Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178057 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shofwatul Nafi’ah
"Latar Belakang: Hubungan kedekatan antara sinus maksilaris dan gigi posterior rahang atas sering menjadi tantangan dalam kedokteran gigi karena dapat menyebabkan komplikasi. Evaluasi posisi akar gigi posterior rahang atas sinus maksilaris dapat dinilai melalui radiograf panoramik.
Tujuan: Mengetahui posisi akar gigi posterior terhadap sinus maksilaris menurut jenis kelamin dan kelompok usia pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini menggunakan 192 radiograf panoramik digital laki-laki dan perempuan berusia 20-70 tahun di RSKGM FKG UI. Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris dievaluasi berdasarkan klasifikasi oleh Ok et al, yang mengkategorikan menjadi 3 tipe. Tipe 1 adalah ketika akar menonjol atau overlap dengan rongga sinus. Tipe 2 adalah ketika akar berkontak dengan dasar sinus. Tipe 3 adalah ketika akar tidak berkontak atau memanjang di bawah dasar sinus.
Hasil: Berdasarkan jenis kelamin, tipe 1 didominasi oleh laki-laki, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh perempuan. Berdasarkan kelompok usia, tipe 1 didominasi oleh kelompok usia >39 tahun, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh kelompok usia 20-39 tahun.
Kesimpulan: Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris pada kelompok laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan bermakna secara statistik, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok usia 20-39 tahun dan >39 tahun.

Background: The close relationship between the maxillary sinus and posterior maxillary teeth is often a challenge in dentistry because it can cause complications. Evaluation of the root position of the maxillary posterior maxillary sinus can be assessed using a panoramic radiograph.
Objective: To determine the position of the roots of the posterior teeth to the maxillary sinus according to gender and age group on a panoramic radiograph.
Methods: This study used 192 digital panoramic radiographs of men and women aged 20-70 at RSKGM FKG UI. Subjects were divided into two categories: 20-39 years old and >39 years old. The position of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus was evaluated based on the classification by Ok et al., which categorizes it into 3 types. Type 1 is when the root protrudes or overlaps with the sinus cavity. Type 2 is when the root is in contact with the sinus floor. Type 3 is when the root is not in contact or extends below the sinus floor.
Results: Based on gender, type 1 was dominated by men, while type 2 and type 3 were dominated by women. Based on age group, type 1 is dominated by the age group >39 years, while type 2 and type 3 are dominated by the age group 20-39 years.
Conclusion: The position of the roots of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus in the male and female groups was statistically significant, but there was no significant difference in the 20-39 years and >39 years age groups.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Lorenza
"Latar Belakang: Bone loss merupakan kondisi yang terjadi seiring penuaan akibat berbagai faktor risiko. Pemeriksaan densitas tulang dapat dilakukan dengan melihat grayscale value tulang kanselus mandibula pada radiograf panoramik digital. Tujuan: Mengetahui perbandingan rerata grayscale value tulang kanselus mandibula menurut jenis kelamin, usia, dan besar arus listrik pada radiograf panoramik digital. Metode: Penelitian ini menggunakan 294 sampel radiograf panoramik digital pria dan wanita berusia 31-75 tahun di RSKGM FKG UI. Rerata grayscale value didapatkan dari pengukuran menggunakan Software I-Dixel Morita© di tulang kanselus mandibula kiri atau kanan daerah apikal regio premolar. Analisa statistik dilakukan 2 kali dengan atau tanpa mempertimbangkan variasi kondisi besar arus(mA). Analisa pertama melibatkan seluruh 294 sampel dengan rentang besar arus 3,3-8 mA. Analisa kedua melibatkan 60 sampel dengan rentang besar arus 5,7-6,4 mA. Hasil: Hasil analisa statistik pertama menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 113,52±14,88 dan kelompok wanita sebesar 109,98±14,08. Rerata Grayscale value kelompok usia 31-45 tahun sebesar 112,38±13.39, kelompok usia 46-60 tahun sebesar 111,76±13.75, dan kelompok usia 61-75 tahun sebesar 111,11±16.49. Hasil analisa statistik kedua menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 116,66±13,75 dan kelompok wanita sebesar 105,58±13,55. Rerata grayscale value kelompok usia 32-53 tahun sebesar 115,42±10,89 dan kelompok usia 54-75 tahun sebesar 106,81±16,72. Kesimpulan: Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin dan kelompok usia tidak berbeda bermakna (3,3-8 mA). Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin serta antar kelompok usia berbeda bermakna (5,7-6,4 mA).

Background: Bone loss is a condition that occurs during aging due to various factor risk. Bone density examination can be performed by measuring grayscale value at the mandibular cancellous bone on a digital panoramic radiograph. Objective: To obtain comparison of mean grayscale value of mandibular cancellous bone by gender, age, and tube current on digital panoramic radiograph. Method: This study utilizing secondary data, totally 294 digital panoramic radiograph of men and women age 31-75 years old at RSKGM FKG UI. Mean grayscale value is obtained by measurement using Software I- Dixel Morita© in the left or right mandibular cancellous bone in the apical area of the premolar region. Two alternative statistical analysis were carried out, with or without considering the variation in tube current condition (mA). The first analysis involved all 294 samples with tube current condition range from 3,3-8 mA. The second analysis involved 60 samples with tube current condition range from 5,7-6,4 mA. Result: First statistical analysis showed that mean grayscale value of the men group is 113,52±14,88 and women group is 109,98±14,08. Mean grayscale value of the 31-45 years old group is 112,38±13.39, 46-60 years old group is 111,76±13.75, and 61-75 years old group is 111,11±16.49. Result from second statistical analyses shows mean grayscale value of the men group is 116,66±13,75 and women group is 105,58±13,55. Mean grayscale value of the 32-53 years old group is 115,42±10,89 and 54-75 years old is 106,81±16,72. Conclusion: Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are not statistically different (3,3-8 mA). Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are statistically different (5,7-6,4 mA)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nur Sakina Tri Meilana
"Latar Belakang: Pada banyak kasus forensik, seringkali tubuh ditemukan dalam kondisi fragmen, hangus terbakar, atau telah mengalami dekomposisi. Gigi merupakan bukti kuat dalam kasus forensik seperti ini karena strukturnya kuat, tahan terhadap berbagai kondisi dan perubahan post-mortem. Jumlahnya yang mencapai 32, setidaknya akan ada beberapa gigi yang dapat dianalisis.
Tujuan: Menganalisis potensi dental morfometrik dalam penentuan usia dan jenis kelamin individu
Metode: 230 data panoramik digital rentang usia 15-35 tahun dipilih untuk dianalisis. Dental morfometrik total panjang gigi (TTL), panjang akar (RL), panjang mahkota (CL), serta ratio area pulpa dan gigi (PTR) diukur dengan software open source Image J.
Hasil: Uji Korelasi Pearson menunjukkan ada korelasi bermakna antara variabel TTL, RL, dan CL dengan jenis kelamin namun tidak pada usia. Ditemukan pula korelasi kuat negatif antara variabel PTR dengan usia, namun tidak pada jenis kelamin. Berbagai model regresi untuk estimasi usia dan jenis kelamin populasi Indonesia telah dikembangkan. Model regresi TTL, RL, dan CL dari kombinasi gigi 11,13, dan 33 menunjukkan akurasi yang paling baik dengan prediksi kesalahan terkecil dalam memperkirakan jenis kelamin, (r = 0,681) (r2 =0,464) (SE=0,374). Sebuah model regresi estimasi usia berdasarkan PTR dikembangkan. Ketika model regresi digunakan sesuai jenis kelamin, maka akurasi akan meningkat, dengan pada wanita sedikit lebih akurat dibanding laki-laki (r=0,692) (r2=0,479) (SE=4,349).
Kesimpulan: Dental morfometrik berpotensi dalam estimasi usia ataupun jenis kelamin pada populasi Indonesia. Variabel TTL, RL, dan CL terbukti berbeda antara gender, dan variabel PTR merupakan metode dental morfometrik yang terbukti dapat digunakan dalam estimasi usia.

Background: In many forensic cases, bodies are often found in fragments, charred, or decomposed. Teeth are strong evidence in forensic cases like these because they are structurally sound, resistant to a variety of conditions and post-mortem changes. Moreover, the total number of teeth reaches 32, at least there will be several teeth that can be analyzed
Objective: To analyze the potential of dental morphometrics in determining the age and sex of an individual Method: 230 digital panoramic data aged 15-35 years were selected for analysis. Dental morphometric total tooth length (TTL), root length (RL), crown length (CL), and pulp-to-tooth area ratio (PTR) were measured using open source software Image J.
Results: Pearson Correlation Test showed that there was a significant correlation between TTL, RL, and CL variables with sex but not with age. There was also a strong negative correlation between the PTR variable and age, but not gender. Various regression models for estimating the age and sex of the Indonesian population have been developed. The TTL, RL, and CL regression model of the combination of teeth 11,13, and 33 showed the best accuracy with the smallest prediction error in estimating sex, (r = 0.681) (r2 = 0.464) (SE = 0.374). An age estimation regression model based on PTR was developed. When the regression model is used according to gender, the accuracy will increase, with women being slightly more accurate than men (r=0.692) (r2=0.479) (SE=4.349).
Conclusion: Dental morphometrics has the potential to estimate age or sex in the Indonesian population. The TTL, RL, and CL variables are proven to differ between genders, and the PTR variable is a dental morphometric method that is proven to be used in age estimation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambia Parama Kanya
"ABSTRAK
Jenis kelamin merupakan data penting dalam identifikasi individu. Salah satu metode penentuannya adalah analisis radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rerata pengukuran mandibula pada radiograf panoramik dalam menentukan jenis kelamin individu pada usia 14-35 tahun. Metode: Parameter yang diukur yaitu tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, dan indeks mentalis. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan pada tinggi ramus, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, dan jarak minimum ramus. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sudut gonial dan indeks mentalis. Kesimpulan: Enam parameter dapat menentukan jenis kelamin.

ABSTRAK
Background Sex is one important information for identification. One of the method is radiographic analysis. Objective To obtain mean value of mandible on panoramic radiograph to determine sex aged 14 35 years. Methods Mandible measurements available are ramus height, gonial angle, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus breadth, minimum ramus breadth, and mental index. Result There are difference between both sex on ramus height, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus height, minimum ramus height measurement and no difference from gonial angle and mental index. Conclusion Six parameters can be used to identify sex.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Adelia Armando
"Latar Belakang: Estimasi usia dalam kedokteran gigi forensik memiliki peran penting dalam identifikasi individu dan penentuan status hukum seseorang. Metode estimasi usia menggunakan rasio panjang dan lebar pulpa (PL/W) pada gigi insisif lateral maksila melalui radiograf panoramik digital telah dikembangkan, namun akurasinya pada berbagai kelompok usia masih perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi antara rasio PL/W dengan usia kronologis, validitas persamaan regresi yang dihasilkan, dan akurasi metode PL/W pada berbagai kelompok usia dalam estimasi usia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akurasi metode estimasi usia kronologis menggunakan rasio panjang dan lebar pulpa (PL/W) pada insisif lateral maksila melalui radiograf panoramik pada berbagai kelompok usia. Metode Penelitian: Penelitian cross-sectional dilakukan pada 125 subjek (75 laki-laki, 50 perempuan) berusia 18-60 tahun menggunakan radiograf panoramik digital. Pengukuran panjang pulpa (PL) dan lebar pulpa (W) dilakukan pada insisif lateral maksila menggunakan software NOVApacs dan i-Dixel. Analisis statistik meliputi uji reliabilitas, korelasi, regresi linear, dan validasi model. Hasil Penelitian: Metode rasio PL/W menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan usia kronologis. Model regresi menunjukkan tingkat akurasi yang moderat, dengan hasil terbaik pada kelompok usia 30-39 tahun. Estimasi usia pada kelompok perempuan lebih akurat dibandingkan laki-laki. Kesimpulan: Metode rasio PL/W pada insisif lateral maksila dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk estimasi usia pada populasi Indonesia, dengan akurasi terbaik pada kelompok usia 30-39 tahun. Namun, diperlukan penelitian lanjutan dengan distribusi sampel yang lebih seimbang untuk validasi lebih lanjut.

Background: Age estimation in forensic dentistry plays a crucial role in individual identification and legal status determination. The age estimation method using pulp length and width ratio (PL/W) on maxillary lateral incisors through digital panoramic radiographs has been developed; however, its accuracy across different age groups requires further investigation. This study aimed to analyze the correlation between PL/W ratio and chronological age, the validity of the resulting regression equation, and the accuracy of the PL/W method across different age groups in age estimation. Objective: This study aimed to analyze the accuracy of chronological age estimation using pulp length and width ratio (PL/W) on maxillary lateral incisors through panoramic radiographs across different age groups. Methods: A cross-sectional study was conducted on 125 subjects (75 males, 50 females) aged 18-60 years using digital panoramic radiographs. Pulp length (PL) and width (W) measurements were performed on maxillary lateral incisors using NOVApacs and i-Dixel software. Statistical analysis included reliability testing, correlation, linear regression, and model validation. Results: The PL/W ratio method showed a strong positive correlation with chronological age. The regression model demonstrated a moderate predictive capability, with better accuracy in the 30-39 age group. Females had a lower estimation error compared to males. Conclusion: The PL/W ratio method on maxillary lateral incisors can be used as an alternative method for age estimation in the Indonesian population, with the best accuracy in the 30-39 age group. However, further research with a more balanced sample distribution is needed for further validation."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engracia Alodia Marsha
"Latar Belakang: Radiografi panoramik merupakan salah satu teknik radiografi ekstraoral yang paling sering digunaakan. Pada umumnya, radiograf panoramik menunjukkan adanya magnifikasi sekitar 10-30%. Oleh karena itu, kesalahan dalam penentuan posisi pasien dapat menyebabkan magnifikasi ini lebih tidak proporsional. Struktur anatomi dan tingkat pemahaman instruksi dapat berbeda pada berbagai kelompok usia. Maka dari itu, diperlukan data mengenai frekuensi kesalahan posisi yang terjadi pada kelompok usia anak, dewasa, dan lansia.
Tujuan: Memperoleh perbandingan kesalahan posisi radiograf panoramik yang terjadi pada kelompok usia anak, dewasa, dan lansia.
Metode: Penelitian merupakan studi cross-sectional deskriptif menggunakan sampel berupa data sekunder radiograf panoramik pasien di Unit Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (P<0.05) pada posisi tulang belakang tidak tegak, posisi lidah tidak tepat, bergerak selama paparan, dan vertical error antara anak, dewasa, dan lansia.
Kesimpulan: Kesalahan posisi pasien dalam radiograf panoramik relatif umum. Kualitas radiograf panoramik dapat ditingkatkan dengan instruksi yang lebih jelas dan meningkatkan perhatian operator selama memposisikan pasien.

Background: Panoramic radiography is one of the most frequently used extraoral radiography techniques. Usually, panoramic radiographs show magnification of between 10% and 30%. Therefore, errors in the positioning of the patients cause this magnification to become even more disproportionate. Different anatomical structures and levels of understanding instructions may differ in different age groups. Thus, a concrete data is needed regarding the frequency of positioning errors that occur in the age group of children, adults, and the elderly.
Objective: The aim of the study was to investigate the prevalence of panoramic radiographic errors and its correlation between the age group of children, adults, and the elderly.  
Methods: This study is a descriptive cross-sectional study using secondary data in the form of panoramic radiographs of patients at Universitas Indonesia Dental Hospital (RSKGM FKGUI) . Results: It was recorded that spine is not in the upright position, improper positioning of the tongue, moving during exposure, and vertical error were statistically significant in children, adults, and the elderly (p<0.05).
Conclusion: Patient positioning errors on panoramic radiographs are relatively common. The quality of panoramic radiograph can be improved with clearer instructions and intensifying operator attention during patient positioning.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Ayumeylinda
"Radiografi panoramik merupakan alat diagnostik yang sangat penting dalam kedokteran gigi namun memiliki kekurangan seperti distorsi geometris, sehingga hasil gambaran cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal dan vertikal pada cranium dibandingkan dengan pengukuran pada radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuran horizontal dan vertikal pada radiograf panoramik.
Metode : Sampel penelitian berupa 7 cranium yang diberi marker gutta percha dengan panjang 2 mm kemudian dilakukan pembuatan radiograf panoramik sebanyak 4 kali. Pengukuran pada radiograf panoramik menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland.
Hasil : Pada pengukuran horizontal bukal/labial HB terdapat perbedaan bermakna.

Panoramic radiography is a very important diagnostic tool in dentistry but the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion, the images of anatomical structures on panoramic radiograph are not according to their actual dimension in the patients.
Objective: To determine the amount of horizontal and vertical distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal and vertical measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the cranium.
Methods: The samples of this study were 7 cranium with a length of 2 mm gutta percha as markers, panoramic radiograph was taken from each sample 4 times. Measurements on a panoramic radiograph using Digora for Windows 2.1 R1 Tuusula Finland software.
Results: The horizontal buccal labial HB measurements shows that there were significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emyda Djauhari S.
"Resorpsi apikal akar pada perawatan ortodonti adalah suatu hal yang biasa terjadi, tapi hal ini secara klinis tidak bermakna. Resorpsi apikal akar tidak baik untuk fungsi dan retensi apabila resorpsi akar sudah mencapai setengah dari panjang akar. Keadaan seperti ini dapat berpengaruh terhadap kestabilan dari hasil akhir perawatan ortodonti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan, bahwa perawatan ortodonti dengan tehnik Begg tidak menyebabkan resorpsi pada apikal akar gigi molar satu bawah, yang dipakai sebagai penjangkar. Sampel penelitian diambil dari 23 kasus maloklusi kelas 1 dan kelas II. Data diolah dengan uji student t- test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, terjadinya pemendekan panjang akar gigi pada sebagian sampel, sebelum dan sesudah perawatan . Ini berarti terjadi resorpsi akar gigi, akan tetapi perbedaan panjang akar gigi tersebut secara statistik tidak berrnakna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
"Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik.
Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia.
Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.

Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry.
Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects.
Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old.
Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age.
Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penggunaan gutaperca yang dipanaskan menghasilkan adaptasi
yang baik dan material obturasi yang homogen. Teknik kompaksi lateral panas
menggabungkan kon gutaperca utama dan aksesoris menjadi satu massa homogen
yang solid. Teknik carrier-based gutta-percha memiliki seal dan adaptasi yang
baik. Teknik downpack-backfill mengkombinasikan teknik kompaksi vertikal dan
injeksi termoplastis. Tujuan: Membandingkan adaptasi tepi sepertiga apikal
apeks antara teknik kompaksi lateral panas, carrier-based gutta-percha, dan
downpack-backfill. Metode: Preparasi saluran akar pada 90 gigi saluran akar
tunggal dan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kompaksi lateral panas (KLP),
carrier-based gutta-percha (T), dan downpack-backfill (DB). Adaptasi tepi
sepertiga apikal apeks ditentukan dengan melihat penetrasi pewarna di antara
material obturasi dan dinding dentin pada sampel yang dipotong melintang. Hasil:
Adaptasi tepi sepertiga apikal apeks DB paling baik, diikuti T dan KLP (p>0,05).
Kesimpulan: Adaptasi tepi sepertiga apikal apeks teknik downpack-backfill
paling baik, namun tidak berbeda bermakna.

ABSTRACT
Background: The use of heated gutta-percha can provide good adaptation and
homogeneity of obturation material. Warm lateral compaction technique
combines primary and accessory gutta-percha cones into one solid homogeneous
mass. Carrier-based gutta-percha technique has a good adaptation and sealing
ability. Downpack-backfill technique combines warm vertical compaction and
thermoplastic injection techniques. Aim: Compare the apical third marginal
adaptation of warm lateral compaction, carrier-based gutta-percha, and
downpack-backfill techniques. Methods: Ninety single rooted teeth were prepared
and assigned to three groups: warm lateral compaction (KLP), carrier-based
gutta-percha (T), and downpack-backfill (DB). Apical third marginal adaptation
was evaluated by observing the dye penetration between the obturation material
and the root canal walls on cross sectioned samples. Results: DB showed the best
apical third marginal adaptation, followed by T and KLP (p>0,05). Conclusion:
Downpack-backfill technique has the best apical third marginal adaptation, but
no significant difference was observed between the three techniques."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>