang seharusnya bisa dikondensasi pada akhirnrya tidak dapat dikondensasi di Outlet LCS. Agar uap pirolisis dapat terkondensasi seluruhnya, maka harus dilakukan optimasi dengan cara memanjangkan LCS hingga 1.15 m dan menggunakan air pendingin dengan temperatur 8°C

ABSTRACT
Biomass is one of the largest energy sources in the world after coal, crude oil, and natural gas. Lately, biomass already used for many purposes, one of which is as a source of liquid smoke, or often called as bio-oil. Bio oil can be produced from various method. One of the most popular method is pyrolysis. Abdullah et al already conducted a research on producing bio-oil from biomass using fixed bed reactor without sweeping gas [1]. The study finds that camphor wood that was used as the feedstock will produce about 46%wt liquid yield during pyrolysis with maximum temperature at 500°C using 1500W heater. In that study, Abdullah et al also reheated the reaction zone until 200°C. The study was using Double Pipe Heat Exchanger as a Liquid Collection System (LCS) unit. This study will focus on the characteristics of condensation phenomenon that happens in that LCS unit using simulation method. This study uses COMSOL Multiphysics as the simulation program. Simulation was conducted using Fluid Flow and Heat Transfer in Fluid Physics. The pyrolysis vapor was considered as a single compound that represents the pyrolysis vapor mixture modeled by Hallet and Clark [2]. The result of this simulation shows that the condensation that occurred inside the LCS that used by Abdullah et al was happened because of natural convection with laminar flow. The result also shows that at the Outlet LCS, ~16.93%wt of the condensable gas was wasted with other Non-Condensable Gases. To achieve fully condensed pyrolysis vapor, the LCS system must be optimized by lengthen the LCS until 1.15 m and using water that have 8°C inlet temperature.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Siswanto
"Pemanfaatan energi terbarukan sudah sangat mendesak guna mereduksi emisi gas CO2 di atmosfir. Salah satunya adalah pemanfaatan biomassa sebagai energi alterntif pengganti energi fosil. Kabupaten Lampung Tengah sebagai sentra produksi gula nasional memiliki potensi bagase yang melimpah, yang dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dengan sistem gasifikasi. Saat ini komplek perkantoran Pemda Lampung Tengah masih mengoperasikan PLTD guna memenuhi kebutuhan energinya karena keandalan jaringan grid KLP SSM sangat terbatas. Untuk itu perlu analisa biaya energi yang dikeluarkan bila menerapkan PLT Biomassa sebagai pengganti PLTD. Dalam analisa ini menggunakan bantuan perangkat lunak HOMER versi 2.68 beta yang dapat mengoptimasi sistem pembangkit dari nilai NPC dan COE terendah. Dari analisa hasil simulasi didapat bahwa dengan mennggunakan PLT Biomassa biaya energi akan turun sebesar 23% dari USD$0.187/kWh menjadi USD$0.144/kWh. Terjadi penghematan pemakaian BBM sebesar 111.625 liter/tahun dan menurunkan emisi gas CO2 sebesar 47,5% dari 603.034 kg/tahun menjadi 316.577. Pada harga grid sesuai BBP TR Provinsi Lampung sebesar Rp.860/kWh maka PLT Biomassa akan dapat bersaing bila harga bagase sebesar USD$ 12/ton.

Utilization of renewable energy is very urgent to reduce emissions in the atmosphere. One of the utilization of biomass is as an alternative energy substitute for fossil energy. Central Lampung District as the center of the national sugar production has the potential bagase abundant, which can be utilized as Biomass Power Plant with gasification system. Recently the local government office complex of Central Lampung still operate diesel generator to meet its energy needs because the supply capacity grid network of KLP SSM only 70%. It is necessary to analyze cost of energy incurred when applying Biomass power plant substitute for diesel generator. The analysis using Homer software version 2.68 beta, to optimize the systems of power plant according to the lowest NPC and COE. The result of analysis shows that cost of energy Biomass power plant will drop from USD$ 0.187/kWh to USD$ 0.144/kWh. It will save of fuel consumption 111.625 liters/year and reduce CO2 emissions 286.457 kg/year. For gid energy purchase USD$ 0.086/kWh, Biomass power plant will be competitive if bagasse price of USD $ 12/ton."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27542
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>