Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165965 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafika Mauldina
"Penelitian ini mengenai peran guru pembimbing khusus (GPK) dalam mengembangkan interaksi sosial anak autis di Sekolah Inklusi yang dibahas dari disipilin ilmu kesejahteraan sosial. Umumnya, anak autis memiliki kesulitan untuk melakukan interaksi sosial. Beberapa penelitian terdahulu mengemukakan bahwa interaksi sosial penting untuk dikembangkan pada anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak autis. GPK merupakan salah satu significant other yang membersamai perkembangan anak autis di sekolah. Lebih lanjut, GPK memiliki peran signifikan dalam mengembangkan pola interaksi sosial anak autis, khususnya di sekolah inklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran GPK dalam mengembangkan pola interaksi anak autis di suatu sekolah inklusi yaitu Sekolah Semut-Semut The Natural School. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Data penelitian didapatkan melalui depth interview bersama 5 narasumber di Sekolah Semut-Semut The Natural School, yaitu 3 GPK, 1 guru kelas, dan 1 guru bidang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa GPK memiliki peran penting dalam mengembangkan interaksi sosial. Peran yang diberikan oleh GPK adalah membimbing anak autis dengan antusias, meningkatkan kepercayaan diri anak autis di sekolah, membimbing dalam kegiatan serta mengingatkan jika salah, sehingga anak autis dapat berinteraksi dan dapat mengikuti pembelajaran menjadi lebih baik. Selain itu, GPK juga melakukan penyelarasan murid autis dengan murid regular di sekolah dengan cara memotivasi anak autis untuk aktif berinteraksi, memberikan edukasi untuk menerima semua teman, melakukan penanganan jika anak tantrum.

This study discusses the role of special guidance teachers (GPK) in developing autistic children's social interactions in the School of Inclusion discussed from the discipline of social welfare. Generally, autistic children have difficulty in social interaction. Some previous studies suggested that social interaction is important for development in children with special needs, especially in autistic children. The GPK is one of the significant others that brings together the development of autistic children in schools. Furthermore, GPK has a significant role in developing patterns of autistic children's social interaction, especially in inclusion schools. The study aims to describe the role of GPK in developing patterns of autistic child interaction in an inclusion school, the Ant-Semut School of The Natural School. This study uses a qualitative approach and a descriptive research type. The research data were obtained through a depth interview with 5 sources at Ant-Semut School The Natural School, namely 3 GPK, 1 class teacher, and 1 field teacher. The results of this study show that GPK plays an important role in developing social interactions. The role given by the GPK is to guide autistic children enthusiastically, increase the confidence of autistic children in school, guide in activities and remind them that they are wrong, so that autistic children can interact and be able to follow learning for the better. In addition, the GPK also harmonizes autistic students with regular students at school by motivating autistic children to actively interact, providing education to accept all friends, handling if children are tantrums."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Hapsari
"Autisma merupakan gangguan perkembangan yang kompleks dan berat, yang ditandai dengan gejala-gejala tertentu yang muncul sebelum usia tiga tahun. Gejalagejala yang diperlihatkan oleh penyandang autisma berupa defisit pada perkembangan bahasa, pada interaksi sosial, dan adanya perilaku-perilaku repetitif. Kelainan ini menyebabkan penyandang autisma mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain dan berhubungan dengan dunia luar. Anak penyandang autism memiliki hambatan yang nyata dalam interaksi sosial. Ketrampilan sosial anak penyandang autisma dapat ditingkatkan melalui interaksi yang intensif dengan saudara sekandung.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai peran saudara sekandung terhadap perkembangan interaksi sosial anak autis. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai alat pengumpul data utama serta observasi sebagai alat pengumpul data penunjang. Subyek penelitian adalah keluarga yang memiliki anak penyandang autisma yang berusia prasekolah dan memiliki saudara sekandung dengan jarak usia dekat. Yang menjadi subyek untuk diwawancara adalah ibu dan saudara sekandung anak autis.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata peran saudara sekandung cukup besar dalam meningkatkan interaksi sosial. Namun peran saudara sekandung ini ditentukan sekali oleh peran ibu dalam melibatkan saudara sekandung dan adiknya yang autis. Ditemukan ibu dengan disiplin yang tinggi dan memberikan tanggung jawab yang cukup besar bagi saudara sekandung untuk selalu berinteraksi dengan adiknya maka interaksi keduanya menjadi cukup intensif dan terlihat peningkatan interaksi sosial yang signifikan dari anak penyandang autisma. Namun ibu yang memiliki kontrol yang lemah terhadap hubungan antar saudara sekandung, ditemukan interaksi keduanya sangat sedikit, dan ini memiliki pengaruh terhadap perkembangan interaksi sosial anak penyandang autisma yang tetap minim tanpa peningkatan. Namun faktor -faktor seperti: jarak usia, perilaku dan taraf kemampuan anak penyandang autisma, sikap dan perasaan saudara sekandung terhadap perlakuan khusus kepada anak penyandang autisma, konteks keluarga secara keseluruhan berkontribusi dalam menentukan peran saudara sekandung tersebut.
Ditemukan juga dalam penelitian bahwa saudara sekandung tidak hanya berperan pada bidang interaksi sosial anak autis tetapi juga turut membantu terapi adiknya yang berupa kemandirian dalam bidang bina diri, kemampuan akademis serta terapi okupasi. Ini berhubungan dengan subyek anak autis yang berusia prasekolah dan sedang melakukan terapi intensif sehingga ibu sering memberikan tugas kepada saudara sekandung yang berhubungan dengan membantu terapi.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan observasi sebagai metode utama kedua sehingga dapat diperoleh gambaran peran saudara sekandung dalam kesehariannya secara utuh. Dalam pemilihan subyek penelitian juga bisa saudara sekandung dan anak autis yang berusia remaja. Selain itu mungkin penting untuk mendapatkan informasi yang memadai mengenai kehidupan perkawinan keluarga yang diteliti sehingga didapatkan gambaran dalam lingkungan keluarga seperti apa saudara sekandung ini berada. Selain itu sebaiknya penelitian yang akan datang dapat memfokuskan kepada keluarga yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S2851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misriyati
"Penelitian ini membahas tentang peran perpustakaan sekolah dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar di Semut-Semut The Natural School. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Kesimpulan yang diperoleh adalah peran perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran di perpustakaan Semut-Semut The Natural School masih dalam tahap awal dimana perpustakaan hanya sebagai pusat sumber belajar, pusat kegiatan membaca dan pusat kegiatan literasi informasi. Saran dari peneliti untuk pengembangan perpustakaan Semut-Semut The Natural School adalah menambah koleksi perpustakaan, memperluas ruangan perpustakaan, menyediakan fasilitas penunjang seperti ruang diskusi dan meja belajar, meningkatkan kerja sama dan perhatian dari berbagai pihak, dan menyediakan dana yang cukup untuk keperluan perpustakaan.

The thesis discusses about the role of the school library in supporting teaching and learning activities at Semut-Semut The Natural School. This research uses qualitative approach and case study method. The conclusion is the Semut-Semut The Natural School’s library is still in the early phase in supporting the learning activities where library only as a center of learning source, a center of reading, and a center of literacy information activities. Suggestion from the writer to develop the Semut-Semut The Natural School is adding the library collection, expanding the library room, providing ancillary facilities such as disscussion room and learning table, building cooperation of various people and providing sufficient funds for library needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S53288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feoda Inayah
"Skripsi ini membahas mengenai pemberian dukungan sosial terhadap anak autis. Penelitian ini menggambarkan bagaimana dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua maupun sekolah terhadap anak autis. Anak autis yang diteliti ialah siswa di SD Khusus Talenta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.
Hasil dari penelitian ini yaitu adanya berbagai macam bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada anak autis baik dari orang tua maupun sekolah. Menggambarkan bahwa ada keterlibatan dari lingkungan sekitar anak autis yaitu orang tua serta sekolah dalam memberikan dukungan sosial.

This thesis deals with the granting of social support to autistic children. This research describes how social support given by parents and schools to an autistic children. Autistic children are examined are students in Special Talent Elementary School. This research used the qualitative approach with this type of case study research.
The results of this research, namely the existence of various forms of social support provided to autistic children from both the parents and the school. Describe that there are involvement of the environment around the autistic children namely parents and schools in providing social support."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Gustina
"Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan penggunaan lagu oleh anakanak dalam identitas dan peranannya sebagai murid di Sekolah Musik Faasto, Rawamangun - Jakarta Timur, saat melakukan interaksi antar-murid di dalam komuniti sosial tersebut. Murid-murid sekolah musik ini dipandang sebagai individuindividu yang memiliki kebudayaan tersendiri sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik mereka.
Kajian ini merupakan studi kasus. Fokus kajian adalah Iagu-lagu yang digunakan oleh murid-murid dalam interaksi yang terjadi. Untuk memahami fokus kajian, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penekanan pada pengamatan dan pengamatan terlibat. Dengan pendekatan ini, saya berusaha untuk mengkaji obyek-obyek kajian, yaitu murid-murid dalam setting yang ada. Pendekatan kualitatif ini juga melibatkan pendekatan interpretif/naturalistik, yang merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menginterpretasi gejala-gejala yang berkaitan dengan makna-makna yang diberikan oleh obyek kajian terhadap lagu-lagu yang digunakan.
Perrnasalahan yang dikemukakan dalam kajian ini memperlihatkan bahwa lagu yang digunakan oleh murid-murid dalam interaksi antar-murid, baik secara horisontal maupun vertikal, berfungsi sebagai simbol bagi identitas. Tindakan muridmurid dalam menggunakan lagu dipandang sebagai tindakan simbolik. Sebagai tindakan simbolik, seorang murid memberi makna-makna pada lagu-lagu yang digunakan dalam interaksi untuk memenuhi kebutuhan dalam memperoleh identitasnya (the self) yang berbeda dari murid yang lain (the other)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Fitryasari PK
"Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif dalam bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Keberadaan anak autisme akan menjadi stressor bagi keluarga sebagai suatu sistem. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman keluarga selama merawat anak autisme di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya. Penelitian ini menggunakan disain fenomenologi deskriptif dengan metode wawancara mendalam. Partisipan adalah anggota keluarga yang berperan sebagai caregiver utama anak autisme yang diperoleh melalui purposive sampling. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan menerapkan tehnik Collaizi. Penelitian ini menghasilkan 17 tema. Hasil penelitian menggambarkan perasaan berduka yang dirasakan keluarga terjadi melalui tahapan menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi dan menerima. Berbagai penyebab berduka membuat keluarga berduka sepanjang masa dan menimbulkan berbagai beban dalam keluarga. Perawatan yang dilakukan keluarga memperhatikan tujuan dan jenis kebutuhan dengan menggunakan berbagai metode tertentu. Keluarga membutuhkan dukungan sosial dan finansial dan telah menggunakan beberapa sumber dan bentuk dukungan selama merawat anak autisme. Tuntutan perawatan dan respon lingkungan mengharuskan keluarga melakukan modifikasi cara merawat, mekanisme koping dan pemberdayaan keluarga. Keluarga mengharapkan adanya perhatian khusus dan peningkatan kemampuan perkembangan anak autisme. Keluarga merasakan makna positif dan negatif selama merawat anak autisme. Temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan profesional, khususnya perawat spesialis jiwa untuk mengembangkan desain asuhan keperawatan jiwa anak dalam konteks keluarga, penelitian tentang pemberdayaan keluarga dalam pengelolaan beban selama merawat anak dengan autisme serta penyempurnaan modul terapi psikoedukasi keluarga dan terapi kelompok suportif yang spesifik untuk keluarga dengan anak autisme.

Autism is a pervasive development disorder in social interaction, communication and behavior. Children with autism will be a stressor to their family. This research aims to describe about family experience in taking care of their children with autism at Special Needs School Bangun Bangsa, Surabaya. This research used descriptive phenomenology design with indepth interview method. The participant of this research was a member of a family who plays role as the main caregiver for autism child. This study employs the purposive sampling method. The data is gathered through interviews and field notes that is then analyzed with the Collaizi technique. This research generated 17 themes.The results illustrate families display the grieving process which they pass through in to five stages of grief: denial, anger, depression, bargaining and acceptance. Large amounts of grief cause families in grief for a long period and this causes family burden . Family care is focused on completing its objectives and covering particular needs by using specific methods. The families need both social and financial support by using several kinds of sources and supports. The demands and environmental responses cause families to do modifications in taking care of the child, coping mechanisms and family empowerment. The families wish to get special attentions and improvement in autism children developments. The families find positives and negative meaning in their experiences in taking care of the children to their families? system. Finding of the research would hopefully be beneficial to professional health staff, especially psychiatric nurses to complete their ability in minimizing various negative impacts that the family may suffer from while taking care their autism children with autism through nursing care plans designs development, researches about family empowerment in burden managements and also a research to improve the Family psychoeducation Therapy and a specific Supportive Group Therapy modules for family with autism children."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winny Suryania
"Social withdrawal pada anak merupakan faktor risiko dari gangguan psikologis yang dapat berkembang dikemudian hari, misalnya kecemasan dan depresi. Anak dengan social withdrawal pada umumnya memiliki keterampilan sosial yang kurang dan perlu mempelajari cara membina hubungan yang baik dengan orang lain. Oleh karena itu, anak diberikan intervensi social skill training (SST), yang nantinya dapat berkontribusi terhadap keterampilan sosial anak secara umum dan menurunkan social withdrawal. Tesis ini memiliki desain single case dan partisipan penelitian adalah anak laki-laki berusia sepuluh tahun dengan social withdrawal. Sesi terapi dilakukan sebanyak sebelas kali selama kurang lebih 60-90 menit setiap sesinya. Tujuan dari intervensi ini untuk melihat efektifitas social skill training dalam menurunkan social withdrawal pada anak usia sekolah. Hasil dari terapi ini adalah SST efektif untuk menurunkan social withdrawal pada anak sekolah, yang terlihat dari penurunan skor pada skala social withdrawal pada Child Behavior Checklist (CBCL).

Social withdrawal in children is a risk factor of psychological disorder that can develop in the future, such as anxiety and depression. Children with social withdrawal generally have less social skills and need to learn how to build good relationships with others. Therefore, the child is given intervention social skills training ( SST ), which can contribute to a child's social skills in general and decrease social withdrawal. This thesis has a single-case design and study participants were boys aged ten years with social withdrawal. Therapy sessions conducted as many as eleven times for about 60-90 minutes each session. The purpose of this intervention to see the effectiveness of social skills training in reducing social withdrawal in children of school age. The results of this therapy is effective for lowering SST social withdrawal at school children, as seen from the decrease in social withdrawal scale scores on the Child Behavior Checklist (CBCL)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T39288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Istiqomah
"Social withdrawal pada masa kanak-kanak merupakan faktor resiko munculnya masalah social emosional di kemudian hari. Anak dengan social withdrawal pada umumnya memiliki keterampilan social yang kurang. Penelitian ini memiliki desain single case dan menerapkan bentuk intervensi social skills training (SST) dengan pendekatan multimodal. Program ini meliputi behavioral social skills training, self-instructional, social problem solving, serta pengurangan masalah penghambat. Partisipan penelitian adalah anak perempuan berusia sembilan tahun. Sesi terapi dilakukan sebanyak sepuluh kali selama lebih kurang 60 - 90 menit setiap sesinya.
Hasil dari terapi ini adalah SST efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. Melalui observasi langsung, terlihat adanya peningkatan frekuensi dan performansi anak dalam menampilkan perilaku sosialnya. Anak dapat menampilkan perilaku menyapa, bertanya, bergabung, mengajak bergabung, dan menyelesaikan masalah dengan baik Berkaitan dengan masalah social withdrawal juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat terutama dari penurunan skor pada skala withdrawn dari alat ukur Child Behavior Checklist (CBCL).

It has long been argued that social withdrawal in early childhood is a risk factor for later socio-emotional difficulties. Social withdrawal children usually have social skill deficits. This research uses a single case design and applies the multi-method social skills training (SST) intervention in order to enhance social skills. The components of the program include behavioral social skills training, self-instructional training, social problem solving, and reduction competing/inhibiting problem. Participant of this research is a nine-year old girl with social withdrawal. Therapy is conducted through 10 sessions, 60-90 minutes each session.
This study showed that SST is an effective therapy to increase the child’s social skills. Child has shown improvement in frequency and performance of some target behaviors (greeting, asking for information, joining in, invite to join in, and problem solving). This study also found decreasing of social withdrawal symptoms that can be seen from reducing score withdrawn from the Child Behavior Checklist (CBCL).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T34934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keluarga merupakan lingkungan sosialisasi pertama bagi anak. Pada usia sekolah (6-12 tahun), melalui interaksi sehari-hari anak mengalami peningkatan kemampuan dalam bersosialisasi dan bekerjasama dengan orang lain (Ball & Bindler, 2003). Komunikasi dalam keluarga berperan dalam pembentukan suatu kebiasaan (Herlina, 1996). Tujuan dari penelitian adalah mengetahui hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat interaksi sosial anak usia sekolah. Penelitian ini dilakukan di SDN Jaka Setia V Bekasi Selatan dengan jumlah responden 70 orang tua dan 70 anak. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan instrumen berupa kuisioner dan lembar observasi. Analisa chi square digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel, yaitu variabel pola komunikasi keluarga dan variabel interaksi sosial, dan ditampilkan dalam bentuk diagram pie, diagram batang dan tabel. Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat interaksi sosial anak usia sekolah (p value < 0,001 ; α = 0,05). Penelitian ini merekomendasikan optimalisasi peran perawat komunitas dalam memberikan konseling keluarga dan pendidikan kesehatan agar dapat menerapkan pola komunikasi yang fungsional dalam keluarga sehingga dapat mencapai tingkat interaksi sosial yang positif."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5538
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Gressy S. Cornelia
"ABSTRAK
Masa kanak-kanak awal merupakan salah satu periode penting dalam perkembangan seorang anak, dimana pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak pada masa ini akan mempengaruhi tumbuh kembangnya dikemudian hari. Salah satu perubahan besar yang terjadi pada masa ini adalah meluasnya lingkungan sosial anak, yang ditandai dengan mulainya anak melakukan hubungan sosial dengan teman sebayanya (Sroufe dkk, 1996). Pengalaman awal dalam berhubungan dengan teman sebaya ini merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan sosial anak usia prasekolah. Adanya kesulitan-kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya pada masa ini akan memperbesar kemungkinan munculnya masalahmasalah tingkah laku, emosional, dan akademik pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya. Pentingnya hubungan dengan teman sebaya pada masa kanak-kanak awal memberi implikasi akan pentingnya membina hubungan yang positif dengan teman sebaya pada masa ini. Namun tidak semua anak dapat membina hubungan yang positif. Adanya perbedaan kemampuan untuk membina hubungan yang positif dengan teman sebaya menunjukkan derajat kompetensi sosial yang dimiliki masingmasing anak. Dengan demikian kompetensi sosial memegang peranan penting bagi keberhasilan seorang anak dalam membina hubungan dengan teman sebaya pada masa prasekolah. Sroufe dkk (1996) mengatakan anak-anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik (socia/ly competent) - yang seringkah disebut sebagai anak-anak yang disukai oleh teman sebayanya - adalah mereka yang mampu memulai interaksi dan memberikan respon kepada teman sebaya dengan perasaan yang positif, mereka yang tertarik pada hubungan dengan teman sebaya dan mereka yang sangat dihargai oleh teman sebaya, mereka yang dapat berperan sebagai pemimpin sekaligus pengikut, dan mereka yang mampu mempertahankan saling memberi dan menerima dalam interaksi dengan teman sebaya akan dinilai oleh guru dan observer lain sebagai anak yang memiliki kompetensi sosial (yang baik) (Vaughn dan Waters, 1980 dalam Sroufe, 1996). Dengan perkataan lain anak yang memiliki kompetensi sosial yang baik adalah mereka yang memiliki ketrampilan-ketrampilan sosial tertentu, yang memungkinkannya memperoleh penerimaan dari teman sebayanya. Namun tidak semua anak prasekolah memiliki kompetensi sosial yang baik. Hasil-hasil penelitian menunjukkan hubungan atau interaksi antara orangtua dengan anak yang terlihat jelas dalam gaya pengasuhan yang diterapkan orangtua kepada anak memberi pengaruh yang signifikan terhadap hubungan anak dengan teman sebayanya.
Dalam penelitian ini ingin digali mengenai karakteristik anak yang memiliki kompetensi sosial yang buruk. Kompetensi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini memfokuskan pada tiga tugas sosial, yakni saat anak memulai interaksi dengan teman sebayanya yang meliputi dua situasi; saat anak memulai interaksi pada awalawal masuk sekolah dan saat memulai interaksi dengan sekelompok temannya yang sedang melakukan aktivitas bersama, saat anak memelihara hubungan dengan teman sebayanya; dan saat anak mengalami konflik dengan temannya. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam akan hal ini, peneliti juga menggali informasi mengenai gaya pengasuhan orangtuanya. Mengingat dalam masyarakat kita ibu masih memegang peranan yang besar dalam pengasuhan anak, maka gaya pengasuhan orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya pengasuhan yang diterapkan ibu saat berinteraksi dengan anaknya sehari-hari. Gaya pengasuhan ini terlihat dari perilaku conlrol/imcontrol dan responsive/uwesponsive yang ditampilkan ibu saat berinteraksi dengan anaknya sehari-hari.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (/'// depth interview) dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap dua orang ibu dari anak yang memiliki kompetensi sosial buruk dan gurunya. Sementara observasi dilakukan terhadap sikap dan perilaku anak di sekolah. Pemilihan subyek dilakukan dengan pendekatan purposif dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti.
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa anak yang memiliki kompetensi sosial buruk umumnya menampilkan perilaku agresif, baik agresif fisik maupun agresif verbal, saat berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah. Hal ini membuat mereka cenderung mengalami penolakan dari teman-temannya. Perilaku lain yang membuat mereka mengalami penolakan dari teman-temannya adalah perilaku egois (seperti tidak/kurang mau berbagi dengan temannya, selalu ingin berkuasa/mendominasi temannya, kurang mampu mengontrol dirinya termasuk keinginannya); tidak/kurang mampu menampilkan perilaku prososial dalam hal ini empati (kurang menghargai keberadaan temannya, iri hati); kurang terampil dalam perilaku keijasama (cenderung ingin menjadi pemimpin dan tidak mau menjadi pengikut saat aktivitas kelompok, kurang menghargai pendapat/keinginan temannya).
Sementara gaya pengasuhan yang diterapkan ibu dalam penelitian ini bervariasi, yakni satu subyek menerapkan gaya pengasuhan otoritarian, yang ditandai oleh adanya perpaduan antara perilaku respomive dan control yang rendah. Sementara subyek yang lain menerapkan gaya pengasuhan otoritarian, yang ditandai oleh adanya perilaku control yang ketat tanpa disertai perilaku responsive. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa gaya pengasuhan ibu bukanlah satusatunya faktor yang dominan memberi kontribusi bagi perkembangan kompetensi sosial anak. Beberapa faktor lain yang turut memberi kontribusi bagi perkembangan kompetensi sosial adalah karakter anak itu sendiri dan lingkungan dimana anak itu diasuh."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>