Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Budi Prayuni
"Tesis ini disusun untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan performa fisik dengan keadaan sarkopenia pada penderita obesitas usia lanjut di komunitas. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik potong-lintang dengan teknik pengambilan secara konsekutif. Kriteria inklusi diantaranya adalah subjek berusia ≥ 60 tahun, indeks massa tubuh ≥ 25 Kg / m2, mampu berjalan minimal 10 meter dan fungsi kognitif baik, Subjek yang menggunakan alat pacu jantung, terdapat implant metal di dalam tubuh, memiliki riwayat penyakit kanker, gangguan kardiovaskular dan respirasi akut, deformitas atau nyeri pada ekstremitas dan mendapatkan latihan terapeutik atau olahraga teratur dieksklusi dari penelitian ini. Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan kuesioner Physical Activity Scale for Elderly (PASE) dan performa fisik menggunakan uji kecepatan berjalan 6 meter dan uji timed up and go test (TUG). Penegakkan sarkopenia berdasarkan kriteria Asian Working Group of Sarcopenia 2019 dengan pengukuran komposisi tubuh menggunakan Bioelectric Impedance Analysis (BIA). Pada penelitian ini, didapatkan proporsi sarkopenia pada keseluruhan subjek (n = 119) adalah 23,5% dengan 71,4% berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada variabel tingkat aktivitas fisik (p > 0,05) dan hubungan yang signifikan pada variabel kecepatan berjalan dan uji TUG (p < 0,05). Kesimpulan pada penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara performa fisik dengan kondisi sarkopenia pada penderita obesitas usia lanjut di komunitas.

This thesis was aimed to determine the association between physical activity level and physical performance with sarcopenia in elderly obese patient in community. The research design is a cross sectional study with consecutive sampling. Inclusion criteria included subjects with age ≥ 60 years old, body mass index ≥ 25 Kg / m2, able to walk at least 10 meters, and has a good cognitive function. Subjects with pacemaker, have metal implants, history of cancer, acute cardiovascular and respiratory disorders, deformities or pain in extremities and receive regular therapeutic exercise were excluded from this research. Measurement of physical activity level using Physical Activity Scale for Elderly (PASE) questionnaire and physical performance using 6meter walking speed test and timed up and go test (TUG). Sarcopenia is based on criteria from Asian Working Group of Sarcopenia 2019 with body composition assessment using Bioelectric Impedance Analysis (BIA). In this research, the proportion of sarcopenia in all subjects (n = 119) was 23,5% with 71,4% was female. The results showed that there was no significant association on physical activity level (p > 0,05) and a significant association on walking speed and TUG test (p < 0,05). This research concluded that there is a significant association between physical performance with sarcopenia in elderly obese patient in the community."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Koncoro
"Latar Belakang: Sarkopenia mempengaruhi prognosis karsinoma sel hati (KSH). Dalam penilaian klasifikasi Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) terkandung penilaian status performa Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG). Status performa ECOG merupakan penilaian aktivitas fisik terkait sarkopenia. Pemeriksaan baku emas sarkopenia pada KSH mahal dan membutuhkan banyak waktu. Pemeriksaan tebal otot paha dapat digunakan sebagai modalitas yang baru. Studi ini bertujuan untuk menilai hubungan antara status performa ECOG dengan sarkopenia pada KSH, mengetahui perbedaan rerata antara tebal otot paha pasien status performa ECOG rendah dengan status performa ECOG tinggi pada KSH, dan mengetahui perbedaan rerata antara tebal otot paha pasien sarkopenia dengan non sarkopenia pada KSH.
Metode: Studi ini dilakukan di RS tersier selama Januari – Oktober 2021. Analisis statistik dilakukan untuk memperoleh hubungan antara status performa ECOG, tebal otot paha, dan status sarkopenik pasien KSH.
Hasil: Delapan puluh lima subjek pasien KSH (usia median, 52 tahun) dilakukan analisis. Sarkopenia diamati pada 30,6% pasien KSH. Setelah melalui analisis multivariat, status performa ECOG buruk berhubungan dengan sarkopenia pada KSH (adjusted OR = 6,35, IK 95% 2,06-19,60). Terdapat perbedaan signifikan rerata tebal otot paha pasien status performa ECOG rendah dengan status performa ECOG tinggi pada KSH (p < 0,001). Terdapat juga perbedaan signifikan rerata tebal otot paha pasien sarkopenia dan non sarkopenia (p < 0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status performa ECOG tinggi dengan sarkopenia pada KSH (aOR = 6,35, IK 95% 2,06-19,60). Rerata tebal otot paha pasien status performa ECOG rendah lebih besar dibanding dengan status performa ECOG tinggi pada karsinoma sel hati. Rerata tebal otot paha pasien non sarkopenia lebih besar dibanding dengan sarkopenia pada karsinoma sel hati.

Background: Sarcopenia affects hepatocellular carcinoma (HCC) prognosis. HCC staging consists of Eastern Cooperative Oncology Group performance status (ECOG-PS). ECOG-PS is an assessment of physical activity related to sarcopenia. Gold standard examinations for sarcopenia in HCC are expensive and time-consuming. Thigh muscle thickness can be used as a new modality. This study was aimed to explore the association between ECOG-PS with sarcopenia, to seek thigh muscle thickness difference between poor and good performance status, and to know thigh muscle thickness difference between sarcopenic and non-sarcopenic patients with HCC.
Methods: The study was conducted in a tertiary hospital during January – October 2021. Statistical analysis was performed to obtain an association between ECOG-PS, thigh muscle thickness, and sarcopenic status of HCC patients.
Results: Eighty-five HCC patients (median age, 52 years) were analyzed. Sarcopenia was observed in 30,6% of HCC patients. On multivariate binary regression analysis, a poor ECOG-PS remained independently associated with sarcopenia in HCC (adjusted OR = 6,35, 95% CI 2,06-19,6, p < 0,001). There was a significant difference in thigh muscle thickness between good and poor performance status (p < 0,001). There was also a significant difference in thigh muscle thickness between sarcopenic and non-sarcopenic patients (p < 0,001).
Conclusion: There were association between ECOG-PS and sarcopenia in HCC (aOR = 6,35, IK 95% 2,06-19,60). Mean thigh muscle thickness was larger in HCC patients with good ECOG-PS than poor ECOG-PS. Mean thigh muscle thickness was larger in non-sarcopenic HCC patients than sarcopenic ones.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrahini
"Latar belakang : Kejadian jatuh yang tinggi pada usia lanjut berhubungan erat dengan penurunan kekuatan otot. Seiring bertambahnya usia terjadi sarkopenia dimana massa otot berkurang sebesar 1-2% setiap tahun dan menyebabkan penurunan kekuatan otot sebesar 3%. Vitamin D mempunyai aksi biologis pada otot sehingga menjadi salah satu modalitas terapi sarkopenia. Walaupun peran vitamin D pada kekuatan otot masih kontroversial, namun studi sebelumnya menunjukkan analog vitamin D (alfacalcidol) dapat meningkatkan kekuatan otot dengan memakai luaran kekuatan otot ekstremitas bawah.
Tujuan : Menentukan pengaruh alfacalcidol terhadap kekuatan otot ekstremitas atas yang diukur dengan pemeriksaan kekuatan genggam tangan pada perempuan usia lanjut Indonesia.
Metode : Studi ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan selama bulan April-September 2012 di poliklinik Geriatri RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Subjek penelitian adalah perempuan berusia ≥ 60 tahun dengan kekuatan genggam tangan £ 22 kg yang diukur dengan dinamometer. Subjek dirandomisasi dalam dua kelompok yaitu kelompok yang menerima alfalcalcidol 1x0,5 mg dan kelompok kontrol menerima plasebo. Masing-masing kelompok mendapat kalsium laktat 500 mg dan diamati selama 90 hari. Pada akhir penelitian dilakukan pemeriksaan kekuatan genggam tangan.
Hasil : Sebanyak 122 subjek direkrut, namun terdapat 27 subjek yang mempunyai kriteria eksklusi sehingga randomisasi membagi 95 subjek masing-masing 47 subjek pada kelompok alfacalcidol dan 48 subjek pada kelompok plasebo. Sebanyak 88 subjek menyelesaikan penelitian hingga akhir (7 drop out) dan dianalisis dengan uji Mann Whitney. Terdapat perbedaan peningkatan kekuatan otot yang bermakna antara kelompok alfacalcidol dibanding kelompok plasebo (15,50 kg vs. 13,75 kg ; p= 0,003).
Kesimpulan: Analog vitamin D (alfacalcidol) dapat meningkatkan kekuatan otot perempuan usia lanjut Indonesia yang mempunyai kekuatan genggam tangan yang rendah dibandingkan pemberian plasebo.

Background : The age-related increase in falls is strongly associated with a decline in muscle strength. Sarcopenia develops in concomitant with aging, where muscle mass decrease 1-2% annually, lead to 3% reduction in muscle strength. Vitamin D was known to have a biological action on muscle, so it was used as one of the therapy for sarcopenia. Although the role of vitamin D on muscle strength was still controversial, previous studies in vitamin D analog (alfacalcidol) reveal a promising effect in lower extremity muscle strength.
Objective : To determine the effect of alfacalcidol on upper extremities muscle strength in elderly ambulatory Indonesian women.
Methods : This was a randomized, double-blind clinical trial, which was conducted at Geriatrics Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta, during April to September of 2012. The study subject consists of elderly women (aged ≥60 years old) with handgrip strength of ≤ 22 kg, measured with a handheld dynamometer. Subject was then randomized to two groups, one receiving alfacalcidol 1x0.5 mcg and the other receiving identically packaged placebo. Each group also received 500mg calcium lactate daily and then was observed for 12 weeks. At the end of the observation period, a second measurement of handgrip by using handheld dynamometer was performed.
Outcome : A total 122 subjects were enrolled in this study. There were 95 subjects fulfilled the eligible criteria consist of 47 subjects receiving alfacalcidol and 48 subjects as a control. A number of 88 subjects were able to complete the intervention period and then the results were analyzed with Mann Whitney test. The study showed a significant increase of muscle strength in the intervention group compared to placebo (15.50 kg vs. 13.75 kg; p = 0.003).
Conclusion : Daily doses of 0.5 mg alfacalcidol significantly improved muscle strength in elderly Indonesian women with low handgrip strength compared to placebo."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T35632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Suryaputra
"Obesitas pada remaja merupakan akumulasi lemak pada tubuh yang terjadi secara bertahap. Obesitas terjadi karena interaksi yang sangat kompleks antara parental fatness, pola makan, dan gaya hidup. Prevalensi obesitas pada remaja di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pola makan dan aktivitas fisik antara remaja obesitas dan non obesitas.
Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 40 orang dengan usia 15-17 tahun di SMAK Santa Agnes Surabaya secara simple random sampling, yang terdiri atas 20 orang obesitas dan 20 orang non obesitas. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney untuk tingkat pengetahuan gizi remaja, pengeluaran jajan remaja, frekuensi makan, pola konsumsi makanan cepat saji, pola konsumsi kudapan, tingkat konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak, tingkat aktivitas fisik, serta parental fatness.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang bermakna pada tingkat pengetahuan gizi remaja, pengeluaran jajan remaja, frekuensi makan, pola konsumsi makanan cepat saji, pola konsumsi kudapan atau makanan ringan, serta tingkat konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak, antara kelompok obesitas dan kelompok non obesitas. Demikian juga untuk tingkat aktivitas fisik dan parental fatness, terdapat perbedaan antara remaja pada kelompok obesitas dengan non obesitas. Adanya perbedaan parental fatness, pola makan dan aktivitas remaja antara kelompok obesitas dengan non obesitas. Oleh karena itu, disarankan pemberian informasi dan pendidikan tentang pola makan yang sehat dan aktivitas fisik yang cukup untuk mencegah terjadinya obesitas.

Obesity in teenage is a syndrome that happened because of fat accumulation in the body. Obesity occured because of complex interaction between parental fatness, food pattern, and physical activity. In Indonesia, prevalence of teenage obesity is gradually increasing. The aim of this research was to analyze about the difference of food pattern and physical activity between obesity and non obesity teenage group.
This study was an analytical observational research with cross sectional design. The samples were 40 teenage from Santa Agnes senior high school Surabaya (age 15-17) that was taken by simple random sampling, that divers to 20 obese and 20 non obese teenage group. The data were analysed by Mann Whitney test for nutrition knowledge, pocket money, food pattern, fast food's consumption, snack?s consumption pattern, consumption level of energy, carbohydrat, protein, and fat, physical activity and parental fatness.
The result of the statistic test showed that variables significant difference are nutrition knowledge, pocket money, food pattern, fast food?s consumption, snack?s consumption pattern, energy consumption level, carbohydrate consumption level, protein consumption level, fat consumption level, physical activity and parental fatness between obese and non obese teenage group. The conlusion is that significant differences are food pattern and physical activity between obese and non obese teenage group. Recommendation is necessary to provide information and education to teenage about healthy food and adequate physical activity to prevent obesity.
"
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Risca Marcelena
"Latar Belakang: Sarkopenia dan obesitas sering ditemukan pada populasi lanjut usia (lansia). Kombinasi sarkopenia dan obesitas, yaitu obesitas sarkopenia, memiliki morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan salah satu entitas saja.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas perifer dan sentral dengan komponen sarkopenia.
Metode: Studi potong-lintang ini memakai data sekunder dari penelitian validasi skor Sarcopenia Quality of Life (SARQoL) terhadap lansia ≥60 tahun di Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia, periode April–Juni 2018. Analisis multivariat dilakukan terhadap obesitas (indeks massa tubuh [IMT] dan lingkar pinggang [LP]) dan komponen sarkopenia (kekuatan genggam tangan [KGT], indeks massa otot [appendicular skeletal muscle mass per tinggi badan kuadrat, ASMM/TB2], dan kecepatan berjalan) untuk disesuaikan dengan perancu (usia, diabetes melitus, dan aktivitas fisik). Nilai potong diagnostik masing-masing komponen sarkopenia memakai panduan the Asian Working Group on Sarcopenia (AWGS) 2019.
Hasil: Rerata usia dari 120 subjek adalah 71,89 (6,11) tahun, dengan proporsi wanita 61,70%. Seluruh subjek menunjukkan rerata IMT 22,48 (4,60) kg/m2; median LP 91,48 (65,40-113,00) cm; rerata ASMM/TB2 6,88 (0,96) kg/m2; median KGT 20 (10,00-40,00) kg; dan rerata kecepatan berjalan 0,76 (0,23) meter/detik. KGT rendah ditemukan lebih sedikit pada kelompok obesitas perifer dibandingkan nonobesitas perifer (adjusted odds ratio OR 0,419; interval kepercayaan IK 95% 0,183-0,959; p=0,040). ASMM/TB2 rendah lebih sedikit pada kelompok obesitas sentral dibandingkan nonobesitas sentral (adjusted OR 0,087; IK 95% 0,029-0,262; p <0,001).
Simpulan: Terdapat efek protektif obesitas perifer dan sentral terhadap sarkopenia, tetapi hubungan ini terbatas pada IMT <30 kg/m2.

Background: Increasing number of elderly is accompanied by increasing prevalence of sarcopenia and obesity. Combination of sarcopenia and obesity, which is called as sarcopenic obesity, associated with higher morbidity and mortality compared to either obesity or sarcopenia alone. Objectives: This study aimed to determine the association between obesity profiles and sarcopenia components.
Methods: This cross-sectional study was using data from the validation study of Sarcopenia Quality of Life (SARQoL) score, of which conducted in geriatric outpatient clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Multivariate analysis between obesity (body mass index [BMI] and waist circumference [WC]) and sarcopenia components (handgrip strength [HGS], muscle mass index [appendicular skeletal muscle mass/ height square, ASMM/h2], and gait speed was adjusted to age, diabetes mellitus, and physical activities.
Results: Out of 120 subjects, there was 61.70% women. All subjects had mean of age 71.89 (6.11) years old; mean of BMI 22.48 (4.60) kg/m2; median of WC 91.48 (65.40-113.00) cm; mean of ASMM/h2 6.88 (0.96) kg/m2; median of HGS 20 (10.00-40.00) kg; and mean of gait speed 0.76 (0.23) meter/second. Low HGS was found statistically significant in lower proportion for peripheral obesity group than non-peripheral obesity group (adjusted odds ratio OR 0.419, 95% confidence interval CI 0.183-0.959, p=0.040); and low muscle mass index was lower in central obesity group than non-central obesity group (adjusted OR 0.087, 95% CI 0.029-0.262, p <0.001).
Conclusion: There were protective effects of peripheral and central obesity against sarcopenia
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Sayogo Putri
"Obesitas merupakan salah satu masalah utama di perkotaan, yang dapat menyebabkan banyak komplikasi. Aktivitas fisik merupakan pergerakan badan yang diproduksi kontraksi otot rangka yang meningkatkan konsumsi energi diatas level basal. Obesitas dipengaruhi oleh ketidakseimbangan energi masuk dan energi keluar. Untuk mengetahui perbandingan tingkat aktivitas fisik pada kasus obesitas dan non-obesitas, dilakukan perekaman aktivitas fisik selama 2 hari kerja dan 1 hari libur pada 44 karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2015 dengan obesitas dan tanpa obesitas. Perekaman dilakukan dengan kuesioner Bouchard yang dimodifikasi dan anamnesis subjek. Aktivitas fisik subjek digolongkan dalam 4 kategori: sedenter, ringan, sedang, dan berat. Hasil analisis data menggunakan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara tingkat aktivitas fisik pada subjek obesitas dan non-obesitas (p=1). Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik tidak menjadi variabel tunggal dalam menyebabkan obesitas.

Obesity remains a big problem in an urban life, leading to complications. Physical activity is defined as bodily movement produced by skeletal muscle which increases energy expenditure above basal level. An inequilibrium of energy intake and expenditure leads to obesity. To investigate the level of physical activity between obese employees and non-obese employees of Medical Faculty of University of Indonesia (2015), their physical activities during 2 weekday and 1 weekend were recorded in modified Bouchard questionnaire and anamnesis was performed. The physical activities of the subject were classified into 4 categories: sedentary, mild, moderate, and vigorous. The result of data analysis using Kolmogorov-Smirnov test showed that there was no significant difference of physical activities level of the subjects (p=1). This research shows that physical activity level is not the only contributing factor of obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calvin Kurnia Mulyadi
"Asupan makanan berlebih dan rendahnya aktivitas fisik adalah dua faktor risiko obesitas pada remaja. Kurangnya pemahaman akan hubungan antarfaktor risiko ini membuat obesitas remaja sulit ditangani dan cenderung berlanjut ke usia dewasa. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik (physical activity level/PAL) dengan asupan energi dan makronutrien. Penelitian dilakukan di salah satu fakultas kedokteran di Jakarta dalam periode Juni 2011-Juni 2013, dengan metode total sampling pada populasi mahasiswa berusia 15-18 tahun. Data asupan energi dan makronutrien dari sampel yang terdiri atas laki-laki (n=30) dan perempuan (n=43), dinilai menggunakan Food-Frequency Questionnaire semikuantitatif, sedangkan PAL dengan Bouchard three-days physical activity record. Dengan uji one-way anova, terdapat hubungan antara PAL dengan asupan energi dan lemak (p=0,025 dan 0,019), sedangkan asupan karbohidrat dan protein sebaliknya. Dengan analisis post-hoc LSD, perbedaan bermakna terdapat pada PAL sedang dan tinggi (asupan energi p=0,007; lemak p=0,005), sedangkan rata-rata asupan energi dan makronutrien tetap tinggi pada PAL rendah. Disimpulkan bahwa peningkatan keluaran energi total akan meningkatkan asupan energi, sedangkan PAL rendah tidak akan mengubah kebutuhan energi individual.

Excessive nutrient intake and low physical activity are two obesity risk factors in adolescent. Lack of understanding in relationship amongst these risk factors has made adolescent obesity become health problems and tends to progress into adulthood. This study aimed to investigate the relationship between physical activity level (PAL) with energy and macronutrient intake. Study was held in one of medical school in Jakarta from June 2011-June 2013, with total sampling on medical students aged 15-18. Energy and macronutrient intake from boys (n=30) and girls (n=43) were assessed using semiquantitative Food-Frequency Questionnaire, while PALs were assessed using Bouchard-three days physical activity record. One-way anova analysis showed significant relationship of PAL toward energy and fat intake (p=0,025 and 0,019), and none of carbohydrate and protein intake. The post-hoc LSD analysis revealed the significant mean difference were found in subjects classified as high and moderate PAL (for energy intake p=0,007; fat intake p=0,005). Meanwhile, energy and all macronutrients intake were found to be persistently high in subject with low PAL. In conclusion, increase in total energy expenditure will subsequently induce increase in energy intake, but low PAL did not change the individual energy requirement."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ria Jauwerissa
"Sarkopenia menyebabkan luaran buruk pada populasi hemodialisis reguler. Panduan diagnosis dan cara pengukuran yang berbeda menyebabkan rentang prevalensi yang besar. Faktor yang berperan terhadap sarkopenia pada hemodialisis reguler belum diketahui. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan hubungan fosfat dengan sarkopenia pada hemodialisis reguler. Metode: Studi potong lintang observasional pada 96 pasien hemodialisis reguler, usia ≥18 tahun, lama hemodialisis ≥120 hari di RSCM (Maret-Mei 2022).Uji deskriptif, analisis bivariat, dan regresi logistik mendapatkan prevalensi dan hubungan antara Simplify Creatinine Index, DM type 2, IL-6, status gizi, aktivitas fisik, dan fosfat dengan sarkopenia. Diagnosis sarkopenia menggunakan kriteria AWGS 2019. Hand Grip Strength untuk kekuatan otot, massa otot dengan Bioimpedance Spectroscopy dan performa fisik dengan uji berjalan 6 meter. Hasil: Prevalensi sarkopenia adalah 54,2% dan rerata kadar fosfat 4,08 mg/dL (SB 1,45 mg/dL). Beda rerata kadar fosfat kelompok sarkopenia dengan kelompok tanpa sarkopenia adalah 3,73mg/dL vs 4,5 mg/dL, p=0,008. Faktor lain yang berhubungan dengan sarkopenia adalah SCI (p=0,005), dan aktivitas fisik ringan (p=0,006). Fosfat tidak berhubungan bermakna setelah menambahkan perancu. Kesimpulan: Prevalensi sarkopenia dengan kriteria AWGS 2019 pada populasi hemodialisis reguler adalah 54,2%. Kelompok sarkopenia memiliki rerata fosfat lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa sarkopenia, hubungan menjadi tidak bermakna setelah menambahkan variabel perancu.

Sarcopenia asscociated with worse outcomes in MHD patients. Difference in criteria and methods used to diagnose causing wide range of prevalence. Factors asscociated with sarcopenia in MHD have not been well studied. Objective: to investigate the prevalence and asscociation between phosphate and sarcopenia in MHD. Methods: Observational cross-sectional study in 96 MHD patients ≥18 years old, dialysis vintage ≥120 days in RSCM March-May 2022. Descriptive, bivariate, and logistic regression used to find prevalence and asccociation with Simplify Creatinine Index, type 2 DM, IL-6, nutritional status, physical activity, and phosphate. AWGS 2019 criteria used to diagnose sarcopenia, Hand Grip Strength for muscle strength, Bioimpedance Spectroscopy for muscle mass, and 6-meter walk for physical performance. Results: Sarcopenia prevalence was 54.2% and mean phosphate was 4,08 mg/dL (SD 1,45 mg/dL). Mean difference of phosphate in sarcopenia group compared to non-sarcopenia group is 3,73mg/dL vs 4,5 mg/dL, p=0,008. Factors with significant association were SCI (p=0.005) and low physical activity (p-0.006). Phosphate no longer asscociate significantly with sarcopenia after adjustement. Conclusions: Sarcopenia prevalence in MHD population with AWGS 2019 criteria was 54.2%. Sarcopenia group has significant lower mean phosphate compared to non-sarcopenia group, but the asscociation no longer significant after adjustment with confounding variables."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restika Hapsari
"Prevalensi obesitas pada remaja di Karawang lebih tinggi dibandingkan di antara kabupaten di Jawa Barat. Gaya hidup remaja yang tidak sehat di Karawang mengarah pada obesitas. Salah satu contoh gaya hidup yang tidak sehat adalah kurangnya latihan fisik. Remaja yang gemuk cenderung memiliki aktivitas fisik yang rendah dan berisiko mengalami tingkat obesitas yang lebih tinggi seiring bertambahnya usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi deskripsi aktivitas fisik pada remaja gemuk di Kabupaten Karawang. Penelitian deskriptif ini menggunakan desain cross sectional dengan 97 responden remaja dengan status gizi dianggap obesitas. Data diambil di sekolah menengah pertama dan menengah atas di Kabupaten Karawang. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah pengukuran tinggi menggunakan microtoise dan pengukuran berat menggunakan skala berat badan digital untuk menunjukkan Indeks Massa Tubuh (BMI). Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan dilanjutkan dengan menerapkan tabulasi data (crosstabb). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas remaja yang menderita obesitas adalah remaja pria dengan obesitas kelas 1. Sementara itu, remaja perempuan juga pasif dalam melakukan aktivitas fisik. Studi ini merekomendasikan bahwa sekolah perlu melakukan program manajemen obesitas yaitu promosi aktivitas fisik untuk menjadi intervensi berbasis sekolah.

The prevalence of obesity in adolescents in Karawang is higher than among districts in West Java. Unhealthy adolescent lifestyles in Karawang lead to obesity. One example of an unhealthy lifestyle is lack of physical exercise. Obese adolescents tend to have low physical activity and are at risk of experiencing higher levels of obesity with age. This study aims to identify the description of physical activity in obese adolescents in Karawang Regency. This descriptive study uses a cross sectional design with 97 teenage respondents with nutritional status considered obese. Data were collected at junior high and senior high schools in Karawang Regency. The method used in collecting data is height measurement using microtoise and weight measurement using a digital weight scale to show the Body Mass Index (BMI). The analysis carried out was univariate analysis and continued by applying data tabulation (crosstabb). The results showed that the majority of adolescents suffering from obesity were male adolescents with grade 1 obesity. Meanwhile, female adolescents were also passive in physical activity. This study recommends that schools need to conduct obesity management programs, namely the promotion of physical activity to become school-based interventions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>